Monday 14 February 2022

LONG-TERM ATHLETE DEVELOPMENT (LTAD) SEPAK BOLA INDONESIA

 (MAKALAH)

Long-Term Athlete Development (LTAD) Sepak Bola Indonesia 

Kata kunci: LTAD, sepak bola.

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir adopsi model Pengembangan Atlet Jangka Panjang atau Long-Term Athlete Development (LTAD) telah menyebar luas dalam olahraga begitu juga di olahraga sepak bola. Menurut Balyi & Way, (2009:6) Long-Term Athlete Development (LTAD) requires the identification of early, average and late maturers in order to help to design appropriate training and competition programs in relation to optimal trainability and readiness. Model Long Term Athlete Development (LTAD) Balyi telah menjadi model yang paling populer dan tak tertandingi karena model ini  digunakan oleh National Sports Organization (NSO). Model pengembangan partisipasi dalam olahraga karya milik Balyi ini merupakan suatu pendekatan alternatif yang sangat baik digunakan karena tidak hanya menghasilkan ulasan tetapi juga alternatif asli untuk model sehingga menjadi  lebih populer ini dibandingkan dengan pendekatan model yang lainnya.

Meskipun demikian terdapat masalah dengan model-model ini diantaranya sebagian besar masih berbentuk teoritis dan belum banyak contoh aplikasi praktis yang kuat dan tepat dalam penggunaannya. Dalam sebuah organisasi yang dikenal dengan National Sports Organization (NSO) seringkali model yang diusulkan tidak sesuai dengan struktur yang ada yang sebagian besar tetap karena sejumlah alasan historis dan politik. Tidak masuk akal untuk menerapkan model seperti LTAD Balyi dengan benar ke organisasi atau NSO yang sebenarnya jadi dasar-dasar model setidaknya harus dipertimbangkan dan model individu untuk Setiap lingkungan yang terpisah perlu dikembangkan. 

Kelvin Giles dan rekan-rekannya telah mengatasi kesenjangan antara aplikasi teoretis dan praktis LTAD dengan mengembangkan alat pelatihan baru seperti komponen Dinamika Gerakan untuk latihan dan gerakan. Misalnya pekerjaan Giles didasarkan pada pengalaman yang luas di bidang pengembangan atlet. Mengandalkan terapi fisik dan penilaian gerak yang populer untuk menyediakan jadwal pelatihan yang dapat dinilai secara subjektif yang memungkinkan pelatih memprogram dan melatih  atlet individu yang disesuaikan sepanjang perjalanan keugaran olahraga mereka. 

Sebagai penanda  untuk level ini gerakan latihan penting dan akan sangat bernilai. Kriteria untuk setiap penilaian difokuskan pada kesempurnaan gerakan dan kontrol utuh total. Seiring berkembangnya disiplin demikian pula kekhususan masing-masing olahraga serta kompleksitas dan tingkat kesulitan gerakannya. Ini biasanya dicapai dengan meningkatkan dan memasukkan lebih banyak kerumitan ke dalam gerakan atau membutuhkan kecepatan yang lebih besar. Latihan disusun dengan jelas dan harus cukup relevan dengan program pengembangan Talent/Atlit dengan persyaratan dan penampilan kompetisi yang lebih tinggi jenjangnya. Peta jalan untuk setiap caang olahraga dirancang melalui proses konsultasi yang panjang dan intens yang melibatkan spesialis pembinaan atlet pelatih olahraga dan spesialis kedokteran olahraga. Hal ini memungkinkan untuk pendekatan holistik untuk pengembangan olahraga setiap pemain.  

Dalam upaya membina prestasi yang baik, maka pembinaan harus dimulai dari pembinaan usia muda dan pembinaan atlet muda berbakat sangat menentukan menuju tercapainya mutu prestasi optimal dalam cabang olahraga sepakbola. Bibit atlet yang unggul perlu pengolahan dan proses kepelatihan secara ilmiah, barulah muncul prestasi atlet semaksimal mungkin pada umur-umur tertentu. Atlet berbakat yang umurnya muda dapat ditemukan di sekolah-sekolah, klub, organisasi pemuda dan kampung-kampung. Dalam pembelajaran sepakbola, mengenal aspek-aspek yang perlu dikembangkan yaitu: 

1) Pembinaan teknik (keterampilan); 

2) Pembinaan fisik (kesegaran jasmani); 

3) Pembinaan taktik; 

4) Kematangan juara. 

Modal utama dalam bermain sepakbola antara lain fisik, teknik, taktik, dan mental. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan dalam bermain sepakbola adalah keterampilan dasar bermain sepakbola. Dalam peningkatan kecakapan permainan sepakbola, keterampilan dasar erat sekali hubungannya dengan kemampuan koordinasi gerak fisik, taktik dan mental.

Keterampilan dasar harus dikuasai dan dipelajari lebih awal untuk mengembangkan mutu permainan yang merupakan salah satu faktor yang menentukan menang atau kalahnya suatu kesebelasan dalam suatu pertandingan. Untuk meningkatkan prestasi sepakbola banyak faktor yang harus diperhatikan seperti sarana prasarana, pelatih yang berkualitas, pemain berbakat dan kompetisi yang teratur serta harus didukung oleh ilmu dan teknologi yang memadai. Untuk meningkatkan keterampilan sepakbola akan dilakukan drill mengenai Dribble, Passing, Control, Shooting, dan Heading. Dalam sepakbola terdapat berbagai pemain yang di antaranya ada penyerang (striker) atau pemain depan, gelandang (midfielder) atau pemain tengah, pemain belakang (defender), dan penjaga gawang (goal keeper).

Dalam sepak bola seperti dalam kebanyakan olahraga ada konflik keyakinan tentang cara terbaik untuk mempersiapkan pemain. Pelatih akan cenderung memprioritaskan efisiensi teknis dan definisi  luas dari karakteristik fisik. Pedoman beberapa Federasi Sepak Bola mendukung pengembangan semua  pemain untuk memasukkan keterampilan sepak bola  khusus sepak bola. Ini bisa menjadi kontroversi karena untuk mengembangkan kemampuan teknis seorang pemain adalah bijaksana dan logis bahwa mereka harus terlebih dahulu mampu secara fisik untuk melakukan keterampilan. Program Sepak Bola yang telah ada  sudah berusaha untuk mengintegrasikan semua aspek pedoman nasional serta filosofi permainan pribadi ke dalam jalur atlit dalam pengembangannya. Dukungan  dan kerjasama penuh dari semua penyedia layanan dan instruktur dalam program telah memungkinkan struktur ini dilaksanakan. Berikut ini adalah deskripsi singkat dari jalur yang telah berkembang selama ini; bagaimana perkembangan LTAD sepak bola di Indonesia; tantangan untuk pengembangan lebih lanjut dari proses dan pada akhirnya manfaat dari penerapan struktur seperti itu ke organisasi dan olahraga  lain.

Rumusan Masalah

  • Tinjauan tentang Long-Term Athlete Development (LTAD)
  • Tinjauan tentang LTAD dan Sepak Bola Indonesia

Tujuan

  • Untuk memahami konsep pendekatan LTAD Sepak Bola Indonesia


Pembahasan

LONG-TERM ATHLETE DEVELOPMENT (LTAD)

LTAD adalah hasil pemikiran dari Dr.Istvan Balyi, seorang pakar dalam bidang perencanaan, periodisasi dan peningkatan prestasi melalui program latihan jangka pendek dan jangka panjang. Kira-kira empat tahun yang lalu dalam laporan kepelatihan (Coaches Report), Balyi membahas masalah-masalah pokok yang dihadapi oleh system olahraga di British Columbia dan Kanada dan menawarkan LTAD sebagai jalan penyelesaian. Di dalam negeri penerapannya berjalan lambat, tetapi pada tahun-tahun berikutnya Balyi telah memperbaiki dan mengembangkan modelnya dan selanjutnya bekerjasama dengan pemegang otoritas olahraga di Inggris dan Ireland untuk mengimplementasikan LTAD dalam sistem mereka. Dia juga menjalin suatu hubungan yang produktif dengan manajemen olahraga di Australia dan Selandia Baru, dimana konsep-konsepnya banyak dipakai. Sekarang tibalah saatnya LTAD dipakai untuk melakukan revolusi pengembangan sistem olahraga di Kanada. Beberapa federasi olahraga nasional sudah siap mengimplementasikan LTAD secara luas, dan otoritas olahraga Kanada sudah memberikan sinyal untuk menyediakan dana sebesar $1 juta untuk “suatu system pembinaan atlet yang mengintegrasikan organisasi olahraga mulai tingkat regional, provinsi dan nasional.” Masalah kita sekarang adalah apa yang akan kita lakukan ? Di depan kita hanya ada dua pilihan, mempertahankan status quo sambil menyaksikan prestasi kita terus menurun atau menciptakan kondisi yang baru sama sekali yang memungkinkan kita meraih prestasi cemerlang di masa depan.” Berdasarkan hal di atas, inilah saatnya untuk mempertimbangkan LTAD dan menggunakan potensinya guna mendorong perubahan.

LTAD adalah program pelatihan, kompetisi dan pemulihan (recovery) berdasarkan pada usia biologis atlet (tingkat kematangan individu) dan bukan berdasarkan pada usia kronologis. Dengan fokus utama pada atlet, didukung oleh pelatih yang baik, administrasi, ilmu olahraga dan sponsor maka seorang atlet yang menjalani program latihan dan kompetisi LTAD akan mendapatkan suatu perencanaan periodisasi yang sesuai dengan usia biologisnya dan perkembangan kebutuhannya. “Di Kanada kita seolah peduli dengan pembinaan yang berfokus pada atlet (atlet centered), padahal sebenarnya tidak, karena kita justru mengabaikan masalah pembinaan atlet,” kata Balyi yang pernah bekerja untuk 16 tim nasional dan anggota tim pelatih nasional sejak 1985. “Kita memusatkan perhatian pada atlet-atlet yang berprestasi tinggi, saya setuju bahwa kondisi mereka harus ditingkatkan akan tetapi memberikan uang begitu saja pada mereka bukanlah jalan penyelesaian untuk meningkatkan prestasi mereka.”

Seperti diilustrasikan dalam gambar 1, LTAD meliputi setiap aspek dari pengembangan fisik manusia dan didasarkan pada anggapan bahwa kaum muda harus dipersiapkan dengan baik agar dapat hidup melalui olahraga. LTAD membantu menumbuhkan benih kesadaran atau budaya agar kaum muda terliat dalam olahraga sepanjang hidup mengetahui bahwa olahraga  bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dan membantu mengidentifikasi jalan yang dapat diambil seorang atlet dalam karir mereka dari pemula hingga  mahir dan diakui secara luas. LTAD memantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta mencapai potensi penuh mereka memastikan bahwa setiap orang  mempelajari dasar-dasar selama pembinaan  berkelanjutan. 

Mari kita mulai dengan pernyataan Balyi tentang sistem olahraga saat ini. “Kanada seperti negara-negara lain telah mencoa untuk mengisi kesenjangan dalam sistem olahraga saat ini. Tetapi triknya bukanlah mencoba  merancang sistem baru yang berfungsi untuk Kanada tetapi untuk meniru apa yang dilakukan Uni Soviet pada 1970-an dan 1980-an; Pada tahun 1990 kami meniru Jerman Timur dan kemudian Australia dan sekarang kami juga akan meniru Cina. Dengan demikian Balyi  mempertahankan pendapatnya bahwa model LTAD harus disesuaikan dengan kondisi sosial politik dan ekonomi Kanada dan diintegrasikan ke dalam struktur lokal dan regional, provinsi dan negara. 

 

Gambar 1. Tahapan LTAD dan Kepemimpinan Strategis untuk Olahraga. Sumber: Way et al., (2016:45)

Sistem Olahraga Kanada melibatkan  lebih banyak pemangku kepentingan dalam pengemangan atlet mereka daripada pesaing kita. Richard Way dalam ukunya “Strategic Action Plan for Coaches and Coaches in British Columbia” menemukan bahwa di tingkat provinsi saja 2 pihak  terliat dalam kegiatan pelatihan. Jelas bahwa  ada  keutuhan untuk jalur pengembangan yang jelas yang akan spesifik untuk setiap cabang olahraga. Setelah jalur pelatihan ditentukan semua pemangku kepentingan di setiap tingkat akan dapat menentukan apa yang dapat mereka lakukan untuk mendukung perkembangan atlet berdasarkan tanggung jawab dan peran mereka.

LTAD  dirancang untuk memerikan proses yang mudah dipahami bagi atlet pemula dan mahir. LTAD dibangun di atas pengetahuan tentang pertumbuhan perkembangan dan apa artinya bagi program pelatihan yang dapat memungkinkan atlet untuk mencapai potensi penuh mereka. 

Latihan efektif untuk atlet luar biasa tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. “Penelitian ilmiah menunjukkan ahwa dibutuhkan delapan hingga 10 tahun latihan” kata Balyi. Dalam literatur ilmiah ini dikenal  sebagai aturan 10 tahun atau aturan 10.000 jam atau dalam sehari Anda kehilangan sekitar 3 jam pelatihan dalam waktu kurang dari 10 tahun. Kita juga tahu bahwa dibutuhkan komitmen yang kuat dalam latihan untuk  menghasilkan atlet yang berprestasi. Sayangnya banyak orang tua dan pelatih  masih menganggap bahwa olahraga tidak lebih dari kegiatan akhir pekan. LTAD memerikan imingan kepada pelatih atlet administrator dan orang tua di semua bidang termasuk  perencanaan pelatihan kompetisi dan pemulihan. Ini termasuk kompetisi atau kejuaraan yang terus berubah dan semua aspek yang diperlukan untuk atlet. 

