Monday, 10 August 2020

RENCANA PELATIHAN

Menurut Bompa (1999:67): Rencana Pelatihan adalah strategi ilmiah dan metodis untuk meningkatkan kinerja (performance). Rencana pelatihan tersebut, baik jangka pendek maupun panjang, juga mencerminkan pengetahuan metodologis pelatih dan memperhitungkan latar belakang atlet dan potensi fisik. Rencana pelatihan yang baik sederhana, objektif, dan fleksibel, karena mungkin harus dimodifikasi agar sesuai dengan adaptasi fisiologis dan peningkatan kinerja atlet. Program pelatihan yang efektif dirancang dengan baik, berdasarkan pengetahuan ilmiah, dan menggabungkan prinsip-prinsip latihan. 
Perencanaan adalah alat yang paling penting dalam upaya merancang program pelatihan yang terorganisir dengan baik.  Oleh karena itu perencanaan merupakan alat yang dapat dipakai oleh seorang pelatih dalam usaha mengarahkan program latihan yang terorganisir dengan baik. Sebuah pelatihan akan menjadi lebih efisien selama pelatih mampu mengorganisir latihannya secara baik.  Penerapan organisasi perencanaan latihan yang baik berdasarkan pengetahuan ilmiah akan dapat menghilangkan  tujuan  latihan yang tidak jelas dan acak-acakan (Bompa, 2009).

Persyaratan- Persyaratan Dalam Perencanaan Pelatihan
Menurut Rainer  Martens (2004), ada enam langkah yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pelatihan menjadi efektif. Keenam langkah tersebut adalah:
  1. Indentifikasi keterampilan yang dibutuhkan oleh atlet.
  2. Kenali karakter semua atlet yang dilatih.
  3. Lakukan nalisis situasi.
  4. Tentukan prioritas pelatihan.
  5. Pilihlah metode yang tepat untuk pelatihan tersebut.
  6. Susunlah rencana latihan.

John Lawther, seorang ahli terkemuka dalam pembelajaran gerak yang dikutif oleh Pate R. Russell, Clenagan Mc. Bruce, dan Rotella Robert (1993), menyarankan agar pelatih memperhatikan factor-faktor berikut dalam merancang tahap latihan: 
(1) Usia olahragawan,
(2) Kegiatan keterampilan olahragawan yang akan dilatihkan,
(3) Tujuan spesifik dari latihan khusus,
(4) Tingkat pasca belajar yang telah dicapai,
(5) Latar belakang pengalaman yang telah dipelajari,
(6) Sejumlah kondisi lingkungan termasuk kegiatan olahragawan diatara latihan-latihan.
Jenis-Jenis Rencana Pelatihan

Pelatih yang  mampu mengorganisir hendaknya menggunakan semua atau beberapa rencana latihan sebagai berikut: sesi latihan individual, siklus mikro, siklus makro, rencana pelatihan tahunan dan rencana pelatihan jangka panjang. Rencana pelatihan jangka panjang (8 s/d 16 tahun), sangat penting untuk mengembangkan atlet-atlet pemula (young athletes), (Bompa, 2009). Secara keseluruhan jangka waktu yang dipergunakan untuk membuat perencanaan pelatihan tidak konsisten di setiap negara. Sebagai contoh ilmuwan Rusia dan beberapa penulis lainnya menggunakan rencana tahunan sebagai siklus makro, dan pase latihan antara 4-8 minggu sebagai siklus meso. Sementara Josef Nossek (1982), perencanaan pelatihan dapat dibagi menjadi rencana jangka penjang, menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka panjang 6 – 8 tahun (rencana jauh ke depan), atau 4 tahun (siklus olympiade), dan rencana tersebut dibagi lagi menjadi 2 dan 1 tahun pelatihan. Rencana jangka menengah adalah rencana tahunan dengan persiapan, kompetisi, dan periode transisi, sementara siklus makro, meso, dan mikro disebut sebagai rencana jangka pendek.     

Dalam rencana pelatihan tahunan biasanya di pecah lagi menjadi pase-pase latihan yang lebih kecil yang dimaksud oleh ilmuwan Rusia disebut dengan siklus meso atau dalam buku ini disebut siklus makro (Bompa 2009). Setruktur siklus makro berdasar pada rencana tahunan dan dirancang bersama dengan pengembangan siklus mikro, yang mana alat yang sangat penting yang berfungsi untuk membuat pernecanaan. Siklus mikro adalah sebuah pelatihan siklus pendek yang rentangannya antara 3 s/d 7 hari tergantung dari pase pelatihan (Bompa, 2009). 

Sesi Pelatihan

Secara metodologis, waktu latihan merupakan perangkat utama yang dipakai untuk mengorganisir latihan. Di dalamnya si pelatih memberi tahu atlet tentang tugas-tugas dalam mengembangkan satu atau beberapa faktor latihan. Dalam metodologi latihan, ada klasifikasi satuan latihan yang didasarkan pada tugas dan bentuk latihan. Ketika sesi pelatihan individual, seorang pelatih melakukan sharing (berbagi) dengan atlet yang dikembangkan kemampuannya berdasarkan satu atau lebih dari faktor  pelatihan. Sesi pelatihan dapat biasanya dibagi menjadi beberapa tergantung dari  tugas-tugas dan setruktur dari sesi latihan itu.
  
Klasifikasi Sesi Pelatihan Berdasarkan Tugas 

Atas dasar tugas, satuan latihan dibagi dalam beberapa jenis: belajar, pengulangan, penyempurnaan keterampilan maupun penilaian (Bompa, 2009). 
Sesi Belajar
Tugas utama atlet pada sesi "Belajar", adalah untuk memperoleh keterampilan baru dan manuver-manuver taktik. Pelatih menggunakan setruktur dasar untuk bentuk sesi pelatihan ini. Sebagai contoh, pada sesi pelatihan ini pelatih memulai dengan menjelaskan tujuan dari pelatihan, dan kemudian mengarahkan atlet untuk melakukan pemanasan, setelah pemanasan altet focus pada latihan penguasaan beberapa keterampilan khusus. Setelah kegiatan tersebut selesai pelatih mengarahkan atlet untuk  melakukan pendinginan (cools down). Menit-menit terakhir akan dipakai untuk memberikan beberapa informasi terkait dengan kemajuan atlet dalam menguasai keterampilan yang dilatihkan.
Sesi Repetisi 
Sebuah sesi repetisi hampir sama dengan sesi belajar, dimana didalamnya terdapat keterampilan khusus atau maneuver taktik yang dilatih. Perbedaan utama adalah ketika sesi repetisi, atlet melanjutkan belajar keterampilan dan berusaha untuk memperbaiki sejumlah keterampilan. 
Sesi Penyempurnaan Keterampilan
Pada sesi ini adalah melanjutkan sesi repetisi, dimana sesi ini atlet berusaha untuk memperbaiki penguasaan semua bentuk-bentuk keterampilan. Perbedaan utama dari sesi penyempurnaan keterampilan ini adalah dimana keterampilan yang telah dilatih itu kemudian atlet berusaha untuk dapat melakukannya dengan sempurna agar bisa tampil secara maksimal.
Sesi Penilaian 
Sesi penilaian harus dilakukan secara periodic. Sesi ini didalamnya termasuk tes yang dapat mengevaluasi respon fisiologis atlet terhadap pelatihan dan penampilannya, atau sesi ini termasuk uji coba atau ikut kompetisi untuk mengukur kesiapan atlet. Hasil dari pada sesi ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memilih atlet dalam mengikuti kompetisi. 

