Thursday 4 June 2020

MEMAKSIMALKAN TEKNOLOGI INFORMASI DI TENGAH PANDEMI

MEMAKSIMALKAN TEKNOLOGI INFORMASI DI TENGAH PANDEMI

- Arham Syahban -

Keywords: teknologi informasi, covid-19.
Hosting Murah dengan link ke ​https://www.qwords.com/  
Cek Domain dengan link ke ​https://www.qwords.com/domain-name/ 

Dalam rangka menanggulangi  wabah covid-19 yang semakin meluas penyebarannya di hampir seluruh negara yang ada di dunia,  beberapa negara mulai melaksanakan physical distancing atau pembatasan sosial baik skala kecil maupun skala besar. Kondisi ini mewajibkan kita agar tidak melakukan kontak fisik secara langsung dengan menjaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain dan juga berusaha untuk tidak bepergian ke tempat kerumunan orang banyak. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu pencegahan dan untuk mengendalikan penyebaran wabah covid-19.  Alhasil orang-orang saat ini mulai melakukan segala aktifitasnya dari rumah.

Di masa pandemi ini secara tidak langsung dapat kita lihat bahwa manusia sangat bergantung dengan teknologi informasi untuk bertahan hidup. Karena tidak dapat kita pungkiri di tengah pandemi ini  seluruh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, seperti: berbelanja, belajar,  bekerja dan mencari pekerjaan, semua dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi

Memanfaatkan teknologi informasi menjadi pilihan satu-satunya dimasa pandemi ini agar rutinitas kita dapat tetap berjalan seperti biasa. Meskipun teknologi informasi tidak dapat mencegah timbulnya pandemi covid-19, akan tetapi dengan pesatnya teknologi informasi dapat membantu manusia untuk mencegah dan mengurangi dampak penyebaran covid-19. Seperti pemerintah yang menggunakan teknologi informasi untuk memperingatkan, mendidik, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat kita informasi mengenai wabah covid-19.

Saya melihat pada masa pandemi ini banyak orang memanfaatkan teknologi informasi bukan hanya sekedar sebatas  untuk mendapatkan informasi tentang wabah covid-19 yang sekarang melanda di hampir seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, orang-orang juga saat ini mulai mengoptimalkan teknologi informasi dengan ramai-ramai belajar bahasa pemprograman, membuat website, membuat you tube, membuat blog dan membuka lapak online secara otodidak. Bahkan yang lagi trend dan sangat digandrungi saat ini yaitu semakin maraknya orang-orang mengadakan web seminar (webinar) yang temanya berhubungan mengenai covid-19.   

Situs aplikasi teleconfrence seperti zoom cloud meeting, google meet, google duo, skype dan sebagainya, menjadi primadona dalam pemanfaatan teknologi informasi di tengah pandemi ini. Aplikasi–aplikasi teleconfrence tersebut memungkinkan kita berkoneksi dengan bertatap muka dengan orang lain dari berbagai tempat di dunia dengan jumlah orang yang sangat banyak. Aplikasi-aplikasi tersebut juga selain digunakan di PC atau laptop kita juga dapat menggunakannya di smartphone.

Media sosial seperti facebook, twitter, instagram yang dulunya hanya untuk mencari teman dan terhubung dengan teman dari berbagai belahan dunia, di tengah pandemi ini medsos juga digunakan secara optimal  untuk menghasilkan passive income. Orang-orang mulai mengembangkan akun media sosial yang mereka miliki dengan bekerjasama dengan platform-platform online yang tersedia dan memulai meraup keuntungan dari akun media sosial mereka sendiri. 

Tidak jauh berbeda dengan aplikasi pesan instan smartphone yang setiap hari kita gunakan seperti; whatsapp, line dan telegram. Dengan semakin canggihnya fitur-fitur yang ada pada aplikasi pesan instan tersebut, sekarang fungsinya bukan hanya sekedar chatting biasa saja, tetapi orang-orang saat ini memaksimalkan pemanfaatannya dengan melakukan bisnis online untuk memperoleh keuntungan finansial melalui aplikasi-aplikasi pesan instan tersebut.