Agar LTAD berhasil itu berarti kita harus berbagi peran kita dengan komunitas olahraga sehingga pelatihan atlet jangka panjang menjadi pusat pemikiran kita. LTAD juga harus mampu mengidentifikasi dan membuka peluang sehingga potensi ini dapat direalisasikan sepenuhnya dalam praktik. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa setiap orang yang ingin mendalami olahraga ini bisa mendapatkan kesempatan. 

Dalam sistem olahraga yang memperlakukan setiap orang sebagai individu yang tunduk pada aktivitas fisik sepanjang hidup mereka setiap organisasi olahraga menganggap setiap anggota sebagai aset bagi masyarakat dan berfokus pada pengembangan jangka panjang  setiap orang. Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dimana jika ingin mencapai tujuan maka perlu adanya hubungan yang kuat antara pembangunan berprestasi masyarakat dan sekolah olahraga. Dengan  sumer daya yang teratas Kanada tidak bisa begitu saja menyalin program lain. Program sekolah dan masyarakat harus dapat saling melengkapi dengan program LTAD. 

 


Gambar 2. Hubungan Antara Tahap Perkembangan Atlet Jangka Panjang dan Tahap Perkembangan Kognitif, Emosional dan Moral. Sumber: Way et al., (2016:37)

Sangat sedikit klub atau sekolah yang mampu menerapkan prinsip-prinsip LTAD sehingga dalam jangka panjang perlu ada semacam model yang dapat digunakan oleh klub organisasi olahraga provinsi refleks dll yang mencerminkan keutuhan masing-masing. olahraga dan menyesuaikannya dengan tujuan  LTAD. Balyi setuju ahwa pendekatan ini bisa memicu  perubahan  radikal. Kita tidak bisa lagi mengatakan "kita berada dalam bisnis seperti biasa" atau "ini adalah bagaimana kita melakukan sesuatu dalam organisasi kita". Sekarang mari kita bicara tentang model dasar  LTAD dan prinsip-prinsip yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan seorang atlet (manusia) yang membentuk kerangka dasar LTAD. Semua tahapan LTAD dengan hati-hati mempertimbangkan tahapan perkembangan yang  harus dilalui seseorang dalam hidupnya. Tingkat perkembangan setiap orang dari masa kanak-kanak hingga dewasa pada dasarnya  sama; Waktu dan kecepatanlah yang membedakannya dan perbedaan inilah yang harus diperhitungkan.

LTAD menawarkan dua model menurut Balyi (2013:7) meninjau literatur yang ada membantu kami untuk menyimpulkan bahwa olahraga spesialisasi awal memerlukan model empat tahap, sedangkan olahraga spesialisasi akhir memerlukan model lima tahap:

Early Specialisation Model

1 Training to Train 

2 Training to Compete 

3 Training to Win 

4 Retirement/Retaining

Late Specialisation Model

1 FUNdamental 

2 Training to Train 

3 Training to Compete 

4 Training to Win 

5 Retirement/Retaining Since

Pendidikan jasmani harus mampu memberikan landasan yang memadai yang dikenal dengan literasi jasmani mengenai keterampilan motorik umum dan keterampilan teknis dan taktis untuk  gaya hidup yang dinamis. Jelas bahwa tidak adanya pengetahuan fisik menghambat dan membatasi partisipasi dalam olahraga kompetitif dan rekreasi. Jika literasi fisik dipersiapkan sejak awal anak dapat memilih untuk berpartisipasi dalam olahraga kompetitif atau rekreasi atau bahkan keduanya. Dengan menyediakan platform yang sesuai dan pengalaman positif sistem olahraga dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mencapai kesehatan fisik mental dan emosional dan mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik secara penuh sepanjang hidup mereka. Hal ini juga menguntungkan secara ekonomi karena  berarti mencegah risiko penyakit. 

LTAD & SEPAK BOLA INDONESIA

Menurut Prakarsa & Umar (2020:193) Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga beregu yang masing-masing terdiri dari 11 orang pemain dan salah satu diantaranya penjaga gawang. Permainan berlangsung pada satu lapangan yang berukuran panjang 100 sampai 110 meter dan lebar lapangan 65 sampai 75 meter, yang di batasi dengan garis selebar 12 cm serta dilengkapi dengan 2 gawang yang tingginya 2,24 meter dan lebar 7,32 meter ( low of the game 2009/2010 ). Dalam beberapa tahun terakhir fokusnya adalah pada pengembangan bakat dalam sepak bola. Klub sepak bola profesional di seluruh dunia membangun dan mensponsori program pelatihan khusus yang  dikenal sebagai akademi atau SSB (Sekolah Sepak Bola). Mills dalam Larkin (2014:9) juga mencatat bagaimana program terstruktur seperti akademi bisa dibilang merupakan langkah terpenting dalam perjalanan seorang atlet untuk menjadi pemain profesional atau elit. Banyak penelitian percaya bahwa telah terjadi pergeseran dari identifikasi bakat ke pengembangan bakat. Ini sebagian karena keuntungan finansial dari pengembangan bakat dalam sepak bola yang  mengarah pada pembentukan akademi dan pusat keunggulan di banyak tim negara sepak bola profesional. 

Sebuah penelitian dilakukan oleh Mills et al. (2012) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi perkembangan pemain akademi muda elit. Pesertanya adalah sepuluh pelatih pengembangan spesialis dari klub Liga Premier dan liga profesional di Inggris. Setelah melakukan serangkaian wawancara dengan sepuluh dosen diperoleh hasil sebagai berikut. Faktor-faktor yang menurut mereka mempengaruhi perkembangan pemain elit adalah kesadaran ketahanan atribut berorientasi tujuan kecerdasan dan atribut khusus olahraga faktor olahraga dan  lingkungan. Reilly dkk. (2000) menemukan hasil yang sama dalam sebuah penelitian terhadap pemain sepak bola elit. Ditemukan bahwa pemain sepak bola elit  dibandingkan dengan pemain non-elit menunjukkan toleransi kelelahan yang lebih baik kekuatan aerobik kekuatan otot dan kecepatan. Akhirnya dalam sebuah studi oleh Williams dan Reilly (2000) mereka menemukan sejumlah prediktor bakat pada pemain sepak bola yang semuanya perlu dikembangkan melalui rejimen pelatihan yang dibangun dengan hati-hati untuk menciptakan pemain elit. Prediktor dibagi menjadi empat kategori: fisik fisiologis psikososial dan sosiologis.

 

Gambar 3. Potensi prediktor bakat dalam sepak bola. Sumber: Larkin (2014:10)

Faktor dan prediktor seperti yang disebutkan sebelumnya tidak dapat dikembangkan dalam jangka pendek; mereka harus dikembangkan dalam jangka waktu yang lama. Seperti yang dikemukakan oleh Balyi seringkali orang tua dan pelatih di berbagai cabang olahraga termasuk sepak bola mengambil pendekatan “peaking by Friday”. Padahal sebenarnya Balyi menemukan bahwa jika atlet elit ingin dihasilkan pengabdian jangka panjang untuk pelatihan sangat penting.

Sebenarnya perkembangan pemain sepak bola dan sepak bola Indonesia saat ini berdasarkan kurikulum sepak bola yang diterbitkan oleh PSSI sebagai organisasi yang menanungi sepak bola di Indonesia.  Kurikulum pembinaan sepak bola Indonesia ini tergambar dengan jelas filosofi permainan sepakbola yang Indonesia anggap cocok untuk menuju pentas dunia. Kurikulum ini juga memberikan penjelasan mendalam tentang karakteristik pesepakbola usia muda sesuai dengan kelompok usianya. Berdasarkan karakteristik pengelompokkan usia, Kurikulum kemudian menjabarkan tahap-tahap pembinaan sepakbola usia muda yang harus dilalui pemain. Dimana pada setiap tahapan tersebut, terdapat sistematika dan metode latihan yang spesifik sesuai kebutuhan tiap kelompok umur. Tahapan pembinaan ini akan mencetak pemain yang mencintai permainan sepakbola, memiliki skill aksi sepakbola mumpuni, dan kompetensi dalam permainan (PSSI, 2017:x). Jika dilihat lebih dekat, kurikulum ini dapat sejalan dengan LTAD karena sama-sama memfokuskan tahapan-tahapan pembinaan berdasarkan kategorisasi kelompok usia, namun sayang tahapan LTAD di kurikulum ini tidak semua diserap atau diadopsi dengan baik. 



Pengembangan atlet jangka panjang (Long-term athlete development) telah menjadi visi bagi banyak Badan Pengurus Nasional dan Dewan Olahraga di seluruh dunia. Banyak olahraga di seluruh dunia telah mengadopsi model LTAD sebagai bagian dari program pengembangan mereka. Padahal secara khusus ada beberapa negara sepakbola yang berhasil mengadaptasi LTAD Istvan Balyi seperti Inggris, Portugal, Chile, Australia dan Amerika Serikat. Tujuan dari rumusan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan persepsi pelatih sepak bola Indonesia tentang LTAD dan seberapa banyak mereka menerapkannya. Meskipun belum ada bukti  yang menunjukkan bahwa LTAD diimplementasikan dalam Sepak Bola Indonesia  dan tingkat implementasi yang sebenarnya sampai sekarang belum dihitung. Namun, sebagai bahan kajian dan pengembangan sangatlah baik untuk mendalami dan terbuka menerapkan berbagai model pengembangan olahraga salah satunya model LTAD (Long-term athlete development) milik Balyi ini. 

Hanya sedikit klub atau sekolah yang dapat menjalankan prinsip-prinsip dari LTAD sehingga untuk untuk jangka panjang harus ada semacam template yang dapat dipakai oleh klub-klub, organisasi olahraga provinsi yang merefleksikan kebutuhan dari masing-masing cabang olahraga dan menyesuaikannya dengan tujuan dari LTAD. Balyi sepakat bahwa pendekatan ini dapat memicu terjadinya perubahan yang radikal. Kita tidak bisa lagi berkata, “Kita sudah kerjakan seperti biasa” atau “beginilah cara yang kita kerjakan dalam organisasi kita”. Sekarang mari kita membahas tentang model dasar dari LTAD dan prinsip-priinsip mengenai tumbuh kembangnya seorang atlet (manusia) yang menjadi kerangka dasar dari LTAD.

Sesuai dengan pembahasan dan beberapa teori-teori yang dirangkum pada makalah ini,  dapat dikonsepkan Pembinaan sepak bola Indonesia dengan menggunakan pendekatan model LTAD milik Balyi sebagai berikut: 

  • Pemain memulai pada fase FUNdamental yang sebagian besar didasarkan pada level klub lokal untuk pemain. Penekanan pada fase FUNdamental adalah untuk mengembangkan keterampilan gerakan dasar pemain dalam lingkungan yang menyenangkan dan positif. Keterampilan motorik dasar yang tepat dan benar seperti teknik lari, lompat dan lempar diajarkan pada usia 6-9 tahun. Lanjutan dari fase FUNdamental adalah fase Learning to train. Fase belajar untuk melatih khusus untuk atlet berusia antara 9 dan 12. Seperti fase FUNdamental, belajar untuk melatih didasarkan pada tingkat klub lokal untuk atlet tetapi mulai berkembang melalui pengenalan kompetisi di tingkat U-12. Tujuan utama dari fase belajar untuk melatih adalah untuk mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan sepak bola dan menerapkannya menggunakan keterampilan FUNdamental. Penekanan dalam fase belajar untuk melatih adalah pada pengembangan teknis dengan atlet diperkenalkan ke situasi permainan 7v7 dan 9v9.
  • Tahap pengembangan pemain sepak bola selanjutnya adalah tahap training to train. Tahap pelatihan untuk melatih menargetkan pemain berusia antara 12 dan 16 tahun. Melanjutkan dari pengembangan di level klub dan pengenalan kompetisi melihat terwujudnya Emerging Talent Program di tingkat antar kabupaten dan juga di tingkat regional. The Emerging Talent Program menyatukan para pemain terbaik dari level klub lokal dan memberi mereka kesempatan pelatihan yang mengingatkan para pemain elit untuk membantu perkembangan mereka. Tujuan utama dalam fase training to train adalah menggabungkan keterampilan dasar dengan pengenalan elemen taktis dasar. Fase training to train juga melihat munculnya perkembangan fisik berupa aerobik dan pengembangan kekuatan. Tahap pelatihan untuk melatih juga melihat pengenalan turnamen nasional antar negara di mana pemain memiliki kesempatan untuk menunjukkan bakat mereka dan berpotensi diperhatikan oleh manajer dari klub profesional. Lanjutan dari fase training to train adalah fase training to competition.
  • Fase training to competition. Fase ini didominasi oleh usia 16-18 tahun. Tujuan dari fase pelatihan untuk bersaing adalah untuk mengoptimalkan tingkat kebugaran di samping pengembangan keterampilan individu dan posisi tertentu. Tahap pelatihan untuk bersaing juga melihat pengenalan elemen permainan taktis yang lebih maju. Penekanan khusus ditempatkan pada replikasi situasi permainan dan kompetisi dengan memodelkan pelatihan ke kompetisi. Dalam fase pelatihan untuk bersaing pemain masih terlibat dengan ETP tetapi juga disaring ke sepak bola Internasional. Persaingan dalam sepak bola internasional mulai terbentuk pada fase pelatihan untuk bersaing dengan turnamen seperti Kejuaraan-kejuaraan Internasional. Pemain dalam fase pelatihan untuk bersaing dalam sepak bola diperkenalkan dengan cita rasa pertama mereka dari sepak bola profesional elit melalui Liga kelompok U19. Liga U-19 diatur dalam struktur yang mirip dengan Liga utama, yang merupakan kompetisi sepak bola utama yang diadakan di Indonesia. Liga U-19 membantu mempersiapkan pemain untuk menghadapi kompetisi yang panjang namun membatasi pemain untuk bersaing dengan pemain seusia mereka atau yang seusia.
  • Fase terakhir dari jalur pemain sepakbola adalah fase pelatihan untuk menang atau train to win. Karena fase pelatihan bersaing menargetkan pemain berusia 16-18 tahun, ini pasti berarti pelatihan untuk memenangkan fase menargetkan pemain berusia 18 tahun ke atas. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan persiapan kebugaran dan sepak bola, keterampilan khusus individu dan posisi serta kinerja. Karena kapasitas pemain sekarang sepenuhnya terbentuk, pemain dilatih untuk mencapai puncaknya untuk kompetisi besar. Pelatihan ditandai dengan intensitas tinggi dan volume yang relatif tinggi dengan periode istirahat yang sering. Sama halnya dengan fase training to competition, sepak bola internasional juga ditonjolkan pada fase training to win. Turnamen internasional di mana para pemain bersaing termasuk Piala AFF dan Dunia U-20. Pemain dalam fase pelatihan untuk menang juga mencapai puncak sepak bola Indonesia yaitu liga sepak bola profesional senior di Indonesia. 