Klasifikasi Sesi Pelatihan Berdasarkan Struktur

Pelatih bisa saja membagi sesi latihan menjadi beberapa jenis yang bertujuan untuk memberikan akomodasi terhadap kelompok atlet maupun individual. 
Latihan (Sesi) Berkelompok
Latihan berkelompok diatur untuk beberapa atlet, dan cara inipun bukan hanya bagi olahraga beregu saja, karena dari olahraga perorangan berlatih secara bersama-sama. Cara ini bisa saja menjadi hal yang merugikan, seandainya individualisasi latihan menjadi bahan pertimbangan latihan. Ciri khusus belajar berkelompok adalah mengembangkan semangat tim (sangat efektif khususnya menjelang pertandingan penting) maupun kualitas kemauan berlatihnya.  
Latihan IndividualLatihan individual memiliki keuntungan bagi pelatih dalam memberikan penekanan serta memecahkan masalah individual secara fisik maupun psikologis. Jadi selama latihan tersebut, pelatih dapat memberikan dosis beban kerja secara individual, merubah teknik sesuai dengan karakteristiknya masing-masing individu dan juga memberikan kesempatan mengembangkan semangat kreatifitas individual. Bentuk seperti di atas, sangat bermanfaat dipakai pada fase persiapan, sedangkan dalam menghadapi pertandingan, bentuk tersebut dipakai secara bergantian. 
Latihan GabunganSearah dengan pemikiran tersebut di atas, latihan secara campuran adalah bentuk kombinasi kerja kelompok dengan individual dan pengajaran disesuaikan dengan tujuannya masing-masing sesuai dengan rencana individualnya. Diakhir pengajaran si atlet dikumpulkan untuk penenangan serta waktunya pelatih menyimpulkan hasil latihan hari itu. 
Latihan BebasLatihan bebas hendaknya terbatas khusus bagi atlet lanjutan atas. Walaupuncara itu dapat mengurangi pengawasan dalam latihan, tetapi dapat memberikan keuntungan yang besar terhadap adanya saling percaya mempercayai dan percaya diri dapat dikembangkan antara pelatih dengan atlet. Latihan seperti ini dapat pula mengembangkan kesadaran berpartisipasi atlet dalam berlatih serta merangsang kebebasan individual dari yang lain, seperti dalam memecahkan masalah tugas latihan. Hal ini benar-benar sangat bermanfaat selama pertandingan, seandainya pelatih tidak siap memberikan bantuan.
Struktur Sesi (Waktu) Pelatihan

Waktu latihan pada umumnya 2 jam, walaupun sering sampai 4-5 jam; dari sisi lamanya latihan. dibagi atas jam latihan jangka pendek (30 - 90 menit), menengah (2-3 jam) dan panjang (lebih dari 3 jam). Variasi lamanya waktu latihan yang besar dapat ditemukan pada cabang olahraga perorangan, karena dalam cabang beregu umumnya lebih konsisten. Lamanya jam latihan tergantung dari tugas yang harus diselesaikan, jenis, bentuk kegiatan serta tingkat kemampuan persiapan fisik atlet itu sendiri. Sejauh jenis kegiatan menjadi bahan pertimbangan, maka selama fase pertandingan, seorang pelari rata-rata berlatih selama 1 jam, sedang pelari marathon berlatih selama 3 jam. Apabila ada 2 jam sampai 3 jam latihan perharinya, masing-masing lamanya latihan harus pendek, tetapi jumlah totalnya harus melebihi 2-3 jam. Panjangnya pengajaran tergantung dari jumlah pengulangan yang    harus    dilakukan    serta    lamanya    istirahat    diantara pengulangannya.

Berdasarkan pemikiran metodologis dan fisik-psikologis, jam latihan dibagi dalam  bagian  yang  lebih  kecil,  karena  hal  ini dapat memberikan  kesempatan kepada pelatih untuk mengikuti prinsip peningkatan maupun penurunan beban yang diberikan. Struktur dasarnya terbagi atas 3 atau 4 bagian. Untuk yang tiga bagian dibagi dalam; 1) Persiapan atau pemanasan; 2) Inti kerja/latihan; dan 3) Kesimpulan. Sedangkan untuk 4 bagian dibagi atas; 1) Pengenalan atau pengarahan; 2) Bagian persiapan; 3) Inti; dan 4) Kesimpulan (Bompa, 2009). Sementara Josef Nossek (1982), membagi setruktur pelatihan menjadi empat terdiri dari 1) Pengenalan atau pengarahan; 2) warming-up ; 3) Inti; dan 4) Kesimpulan/warming down.

Pemakaian salah satu dari kedua struktur tersebut, tergantung dari tugas dan isi latihan, fase latihan dan khususnya tingkatan latihan setiap atlet. Untuk belajar kelompok diatur selama fase persiapan, sedangkan untuk atlet pemula struktur latihan dengan 4 bagian lebih disarankan, karena pada kedua hal tersebut dapat dipakai untuk memberikan penjelasan mengenai tujuan latihan serta cara-cara yang dilakukan untuk mencapainya. Struktur yang lain umumnya dipakai bagi atlet lanjutan, khususnya selama fase pertandingan. Sebagian atlet membutuhkan penjelasan maupun pemberian motivasi dalam waktu yang pendek, oleh karena itu pengenalan maupun persiapan dapat digabung menjadi satu bagian saja. Dengan melihat penguraian berikut ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pokok antara kedua struktur tersebut, hanya sedikit pengecualian pada struktur 4 bagian, mempunyai bagian pengenalan sebagai tambahan pada bagian yang lain. 
Pengarahan/Pengenalan 
Semua latihan harus diawali dengan pengumpulan semua atlet, mengambil absensi (khususnya pada olahraga beregu) serta penjelasan tujuan latihan yang direncanakan oleh pelatih. Setelah itu, pelatih memberikan penjelasan yang rinci dengan menyebutkan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (alat dan metode yang dipakai). Pelatih juga harus mencoba meningkatkan motivasi atletnya, karena dengan cara itu si atlet dapat dirangsang untuk mencapai tujuan tersebut. Berikuthya pelatih mengatur kelompok besar menjadi bagian yang lebih kecil sesuai dengan tujuan individualnya. Lamanya waktu pengarahan ini hendaknya antara 3-5 menit dan untuk pemula biasanya sering lebih lama, tergantung dari berapa lama pengarahan itu diperlukan. Bagaimanapun juga, apabila sudah mengalami perbaikan, waktu yang dipakai pada bagian ini harus dikurangi. 
Pelatih harus selalu siap untuk setiap jam latihan. Selama menjelang latihan, pelatih mungkin dapat menggunakan buku rencana latihan atau bahkan dengan alat media lainnya. Sejauh setiap rencana dipertimbangkan, hendaknya diberikan waktu yang cukup sampai si atlet dapat memahaminya, baru dilanjutkan kembali ke rencana berikutnya. Tidak jarang pelatih harus memiliki buku pegangan (handcut) ringkas, terutama yang berkaitan dengan posisi rencananya, penekanan tentang apa yang harus dilakukan oleh setiap atlet dalam latihan yang mandiri. Beberapa metode seperti tadi tidak saja berperan dalam meningkatkan organisasi latihan, tetapi juga membagi tanggung jawab latihan dengan atletnya. Hal ini dapat membawa perasaan si atlet, bahwa pelatihnya percaya akan kemampuan serta kedewasaannya, membantu mereka dalam mengembangkan saling percaya mempercayai serta semangatnya. 
Persiapan (Pemanasan)
Hal ini pasti sangat diterima oleh pelatih maupun atlet bahwa pemanasan adalah hal yang sangat esensial untuk penampilan atlet baik ketika latihan maupun saat kompetisi. Dukungan literature terkini bahwa pemanasan selalu dianjurkan dan dapat memberikan efek untuk peningkatan perbaikan penampilan. Hal ini telah dibuktikan dengan baik bahwa pemanasan yang dilakukan dengan tepat, akan memperbaiki fungsi otot dan dapat menyiapkan atlet dalam menghadapi beban latihan atau kompetisi (Bompa, 2009). 
Secara keseluruhan waktu pemanasan sekitar 30-45 menit, hal ini termasuk pemanasan umum untuk meningkatkan suhu tubuh, dan pemanasan khusus untuk mempersiapkan atlet sesuai dengan cabang olahraganya. Durasi pemanasan dapat dinaikkan atau diturunkan tergantung dari pada kebutuhan atlet. Untuk atlet yang membutuhkan daya tahan kardiorespirasi (pelari jarak jauh) mungkin membutuhkan waktu pemanasan hingga 45 menit. Sebaliknya, untuk atlet yang tidak memerlukan daya tahan maka waktu pemanasannya bisa diturunkan. Yang menarik dalam penerapan pemanasan adalah menggunakan pemanasan yang lebih lama sebagai alat kondisioning ketika pase persiapan pelatihan.   