Kesimpulan

Dalam sepak bola seperti dalam kebanyakan olahraga ada konflik keyakinan tentang cara terbaik untuk mempersiapkan pemain. Pelatih akan cenderung memprioritaskan efisiensi teknis dan definisi  luas dari karakteristik fisik. Pedoman beberapa Federasi Sepak Bola mendukung pengembangan semua  pemain untuk memasukkan keterampilan sepak bola  khusus sepak bola. Ini bisa menjadi kontroversi karena untuk mengembangkan kemampuan teknis seorang pemain adalah bijaksana dan logis bahwa mereka harus terlebih dahulu mampu secara fisik untuk melakukan keterampilan

LTAD adalah program pelatihan, kompetisi dan pemulihan (recovery) berdasarkan pada usia biologis atlet (tingkat kematangan individu) dan bukan berdasarkan pada usia kronologis. Dengan fokus utama pada atlet, didukung oleh pelatih yang baik, administrasi, ilmu olahraga dan sponsor maka seorang atlet yang menjalani program latihan dan kompetisi LTAD akan mendapatkan suatu perencanaan periodisasi yang sesuai dengan usia biologisnya dan perkembangan kebutuhannya.

Faktor dan prediktor seperti yang disebutkan sebelumnya tidak dapat dikembangkan dalam jangka pendek; mereka harus dikembangkan dalam jangka waktu yang lama. Seperti yang dikemukakan oleh Balyi seringkali orang tua dan pelatih di berbagai cabang olahraga termasuk sepak bola mengambil pendekatan “peaking by Friday”. Padahal sebenarnya Balyi menemukan bahwa jika atlet elit ingin dihasilkan pengabdian jangka panjang untuk pelatihan sangat penting

Pengembangan atlet jangka panjang (Long-term athlete development) telah menjadi visi bagi banyak Badan Pengurus Nasional dan Dewan Olahraga di seluruh dunia. Banyak olahraga di seluruh dunia telah mengadopsi model LTAD sebagai bagian dari program pengembangan mereka. Diharapkan di Indonesia lebih banyak lagi penerapan Model LTAD ini dalam sepak bola bukan hanya sekedar teori semata. Kurikulum PSSI jika dipehatikan lebih seksama dapat sejalan dengan LTAD karena sama-sama memfokuskan tahapan-tahapan pembinaan berdasarkan kategorisasi kelompok usia, namun sayang tahapan LTAD di kurikulum ini tidak semua diserap atau diadopsi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Aprilianto, M., & Tomoliyus, T. (2016). Pengembangan model bermain sepakbola untuk meningkatkan aspek psikologis anak usia 12 -13 tahun di Yogyakarta. Jurnal Keolahragaan, 4(1), 34. https://doi.org/10.21831/jk.v4i1.8138
  • Balyi, I. (2013). Long-Term Athlete Development: The System and Solutions (pp. 1689–1699).
  • Balyi, I., & Way, R. (2009). The Role of Monitoring Growth in Long-Term Athlete Development. Canadian Sport for Life.
  • Behm, D. G., Young, J. D., Whitten, J. H. D., Reid, J. C., Quigley, P. J., Low, J., Li, Y., Lima, C. D., & Hodgson, D. D. (2017). Effectiveness of Traditional Strength vs . Power Training on Muscle Strength , Power and Speed with Youth : A Systematic Review and. Frontiers in Physiology, 8(June). https://doi.org/10.3389/fphys.2017.00423
  • Boyle, M. J. (2010). Advances in Functional Training Training Techniques for Coaches, Personal Trainers and Athletes. On Target Publications.
  • Cross, K. (2013). The Football Coaching Process. Official Football Federation Australia Publication.
  • Cuevas, C., Quilón, D., & García, N. (2020). Techniques and applications for soccer video analysis: A survey. In Multimedia Tools and Applications (Vol. 79, Issues 39–40). https://doi.org/10.1007/s11042-020-09409-0
  • David Goldblatt, & Acton, J. (2018). The Soccer Book (Vol. 51, Issue 1). DK Publishing. www.dk.com
  • FIFA. (2004). FIFA Coaching. Druckerei Feldegg AG, 8125 Zollikerberg, Suisse. www.fifa.com
  • FIFA. (2016). Youth Football Training Manual. www.FIFA.com
  • Ford, P., de Ste Croix, M., Lloyd, R., Meyers, R., Moosavi, M., Oliver, J., Till, K., & Williams, C. (2011). The Long-Term Athlete Development model: Physiological evidence and application. Journal of Sports Sciences, 29(4), 389–402. https://doi.org/10.1080/02640414.2010.536849
  • Gambetta, V. (2007). Athletics Development : the art & science of functional sports conditioning. Human Kinetics.
  • García-Ramos, A., Haff, G. G., Feriche, B., & Jaric, S. (2018). Effects of different conditioning programmes on the performance of high-velocity soccer-related tasks: Systematic review and meta-analysis of controlled trials. International Journal of Sports Science and Coaching, 13(1), 129–151. https://doi.org/10.1177/1747954117711096
  • Granacher, U., Lesinski, M., Büsch, D., Muehlbauer, T., Prieske, O., Puta, C., Gollhofer, A., & Behm, D. G. (2016). Effects of resistance training in youth athletes on muscular fitness and athletic performance: A conceptual model for long-term athlete development. Frontiers in Physiology, 7(MAY). https://doi.org/10.3389/fphys.2016.00164
  • Harries, S. K., Lubans, D. R., & Callister, R. (2012). Resistance training to improve power and sports performance in adolescent athletes: A systematic review and meta-analysis. Journal of Science and Medicine in Sport, 15(6), 532–540. https://doi.org/10.1016/j.jsams.2012.02.005
  • Higa, H. (2015). The Power of Soccer: A Promising Tool for Youth Empowerment A Case of Soccer-Based Health Program at El Nacional Public School in Ecuador. 17. http://commons.cu-portland.edu/gradprojhttp://commons.cu-portland.edu/gradproj/17
  • John, G. J. (2014). Soccer injury prevention and treatment : a guide to optimal performance for players, parents and coaches. Demos Medical Publishing, LLC.
  • Larkin, H. (2014). The Application of a Long Term Athlete Development Model in Irish Football. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Issue April). School of Health Sciences Waterford Institute of Technology.
  • Peter, R., & Bode, G. (n.d.). Modern Youth Training In Soccer: The phylosophy of children’s soccer. Soccer-Coaches. www.soccer-coaches.com
  • Pichardo, A. W., Oliver, J. L., Harrison, C. B., Maulder, P. S., & Lloyd, R. S. (2018). Integrating models of long-term athletic development to maximize the physical development of youth. International Journal of Sports Science and Coaching, 13(6), 1189–1199. https://doi.org/10.1177/1747954118785503
  • Prakarsa, A. A., & Umar. (2020). Pengaruh Variasi Latihan Plyometric Terhadap Akurasi Shooting Pemain Akademi PSP Padang. Jurnal Patriot, 2(1), 25–28.
  • PSSI. (2017). Kurikulum Pembinaan Sepakbola Indonesia PSSI (Danurwindo, G. Putra, B. Sidik, & J. L. Prahara (eds.)). Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.
  • Stølen, T., Chamari, K., Castagna, C., & Wisløff, U. (2016). Physiology of Soccer: An Update. International Journal of Applied Engineering Research, 11(7), 5060–5066.
  • Way, R., Trono, C., Mitchell, D., Laing, T., Vahi, M., Meadows, C., & Lau, A. (2016). Sport for Life – Long-Term Athlete Development Resource Paper 2.1. Sport for Life Society. https://proxy.lib.ohio-state.edu/login?url=http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=s3h&AN=23787650&site=ehost-live
  • Williams, P. (2010). Soccer Coach 101: A Beginner’s Guide To Running Successful Soccer Practices. Better Football Ltd. betterfootball.net

Wednesday 1 December 2021

GERAK LOKOMOTOR, NON-LOKOMOTOR & MANIPULATIF OLAHRAGA YANG DISOSIALISASIKAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

GERAK LOKOMOTOR, NON-LOKOMOTOR & MANIPULATIF OLAHRAGA YANG DISOSIALISASIKAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

Dalam pembelajaran gerak (motor learning) kita mengenal salah satu klasifikasi keterampilan gerak yaitu gerak dasar (fundamental motor). Menurut Harrow dalam Sukadiyanto (2005) Gerak dasar terdiri atas tiga bentuk gerakan yaitu: Gerak Lokomotor, Gerak Non-lokomotor dan Gerak Manipulatif. Lebih lanjut menurut Kiswanto (2015) adapun contoh-contoh dalam gerak dasar sebagai berikut:

  • Gerak Lokomotor

Gerakan berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Contoh: berjalan, berlari, melompat, meloncat, menarik, meluncur, menderap, melangkah, mendorong, mencongklang, bergulir.

  • Gerak Non-Lokomotor atau Gerak stabilisator

Gerakan yang berporos pada suatu sumbu bagian tubuh tertentu dengan memahami sistem tuas (beban, poros dan force) yang bekerja. Contoh: mengayun, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok, melengok.

  • Gerak Manipulatif

Gerakan menguasai objek tertentu dengan menggunakan anggota tubuh. Contoh: memukul, menendang, menangkap, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli, memberhentikan, melempar.

Gerak fundamental ini dapat kita temui di semua teknik dasar olahraga yang disosialisasikan dalam mata pelajaran pendidikan jasmani. Agar lebih memahami tentang gerak fundamental ini, berikut rangkuman beberapa contoh gerak fundamental dalam materi mata pelajaran pendidikan jasmani. Sebagai berikut:

SEPAK BOLA

Permainan Sepak Bola terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan Sepak Bola.

Adapun contoh gerak lokomotor permainan sepak bola sebagai berikut : 

  • Belari mengikuti pergerakan lawan.
  • Berjalan atau berlari menerima umpan.

Adapun contoh gerak non-lokomotor dalam permainan sepak bola sebagai berikut :

  • Gerak mengayun tungkai saat passing-stopping dan shooting.
  • Gerakan menahan (trapping) bola 
  • Menekuk lutut saat akan melakukan heading

Adapun contoh gerak manipulatif dalam permainan sepak bola sebagai berikut :

  • Menggiring (dribbling) bola
  • Mengumpan dan menahan (Passing-stopping) bola.
  • Menendang (shooting) bola
  • Menyundul (heading) bola

SEPAK TAKRAW

Permainan Sepak Takraw terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan sepak takraw. 

Adapun contoh gerak lokomotor permainan sepak takraw sebagai berikut : 

  • Berlari saat mengejar bola takraw yang jauh dari posisi.
  • Melakukan serangan atau smash (menggunakan kaki atau kepala)

Adapun contoh gerak non-lokomotor dalam permainan sepak takraw sebagai berikut :

  • Berdiri dengan satu kaki melakukan teknik memaha. 
  • Melompat ditempat ketika menahan serangan (block
  • Mengayun kaki saat melakukan sepak sila. 
  • Mengayun kaki saat melakukan servis

Adapun contoh gerak Manipulatif dalam permainan sepak takraw sebagai berikut :

  • Melakukan servis (atas/bawah)
  • Melambungkan bola
  • Menyundul bola
  • Melakukan teknik membahu atau kontrol bola menggunakan bahu
  • Kontrol bola menggunakan sepak sila

TENIS MEJA

Permainan Tenis Meja terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan Tenis Meja.

Adapun contoh gerak lokomotor dalam permainan tenis meja misalnya:

  • Menerima bola pukulan lawan biasanya sambil berjalan.
  • Mengejar bola yang jauh dari jangkauan pemain sambil berlari.

Adapun contoh gerak Non-Lokomotor dalam permainan tenis meja misalnya:

  • Sikap siap saat fokus menerima pukulan bola dari lawan
  • Posisi saat melakukan block dengan forehand ataupun backhand
  • Posisi melakukan pukulan servis (forehand topspin , backhand topspin , forehand backspin, backhand backspin

Adapun contoh gerak manipulatif dalam permainan tenis meja, misalnya:

Dalam tenis meja, gerak manipulatif melibatkan alat berupa bet dan bola.

  • Memegang bet atau alat pemukul bola tenis meja dengan teknik seperti: shakehand grip, penhold grip, Seemiller grip/American grip.
  • Memukul bola, baik dengan pukulan forehand ataupun backhand 

BOLA VOLY

Permainan Bola Voly terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan Bola Voly .

Adapun contoh gerak lokomotor dalam permainan bola voly:

  • Berjalan saat rotasi bola voly
  • Berlari atau berjalan saat mengejar bola
  • Melompat saat melakukan servis atas
  • Melakukan pukulan smash
  • Melangkah ke samping kanan atau ke samping kiri menerima bola serangan lawan

Adapun contoh gerak non-lokomotor dalam permainan bola voly:

  • Sikap siap saat menunggu bola
  • Mengayunkan lengan saat melakukan servis bawah
  • Menekuk lutut dan mengayunkan kedua lengan saat passing bawah.
  • Melompat di tempat saat melakukan blocking.

Adapun contoh gerak manipulatif dalam permainan bola voly:

  • Melambungkan dan memukul bola saat melakukan service (atas atau bawah)
  • Melambungkan dan memukul bola saat melakukan passing 

BOLA BASKET

Permainan Bola Basket terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan Bola Basket.

Adapun contoh gerakan lokomor dalam permaianan bola basket yaitu;

  • Berlari saat melakukan speed drible
  • Melakukan Lay-up
  • Mengejar bola atau pemain lawan

Adapun contoh gerakan non-lokomotor dalam permainan bola basket yaitu:

  • Menekuk lutut sebelum mengumpan (passing)
  • Menekuk siku sebelum menangkap bola
  • Melakukan Jump Stop sebelum melakukan pivot
  • Melindungi bola (protect the ball)

Adapun contoh gerakan manipulatif dalam permainan bola basket yaitu:

  • Menggiring (dribble) bola basket
  • Mengumpan (passing) bola basket
  • Menembak bola (shooting).

BULU TANGKIS

Permainan Bulutangkis terdapat Gerak Lokomotor, Non-Lokomotor dan Manipulatif pada teknik-teknik dasar permainan bulutangkis.

Adapun contoh gerakan lokomotor pada bulu tangkis:

  • Berjalan saat menerima shuttlecock.
  • Berlari saat mengejar shuttlecock yang jauh dari posisi

Adapun contoh gerakan non-lokomotor dalam bulu tangkis:

  • Berdiri saat melakukan servis atau menerima servis
  • Menekuk kaki.
  • Mengayunkan raket
  • Melompat saat melakukan smash 

Adapun contoh gerak manipulatif dalam olahraga bulu tangkis:

  • Memukul shuttlecock saat servis, smash 
  • Memegang dan menggunakan raket


Referensi:

  • https://www.beniherawan.xyz/2020/01/kombinasi-gerak-dasar-lokomotor.html#gsc.tab=0
  • https://brainly.co.id/tugas/29667659
  • https://www.kompas.com/sports/read/2021/08/12/16400038/kombinasi-gerak-lokomotor-dan-manipulatif-dalam-sepak-bola?page=all
  • http://www.kabarsport.com/2017/10/7-teknik-dasar-permainan-sepak-takraw.html
  • https://www.situsartikel92.com/2021/09/kombinasi-gerak-dasar-dalam-berbagai-permainan.html
  • https://anyflip.com/idhgq/uggu/basic/
  • https://www.mikirbae.com/2020/01/kombinasi-gerak-dalam-permainan-bola.html
  • https://www.orami.co.id/magazine/gerak-lokomotor/
  • https://brainly.co.id/tugas/44370391
  • https://www.msn.com/id-id/olahraga/sepak-bola/contoh-gerak-lokomotor-non-lokomotor-dan-manipulatif-dalam-bulu-tangkis/ar-AAOOK4A/
  • https://www.kompas.com/sports/read/2021/04/22/12200058/pengertian-gerak-lokomotor-non-lokomotor-dan-manipulatif?page=all
  • https://www.msn.com/id-id/olahraga/sepak-bola/pengertian-gerak-lokomotor-non-lokomotor-dan-manipulatif/ar-BB1fUYBq
  • https://www.arhamsyahban.com/2016/09/pengertian-tujuan-fungsi-manfaat_14.html
  • Kiswanto, S. H. (2015). PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SEPAK TAKRAW TEKNIK KATOLIK SANTO LUKAS KOLAM DISTRIK MUTING KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 SKRIPSI.
  • Sukadiyanto, S. (2005). Prinsip-Prinsip Pola Bermain Tenis Lapangan. Jurnal Olahraga Prestasi, 1(2), 114595. https://doi.org/10.21831/jorpres.v1i2.6872

Foto di Kampus B Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jakarta Timur, D.K.I Jakarta, Indonesia. Tahun 2021.

Thursday 12 August 2021

Periodisasi Sepak Takraw

MAKALAH

Periodisasi Sepak Takraw


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “periodisasi sepak takraw”. Adapun makalah ini penulis susun sebagai wawasan dan pengetahuan tentang materi olahraga sepak takraw dan mengenal lebih dekat mengenai  periodisasi olahraga sepak takraw. 

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam arah dan tujuan  penulisan ini oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran yang membangun agar penulis bisa memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan dan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. 

Jakarta,             2021

Tuesday 11 May 2021

Makalah Strength & Conditioning

Strength & Conditioning
By: Arham Syahban

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Strength & Conditioning”. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam arah dan tujuan  penulisan ini oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran yang membangun agar penulis bisa memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan dan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. 

    Jakarta,     2021

Monday 19 April 2021

Soal Essay / Uraian PJOK SD Kelas 1

Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan

Soal Essay / Uraian PJOK SD Kelas 1


SOAL ESSAY / URAIAN




Gambar Soal Essay /Uraian (Sumber : Guru PJOK Putri Saya)


JAWABAN

1. Berikut adalah langkah-langkahnya latihan tersebut: 

  • Posisi awal tubuh duduk dimatras/lantai. 
  • Kedua tangan di pinggang
  • Kaki kanan dan kiri berselonjor /lurus kedepan
  • Dorong tubuh kebelakang sampai kedua kaki terangkat dari matras/lantai
  • Tahan beberapa detik lalu kembalikan keposisi awal

2. Tujuan kedua tangan direntangkan pada latihan tersebut agar :
  • Tubuh tetap seimbang, dan
  • Tubuh tetap pada titik tumpuannya

3. Berikut adalah langkah-langkahnya: 

  • Posisi tubuh berbaring 
  • Tangan dan kaki diluruskan
  • Lakukan gerak memutar badan/menggelinding ke arah kanan/kiri 2-3 kali 
  • Kembali ke posisi semula dengan cara yang sama

4. Gerakan kaki pada latihan mengayun:

  • Gerakan kaki yang diayun lurus. (lutut tidak bengkok)
  • Kaki diangkat sampai membentuk sudut 90 derajat
  • Gerakkan kaki mengayun naik-turun

5. Latihan tersebut menggunakan kedua tangan sebagai tumpuannya

6. Cara melakukan latihan tersebut :

  • Posisi awal berdiri dengan tangan di depan dada  atau direntangkan juga bisa
  • Bungkukkan badan ke depan diikuti kaki kanan diangkat lurus ke belakang  
  • Badan bertumpu pada kaki kiri, jagalah keseimbangan tubuh beberapa saat 
  • kembali ke posisi awal, kemudian lakukan lagi dengan kaki kanan sebagai tumpuan

7. Posisi kaki kiri Ale sebagai berikut:

  • Posisi kaki kiri Ale menggantung dan lurus kebelakang, dan
  • Posisi kedua tangan Ale di rentangkan lurus ke samping

8. Sikap Awal berguling lipat sebagai berikut:  

  • Posisi tubuh berbaring
  • kedua kaki/lutut dilipat/dibengkokkan 90 derajat 
  • Kedua tangan dilipat

9. Cara guling depan dari sikap jongkok sebagai berikut:

  • Posisi berjongkok
  • Kedua tangan diletakkan ke matras/lantai
  • Kepala dilipat kedalam hingga dagu menyentuh dada
  • Dorong tubuh ke depan menggunakan tolakan kedua kaki
  • Kemudian berguling sambil memeluk kedua kaki

10. Variasi Latihan Bergantung:

  • Bergantung dengan kedua kaki lurus kebawah, 
  • Bergantung dengan kedua kaki lurus kedepan 
  • Bergantung dengan kedua kaki di tekuk kedepan  
  • Bergantung dengan posisi kedua kaki di bengkokkan ke belakang
  • Bergantung dengan posisi kepalan tangan menghadap kedepan
  • Bergantung dengan posisi kepalan tangan menghadap kebelakang

Wednesday 7 April 2021

Model - Model Research & Development

Model - Model Research & Development

Assalamualaikum, halo apa kabar semua? Saya doa' kan Semoga semua dalam keadaan sehat selalu. Materi pada kesempatan ini kita akan membahas beberapa desain model-model yang sering digunakan di dalam penelitian-penelitian Research and Development (R&D) atau yang kita kenal dengan Penelitian dan Pengembangan. Dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan atau R&D digunakan sebagai suatu metode penelitian pendidikan yang berbasis pengembangan untuk menghasilkan produk-produk dalam pendidikan.

Menurut Tatang dkk. (2016:282) Produk yang dihasilkan dalam penelitian R&D bermacam-macam, misalnya terkait dengan bidang Pendidikan jasmani & Olahraga, peneliti dapat melakukan penelitian dengan mengembangkan model sekolah olahraga, mengembangkan kurikulum pendidikan jasmani, mengembangkan strategi atau metode latihan olahraga, atau mengembangkan media latihan olahraga. Jadi, melalui R&D dengan cara meneliti kita dapat menemukan suatu model, pola atau sistem penanganan terpadu yang efektif  khususnya dalam pendidikan jasmani & Olahraga.

Menurut Haryati (2012:19-20) Model merupakan suatu desain yang menggambarkan bekerjanya suatu sistem dalam bentuk bagan yang menghubungkan atau tahapan melalui langkah-langkah spesifik dan dapat dipergunakan mengukur keberhasilan untuk tujuan mengembangkan keputusan secara valid. jadi, Model merupakan produk Research and Development (R&D). 

Lebih lanjut menurut menurut Marreli, et al. (2005) dalam Silalahi (2018:4) bahwa ciri-ciri model yang baik antara lain: (1) simple; (2) applicable; (3) important; (4) controllable; (5) adaptable; (6) communicableMerujuk pada ciri-ciri tersebut maka dalam menyusun model harus memenuhi langkah-langkah: 
a. Mengidentifikasi kerangka kunci
b. Merinci setiap bagian atau tahapan dalam kerangka
c. Menyeleksi atau memodifikasi bagian proses yang memerlukan perbaikan
d. Merancang bagian proses dalam model, dan 
e. Melakukan revisi model.

1. Model ASSURE 
Model ASSURE merupakan penghubung antara peserta didik, materi dengan semua bentuk media. Ada enam langkah dalam pengembangan model ASSURE terdiri atas enam komponen seperti rumusan kata itu sendiri. Setiap huruf mempunyai arti: 
  1. Analyze Learners (menganalisis peserta belajar) 
  2. State Objectives (merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi) 
  3. Select methods, media, and materials (memilih metode, media dan bahan ajar) 
  4. Utilize media and materials (menggunakan media dan bahan ajar) 
  5. Require learners participation (mengembangkan peran serta peserta belajar) 
  6. Evaluate and Revise (menilai dan memperbaiki) Seluruh kata kerja ini menunjuk pada kegiatan atau pekerjaan yang harusdilakukan oleh pendidik untuk mengelola Proses belajar mengajar. 
Berikut ini adalah analisis dari masing-masing komponen dari model desain pembelajaran ASSURE:
1. Analyze Learners 
Pada desain pembelajaran, peserta didik adalah hal terpenting. Apapunbentuk produk, model desain pembelajaran maka semua upaya diwujudkan demi kelancaran proses belajar. Dalam melakukan analisis peserta didik, ada beberapa hal yang perlu dilakukan misalnya karakteristik umum peserta didik, kompetensi awal yang menjadi modal dasarnya, gaya belajar dari peserta didik, aspek psikologis dari peserta didik dan banyak lagi sesuai dengan kebutuhan. 
2. State Objective State objective atau merumuskan tujuan pembelajaran. 
An objective is a statement of what will be achieved, not how it will be achieved”. Jadi merumuskan tujuan pembelajaran dapat menggunakan rumusan tujuan dengan model ABCD, yang berarti : 
  1. Audience, peserta didik dengan segala karakteristiknya.
  2. Behavior, kata kerja yang menjabarkan kemampuan yang harus dikuasai; 
  3. Conditions, situasi kondisi yang memungkinkan bagi peserta didik dapat belajar dengan baik; dan
  4. Degree, persyaratan khusus yang dirumuskan sebagai standar baku pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari kurikulum, rencana prosespembelajaran (RPS) atau satuan acara pembelajaran (SAP). Tujuan pembelajaran juga dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan kompetensi dasar dan indikator keberhasil yang hendak dicapai pada akhir proses pembelajaran. 