Bagian Latihan Inti
Tujuan latihan akan dapat terpenuhi selama bagian inti atau bagian ketiga. Setelah pemanasan yang cukup, dipelajarinya teknik serta maneuver taktik, mengembangkan kemampuan biomotorik dan meningkatakn kualitas psikologis Atlet. 
Isi latihan inti tergantung dari berbagai macam faktor, termasuk satatus  latihan atlet, jenis olahraga, jenis kelamin, usia, dan fase latihan memainkan peranan yang sangat penting. Sebagai contoh cabang olahraga yang berada pada kelompok dua, salah satu jenis latihannya yang disebut dengan latihan inti yang umumnya banyak dipakai, artinya bahwa pada waktu yang bersamaan, pelatih selain menekankan masalah teknik dan mengembangkan kemampuan biomotorik khusus juga terhadap sifat-sifat psikologisnya. 
Bentuk latihan yang dipakai untuk mengembangkan dan menyempurnakan kecepatan, umumnya berintensitas sangat tinggi dan dilaksanakan dalam waktu yang cukup pendek/singkat. Pada latihan yang menuntut pemakaian potensi atlet yang penuh, yang tidak dapat dilakukan kecuali pada kondisi yang benar-benar segar dan pada kondisi relative istirahat saja. Oleh sebab itu mengapa harus didahului oleh latihan kekuatan dan daya tahan terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, apabila tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kecepatan yang maksimum (Sprint atau start dengan kecepatan yang penuh seperti pada kelompok olahraga nomor dua), maka latihan harus dilakukan setelah pemanasan. Hal yang sama dilakukan, apabila koordinasi menjadi tujuan pokok, maka bentuk latihannya harus dilakukan atau ditempatkan di awal latihan Inti. Atlet yang berada dalam keadaan istirahat, dapat lebih banyak berkonsentrasi dengan lebih mudah terhadap tugas yang akan dilakukannya. 
Semua latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kekuatan (dengan memakai alat maupun tubuhnya sendiri), harus diawali setelah melakukan latihan pengembangan atau penyempurnaan teknik dan kecepatan. Tidak dianjurkan untuk memutar balikan urutan tersebut, karena pembebanan yang berat jelas akan merusak kecepatannya. 
Latihan yang diarahkan untuk mengembangkan daya tahan umum maupun khusus, biasanya direncanakan pada bagian akhir latihan. Karena latihan tersebut banyak sekali menuntut dan oleh karena itu dapat berakibat kelelahan, dimana si atlet benar-benar akan menghadapi kesulitan dalam menguasai keterampilan atau mengembangkan kecepatannya. Bagaimanapun juga kita tidak perlu menjadi bingung, apabila kita melihat bahwa beberapa drill tertentu dilakukan diakhir latihan inti, khususnya pada cabang olahraga beregu, yang umumnya dilakukan pada tingkatan kelelahan atau bahkan dilaksanakan di bawah kondisi sisa-sisa kelelahannya. Pada situasi ini, tujuan latihan bukan untuk belajar, tetapi berlatih dalam kondisi permainan yang sangat khusus. 
Bentuk pengajaran latihan yang disusun bagi para pemula, hendaknya mengikuti urutan-urutan yang dikemukakan sebelumnya, karena belajar sering menjadi tujuan yang sangat menonjol pada tingkat atlet pemula. Walau begitu, untuk atlet elitpun hendaknya program latihan yang diikuti tidak harus secara mati diikuti. 
Jadi dapat dipakai juga cara-cara yang dipergunakan untuk atlet pemula, karena hal ini ditemukan bahwa sejumlah kecil bentuk latihan kekuatan menggunakan beban yang menengah (40 - 50 % dari beban maksimum) akan meningkatkan eksitasi sistem syaraf pusat, terus meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan unjuk kerja pada kecepatannya. Apapun alasannya, seseorang harus mencari potensi yang ada tersebut untuk setiap atletnya dan menerapkannya tanpa melihat hasil akhir yang terbaik yang dicapai dalam pertandingannya. 
Untuk setiap jam latihan, pelatih harus mempersiapkan tujuan latihan sebelumnya yang harus dicapai selama latihan inti. Walau begitu, tidak harus dilebih-lebihkan dalam menentukan tujuan latihannya. Semuanya harus benar-benar searah dengan rencana siklus mikro dan makronya, sama halnya dengan prestasi maupun potensi para atletnya. Rencana yang memiliki lebih dari 2-3 tujuan per latihan, bagaimanapun harus bervariasi, akan agak sedikit sulit untuk memenuhinya, dan berarti akan menurunkan kecepatan perbaikan si atlet itu sendiri. Namun demikian itu harus disarankan untuk merencanakan tujuan-tujuan yang berasal dari factor-faktor latihan yang berbeda (teknik, taktik, fisik yang juga memiliki komponen psikologisnya) dan seseorang harus memilihnya dengan tepat sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga dan kemampuan si atlet. 
Berdasarkan capaian tujuan hariannya, pelatih dapat merencanakan latihan pengembangan fisik tambahan sekitar 15-20 menit, dan sering disebut dengan program kondisioning. Program dimaksud harus direncanakan atau dipertimbangkan untuk jam latihan di atas, apabila tuntutan latihannya tidak sangat tinggi dan selama si atlet tidak mampu mencapai keadaan kelelahan yang sangat luar biasa. Program tambahan tersebut harus sangat khusus sesuai dengan kemampuan biomotorik yang dominan pada cabang olahraganya serta kebutuhan si atlet itu sendiri. Umumnya faktor yang membatasi kecepatan perbaikan si atlet harus dapat penekanan yang lebih khusus. 

Bagian Akhir / Penutup
Setelah melaksanakan kerja yang sangat berat pada latihan Inti, disarankan untuk menurunkannya secara bertahap sampai mencapai keadaan biologis maupun psikologis latihan. Pada akhir latihan inti jam latihan, umumnya kalau tidak semua fungsi atlet dipergunakan sampai mendekati kapasitas maksimum dan penurunan kembali secara bertahap ke suatu tuntutan yang tidak memberatkan adalah hal yang sangat diperlukan. Motivnya tidak hanya bahwa penghentian yang tiba-tiba dari suatu usaha yang berat, akan mengarah pada pengaruh negative terhadap fisiologis maupun psikologisnya, tetapi juga bahwa dengan cara penenangan, kecepatan pemulihan asal dapat ditingkatkan dan penumpukan asam laktat dalam darah akan menurun dengan lebih cepat. Segara setalah melakukan sesi latihan inti seorang atlet harus melakukan latihan ringan  yang disebut pendinginan. Secara prinsif tujuan dari pendinginan adalah mengembalikan genangan darah dari otot-otot yang dilatih ke pusat sirkulasi (Powers K. Scott dan Howley T. Edward, 1990). Sayangnya, kebanyakan pelatih tidak mengetahui pada bagian latihan ini, artinya usaha dalam pengoptimalisasikan proses pulih asal yang berarti pula bahwa kecepatan perbaikan secara efisiensi latihan tidak dapat dimaksimalkan. 
Pendinginan (cool-down) dilakukan sekitar 20-40 menit, dan terdiri dari dua bagian utama. bagian pertama melakukan latihan pendinginan aktif sekitar 10-20 menit (Bompa, 2009). Aktivitas pendinginan aktif ini dilakukan dengan intensitas rendah (kurang dari 50% denjut jantung maksimal atlet). Meskipun keterbatasan data pendukung dari segi kajian ilmiah tetapi pendinginan aktif akan lebih efektif dilakukan saat setelah pelatihan inti dibandingkan pendinginan pasif. Jenis aktivitas yang dilakukan dalam pendinginan aktif tergantung dari jenis olahraga dari atlet tersebut. Seorang atlet balap sepeda mungkin membutuhkan 20 menit untuk bersepeda dengan intensitas yang sangat rendah dalam melakukan pendinginan aktif. Sedangkan untuk atlet sepak bola mungkin menggunakan jogging yang sangat pelan. Atlet tolak peluru mungkin menggunakan latihan interval yang berisikan jogging dengan intensitas yang rendah dan durasi yang pendek setelah melakukan pelatihan. Dengan tanpa memperhatikan jenis olahraga porsi pendinginan harus dilakukan dengan tanpa memberikan beban berlebihan pada atlet. 
Bagian kedua daripada aktivitas pendinginan dilakukan sekitar 10-20 menit dengan melakukan aktivitas streeching. Meskipun aktivitas streeching ketika pemanasan tidak disarankan, tetapi untuk pendinginan melakukan streeching adalah aktivitas yang sangat baik. Ada beberapa alasan mengapa streeching itu perlu dilakukan saat setelah latihan inti: pertama streeching yang dilakukan saat pendinginan akan memperbaiki fleksibility, hal ini dapat dilihat dari kegunaan dari streeching adalah untuk memperbaiki ruang gerak yang dihasilkan dari peningkatan suhu otot. Kedua, kesimpulan dari streeching dilakukan setelah melakukan latihan inti dapat ditunjukkan dengan menurunkan rasa sakit pada otot yang terjadi ketika musim-musim latihan. Ketiga, telah dilaporkan bahwa kombinasi dari pendinginan aktif yang diikuti dengan melakukan streeching, secara siginifikan dapat meningkatkan kecepatan pendinginan dari beban latihan dan kompetisi.  
Saat melakukan stretching pada waktu pendinginan, pelatih dapat memberikan informasi kepada atlet tentang pencapaian tujuan pelatihan saat itu dan bagaimana perasaan atlet saat melakukan latihan, dan waktu itu juga dapat dipergunakan oleh pelatih untuk membrikan pemahaman kepada atlet tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelatihan.
   
Lama Waktu yang Dipakai pada Tiap Bagian Latihan

Rata-rata waktu latihan adalah 2 jam (120 menit) yang dipakai sebagai referensi untuk pemakaian waktu yang perlukan pada masing-masing bagian. Pembagian ini tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat prestasi, pengalaman, jenis dan sifat olahraga dan fase latihan. Pelatih dapat menggunakan salah satu dari tiga atau empat struktur komponen pelatihan yang telah dibahas sebelumnya.

Waktu Latihan Tambahan

Seandainya atlet ingin mencoba untuk memaksimalkan waktu luangnya untuk tujuan latihan, tambahan waktu untuk latihan menunjukan satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan volume latihan si atlet sekaligus memperbaiki tingkat persiapannya. Tambahan tersebut umumnya sangat individual, dan dalam keadaan yang khusus latihan berkelompok biasanya diatur pagi hari, menjelang pergi ke sekolah atau kerja. Umumnya mereka lakukan sebelum makan pagi. Walaupun demikian, apabila waktunya melebihi 30 menit, kiranya perlu mengisi perut terlebih dahulu dengan makanan ringan dan tidak terlalu banyak. Lamanya waktu yang dipakai cukup bervariasi tergantung dari waktu yang dimiliki oleh masing-masing atlet. Apabila dapat mencapai 30 - 60 menit setiap harinya, maka dia akan mengumpulkan 150 - 300 jam dalam setahun dari latihan tambahan tersebut, suatu volume yang dapat menjadi tambahan yang menentukan terhadap derajat latihan (tingkat status latihan ditentukan oleh satu waktu tertentu) dan potensi atletnya.

Beberapa waktu latihan ditentukan di rumah, dalam ruangan maupun di luar ruangan oleh masing-masing individu atlet. Bagaimanapun juga, semua itu harus merupakan bagian dari rencana latihan umum yang dibuat oleh pelatih. Konsekuensinya, pelatih menyarankan isi maupun dosis untuk setiap latihan sesuai dengan tujuan si atlet, kelemahan dan fase latihannya. Pada dasarnya, melalui waktu latihan, seseorang dapat memperbaiki daya tahan umumnya dengan berlari 20 - 40 menit, kelentukan umum dan khusus dan bahkan kekuatan umum dan khusus pada otot-otot tertentu. Salah satu tujuan utama yang harus dikerjakan dan sekaligus memperbaiki kelemahan si atlet, sehingga akan mempercepat perbaikan pada kemampuan tertentu.

Dasar waktu latihan tambahan terdiri dari tiga bagian, dengan pembagian waktunya sebagai berikut: 1. Persiapan 5-10 menit, 2. Inti 20 - 45 menit dan 3. Penenangan 5 menit, kesimpulan waktu berjumlah 30 - 60 menit (Bompa, 2009). Tujuan formal tiap bagian mengikuti konsep yang sama seperti waktu latihan sebelumnya Bagaimanapun juga, lebih dari dua tujuan, karena hal ini akan menjadi realistic serta tidak sesuai dengan waktu yang tersedia.
  • Contoh Rencana Latihan
Format waktu latihan harus sederhana dan fungsional, artinya bahwa rencana latihan itu sendiri harus menjadi alat yang penting untuk setiap atlet dan pelatih dalam upaya latihannya. Bentuk dari rencana pelatihan harus berisikan semua informasi dan mudah untuk dilakukan. Disarankan agar atlet memperbanyak rencana pelatihan. Hal ini memungkinkan atlet untuk menyiapkan diri secara fisik maupun mental. Pelatih harus memberikan penjelasan singkat tentang rencana pelatihan ketika pengenalan sesi pelatihan. Jika masih memungkinkan ada tempat, cantumkan juga rencana pelatihan harian, sehingga atlet dapat menggunakan sebagai pedoman dalam latihan.

Ada beberapa format rencana pelatihan yang dapat di buat, tetapi semua itu harus berisikan beberapa elemen penting. Salah satu item yang paling penting  dalam rencana latihan individual adalah adanya tujuan pelatihan saat itu. Tujuan pelatihan ini akan memandu pelaksanaan pelatihan, dan memungkinkan atlet untuk  mengerti hal yang terjadi saat melakukan latihan. Dalam rencana latihan juga harus dicantumkan tempat dan tanggal, waktu latihan, dan juga perlengkapan yang dibutuhkan dalam latihan tersebut. Dalam rencana latihan harus terdapat jenis dan bentuk latihan, drill-drill, aktivitas yang dilakukan oleh atlet serta porsi latihan untuk berbagai jenis aktivitas tersebut. Rencana latihan harus memberi penjelas tentang dosis (repetisi, set, durasi) dan intensitas (persentase maksimum strength, rentang denjut jantung, waktu, power), dari sesi pelatihan.  

Lamanya rencana setiap sesi pelatihan akan sangat tergantung pada jenis olahraga dan pengalaman pelatih. Pengalaman pelatih dibutuhkan untuk memberikan informasi penting/khusus yang mungkin ada dalam rencana pelatihan. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjadikan blueprint dalam melaksanakan tugasnya ketika sesuatu yang penting itu perlu disampaikan di dalam sesi pelatihan itu. Semakin banyak pengalaman pelatih, semakin banyak pula hal yang dapat diberikan penjelasan di dalam rencana pelatihan. Tetapi hal ini masih menjadi tuntutan untuk membuat perencanaan yang lebih detail untuk atlet sehingga atlet akan dapat mempersiapkan secara mental dan fisik untuk sesi pelatihan tersebut. 
  • Siklus Latihan Harian
Sebuah aspek penting dalam menerapkan rencana pelatihan adalah mengorganisir jadwal latihan harian setiap atlet agar dapat memanfaatkan waktu secara maksimum. Hal ini sangat penting dilakukan dalam upaya menyeimbangkan antara pelatihan, waktu istirahat, jadwal pelatihan, dan relaksasi. Strategi pengorganisasian yang terbaik adalah membagi jadwal kedalam beberapa bagian latihan yang harus dilakukan dalam sehari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hakkinen dan Kallinen, dalam Bompa (2009), menganjurkan pembagian volume latihan harian kedalam dua sesi pelatihan lebih pendek, akan menghasilkan perbaikan penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan melakukan sesi latihan yang lebih lama. Penemuan ini mendukung hasil observasi pelatih-pelatih eropa yang telah melakukan sesi latihan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kelelahan yang berlebihan pada atlet. Kelelahan ini menyebabkan atlet tidak bisa melakukan latihan dengan baik sehingga tidak dapat meningkatkan kemampuan biomotorik, teknik, dan taktiknya menjadi lebih sempurna. Itu sebabnya ketika memungkinkan untuk bisa membagi jadwal latihan harian menjadi unit-unit yang lebih kecil harus dilakukan seorang pelatih agar dapat mengembangkan kemampuan atlet secara maksimal. 

Struktur dari pelatihan harian sangat tergantung pada beberapa factor seperti: ketersediaan waktu latihan, status perkembangan atlet, dan ketersediaan fasilitas latihan. Selanjutnya akan diberikan suatu contoh kegiatan latihan untuk 2, 3, dan 4 acara latihan dalam satu hari latihan, yang dapat diterapkan pada atlet elit dalam situasi pemusatan latihan.