3. Select Methods, Media, and Materials 

Pada tahapan ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar.Ada tiga tahapan penting untuk huruf S kedua dari ASSURE ini. Ketiganya adalah : (1) Menentukan metode yang tepat untuk kegiatan belajar tertentu (2) Memilih format media yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan; dan (3) Memilih, merancang, memodifikasi, atau memproduksi bahan ajar. Baik media maupun metode tidak ada yang lebih baik atau terbaik diantaranya. Media dan metode ditentukan karena keduanya cocok, tepat, dan sesuai untuk suatu proses belajar. 
4. Utilize Media and Materials 
Pemanfaatan media dan bahan ajar pada model ASSURE ini ditujukankepada pendidik dan peserta didik. Smalldino dalam tim pusdiklatwas mengajukan rumus 5P untuk pemanfaatan media dan material pembelajaran ini. Kelima P tersebut ialah: 
  1. Preview the Materials (kaji bahan ajar) 
  2. Prepare the Materials (siapkan bahan ajar) 
  3. Prepare Environment (siapkan lingkungan) 
  4. Prepare the Learners (siapkan peserta didik) 
  5. Provide the Learning Experience (tentukan pengalaman belajar)
5. Required Learner Participation 
Mengembangkan peran serta peserta didik, tujuan utama pembelajaranadalah agar peserta didik belajar. Oleh karena itu melibatkan peserta untuk belajar adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. 
6. Evaluate and revise
Salah satu tujuan penilaian adalah mengukur tingkat pemahaman atas materiyang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan untuk menentukan tingkat kepintaran seorang peserta didik, namun cenderung untuk memberi masukan kepada mereka. Demikian juga evaluasi berguna untuk melakukan penilaian apakah seluruh proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, atau ada proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan dan direvisi untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Beberapa kelebihan dan kekurangan model ASSURE, yaitu: 
Kelebihan 
  1. Sederhana, relatif mudah untuk diterapkan. Maka dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar.
  2. Komponen kegiatan belajar mengajar lengkap. 
  3. Peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kelemahan model ini di antaranya: 
  1. Tidak mengukur dampak terhadap proses belajar karena tidak didukung oleh komponen suprasistem.
  2. Walaupun komponennya relatif banyak namun tidak semua komponen disain pembelajaran termasuk didalamnya
  3. Adanya penambahan tugas sari seorang pengajar 
  4. Perlu upaya khusus dalam mengarahkan peserta didik untuk persiapan kegiatan belajar mengajar
  5. Model ini menitikberatkan penyampaian materi dan pengelolaan kelas yang sebaiknya dilakukan oleh pengajar
  6. Aspek lain yang berdampak terhadap proses belajar tidak terdeteksi


Model ASSURE 
Sumber: Olayinka, Jumoke, & Oyebamiji (2018:4)

2. Model ADDIE 
ADDIE adalah akronim untuk Menganalisis, Merancang, Mengembangkan, Melaksanakan, dan Mengevaluasi. ADDIE adalah konsep pengembangan produk. Konsep ADDIE diterapkan untuk membangun pembelajaran berbasis kinerja. Filosofi pendidikan untuk penerapan ADDIE ini adalah pembelajaran yang disengaja harus berpusat pada peserta didik, inovatif, otentik, dan inspirasional. Prosedur dan langkah-langkah model ADDIE sebagai berikut: 
1. Analyze 
Tujuan tahap Analisis adalah untuk mengidentifikasi kemungkinanpenyebab kesenjangan kinerja. Setelah menyelesaikan fase Analisis, pendidik harus dapat menentukan apakah pembelajaran akan menghilangkan kesenjangan kinerja, mengusulkan tingkat di mana pembelajaran akan menghilangkan kesenjangan, dan merekomendasikan strategi untuk menghilangkan kesenjangan kinerja berdasarkan bukti empiris tentang potensi kesuksesan. Sementara pembelajaran dapat mempengaruhi kinerja peserta didik, karyawan, dan peserta didik lainnya, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi kinerja dan menjadi alternatif yang berlaku untuk pengajaran, seperti mengisi kekosongan informasi, memberikan dokumentasi yang sesuai, menyusun alat bantu kerja yang efektif, memberikan umpan balik yang tepat waktu, mendelegasikan wewenang, merekayasa ulang suatu produk atau proses, menata ulang unit kerja, dan mengklarifikasi konsekuensi dari kinerja yang buruk; Oleh karena itu, jika gap kinerja disebabkan oleh alasan selain kurangnya pengetahuan dan keterampilan, maka proses ADDIE harus di hentikan. Jika kesenjangan kinerja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan, maka lanjutkan untuk mengusulkan pilihan instructional. Selama pertemuan dengan pimpinan dimana ringkasan analisis disampaikan, biasanya satu dari dua hal terjadi: (a) permintaan pimpinan berubah ke analisis atau (b) pimpinan merasa puas. Jika permintaan pimpinan berubah, ulangi fase analisis atau bagian yang relevan dari tahap Analisis dan siapkan dokumen ringkasan analisis yang telah direvisi.  
2. Design 
Tujuan dari tahap Desain adalah untuk memverifikasi kinerja yangdiinginkan dan metode pengujian yang tepat. Setelah menyelesaikan tahap desain, pendidik harus dapat mempersiapkan seperangkat spesifikasi fungsional untuk menutup kesenjangan kinerja karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Fase Desain menetapkan ''Line of Sight'. 'Teori Line-of-Sight mengandaikan bahwa untuk melihat suatu objek, kita harus melihat sepanjang garis pada objek itu. Line of Sight disajikan di sini sebagai pendekatan praktis untuk menjaga keselarasan kebutuhan, tujuan, sasaran, sasaran, strategi, dan penilaian selama proses ADDIE. Berbagai tingkat keahlian di antara pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam proses ADDIE, dan variabel kontekstual lainnya, memerlukan pemeliharaan garis pandang sepanjang proses ADDIE. Gagasan garis pandang secara langsung akan mempengaruhi kegiatan manajemen dan pengembangan tim pengembang. Kegiatan di luar lingkup proyek dan hal-hal yang tidak terkait dengan penutupan kesenjangan kinerja dapat menyamarkan garis pandang. Selama pengembangan, dimana ringkasan desain disampaikan, harus ada kepercayaan tinggi tentang jalan untuk menutup kesenjangan kinerja.
3. Development 
Tujuan fase Development adalah untuk menghasilkan dan memvalidasisumber belajar yang dipilih. Setelah menyelesaikan fase mengembangkan, pendidik harus dapat mengidentifikasi semua sumber daya yang diperlukan untuk melakukan episode pembelajaran yang disengaja dan direncanakan. Pada akhir tahap Develop, pendidik juga harus memilih atau mengembangkan semua alat yang diperlukan untuk menerapkan instruksi yang direncanakan, mengevaluasi hasil instruksional, dan menyelesaikan fase proses pembelajaran ADDIE yang tersisa. Hasil dari tahap ini adalah kumpulan sumber belajar yang komprehensif, seperti semua konten, strategi pembelajaran, dan rencana pelajaran lainnya, media pendidikan yang dibutuhkan untuk mendukung modul pembelajaran, serangkaian petunjuk yang komprehensif untuk setiap episode instruksional dan aktivitas mandiri yang memfasilitasi pengembangan pengetahuan dan keterampilan peserta didik, seperangkat petunjuk yang komprehensif yang akan menawarkan bimbingan kepada pendidik saat dia berinteraksi dengan peserta didik selama pengajaran yang direncanakan, rencana evaluasi formatif, dan ringkasan revisi yang dibuat selama tahap Development. Dalam pertemuan di mana sumber belajar disajikan kepada pengguna, fokusnya adalah pada mengkomunikasikan kepercayaan tim perancang dalam sumber belajar agar mampu menutup kesenjangan kinerja karena penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan. 
4. Implementation 
Tujuan dari tahap Implementasi adalah untuk mempersiapkan lingkunganbelajar dan melibatkan peserta didik. Prosedur umum yang terkait dengan tahap Implementasi adalah mempersiapkan pendidik dan mempersiapkan peserta didik. Setelah menyelesaikan tahap Implementasi, peserta didik harus bisa pindah ke lingkungan belajar yang sebenarnya dimana peserta didik dapat mulai membangun pengetahuan baru dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan kinerja. Tahap Implementasi menunjukkan kesimpulan dari kegiatan pembangunan dan akhir dari evaluasi formatif. Sebagian besar pendekatan ADDIE menggunakan fase Implementasi untuk beralih ke kegiatan evaluasi sumatif dan strategi lain yang menjadi tindakan proses belajar mengajar. Hasil dari tahap ini adalah implementasi strategi. Komponen umum dari implementasi strategi adalah rencana pelajar dan rencana fasilitator dimana pendidik yang benar-benar akan mengelola program pembelajaran. 
5. Evaluation
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk menilai kualitas produk dan prosespembelajaran, baik sebelum dan sesudah implementasi. Prosedur umum yang terkait dengan fase evaluasi dikaitkan dengan penentuan kriteria evaluasi, memilih alat evaluasi yang tepat, dan melakukan evaluasi. Setelah menyelesaikan tahap evaluasi, pendidik harus dapat mengidentifikasi keberhasilannya, Hasil dari tahap ini adalah rencana evaluasi. Komponen umum dari rencana evaluasi adalah ringkasan yang menguraikan tujuan, alat pengumpulan data, waktu, dan orang atau kelompok yang bertanggung jawab untuk tingkat evaluasi tertentu, seperangkat kriteria evaluasi sumatif, dan seperangkat alat evaluasi . 
 

Gambar Model ADDIE
Sumber: Zhang (2020:47)

Kelebihan desain ADDIE
    1. Model ini sederhana dan mudah dipelajari serta strukturnya yang sistematis. Seperti kita ketahui bahwa model ADDIE ini terdiri dari 5 komponen yang saling berkaitan dan terstruktur secara sistematis yang artinya dari tahapan yang pertama sampai tahapan yang kelima dalam pengaplikasiannya harus secara sistematik, tidak bisa diurutkan secara acak atau kita bisa memilih mana yang menurut kita ingin di dahulukan.
    2. Karena kelima tahap/langkah ini sudah sangat sederhana jika dibandingkan dengan model desain yang lainnya. Sifatnya yang sederhana dan terstruktur dengan sistematis maka model desain ini akan mudah dipelajari oleh para pendidik.
Kekurangan model desain ADDIE 
    1. Tahap analisis memerlukan waktu yang lama. Dalam tahap analisis ini pendesain/pendidik diharapkan mampu menganalisis dua komponen dari peserta didik terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua yaitu analisis kinerja dan alisis kebutuhan.
    2. Dua komponen analisis ini yang nantinya akan mempengaruhi lamanya proses menganalisis peserta didik sebelum tahap pembelajaran dilaksanakan. Dua komponen ini merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain pembelajaran yang selanjutnya.

3. Model Banathy 
Bela Banathy merancang model ini pada tahun 1968 didedikasikan untuk desain sistem pembelajaran. Konsep kegiatan sebagai berikut: 1. merumuskan tujuan (formulate objectives); 2. mengambarkan tes (develop test); 3. menganalisis kegiatan belajar (analyzing learning tesk); 4. mendesain sistem instruksional (design system); 5. melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output); 6. mengadakan perbaikan (change to improve).
 

Gambar Model Banathy
Sumber: (Lestari, 2007:110-111)

Langkah – langkah sistem pembelajaran menurut model rancangan pembelajaran Banathy :
  • Merumuskan Tujuan, yang memuattentang “apa” yang harus di lakukan , “ seberapa baik telah dilakukan” dan “ dalam kondisi yang bagaimana’. 
  • Menyusun Tes untuk menentukan keberhasilan siswa.
  • Menganalisis tugas belajar, yang meliputi tiga sub – kegiatan, yaitui : 
    1. menganalisis keseluruhan tugas belajar (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dianggap perlu untuk dipelajari)
    2. mengadakan penilaian dan penjajagan kompe- tensi awal siswa( apersepsi :pertanyaan awal mengenai peranan ekonomi dalam masyarakat) ; dan 
    3. mengidentifikasi tugas – tugas belajar yang diperlukan.
  • Merancang sistem. Kegiatan yang termasuk dalam langkah ini meliputi : 1) analisis fungsi, yaitu merumuskan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya; 2) analisis komponen, memerikan siapa atau apa yang memiliki potensi atau kemampuan untuk melakukan fungsi tersebut; 3) distribusi fungsi, berkaitan dengan apa dan siapa yang harus melakukan sesuatu fungsi tersebut; dan 4) penjadwalan, yang memerinci di mana dan kapan fungsi – fungsi tersebut dilakukan. 
  • Melaksanakan dan menguji hasil. Kegiatan pada langkah ini meliputi sub – sub kegiatan, pertama meliputi: 1) latihan sistem, yang dimaksud agar tiap komponen dalam sistem menguasai benar apa dan bagaimana tugas harus dilakukan, 2) tes sistem, yang diperlukan untuk mengetahui bahwa sistem telah dapat berjalan dan tes ini dapat dilakukan secara sedehana ataupun secara mendalam melalui simulasi, dan 3) penerapan sistem,; dan sub langkah kedua adalah evaluasi, yang meliputi kegiatan monitoring dan pengawasan mutu dari proses maupun produk pembelajaran.
  • Mengadakan perubahan untuk perbaikan. Langkah ini dilakukan dengan cara meninjau secara keseluruhan komponen sistem, yang kemudian atas dasar peninjauan ini pengembangan dilakukan perubahan – perubahan dan penyempurnaan.
4. Model Bergman and Moore 
Model Desain pembelajaran Bergman dan Moore adalah model berbasis produk, yang diterbitkan pada tahun 1990. Tujuan utama dari model ini adalah untuk menghasilkan produk multimedia interaktif yang berkualitas yang independen terhadap teknologi yang digunakan untuk menciptakannya. Ada sejumlah perbedaan yang ditemukan pada model ini yang membuatnya berbeda dengan model pengembangan pembelajaran lainnya yang lebih terkenal. Perbedaan pertama dari perbedaan tersebut adalah model Bergman dan Moore dikembangkan dari industri komersial, dan tidak dalam setting akademis. Dengan desain, model ini tidak sepenuhnya digunakan untuk mengembangkan materi pembelajaran, namun dapat ditemukan dalam pengembangan media periklanan dan survei, teknologi penjualan dan demo, dan area lain dimana informasi disebarluaskan melalui penggunaan teknologi multimedia. 

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, model Bergman dan Moore dirancang untuk membantu pendidik atau pimpinan proyek multimedia dalam mengatur arus dokumen proyek. Model itu sendiri dibagi menjadi enam fase kunci, yang masing-masing terdiri dari tiga subfase. Keenam fase utama dari model tersebut adalah menganalisa, merancang, mengembangkan produk, menggubah dan memvalidasi. Masing-masing dari enam fase ini memiliki tiga fase; masukan, proses dan evaluasi. 