Model Rencana Pelatihan

Sebuah model pelatihan adalah simulasi dari sebuah kompetisi, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan adaptasi atlet terhadap program pelatihan dan kemudian agar atlet mampu beradaptasi dengan suasana kompetisi. Proses model in dapat dibuat dengan menirukan beban elemen psikologis, fisiologis, teknik dan taktik yang mungkin terjadi selama kompetisi. Beberapa jenis sesi latihan dapat dirancang menyerupa tujuan-tujuan yang dicantumkan dalam pase latihan ketika pemodelan kompetisi dilakukan. Pelatih harus menghindari menyusun sesi pelatihan yang serupa dengan cara yang sama dari semua situasi. Variasi dari stimulus latihan adalah sangat penting yang dapat menyebabkan peningkatan kemampuan fisiologis dan penampilan. Model pendekatan ini adalah satu metode  untuk memasukkan ide baru dari stimulus latihan ke dalam rencana latihan. Metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi atlet, memberikan tantangan fisiologis baru, dan dengan hal yang baru ini dapat menyiapkan atlet untuk menghadapi kompetisi. Ada banyak cara yang dapat dipergunakan dalam pendekatan model ini, dan pelatih harus memodifikasi contoh berikut  sesuai dengan tujuan pelatihan mereka.
  • Model Sesi Latihan untuk Penguasaan Keterampilan
Sebuah model dapat dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan dan perbaikan keterampilan. Keterampilan baru akan dapat dipelajari dengan baik ketika tidak terjadi kelelahan. Sebaliknya, kelelahan yang berlebihan dapat membuat atlet sulit untuk mempertahankan keterampilan yang telah dikuasainya. Sehingga drill yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan  harus dilakukan segera setelah melakukan pemanasan. Dapat dipergunakan sebagai contoh untuk pengembangkan keterampilan dan juga dapat dipakai dalam pengembangan kecepatan, kelincahan, dan daya ledak.
  • Model Pelatihan untuk Memperbaiki Keterampilan pada Kondisi Kelelahan
Model jenis ini dapat dipergunakan untuk menirukan kondisi yang terjadi saat akhir permainan, pertandingan, atau perlombaan, dimana mungkin atlet harus melakukan sebuah keterampilan tertentu dalam kondisi kelelahan. Meskipun penguasaan keterampilan sangat bagus ketika atlet dalam kondisi segar, atlet juga harus latihan keterampilan saat merasakan kelelahan. Tujuan dari penggunaan jenis model ini adalah untuk membuat situasi kelelahan yang sama seperti yang terjadi saat pertandingan yang akan dating. Untuk menyempurnakan tujuan ini, pelatih harus membuat dril-dril teknik dan taktik yang penekanannya pada glikolisis dan oksidasi system energy yang sama seperti yang terjadi pada kompetisi. Situasi ini akan dapat meningkatkan kemampuan atlet dalam menghadapi kelelahan baik fisik maupun mental.
  • Model Pelatihan untuk Pengontrolan Kesadaran Sebelum Pertandingan
Agar kemampuan maksimum dapat ditampilkan secara efektif ketika kompetisi dilakukan sore atau malam hari, atlet harus berada dalam wilayah kesadaran kesiapan mental. Sesi pagi yang singkat (pukul 10.00) dapat dilakukan kegiatan untuk mengoptimalkan kesiapan atlet pada pertandingan sore hari, menurunkan kecemasan, dan membantu atlet untuk dapat bergairah, tidak grogi, dan kegelisahan. Bentuk sesi ini dapat dipergunakan untuk membawa atlet dalam kondisi tenang dan percaya diri. Sesi ini relatif pendek dan tidak menyebabkan kelelahan dan berisikan kegiatan yang sangat singkat, gerakan yang eksplosif.
Aktivitas ini harus dilakukan dalam durasi pendek dan tidak boleh menyebabkan kelelahan, karena kelelahan dapat menurunkan kapasitas penampilan.

Team Futsal Dosen STKIP Paris Barantai


Daftar Pustaka:
  • Bompa O. Tudor. 1999. Periodezation: Theory and Methodology of Training. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Bompa O. Tudor. 2000. Total Training for Young Champions. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Bompa O. Tudor, Haff G. Gregory. 2009. Periodezation: Theory and Methodology of Training. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Foss L. Merle, Keteyian J. Steven. 1998. Physiological Basis for Exercise and Sport. Boston: Mc Graw-Hill. 
  • Josef Nossek. 1982. General Theory of Training. National Institute for Sport, Logos. Pan African Press.
  • Russell R. Pate dkk. 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan (terj. Kasiyo Dwijowinoto). Semarang: IKIP Semarang Press.
  • Rainer Martens. 2004. Succesful Coaching: United State: Human Kinetics. 
  • Scott K. Powers, Edward T. Howley. 1990. Exercise Physiology: Theory and Application to Fittness and Performance. USA: Wm.C.Brown Publisher.

Tuesday, 14 July 2020

STKIP PARIS BARANTAI

STKIP PARIS BARANTAI

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Paris Barantai adalah perguruan tinggi swasta (PTS) yang beralamat di Jalan Veteran No.15-B Km.2 Komplek Perikanan, Dirgahayu, Pulau Laut Utara, Kab. Kotabaru, Kalimantan Selatan, 72113, Indonesia.

STKIP Paris Barantai didirikan pada Tanggal 20 Agustus 2009 sebagai salah satu perguruan tinggi dibawah naungan Yayasan Pembina dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YPPSDM) Paris Barantai Kotabaru.

https://www.google.com/maps/place/Stkip+Paris+Barantai+Kotabaru


 MOTTO:
“Bersama Mencerdaskan Anak Bangsa”


LAMBANG STKIP PARIS BARANTAI

Gambar Logo STKIP PB Kotabaru
Arti Lambang
Lambang STKIP terdiri dari :
Lukisan = Gunung, Buku dan Gelombang Laut
Warna = Merah hati, hijau, kuning, putih, biru dan biru muda
Tulisan =  SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PARIS BARANTAI KOTABARU

Penjelasan
Gunung melambangkan kekokohan dan harapan yang besar dan tinggi, Buku melambangkan sumber ilmu pengetahuan dalam peningkatan SDM, gelombang laut melambangkan Kabupaten kotabaru yang terbagi menjadi 4 pulau / daratan, dikelilingi lautan dan terletak di antara selat Makassar dan Laut Jawa, sehingga laut menjadi penghubung dan pemersatu.

Warna
Merah melambangkan keberanian dalam menatap masa depan, 
Kuning melambangkan kebesaran dan kekukuhan,
Hijau melambangkan kemakmuran daerah dan penghuninya,
Biru melambangkan keteguhan dalam memandang cita-cta,
Biru muda melambangkan keteguhan dan kesucian dalam bertindak dan berfikir.

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA STKIP PARIS BARANTAI

Kabupaten Kotabaru dengan wilayah yang luas dan geografis yang khas memiliki masalah dalam penempatan guru-guru SD yang bersedia ditempatkan untuk mengajar di wilayah kecamatan-kecamatan yang jauh dari ibukota Kabupaten. Pada awal terbentuknya Akademik Keguruan Paris Barantai (AKPB) Kabupaten dalam perjalannya selama ini telah mampu untuk tetap eksis dan mampu memberikan kontribusi membantu masalah kekurangan guru pada wilayah Kalimantan selatan dan Kalimantan timur, memperhatikan pemberlakuan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta PP No 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, dimana dipersyaratkan kualifikasi tenaga pengajar untuk semua tingkat satuan pendidikan minimal D IV dan S1, untuk itu mutlak dilakukan pengembangan kelembagaan dari Akademi Keguruan berubah bentuk menjadi sebuah Sekolah Tinggi dalam rangka mengakomodir pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar.

Hak meningkatkan kualitas SDM merupakan Hak Asasi Manusia untuk itu, memperhatikan kondisi geografis di Kalimantan Selatan, dimana jarak antar satu kabupaten dengan kabupaten lainnya yang berjauhan, jarak antar ibukota kabupaten dengan kecamatan-kecamatannya yang jauh serta sulitnya transportasi baik karena faktor infrastruktur jalan maupun karena dipisahkan oleh laut dirasa perlu adanya Sekolah Tinggi yang dekat dengan masyarakat yang membutuhkan.

Mencermati masalah tersebut Yayasan Pembina dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YPPSDM) Paris Barantai Kotabaru berdasarkan ; akte Notaris Nomor : 01 tanggal 03 bulan Agustus tahun 2009 SK. Mendiknas : 134/D/O/2009 tanggal 20 Agustus 2009 Dengan harapan nantinya lulusan dari STKIP Paris barantai Kotabaru dapat;
  • Menguasai dasar-dasar pengembngan ilmu pengetahuan sehingga mampu mengisi jabatan lowong pada badan/lembaga pendidikan dasar
  • Mampu menguasai konsepsi ilmu pendidikan yang optimal dan memiliki pengetahuan dibidang pengajaran dan praktik
  • Menjadi tenaga kependidikantingkat akademis untuk mengisi kebutuhan guru
  • Menyiapkan tenaga kependidikan yang handal dan menjadi warganegara yang produktif, adaptif, kreatif dan inovatif
  • Menjadi guru yang brdedikasi tinggi untuk mengajar di wilayah yang jauh dari ibukota kabupaten.

VISI & MISI STKIP PARIS BARANTAI

Visi
Visi STKIP Paris Barantai adalah menjadi salah satu Sekolah Tinggi yang unggul secara Nasional dalam menghasilkan tenaga pendidik yang berkarakter dan kompeten tahun 2020.

Misi
Misi STKIP Paris Barantai yaitu Menyelenggarakan penataan organisasi dan penguatan kelembagaan di lingkungan STKIP Paris Barantai menuju efektivitas dan efisiensi; Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen pengelolaan berdasarkan prinsip tata kelola institusi yang baik; Menyelenggarakan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai dasar institusi untuk menghasilkan tenaga pendidik sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan; Meyelenggarakan dan memantapkan kerjasama bidang akademik dan non akademik dengan pihak lain guna peningkatan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi; Mewujudkan pemberdayaan sivitas akademika STKIP Paris Barantai dalam mendesain seluruh program pengembangan Institusi dalam rangka menjamin terwujudnya atmosfir akademik yang kondusif.

JENIS PENDIDIKAN

Program Sarjana (S-1). Mahasiswa yang berhasil menyelesaikan program ini diberi gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

PROGRAM STUDI

Terdapat Tiga Program Studi di STKIP Paris Barantai, Yaitu:
  1. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
  2. Program Studi Pendidikan Matematika
  3. Program Studi Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan Dan Rekreasi

Adapun Program Studi yang ada di lingkungan STKIP Paris Barantai seperti program studi pendidikan bahasa dan sastra indonesia, program studi pendidikan matematika, dan program studi pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi, selalu mengacu pada visi, misi, tujuan, dan sasaran STKIP Paris Barantai. Visi Program Studi di lingkungan STKIP Paris Barantai tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa misi yang dijalankan dan sasaran yang ingin dicapai serta strategi yang telah dan akan terus dilakukan. Program Studi menjabarkannnya ke dalam beberapa misi untuk mencapai tujuan dan harapan tersebut. Kemudian misi dianalisis dan dijabarkan ke dalam beberapa tujuan dan sasaran yang akan dicapai untuk mewujudkan pencapaian visi, pelaksanaan misi, dan pencapaian tujuan serta sasaran Program Studi.

Lembaga sertifikasi akreditasi BAN PT telah menerbitkan Sertifikat akreditasi Tingkat Nasional Tahun 2017 dengan masa berlaku Lima Tahun. Tiga Prodi yang telah terakreditasi tingkat Nasional yaitu Prodi Pendidikan Matematika (PM) kualifikasi Baik (C) dengan nomor BAN-PT 0814/SK/BAN-PT/Akred/S/III/2017, Prodi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kualifikasi Sangat Baik (B) dengan nomor BAN-PT 1160/SK/BAN-PT/Akred/S/III/2017, dan Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi kualifikasi sangat baik (B) dengan nomor BAN-PT 0766/SK/BAN-PT/Akred/S/III/2017 yang di naungi oleh STKIP Paris Barantai.

STRUKTUR ORGANISASI STKIP PARIS BARANTAI




SARANA DAN PRASARANA

Kelayakan sarana dan prasarana STKIP Paris Barantai terlihat dari ketersediaan, kemutakhiran, kesiapakaian mencakup: fasilitas dan peralatan untuk Proses Belajar Mengajar (PBM), Penelitian, dan PkM. Mengacu kepada SN DIKTI Pasal 32. PT harus menyediakan sarana untuk yang berkebutuhan khusus. Untuk sarana seperti alat pendidikan dan sarana lainnya dirasakan sudah baik untuk pelaksanaan program Tri Dharma Perguruan Tinggi, pemenuhan ketersediaan alat pendidikan juga sangat didukung oleh Yayasan, sehingga tidak ditemui kendala yang berarti. Seperti semua ruang kelas yang digunakan bersama sudah menggunakan AC dan LCD Projektor serta Audio untuk pembelajaran, ruang kerja Program Studi sekaligus ruang kerja Dosen juga sudah masing-masing Prodi sehingga memudahkan dan memberikan ruang yang nyaman buat Dosen dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan Tri Dharma.

Sarana yang dikembangkan pada unit yang masing-masing mempunyai beberapa alat utama yang potensial untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran, penelitian dan layanan jasa. Sarana dan prasarana internet sudah dipasang diseluruh areal lahan kampus sehingga semua unit sudah dapat mengakses internet. Database alat (barang inventaris) disusun untuk memudahkan dalam pengelolaan alat sekaligus pengadaannya.

Pengembangan pendidikan sudah dimanfaatkan untuk praktikum maupun pelayanan jasa, dan jumlah buku yang tersedia di perpustakaan terus ditingkatkan terutama untuk jurnal nasional maupun internasional yang memiliki indeks sitasi dan impact factor yang tinggi. Penyesuaian sarana pembelajaran yang up to date dan sesuai dengan perkembangan jaman sehingga lebih mempermudah dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan Tri Dharma dan proses pembelajaran. 

Website STKIP Paris Barantai :
Website institusi Situs resmi STKIP Paris Barantai adalah www.stkip-ktb.ac.id.


Sedangkan situs resmi untuk program studi:


References
  1. TIM PENYUSUN LED STKIP Paris Barantai. 2020. AKREDITASI PERGURUAN TINGGI, LAPORAN EVALUASI DIRI. Kotabaru: STKIP PARIS BARANTAI
  2.  https://www.google.com/maps/place/Stkip+Paris+Barantai+Kotabaru/@-3.2457181,116.2196221,17z/data=!4m5!3m4!1s0x0:0xf61028afabd9c265!8m2!3d-3.2439778!4d116.2183464 http://www.stkip-ktb.ac.id/
  3.  http://www.stkip-ktb.ac.id/halaman/detail/profil-stkip
  4.  https://www.banpt.or.id/direktori/institusi/pencarian_institusi.php

Monday, 6 July 2020

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Manajemen Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses yang terjadi dalam interaksi proses belajar mengajar antara guru dan siswa (Adang, 1993). Lebih lanjut Pane & Darwis Dasopang (2017) Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004: 6) menyatakan “pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membuat orang belajar, tujuannnya adalah membantu orang belajar, atau memanipulasi lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar”. Sedangkan Oemar Hamalik (1995: 51) mengemukakan “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan”.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab XI, pasal 39, ayat 2 mengatakan “Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penilaian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci dalam keselurahan proses pendidikan formal. Keberhasilan proses pendidikan sangat ditentukan oleh efektif dan tidaknya guru dalam mengatur atau memenej pembelajaran, sehingga dengan manajemen pembelajaran yang baik akan mengasilkan tujuan pembelajaran yang baik pula. Menurut pendapat Kelvin Seivert ( 2005: 1) bahwa: “intensitas dan efektifitas hasil pendidikan (out put/graduated) sangat ditentukan oleh manajemen mutu pembelajaran dan instruksi yang dijalankan dalam lembaga pendidikan tersebut”.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sarana Pendidikan (1996-1997: 35) mengemukakan ”fungsi dan tugas guru sebagai seorang pendidik dan pengajar adalah: a) menyusun perangkat program pengajaran, b) pelaksanaan pelajaran, c) evaluasi, d) analisa hasil ulangan, dan e) pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan”.

Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Dalam SK. Menpora Nomor 053/A/MENPORA/1994 menyatakan Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan pembentukan watak.Olahraga adalah bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh kesenangan rekreasi, kesehatan, kesegaran, dan prestasi optimal (www.arhamsyahban.com/2016/05/pengertian-pendidikan-jasmani-olahraga.html).