1. Analisis 
Tahap analisis, seperti semua fase lainnya diawali dengan masukan yangmendalam, yang pada tahap ini merupakan proposal proyek atau proposal pengembangan droduk multimedia. Sepanjang tahap analisis, pendidik atau manajer proyek mencoba memahami tujuan sebenarnya dari pembelajaran atau proyek tersebut, menghabiskan waktu dan sumber daya untuk melakukan analisis alternatif mengenai masalah yang telah dipekerjakannya untuk dipecahkan melalui produksi produk multimedia. Penyampaian tahap analisis adalah dokumen deskripsi aplikasi. Dokumen ini berfungsi sebagai gambaran umum pendidik atau manajer proyek dimana akan dikembangkan perancangan secara mendetail. Langkah terakhir dalam tahap analisis adalah evaluasi. Sebelum pindah ke tahap perancangan, pendidik atau manajer proyek akan memiliki dokumen deskripsi aplikasi yang ditinjau dan disetujui oleh pemangku kepentingan atau yang menjadi sponsor proyek. 

2. Desain
Setelah persetujuan dari pimpinan atau pihak sponsor, pendidik/manajerproyek memandu tim produksi ke tahap perancangan. Memiliki tiga subtahap yang sama seperti tahap analisis, tahap perancangan dimulai dengan peninjauan masukan, yang dalam hal ini adalah dokumentasi deskripsi aplikasi dari tahap analisis. Tahap desain mengubah dokumen deskripsi aplikasi menjadi rencana yang lebih lengkap untuk pengembangan media. Penyampaian tahap desain adalah dokumen lain yang disebut dokumen desain. Dokumen ini dimulai dengan desain tingkat tinggi, sebuah rencana luas yang mencakup keseluruhan proyek. Dari sini, pendidik/manajer proyek memfasilitasi pembuatan dokumen desain rinci yang memisahkan proyek ke dalam subproyeknya. Bagian akhir dari tahap desain sekali lagi adalah evaluasi hasil desain. Tahap evaluasi ini penting untuk produksi produk berkualitas tinggi, dan dilakukan di dalam tim desain, melalui peer review dan penilaian dari para pimpinan. Begitu pendidik/manajer proyek yakin bahwa tujuannya akan dipenuhi melalui produksi alat multimedia yang dirancang, fase pengembangan dapat dimulai. 

3. Pengembangan 
Pada tahap pengembangan, keseluruhan proyek digambarkan di atas kertasdimana tujuannya adalah untuk membuat dokumen yang dapat diproduksi menjadi konten yang disebut dokumen yang dapat diproduksi. Selama analisis masukan tahap pengembangan, pendidik atau manajer proyek membantu tim produksi menggabungkan deskripsi aplikasi dan dokumentasi desain menjadi diagram alir produksi komprehensif. Diagram alir dikembangkan lebih lanjut menjadi storyboards untuk keseluruhan proyek yang membantu pendidik atau manajer proyek mencapai kohesi antara semua proyek dan subproyek. Kiriman tahap pengembangan adalah dokumen produksi yang bila diberikan kepada pengembang yang tepat akan dibangun menjadi konten multimedia aktual. Sebelum produksi, storyboards, skrip, karya seni dan rincian lainnya harus disepakati. 

4. Produksi
Begitu dokumen produksi bisa dianggap kohesif, saatnya melanjutkankembali pengembangan. Fase produksi adalah tempat skrip, storyboards, karya seni dan aktivitas olahraga dll menjadi media nyata. Jika dilakukan dengan benar, pekerjaan yang membosankan dari fase sebelumnya akan membuat produksi media baik waktu maupun biaya menjadi tidak terasah. Tahap pertama fase produksi adalah, tentu saja, menganalisa masukan. Sampai saat ini, telah banyak orang-orang telah bergabung dengan tim produksi dan analisis. Ini adalah titik di mana setiap orang didudukkan di tempat yang sama untuk persiapan produksi media. Masukkan meliputi proyek media independen seperti audio, video dan grafik. Fase produksi adalah bagian proyek tercepat dan termahal dimana perubahan pada titik ini bisa sangat mahal, sehingga fase pra-produksi yang ekstensif. Meski singkat, sub-tahap evaluasi bisa digunakan untuk memperbaiki kesalahan besar di media yang tidak bisa diperbaiki melalui editing. 

5. Authoring 
Setelah produksi banyak subproyek individu, fase authoring adalah tempatsub proyek digabungkan ke dalam bentuk akhir, diuji dan disetel sesuai dengan dokumentasi yang dibuat pada fase sebelumnya. Mengacu pada dokumen aplikasi, dokumen desain, diagram alir, dll. Membantu pendidik/manajer produksi mencapai konsistensi dan kualitas pada produk akhir. Penyampaian fase authoring adalah rendition dari proyek yang sedekat mungkin dengan produk akhir. Pada saat ini, pendidik/manajer proyek akan memfasilitasi tinjauan akhir internal dalam produksi bersama dengan peninjau eksternal semi formal dan tinjauan target pengguna. Peninjauan ekstensif adalah tujuan fase validasi. 

6. Validasi 
Tahap akhir adalah fase validasi. Pada tahap ini, produk multimedia diujimelalui pengujian yang ketat untuk membuktikan bahwa media yang dikembangkan memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh pimpinan atau yang menjadi sponsor proyek. Melalui tinjauan pengguna secara formal, yang berlangsung di lingkungan yang serupa dengan yang ditujukan untuk produk akhir, tim produksi dapat menunjukkan bahwa tujuan obyektif untuk proyek tersebut telah ditangani. Fase masukan validasi adalah daftar perbaikan yang direkomendasikan untuk proyek beserta laporan validasi yang menggambarkan efektivitas proyek berdasarkan proses peninjauan. 

Gambar Model Bergman and Moore. 
Sumber: Keleş, Erümİt, & Özkale (2016:117)

Beberapa kelebihan dan kelemahan model Bergman and Moore, diantaranya: 
Kelebihan 
  1. Produk multimedia interaktif yang di hasilkan bermutu tinggi 
  2. Produk yang bisa di kembangkan dengan model ini bukan cuman media pembelajaran tapi berbagai media yang lain
Kekurangan 
  1. Model pengembangan ini banyak di kembangkan dari industri komersial bukan dalam bidang pendidikan
  2. Membutuhkan biaya produk yang tinggi

5. Model Borg & Gall 
Menurut Tatang Ary Gumanti et al., (2016:295-299) langkah-langkah penelitian model pengembangan Borg and Gall terdiri dari sepuluh langkah. 10 langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi dan hasil riset 
Langkah pertama ini meliputi analisis kebutuhan, studi pustaka, studiliteratur, penelitian skala kecil dan standar laporan yang dibutuhkan. Untuk melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria yang terkait dengan urgensi pengembangan produk itu sendiri, juga ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dan kecukupan waktu untuk mengembangkan. Adapun studi literatur dilakukan untuk pengenalan sementara terhadap produk yang akan dikembangkan, dan ini dilakukan untuk mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan pengembangan produk yang direncanakan. Sedangkan riset skala kecil perlu dilakukan agar peneliti mengetahui beberapa hal tentang produk yang akan dikembangkan 
  
2. Menyusun rencana penelitian 
Menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yangdiperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas 
 
3. Pengembangan produk awal
Langkah ini meliputi penentuan desain produk yang akan dikembangkan (desain hipotetik), penentuan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan selama proses penelitian dan pengembangan, penentuan tahap-tahap pelaksanaan uji desain di lapangan, dan penentuan deskripsi tugas pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Termasuk di dalamnya antara lain pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi yang selanjutkan akan di uji oleh tim ahli.  
 
4. Uji Coba awal 
Uji coba dengan menggunakan beberapa subjek (6-12), bisa pendidik ataupeserta didik. Pada saat yang sama juga dilakukan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan angket. Tujuan uji coba pada tahap ini adalah untuk mendapatkan umpan balik awal secara kualitatif tentang kelayakan produk yang dikembangkan  
 
5. Merevisi hasil uji coba awal 
Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan ujilapangan terbatas. Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal.  
 
6. Uji coba utama (main field testing) 
Uji coba pada subjek yang lebih banyak (30-100), lakukan pengujian pretestdan postest serta penggunaan kelompok control yang memadai denga mendasarkan pada data kuantitatif. Tujuan uji coba pada tahap ini untuk menentukan apakah produk yang dikembangkan telah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.  
 
7. Revisi hasil uji coba utama 
Langkah ini merupakan penyempurnaan produk atas hasil uji lapanganberdasarkan masukan dan hasil uji lapangan utama. Jadi perbaikan ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih luas dari uji lapangan yang pertama. Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang dikembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah pretest dan postest. Selain perbaikan yang bersifat internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif  
 
8. Uji coba operasional (operational field testing) 
Uji coba pada subjek yang lebih banyak (40-200). Pada saat yang sama jugadilakukan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan angket. Tujuan uji coba pada tahap ini adalah untuk menentukan apakah produk yang dikembangkan sepenuhnya siap digunakan di satuan pendidikan, meski tampa kehadiran peleliti  
 
9. Revisi produk akhir 
Langkah ini merupakan penyempurnaan produk yang sedangdikembangkan. Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu untuk lebih akuratnya produk yang dikembangkan. Pada tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir memiliki nilai "generalisasi" yang dapat diandalkan. Penyempurnaan didasarkan masukan atau hasil uji kelayakan dalam skala luas. 
 
10. Diseminasi dan implementasi 
Susun laporan hasil penelitian dan publikasikan dalam pertemuan ilmiahatau melalui jurnal, termasuk kemungkinan untuk mendistribusi produk dalam bentuk massal. 
 


Gambar Model Borg & Gall 
Sumber: Muhardi, dkk. (2017:171)

6. Model Dick & Carey
10 tahapan yang saling berhubungan mewakili seperangkat teori, prosedur, dan teknik yang digunakan oleh perancang pembelajaran untuk merancang, mengembangkan, mengevaluasi, dan merevisi pengajaran. 

1. Identifikasi Tujuan Pembelajaran 
Langkah pertama dalam model ini adalah untuk menentukan informasi dan keterampilan baru yang ingin dikuasai peserta didik saat mereka menyelesaikan petunjuk pendidik, yang ditekankan sebagai tujuan. Tujuan pembelajaran dapat berasal dari daftar tujuan, mulai dari analisis kinerja, dari penilaian kebutuhan, dari pengalaman praktis dengan kesulitan belajar peserta didik, dari analisis orang- orang yang melakukan pekerjaan, atau dari beberapa persyaratan lain untuk instruksi baru. 

2. Lakukan Analisis Pembelajaran 
Setelah pendidik mengidentifikasi sasaran pembelajaran, pendidik menentukan langkah demi langkah apa yang peserta didik lakukan saat mereka melakukan tujuan itu dan juga melihat sub skill yang diperlukan untuk penguasaan tujuan secara penuh. Langkah terakhir dalam proses analisis pembelajaran adalah untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap apa yang dimiliki oleh dan dibutuhkan oleh peserta didik agar sukses dalam pengajaran yang baru. Misalnya, peserta didik perlu mengetahui dan bisa bemain bola voli, sehingga pengetahuan dasar tersebut adalah keterampilan dasar untuk pengajaran pada area penguasaan keterampilan teknik dasar bola voli. 

3. Analisis Peserta didik dan Konteks 
Selain menganalisis tujuan pembelajaran, ada analisis paralel terhadappeserta didik, konteks di mana mereka mempelajari keterampilan, dan konteks di mana mereka menggunakannya. Kemampuan, preferensi, dan sikap peserta didik saat ini ditentukan bersamaan dengan karakteristik setting pembelajaran dan setting di mana keterampilan akhirnya akan digunakan. Informasi penting ini membentuk sejumlah langkah sukses dalam model, terutama strategi pembelajaran. 

4. Tuliskan Tujuan Kinerja 
Berdasarkan analisis pembelajaran dan deskripsi keterampilan yang dimiliki, pendidik menulis pernyataan spesifik tentang apa yang dapat dilakukan peserta didik saat mereka menyelesaikan pelajaran. Pernyataan ini, yang berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran, mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi di mana keterampilan itu akan dilakukan, ditunjukkan, dan kriteria untuk kinerja yang sukses.

5. Kembangkan Instrumen Penilaian 
Berdasarkan tujuan yang telah pendidik tulis, pendidik mengembangkanpenilaian yang sesuai dan yang mengukur kemampuan peserta didik untuk melakukan apa yang pendidik gambarkan dalam tujuan. Penekanan utama ditempatkan pada keterkaitan jenis keterampilan yang dijelaskan dalam tujuan memenuhi persyaratan penilaian. Rentang kemungkinan penilaian untuk menilai pencapaian peserta didik terhadap keterampilan kritis sepanjang waktu mencakup tes objektif, pertunjukan langsung, ukuran pembentukan sikap, dan portofolio yang merupakan kumpulan penilaian objektif dan alternatif. 

6. Kembangkan Strategi Pembelajaran 
Berdasarkan informasi dari lima langkah sebelumnya, seorang perancang mengidentifikasi strategi berbasis teori untuk digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang menekankan komponen untuk mendorong pembelajaran peserta didik, termasuk: 
  • Aktivitas sebelum pembelajaran, seperti merangsang motivasi dan memusatkan perhatian
  • Presentasi konten baru dengan contoh dan demonstrasi 
  • Partisipasi dan latihan peserta didik aktif dengan umpan balik tentang bagaimana keadaan mereka
  • Kegiatan follow-through yang menilai pembelajaran siswa dan berhubungan dengan keterampilan yang baru belajar dalam aplikasi dunia nyata.
Strategi ini didasarkan pada teori pembelajaran dan hasil belajar saat ini, karakteristik media yang digunakan untuk melibatkan peserta didik, konten yang harus diajarkan, dan karakteristik peserta didik yang berpartisipasi dalam pengajaran. Fitur ini digunakan untuk merencanakan logistik dan manajemen yang diperlukan, mengembangkan atau memilih bahan, dan merencanakan kegiatan pembelajaran.