Paradigma pendidikan jasmani dan olahraga
1. Paradigma Tradisional
Tim KBK Penjas Direktorat Menengah Kejuruan (2003 :3) mengatakan bahwa “manusia itu terdiri dari dua komponen utama yang dengan sendirinya dapat terpilah-pilah, yaitu komponen jasmani dan rohani (dikhotomi). Pandangan semacam ini mempunyai anggapan bahwa pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan hanya semata-mata mendidik jasmani saja atau sebagai penyeimbang atau penyelaras pendidikan rohani”, dengan perkataan lain pendidikan jasmani hanya sebagai pelengkap saja.
Pandangan seperti di atas bisa menimbulkan salah kaprah seorang guru pendidikan jasmani dalam merumuskan tujuan, program pelaksanaan, dan penilaian. Pada kenyataannya bahwa pelaksanaan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan cenderung mengarah kepada upaya dalam memperkuat badan,
memperhebat keterampilan fisik, atau mengarah pada kemampuan jasmaniah saja mereka lupa bahwa sebenarnya manusia juga terdiri dari unsur rohaniah dan sosial.
2. Paradigma Modern
Pandangan modern sering juga disebut pandangan holistik. Pandangan ini mengganggap bahwa sebenarnya manusia itu bukan terdiri dari bagian-bagian yang terpilah-pilah. Manusia adalah satu kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu menjadi satu. Oleh karena itu pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan tidak hanya berorientasi pada satu komponen jasmaniah saja, tetapi pendidikan jasmani harus dipandang secara utuh dan menyeluruh. 
Tim KBK Penjas Direktorat Menengah Kejuruan (2003 :4) mempunyai anggapan bahwa “ pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh. Pendidikan jasmani modern lebih menekankan pada pendidikan melalui aktivitas jasmaniah didasarkan pada anggapan bahwa jiwa dan raga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan”. Pandangan semacam itu memandang bahwa kehidupan manusia adalah sebagai totalitas.
Dari paradigma diatas memberi gambaran bahwa pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan yang lainnya dan hubungan dari perkembangan tubuh fisik dengan pikiran serta jiwanya. Jadi dengan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sekaligus akan diperoleh tiga aspek, yaitu psikomotorik, afektif, dan kognitif. Itulah yang menjadikan ciri bahwa mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan berbeda dengan mata pelajaran yang lain, tidak ada mata pelajaran lainnya yang seperti mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang mempunyai kepentingan dengan perkembangan manusia secara menyeluruh.
Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga Disekolah
  1. Pembentukan fisik, dengan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan akan dapat mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesehatan serta kebugaran jasmani dan meningkatkan gairah dan keceriaan siswa untuk belajar.
  2. Pembentukan mental dan sosial, bahwa secara mental dan sosial siswa didik akan lebih sportif, mampu mengembangkan kerjasama, lebih toleransi dan lebih berdisiplin dalam melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari.
  3. Pembentukan moral, secara moral menjadi tanggap, jujur, peka dan tulus dalam menghadapi permasalahan dan tuntutan pergaulan sehari-hari.
  4. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 22 tahun 2006 tujuan mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan diberikan di sekolah adalah agar para siswa didik mempunyai kemampuan sebagai berikut:
  • Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktifitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
  • Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
  • Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
  • Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung didalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
  • Mengembangkab sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis.
  • Mengembangkan keterempilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
  • Memahami konsep aktifitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
Menutur buku laporan hasil belajar siswa yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, aspek-aspek yang dinilai pada mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah meliputi: 
  1. Permainan dan Olahraga, 
  2. Aktifitas Pengembangan, 
  3. Uji diri/Senam, 
  4. Aktifitas Ritmik, dan 
  5. Aquatik/Pendidikan luar sekolah.
Manajemen Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga

Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dilaksanakan untuk mencapai indikator-indikator pelajaran dalam pendidikan jasmani dan olahraga yang telah direncanakan sebelum proses pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dimulai. Seorang guru dituntut bisa mengelola tugas-tugas pokok sebagai seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Menurut pakar pendidikan Oemar Hamalik (2001:123-124) mengatakan bahwa: ”peran guru dapat juga sebagai seorang pemimpin, artinya guru berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis”.

Sedangkan menurut Abdul Majid (2007:112) mengatakan ”guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru dapat mengatur siswa berdasarka situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung”. Pendapat lain dari Martinis Yamin (2007:55) menyatakan bahwa: ”peran guru di sekolah mempunyai peran ganda, di pundak merekalah terletak mutu pendidikan. Guru juga sebagai seorang menajerial yang akan mengelola proses pembelajaran, merencanakan pembelajaran, mendesain pembelajaran, melaksanakan aktivitas pembelajaran bersama siswa, dan mengadakan pengontrolan atas kecakapan dan prestasi siswa masing-masing”. Dari uraian di atas menghambarkan bahwa dalam menjalankan tugasnya seorang guru termasuk guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan harus bisa memanaj atau mengatur pembelajarannya, karena apabila guru termasuk didalamnya guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dapat mengatur pembelajarannya dengan baik miscaya hasil yang diharapkan juga akan lebih baik. Sukardi (2006:26) mengatakan ”sebagai seorang guru yang profesional dan harus dilakukan oleh setiap guru di sekolah memiliki lima tugas pokok, yaitu merencanakan, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, menindaklanjuti hasil pembelajaran, serta melakukan bimbingan dan konseling”.

Dari beberapa pendapat di atas bahwa seorang guru termasuk didalamnya guru pendidikan jasmani dan olahraga dalam menjalankan tugas kesehariannya harus bisa mengelola pembelajarannya dengan sebaik mungkin. Karena pengertian manajemen pembelajaran mengandung arti yang sangat luas, maka dalam tulisan ini penulius membatasi tentang pengertian manajemen pembelajaran termasuk didalamnya manajemen pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga adalah sebagai berikut:
Suatu usaha sadar yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dan olahraga dalam melakukan proses belajar mengajar dengan cara merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindaklanjut hasil evaluasi mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. 
Seorang guru pendidikan jasmani dan olahraga dalam melaksanakan manajemen pembelajaran di kelas harus melaksanakan kegiatan yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1) membuat perencanaan pembelajaran, 2) pelaksanaan pembelajaran, 3) melaksanakan evaluasi, dan 4) melaksanakan tindaklanjut hasil evaluasi.
1. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memainkan peran yang sangat penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan melayani terhadap siswanya. Perencanaan pembelajaran juga merupakan langkah awal untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Apabila perecanaan dipersiapkan dengan baik maka tujaun pembelajaran juga akan tercapai dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila perencanaan pembelajaran kurang dipersipakan baik maka pelaksanaan pembelajarannya juga akan kurang baik, sehingga hasil yang diharapkan juga akan kurang baik pula. 
Abdul Majid (2007: 22) mengemukakan, terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran, yaitu:
  • Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
  • Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
  • Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik guru maupun siswa.
  • Sebagai alat ukur efektif dan tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambanan kerja.
  • Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
  • Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran adalah: 1) merencanakan AMP, 2) membuat program tahunan dan program semester, 3) membuat pemetaan, 4) membuat silabus, dan 5) membuat rencana program pembelajaran (RPP).
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu kegiatan inti guru di sekolah. Setelah guru selesai merencanakan pembelajaran maka guru harus melakukan kegiatan berikutnya yaitu mempraktikkan perencanaan yang dibuatnya di dalam kelas atau pelaksanaan pembelajaran. Menurut Moh. Uzer Usman (2006: 4) “pelaksanaan pembelajaran sama artinya dengan kegiatan belajar mengajar yang berarti merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”. 
Kemp (1994: 141-149) membagi beberapa azas yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran, yaitu “1) persiapan sebelum belajar, 2) sasaran belajar, 3) model pembelajaran, 4) susunan materi pembelajaran, 5) perbedaan individu, 6) motivasi, 7) sumber pembelajaran, 8) keikutsertaan, 9) balikan, 10) penguatan, 11) latihan dan pengulangan, 12) urutan kegiatan belajar, 13) penerapan, dan 14) sikap pengajar”. 
Sedangkan Sukardi (2006: 28) mengatakan, “dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru harus benar-benar siap materi, siap mental, siap metodologi, siap media, dan siap strategi pembelajaran. Hal ini akan didapat apabila sebelumnya guru tersebut melaksanakan langkah pertama yaitu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik”. 
Dari beberapa pendapat di atas maka, seorang guru pendidikan jasmani dan olahraga  harus mampu menampilkan diri seprima mungkin saat melaksanakan kegiatan pembelajaran, artinya seorang guru harus menunjukkan kemampuan terbaiknya di depan para siswanya, penjelasannya mudah dipahami, penguasaan keilmuannnya benar, metodologinya menguasai, serta mempunyai strategi pembelajaran yang tepat. Khomsin (2001: 8) berpendapat bahwa “dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah, kemampuan guru dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan”. 
Strategi Pembelajaran
Menurut H.D. Sudjana (2005: 6) “strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan teknik, bentuk media, sumber belajar, pengelompokan peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukatif antara pendidik dengan peserta didik, dan antara peserta didik dan lingkungannya, serta upaya pengukuran terhadap proses, hasil, dan/atau dampak kegiatan pembelajaran”. 
Syaiful Sagala (2007:221) berpendapat bahwa “ konsep dasar strategi belajar mengajar meliputi: (1) menentukan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku belajar, (2) menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar, dan (3) norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar”.
Berikut model strategi pembelajaran dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang dikutip oleh Khomsin dari bukunya Gabbard (1987: 101)
Tahap Pembelajaran
Tahap Intruksional. Tahapan kedua ini sering disebut dengan tahapan pembelajaran atau tahap inti yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum tahapan ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) menentukan materi pokok atau kompetensi dasar yang akan di pelajarai, (3) membahas pokok materi yang telah ditentukan, (4) penggunaan alat bantu atau media pembelajaran, dan (5) menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. 
Tahap evaluasi dan tindaklanjut. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan intruksional. Adapun kegiatan pada tahap ini adalah: (1) mengajukan pertanyaan atau siswa disuruh melakukan kegiatan tentang materi yang telah dipelajarinya, (2) apabila 75 % siswa belum bisa melakukan, maka guru hendaknya mengulangi kembali penjelasan meteri yang telah diberikan (3) guru bisa memberikan tugas-tugas dirumah yang ada hubungannya dengan materi pokok, dan (4) mengakhiri pelaksanaan pembelajaran. 
Muska Moston (1981: 6) seorang pakar pendidikan jasmani mengatakan, “mengajar adalah merupakan sebuah rangkaian yang permanen dari sebuah kejadian yang sudah diputuskan. Keberhasilan dalam mengajar dapat dikembangkan dari sejumlah keputusan yang dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu: (1) pra pertemuan (persiapan), (2) selama pertemua, dan (3) pasca pertemuan”. 
Wahjoedi (2005: 1) memaparkan, “pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan umumnya dilakukan dalam serangkaian dari tiga tahapan, yaitu: pemanasan (warming up), latihan inti, dan pendinginan (cooling down). Latihan inti mendapat porsi waktu terbesar setiap kali pertemuan yaitu 70% sampai 80%, sisanya 10% sampai 15% untuk pemanasan, dan 5% sampai 10% untuk pendinginan”.
3. Evaluasi Hasil Belajar
Langkah ketiga yang harus dilakukan oleh seorang guru setelah melakukan kegiatan pembelajaran adalah melakukan evaluasi pembelajaran. Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan unutuk mendapatkan umpan balik (feet back) atas kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan oleh guru. Dengan evaluasi, kita dapat mengetahui pencapaian standar kompetensi atau pencapaian tujuan yang diharapkan. Selain itu evaluasi juga dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran yang dilakukan, karena seorang guru tidak akan mungkin mengetahui perkembangan siswa didiknya tanpa melakukan evaluasi. 
Menurut Oemar Hamalik (2001: 145-146) “istilah evaluasi sering disebut juga assessment yang mempunyai arti serangkaian kegiatan yang dirancang unutuk mengukur prestasi belajar (achievement) siswa sebagai hasil dari suatu program intruksional”. 
Nana Sudjana (2007: 243) “evaluasi dibagi menjadi dua yaitu: (1) evaluasi proses pengajaran dan (2) evaluasi hasil pengajaran”. Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan guru sebagai bagian integral dari pengajaran itu sendiri, artinya evaluasi harus tidak terpisahkan dengan penyusunan dan pelaksanaan pengajaran, sedangkan evaluasi hasil pengajaran merupakan bentuk hasil akhir dari sebuah pengajaran. 
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi yang harus dilakukan oleh guru adalah evaluasi proses bukan evaluasi hasil, karena evaluasi hasil cenderung mengukur prestasi. Sebuah pembelajaran terutama pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan penampilan gerak dan kesegaran jasmani adalah merupakan tujuan utama dari pembelajaran tersebut. 
Karena evaluasi dapat berfungsi sebagai umpan balik dan remedial pengajaran, apapun hasil evaluasi tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan guru untuk melaksanakan strategi pembelajaran berikutnya, sehingga strategi pembelajaran guru dari waktu ke waktu akan selalu berubah menyesuaikan kondisi lapangan.
4. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi
Setelah dilakukan kegiatan evaluasi, guru kemudian melaksanakan kegiatan berikutnya yaitu tindaklanjut hasil evaluasi, kegiatan ini dimaksudkan untuk perbaikan dan pengayaan, perbaikan dilakukan terhadap anak yang belum mencapai ketutasan belajar, sedangkan pengayaan dilakukan kepada siswa yang sudah mencapai ketuntasan, atau yang sering kita kenal dalam pembelajaran tuntas yaitu dengan istilah program layanan. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2004: 21) mengatakan program layanan dalam pembelajaran tuntas adalah sebagai berikut:
  • Bagi siswa yang belum mencapai skor 75 untuk kompetensi dasar (KD) tertentu, maka siswa yang bersangkutan harus diberi layanan yang berupa program remedial (perbaikan)
  • Bagi siswa yang mencapai skor untuk kompetensi dasar (KD) tertentu antara 75 – 90, kelompok siswa ini perlu diberikan program pengayaan (enrichment).
  • Sedangkan siswa yang skor penguasaan kompetensi dasar (KD) tertentu lebih dari 90, maka siswa tersebut sebaiknya diberikan layanan program percepatan (akselerasi). 
Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2006: 20) mengatakan “sekolah boleh menetapkan atau membuat sendiri kriteria ketuntasan minimum (KKM) boleh lebih rendah atau kalau mungkin boleh lebih tinggi dari 75% dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tingkat kerumitan (kompleksitas), tingkat kemampuan rata-rata siswa, dan tingkat kemampuan sumber daya dukung dari sekolah tersebut.
Program Perbaikan
Menurut Abdul Majid ( 2006: 236) “ yang dimaksud dengan program perbaikan adalah merupakan bentuk khusus dari pengajaran yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Jadi program perbaikan adalah sebuah proses pembelajaran yang bertujuan untuk memperbaiki atau melayani peserta didik yang kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran dengan bentuk mengulangi kompetensi dasar (KD) yang belum dikuasai siswa. Adapun model atau cara yang dapat ditempuh untuk pelaksanaan kegiatan remedial adalah seperti yang diuraikan oleh Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004: 25):
  • Menjelaskan kembali kompetensi dasar (KD) yang bersangkutan dengan penyederhanaan materi.
  • Pemberian bimbingan secara khusus.
  • Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus, yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran regular.
  • Guru dapat memanfaatkan model pembelajaran tutor sejawad (peer tutor)
Program Percepatan
Abdul Majid ( 2006: 243) mengatakan “program percepatan diberikan kepada siswa didik untuk melalui masa belajar di sekolah dengan waktu yang relatif cepat. Sedangan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2004: 31) program layanan percepatan diberikan kepada siswa yang luar biasa cerdas dan mampu menyelesaikan kompetensi-kompetensi secara cemerlang, jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik yaitu (>90). Dengan program percepatan tersebut siswa yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa belajarnya akan lebih optimal, maka siswa yang termasuk dalam kategori ini harus diberikan pelayanan khusus pula agar tetap dapat mempertahankan kecepatan belajarnya.

Foto Bersama Dosen-Dosen Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Daftar Pustaka:
  • Adang, S. 1993. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Yayasan Kesuma Karya, (1940): 1–15.
  • Pane, A. & Darwis Dasopang, M. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Fitrah:Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 3(2): 333.
  • Bucher, Charles A., and Krotee, Marc L. 2002. Management of Physical Education and Sport, McGraw-Hill, Boston.
  • Davis, Howard M. 1993. Basic Concept of Sport Information, Jeste Publishing Co., East Longmeadow.
  • https://www.arhamsyahban.com/2016/05/pengertian-pendidikan-jasmani-olahraga.html 
  • Krotee. March L dan Charles A Bucher. 2002. Management of Physical Education and Sport, Mc Graw Hill Press.
  • Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1993. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, CV. Haji Masagung, Jakarta.
  • Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). 1999. Sistem Manajemen Nasional (Simenas), Lemhannas, Jakarta.
  • Lewis, Guy, and Appenzeller, Herb. 1985. The Susccesful Sport Management, The Michie Company Law Publishers, Charlottesville, Virginia.
  • Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. 1994. Pola Dasar Pembangunan Olahraga, Kantor Menpora, Jakarta.
  • Siagian, Sondang P. 1998. Filsafat Administrasi, CV Haji Masagung, Jakarta.
  • Sagala, Saeful. 2000. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta. 
  • Sudjana, H.D. 2000. Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production.
  • Terry, George. R. 1986. Asas-asas Manajemen. (terjemahan). Bandung: Alumni.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Jakarta, 2007. 

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block