7. Mengembangkan dan memilih bahan ajar 
Pada langkah ini, strategi pembelajaran digunakan untuk menghasilkanpembelajaran, dan biasanya mencakup panduan untuk peserta didik, bahan ajar, dan penilaian. (Dalam menggunakan istilah bahan ajar, kami menyertakan semua bentuk materi pembelajaran seperti panduan instruktur, daftar bacaan siswa, presentasi Power Point, studi kasus, video, podcast, format multimedia berbasis komputer, dan halaman web untuk pembelajaran jarak jauh.) Keputusan untuk mengembangkan materi asli tergantung pada jenis hasil pembelajaran, ketersediaan materi relevan yang ada, dan sumber pengembangan yang tersedia bagi Anda. Kriteria untuk memilih dari antara bahan yang ada juga disediakan. 

8. Merancang dan melakukan evaluasi formatif model pembelajaran 
Setelah menyelesaikan draf modul/materi pembelajaran, serangkaian evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah dengan pembelajaran atau kesempatan untuk membuat pembelajaran lebih baik, yang disebut formatif karena tujuannya adalah untuk membantu menciptakan dan memperbaiki proses dan produk pembelajaran. Ketiga  jenis evaluasi formatif tersebut adalah one-to-one evaluation, small-group evaluation, and field trial evaluation, yang masing-masing memberi perancang sejumlah informasi berbeda yang dapat digunakan untuk memperbaiki pengajaran. Teknik serupa dapat diterapkan pada evaluasi formatif bahan yang ada atau pembelajaran kelas.

9. Merevisi model pembelajaran 
Langkah terakhir dalam proses desain dan pengembangan adalah merevisimodel pembelajaran. Data dari evaluasi formatif diringkas dan diinterpretasikan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dialami oleh peserta didik dalam mencapai tujuan dan untuk menghubungkan kesulitan ini dengan kekurangan spesifik dalam modul pembelajaran. Garis putus-putus diberi label "Revise Instruction" menunjukkan bahwa data dari evaluasi formatif tidak hanya digunakan untuk merevisi instruksi itu sendiri, namun digunakan untuk menguji kembali keabsahan analisis pembelajaran dan asumsi tentang keterampilan dasar dan karakteristik peserta didik. Mungkin perlu untuk menguji kembali pernyataan tujuan kinerja dan item uji berdasarkan data formatif. Strategi pembelajaran ditinjau ulang, dan akhirnya, semua pertimbangan ini dimasukkan ke dalam revisi modul pembelajaran untuk membuatnya menjadi pengalaman belajar yang lebih efektif. Dalam prakteknya, perancang tidak menunggu untuk mulai merevisi sampai semua pekerjaan analisis, desain, pengembangan, dan evaluasi selesai; Sebaliknya, perancang terus melakukan revisi pada langkah sebelumnya berdasarkan apa yang telah dipelajari dalam langkah selanjutnya. Revisi bukanlah kejadian diskrit yang terjadi pada akhir proses ID, namun proses penggunaan informasi yang terus berlanjut untuk menilai kembali asumsi dan keputusan.

10. Merancang dan melakukan summative evaluation
Meskipun evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir tentang efektivitas pengajaran, namun umumnya bukan merupakan bagian dari proses perancangan. Karena evaluasi sumatif biasanya tidak dilakukan oleh perancang instruksi melainkan oleh evaluator independen, komponen ini tidak dianggap sebagai bagian integral dari proses perancangan pembelajaran.
Gambar Model Dick and Carey. 
Sumber: (Dikmen, 2019:34)

Beberapa hal yang menjadi kelebihan dan kelemaham model pengembangan desain pembelajaran Dick dan Carey. 
 
Kelebihan model pengembangan Dick dan Carey adalah:
  1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti 
  2. Teratur, efektif dan efisien dalam pelaksanaa 
  3. Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah diikuti
  4. Adanya revisi pada analisis pembelajaran, dimana hal tersebut merupakan hal yang sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada analisis pembelajaran tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi kesalahan pada komponen setelahnya
  5. Model Dick & Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Kekurangan model pengembangan Dick dan Carey adalah:
  1. Kaku, karena setiap langkah telah di tentukan 
  2. Tidak semua prosedur pelaksanaan pembelajaran dapat di kembangkan sesuai dengan langkah-langkah tersebut
  3. Tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran skala besar 
  4. Uji coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru dilaksanakan setelah diadakan tes formatif 
  5. Pada tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi pembelajaran maupun pada pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak nampak secara jelas ada tidaknya penilaian pakar (validasi).
  6. Terlalu banyak prosedur yang harus dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
  7. Membutuhkan waktu yang lama dengan dana yang cukup besar 
7. Model Gerlach dan Ely 
Gerlach dan Ely mendesain sebuah model pembelajaran yang cocokdigunakan untuk segala kalangan termasuk untuk tingkat pendidikan tinggi, karena di dalamnya ada strategi yang cocok digunakan oleh peserta didik dalam menerima materi yang akan disampaikan. Di samping itu, model Gerlach dan Ely mendefinisikan pemakaian produk teknologi pendidikan sebagai media dalam menyampaikan materi. 

Model ini merupakan suatu upaya untuk secara grafis, suatu metode perencanaan pembelajaran yang sistematis. Model ini merupakan suatu garis pedoman atau suatu cara dan bisa digunakan sebagai daftar rencana dalam sebuah rencana untuk kegiatan pembelajaran. Dalam model ini diperlihatkan keseluruhan proses belajar-mengajar yang baik, sekalipun tidak dilihat perincian setiap komponen. Model ini menampilkan hubungan antara unsur yang satu dengan yang lain serta yang dapat dikembangkan ke dalam suatu rencana untuk kegiatan pembelajaran. 

Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan pembelajaran model Gerlach and Ely:

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (Spesifikasi tujuan) 
Tujuan pembelajaran merupakan suatu sasaran yang ingin dicapai dalamkegiatan pembelajaran. Dalam tujuan belajar merumuskan kemampuan apa yang harus dimiliki peserta didik pada tingkat jenjang belajar tertentu, sehingga setelah selesai pokok bahasan tertentu, peserta didik dapat memiliki kemampuan yang telah terpilih sebelumnya. Tujuan yang harus jelas (tidak abstrak dan tidak terlalu luas) dan operasional agar mudah diukur dan menilai. 

2. Menentukan Isi Materi (Spesifikasi Isi) 
Bahan atau materi pada beban adalah "isi/konten" dari kurikulum, dan pengalaman dalam bentuk topik/subtopik dan rinciannya. Isi materi beda-beda menurut bidang studi, dan kelasnya. Namun, isi materi harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, apa yang akan diajarkan pada peserta didik maunya dipilih pokok bahasan yang lebih spesifik. Gunanya, selain untuk memperingati ruang lingkupnya juga apa yang akan diajarkan bisa lebih jelas dan mudah dibandingkan dengan pelajaran bahasan lain dalam satu mata pelajaran yang sama. 

3. Penilaian kemampuan Awal peserta didik 
Kemampuan awal untuk memulai melalui tes awal (pretest). Pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik ini sangat penting bagi tenaga pendidik agar dapat memberikan porsi pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan, misalnya perlu dipersiapkan pembelajaran atau penggunaan metode tertentu. Pengumpulan data peserta didik dilakukan dengan cara: 
  • Pretest dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar peserta didik, yaitu apa yang sudah diketahui dan apa yang belum diketahui tentang rencana pokok bahasan yang akan diajarkan.
  • Mengumpulkan data pribadi peserta didik (data pribadi) untuk mengukur potensi peserta didik dan mengelompokkannya ke dalam kategori peserta didik yang termasuk pelajar cepat dan peserta didik yang termasuk pelajar yang lamban
4. Menentukan Strategi (Penentuan strategi) 
Menurut Gerlach dan Ely, Strategi merupakan pendekatan yang dipakaipengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah untuk ekspose (expository) yang lazim digunakan dalam belajar tradisional, biasanya lebih penting komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan pelajaran peserta didik dalam proses belajar mengajar.

5. Pengelompokkan Belajar (Organisasi kelompok) 
Setelah menentukan strategi, pengajar harus mulai belajar bagaimana caramengatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar mandiri (studi mandiri) membutuhkan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang membutuhkan banyak diskusi dan partisipasi aktif dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas. Beberapa pengelompokkan peserta didik antara lain: 
  • Pengelompokan berdasarkan jumlah peserta didik (pengelompokan menurut ukuran), yaitu belajar mandiri, kelompok kecil, dan kelompok besar.
  • Pengelompokkan (pengelompokkan ungraded), yaitu pengelompokan yang tidak ada kelas (tingkat) atau usia, mereka memiliki tingkat pengetahuan yang sama dalam satu mata pelajaran.
  • Gabungan beberapa kelas (multiclass grouping), yaitu gabungan dari beberapa kelas yang sama dalam satu ruangan besar, dan dapatkan pelajaran dengan bermacam-macam kegiatan pada saat yang bersamaan.
  • Satuan pendidikan di satuan pendidikan (perguruan tinggi/sekolah), yaitu satu kompleks yang besar yang terdiri dari beberapa gedung perguruan tinggi/sekolah. Pengelompokan ini berdasarkan kemampuan dan hasil-hasil yang dicapai oleh peserta didik.
  • Taman kependidikan (taman pendidikan), yaitu kampus yang terdiri atas taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi dengan pemusatan sarana, pelayanan dan informasi.
6. Pembagian Waktu (alokasi waktu) 
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-bedaini mau tidak mau akan proses pengajar berpikir menggunakan waktu, yaitu mungkin sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau informasi, untuk praktik lapangan, laboratorium secara individu, atau untuk diskusi. Rencana penggunaan waktu akan berbeda berdasarkan pokok permasalahan, tujuan-tujuan yang dirumuskan, ruangan yang tersedia, pola-pola administrasi serta abilitas dan minat-minat para peserta didik.

7. Menentukan Ruangan (Alokasi Ruang Pembelajaran) 
Alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apa tujuan belajar dapat digunakan lebih efektif dengan belajar mandiri dan bebas, berinteraksi antar peserta didik atau mendengarkan penjelasan dan bertatap muka dengan pendidik. Ada tiga alternatif ruangan belajar, agar bisa belajar bersama bisa terkondisikan, yaitu ruangan atau tempat kelompok besar, kelompok kecil, dan ruangan/tempat untuk belajar mandiri.

8. Memilih Media (Alokasi sumber daya)
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan peserta didik yang disepakati, jadi fungsinya tidak hanya sebagai rangsangan belajar semata. Gerlach dan Ely membagi media sebagai sumber belajar dalam lima kategori: 
  1. Manusia dan benda nyata 
  2. Proyeksi visual media 
  3. Media audio 
  4. Media cetak, dan 
  5. Media Display
9. Evaluasi Hasil Belajar (Evaluasi Kinerja) 
Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatanpembelajaran. Semua usaha kegiatan pengembangan instructional dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut di evaluasi. Hasil evaluasi atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat. Yang dievaluasi dalam proses belajar-mengajar sebenarnya bukan hanya peserta didik, tapi sistemnya. Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar ada rangkaian tes yang dimulai dari tes awal/memasuki perilaku untuk mengetahui mutu/isi pelajaran apa yang sudah diketahui oleh peserta didik dan apa yang belum, terhadap rencana pelajaran yang akan diajarkan. Memasuki perilaku untuk mengukur kemampuan peserta didik dan mengelompokkannya ke dalam kelompok kemampuan yang kurang, sedang, dan pandai. 

10. Menganalisis Umpan Balik (Analisis umpan balik) 
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem pembelajaran ini. Data umpan balik yang dihasilkan dari evaluasi, tes, observasi maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha pembelajaran ini menentukan, apakah sistem, metode dan media yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran ini sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapainya atau masih perlu disempurnakan.

Gambar Model Gerlach and Ely 
Sumber: Keleş et al. (2016:115)

Kelebihan model pengembangan pembelajaran Gerlach dan Elly: 
  1. Model pembelajaran Gerlach dan Elly diadakan pretest (tes awal) sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan karena pendidik belum mengenal peserta didik.
  2. Model pembelajaran Gerlach dan Elly sangat teliti dalam pembelajaran atau pembelajaran, dengan diadakannya tahap pengelompokan belajar, penghitungan pembagian waktu, serta tata ruang belajar.
Kekurangan Model Gerlach dan Elly:
  1. Tidak adanya tahapan pengenalan karakteristik peserta didik sehingga bisa membuat pendidik kewalahan dalam mengajar.
  2. Guru tidak mengenal latar belakang peserta didik.

8. Model Gentry IPDM 
Model Gentry IPDM dikembangkan oleh Castelle Gentry (1994). Model ini menunjukkan apa yang perlu dilakukan?, dan bagaimana sesuatu harus dilakukan? dalam mengembangkan pembelajaran. 2 (dua) kelompok komponen, yaitu komponen pengembangan, dan komponen pendukung. Di samping itu ada juga komponen komunikasi yang menghubungkan keduanya. Komponen pengembangan terdiri atas delapan, yaitu analisis kebutuhan, adopsi, desain, produksi, prototipe, instalasi, operasi, dan evaluasi. Sedangkan komponen pendukung terdiri atas manajemen, penanganan informasi, pemerolehan dan pengalokasian sumber, personil, dan fasilitas. 


Gambar Model IPDM
Sumber: (Munir Tubagus, 2016:21)

9. Model IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT). Dengan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni; Pembatasan (define), Pengembangan (develop), Penilaian (evaluate).


Gambar model instructional development institute (IDI)
Sumber: (Huda, 2017:131)

1. Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.

2. Tahap Pengembangan (develope)
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional. 

3. Tahap penilaian (evaluate)
Tes uji coba; Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.

10. Model Jolly dan Bolitho 
Jolly dan Bolitho dalam Emzir berusaha merangkum berbagai langkah yang dilibatkan dalam proses penulisan materi ajar khusus bahasa dalam bentuk sebuah flowchart berikut:



Gambar. Model Jolly & Bolitho 
Sumber :  (Brooks, 2014:166)

Model ini memeiliki kerangka yang lain dikarenakan fokus pada sebuah materi yang ingin dikembangkan dimana sebuah masalah harus di identifikasi dahulu untuk dijadikan sebuah sumber masalah, di explorasi kepada sebuah arahan kepada situasi pembelajaran langsung, sehingga menghasilkan sebuah kontek yang diarahkan pada pendidikan atau latihan secara rasional, yang produktif berupa materi – materi berbasis studi yang mudah di evaluasi.

11. Model Kemp 
Model Desain Kemp mengadopsi struktur melingkar, bukan yang linier. Lingkaran ini dicapai dengan melihat 9 (sembilan) elemen inti model saling bergantung. Hal ini memungkinkan perancang pembelajaran memiliki fleksibilitas, karena mereka dapat memulai proses perancangan dengan salah satu dari sembilan komponen atau tahapannya, dan bukannya dibatasi untuk bekerja secara linier. Dengan kata lain, perancang tidak diharuskan mempertimbangkan komponen-komponennya dengan cara yang tertib. Bergantung pada prosesnya, sejumlah tahap dapat diatasi secara bersamaan, dan beberapa tahap perancangan bahkan mungkin tidak diperlukan. Karena keterkaitan antar komponen, proses perancangan menjadi siklis, terbuka terhadap revisi dan penyesuaian yang sedang berlangsung di antara elemen, untuk mencapai desain yang paling sesuai dengan hasil pembelajaran yang diinginkan. 

Secara umum, untuk mencapai hasil ini, perancang pembelajaran perlumempertimbangkan tidak hanya tujuan pembelajaran, tetapi juga sejumlah faktor lainnya, termasuk kebutuhan dan karakteristik pelajar, isi dan aktivitas pembelajaran (termasuk tugas dan prosedur), sumber daya pembelajaran dan layanan pendukung, alat, metode penilaian dan penilaian pelajar. Tugas ini bertepatan dengan empat elemen penting yang didefinisikan sebagai kerangka dasar untuk perencanaan pembelajaran (pelajar, tujuan, metode, evaluasi). Sembilan Unsur Inti Model Desain Instructional Kemp: 

1. Identifikasi masalah pembelajaran. 
Tujuan dari tahapan ini adalah mengidentifikasi antara tujuan menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang terjadi di lapangan baik yang menyangkut model, pendekatan, metode, teknik maupun strategi yang digunakan pendidik.

2. Analisis peserta didik. 
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal dan karateristik peserta didik yang meliputi ciri, kemampuan dan pengalaan baik individu maupun kelompok.

3. Analysis Tugas 
Memperjelas isi dan analisis tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik.

4. Merumuskan Indikator. 
Analisis ini berfungsi sebagai (1) alat untuk mendesain kegiatan pembelajaran, (2) kerangka kerja dalam merencanakan mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan (3) panduan peserta didik dalam belajar.

5. Penyusunan Instrumen Evaluasi.

Bertujuan untuk menilai hasil belajar, kriteria penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, hal ini dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan pencapaian kompetensi dasar yang telah dirumuskan. 

6. Strategi Pembelajaran.
Pada tahap ini pemilihan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan. Kegiatan ini meliputi: pemilihan model, pendekatan, metode, pemilihan format, yang dipandang mampu memberikan pengalaman yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

7. Pemilihan media atau sumber belajar. 

Keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan sumber pembelajaran atau media yang dipilih, jika sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan dengan hati-hati, maka dapat memenuhi tujuan pembelajaran.

8. Merinci pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan.

9. Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Setiap langkah rancangan pembelajaran selalu dihubungkan denganrevisi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat.


Gambar 2. Model Kemp’s. 
Sumber Birgili (2019:81)


Kelebihan dari model Kemp antara lain: 
    1. Diagram pengembangannya berbentuk bulat telur yang tidak memiliki titik awal tertentu, sehingga dapat memulai perancangan secara bebas
    2. Bentuk bulat telur itu juga menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara unsur-unsur yang terlibat
    3. Dalam setiap unsur ada kemungkinan untuk dilakukan revisi, sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah perubahan dari segi isi maupun perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama pelaksanaan program.
Kekurangan 
    1. Proses pelaksanaanya tidak sistematis dan linier 
    2. Keberhasilan dalam proses pemelajaran sangat tergantung dengan pemilihan media, apabila pemilihan media pembelajaran kurang bagus, bisa mempengaruhi hasil belajar
    3. Dalam proses pembelajaran pengaruh guru terlalu besar.

12. Model PPE
Langkah pada pengembangan model ini sangat sederhana sesuaidengan namanya hanya terdiri dari 3 huruf, yakni PPE yang kepanjangan dari planning, production, evaluation. Richey & Klein menjelaskan bahwa “the focus of design and development research can be on front-end analysis, planning, production, and Evaluation (PPE). Jadi langkah-langkah penelitian dan pengembangan hanya terdiri daritiga aspek: perencanaan, memproduksi, dan evaluasi. Konsep model dapat digambarkan sebagai berikut:



Gambar Model Planning, Production and Evaluation  (PPE)
Sumber: Ayu (2021:5393)

Pada tahap perencanaan tugas yang dilakukan adalah merencanakanproduk yang dibuat untuk tujuan tertetu, yang tentunya diawali dengan analisis kebutuhan baik melalui penelitian awal atau studi literature. Selanjutnya pada tahap produksi adalah membuat produk berdasarkan hasil yang telah direncanakan dan dirancang. Pada tahap akhir adalah mengevaluasi dengan tugas menguji dan menilai tentang produk yang telah dibuat berdasarkan pemenuhan spesifikasi yang telah ditentukan. Model pengembangan ini sangat sederhana dan berorientasi padaproduk, artinya menghasilakn produk guna memenuhi kebutuhan masyarakat. 
 
Namun model ini masih banyak kelemahan dari hasil produk yang dihasilkan. Produk tidak melalui uji berulang guna melihat keterandalan produk sudah memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga langkah- langkah yang sangat sederhana biasanya kurang mempunyai validitas yang tinggi dan bahkan belum dapat dipastikan tentang keefektifan dari produk yang telah dihasilkan.

13. Model Sugiyono 
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang menciptakan produk baru yang teruji model sugiyono sebagai berikut : 1). Potensi dan masalah, 2). Pengumpulan data, 3). Desain Produk, 4).  Validasi Desain, 5). Revisi desin, 6). Uji coba produk, 7). Revisi produk, 8). Uji coba pemakaian, 9). Revisi Produk dan 10). Produksi Massal.  

Gambar. Model Sugiyono
Sumber: (Sugiyono, 2010:409)

Model sugiono ini menunjukan bahwa pentingya sebuah potensi masalah yang ada dan perlu adanya fakta yang penting dengan masalah – masalah perlu ingin di selesaikan sesuai tahapan – tahapan yang ada. 

14. Model Smith dan Ragan 
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh smith dan ragan terdiri atas beberapa langkah dan prosedur pokok sebagai berikut : a). Analisis lingkungan belajar b). Analisis karakteristik atlet/ atlet c.) Analisis tugas pembelajaran


Gambar. Model smith dan ragan
Sumber : (Birgili, 2019:83)

Model Smith dan Ragan model yang berorientasi pada sistem. Sistem maksudnya yang  termasuk sekumpulan elemen diskrit yang terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran tertentu; setiap bagian dari sistem bekerja dalam satu kesatuan yang koheren dan tak terpisahkan. Pendekatan sistem merupakan metode bagi desainer untuk bekerja dalam situasi instruksional yang kompleks sehingga mereka dapat mendeskripsikan dan menganalisis komplikasi dalam proses pembelajaran, mengidentifikasi disfungsi dan inkompatibilitas dalam sistem. 
 
Kelebihan  model Smith dan Ragan menegaskan bahwa linieritas sistem memberi instruktur kesempatan untuk mempertimbangkan masalah instruksional dari perspektif yang luas, memungkinkan instruktur untuk memecahkan masalah yang diidentifikasi dalam sistem instruksional. Model sistem seperti model Smith dan Ragan dipengaruhi oleh teori sistem, analisis sistem, dan rekayasa sistem. Model sistem diadopsi dan digunakan dalam bidang pendidikan untuk mengatasi masalah administrasi, organisasi dan manajerial.

15. Model 4 D
Langkah-langkah model 4 D terdiri dari 4 kegiatan, yaitu: 1) define, 2) design), 3) develop, dan 4) disseminate. 

Gambar. Model 4 D
Sumber : (Wijaya, 2019:3)

Prosedur pengembangan media pembelajaran berdasarkan model 4 D adalah: 
    1. Menganalisis kebutuhan tujuan pembelajaran, kondisi lingkungan belajar, dan kebutuhan target pengguna media, 
    2. Merumuskan rancangan media pembelajaran yang sesuai dengan rekomendasi hasil analisis, 
    3. Merealisasi rancanganmedia pembelajaran adaptif melalui kegiatan pemanfaatan dan pengembangan media, 
    4. Menerapkan dan mengkomunikasikan hasil penggunaan media pembelajaran adaptif

REFERENSI:
  1. Birgili, B. (2019). Comparative reflection on best known instructional design models: Notes from the field. Current Issues in Emerging eLearning, 6(1), 78–94. Retrieved from https://scholarworks.umb.edu/cieeAvailableat:https://scholarworks.umb.edu/ciee/vol6/iss1/5
  2. Brooks, G. (2014). Developing an electronic textbook : Factors affecting the creation and distribution of computer-based language learning materials Developing an Electronic Textbook : Factors Affecting the Creation and Distribution of Computer-based Language Learning Mater. Research Gate, (January 2014).
  3. Dikmen, C. H. (2019). The Effect of Web-Based Instruction Designed by Dick and Carey Model on Academic Achievement, Attitude and Motivation of Students’ in Science Education. Journal of Learning and Teaching in the Digital Age, 4(1), 34–40. Retrieved from http://joltida.org/index.php/joltida/article/view/59/139
  4. Haryati, S. (2012). Research and Development (R&D) Sebagai Salah Satu Model Penelitian dalam Bidang Pendidikan. Research And Development (R&D) Sebagai Salah Satu Model Penelitian Dalam Bidang Pendidikan, 37(1), 11–26.
  5. Huda, K. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Ips Sejarah Melalui Aplikasi Sway Berkonten Indis Di Smp Negeri 8 Madiun. HISTORIA : Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(2), 125. https://doi.org/10.24127/hj.v5i2.865
  6. I Dewa Ayu Made Budhiyani, I Gede Sudirtha, N. W. R. A. (2021). Fantasy Clothing Development With El Nino Phenomenon As the Source of Idea. Psychology and Education Journal, 58(2), 5390–5398. https://doi.org/10.17762/pae.v58i2.2951
  7. Keleş, E., Erümİt, S. F. İ. Ş., & Özkale, A. (2016). A Roadmap for Instructional Designers: A Comparison of Instructional Design Models. Ankara Üniversitesi Eğitim Bilimleri Fakültesi Dergisi, 49(1), 105–140. https://doi.org/10.1501/auebfd.v49i1.3010
  8. Lestari, P. P. (2007). Pengembangan Model Dan Rancangan Pembelajaran sebagai sumber belajar Dalam Pendidikan Ekonomi. Pluralisme Dalam Ekonomi Dan Pendidikan.
  9. Muhardi, A., Anwar, B. S., Rukun, C. K., & Jasrial, D. (2017). Learning Model Development Using Moodle E-Learning Software By Implementing Borg And Gall Method. International Conferences on Information Technology and Business (ICITB), 3, 167–176.
  10. Munir Tubagus. (2016). Teori dan Latihan Pengembangan Sistem Instruksional  Instructional System Development. Research Gates, 08(04), 1–5.
  11. Olayinka, T. A., Jumoke, T. F., & Oyebamiji, M. T. (2018). Reengineering the ASSURE model to curbing problems of technology integration in Nigerian learning institutions. Research in Learning Technology, 26(1063519), 1–8. https://doi.org/10.25304/rlt.v26.1999
  12. Silalahi, A. (2018). Development Research (Penelitian Pengembangan) dan Research & Development (Penelitian & Pengembangan) Dalam Bidang Pendidikan/Pembelajaran. Research Gate, (July), 1–13. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.13429.88803/1
  13. Sugiyono. (2010). Metode penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (11th ed.). Bandung: Alfabeta.
  14. Tatang Ary Gumanti, Yunidar, & Syahruddin. (2016). Metode Penelitian Pendidikan. Retrieved from www.iranesrd.com
  15. Wijaya, H. (2019). Analisis Kebutuhan Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Jaffray Makassar untuk Pengembangan Model Pembelajaran Mata Kuliah Psikologi Umum. Research Gate, (July). https://doi.org/10.31219/osf.io/4f8tz
  16. Zhang, J. (2020). The Construction of College English Online Learning Community under ADDIE Model. English Language Teaching, 13(7), 46. https://doi.org/10.5539/elt.v13n7p46

OLAHRAGA TEQBALL

 BUKU OLAHRAGA TEQBALL Penulis: Dr. Arham Syahban, M.Pd. ISBN: 978-623-08-1117-3 Tahun Terbit: 2024 Penerbit: Rajawali Pers PT Rajagrafindo ...

OnClickAntiAd-Block