Pemanfaatan teknologi informasi secara masif di masa pandemi ini merupakan sesuatu yang baik karena orang-orang yang dulunya ‘gaptek’ sekarang menjadi minoritas. Bahkan orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki keterampilan menggunakan teknologi informasi, sekarang semakin ahli dan semakin terasah di bidangnya masing-masing. 

Meskipun pemanfaatan teknologi informasi sangat membantu pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehari-hari,  akan tetapi dalam pengaplikasiannya kita juga menghadapi beberapa kendala yang mungkin semua orang termasuk saya merasakan hal yang sama, seperti: kita harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membeli paket data, membayar tagihan listrik, dan biaya membeli softwere dan hardwere

Hal lain yang mungkin perlu diperhatikan adalah ancaman keamanan dari kebocoran data saat menggunakan internet, maraknya berita-berita hoaks yang beredar di tengah pandemi ini sampai ancaman kesehatan tubuh, karena pada situasi ini kita harus nongkrong seharian didepan layar komputer ataupun handphone

Namun kendala tersebut tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk tidak tanggap akan perkembangan teknologi karena menurut saya teknologi diciptakan untuk membantu memudahkan pekerjaan manusia. Jadi, jangan khawatir akan menggunakan teknologi informasi secara optimal, selama kalian berhati-hati dan tidak melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berlaku.

Terlepas dari semua itu, ‘siap tidak siap’ kita semua harus belajar menghadapi semua kendala akibat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba pada masa yang tidak pernah kita duga sebelumnya ini. Meskipun penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sangat sulit kita rasakan di tengah pandemi ini, tetapi dengan adanya bantuan teknologi informasi memberikan peluang dan memungkinkan manusia dapat beradaptasi dengan baik untuk mengembangkan diri juga menghasilkan ide-ide serta karya-karya fenomenal guna membantu dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. 

Harapan kita semua semoga wabah covid-19 segera menghilang di muka bumi ini agar kita dapat melaksanakan aktifitas seperti dulu lagi. Mari kita mengambil bagian dalam mencegah penularan covid-19 dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan bijak,  tetap melaksanakan physical distancing dan menjaga pola hidup sehat dengan rajin cuci tangan serta menjaga kebersihan diri. 



Wednesday 13 May 2020

THE CHALLENGES OF PHYSICAL EDUCATION TEACHERS IN COVID-19 EMERGENCY

THE CHALLENGES OF PHYSICAL EDUCATION TEACHERS IN COVID-19 EMERGENCY

arham syahban

ARHAM SYAHBAN

Doctoral Candidate PPs Jakarta State University
LPDP BUDI-DN 2019 Awardee
Lecturer of STKIP Paris Barantai Kotabaru

The implementation of physical distancing during the corona period has an impact on the process of teaching physical education at every level of education in Indonesia. Physical education teachers at all levels of formal education must now carry out WFH (work from home) in carrying out the teaching process to suppress the spread of Covid-19 so as not to become more widespread in the country.

The Minister of Education and Culture's suggestion, Nadiem Anwar Makarim said that for regions that have learned from home, it is certain that the teacher also teaches from home because teacher safety is very important. Implementation of WFH (work from home) becomes a challenge for Physical Education teachers to continue to carry out the process of teaching physical education by Distance Learning (distance learning) / distance learning in a time we never imagined before.

The Mendikbud Directives which emphasize online are carried out to provide meaningful learning experiences for students, without being burdened with the demands of completing all curriculum achievements for grade and graduation. Related to this, Physical Education teachers who normally carry out the teaching process in the outdoor and indoor fields at school, must now quickly adapt to the process of teaching physical education through distance learning online systems from home.

Some time ago I had a discussion with several Physical Education teachers using the Zoom Meeting application related to what was their obstacle in the teaching process in distance learning that they had carried out so far. As a result, some physical education teachers get some obstacles in the distance learning process that they carry out.

Common obstacles faced by Physical Education teachers in implementing this distance learning include; (1) electronic teaching media facilities (computers, laptops, android mobiles, etc.), not all physical teachers have, (2) it cannot be denied that there are also physical education teachers who cannot use electronic teaching media in the form of hardware and software properly (3) limited internet access in each Physical Education area is domiciled (4) So far Physical Education teachers are also confused about choosing and utilizing technology or online learning platforms that can meet the teaching of physical education.

Not only that, but physical education teachers must also ensure the physical education teaching process using Distance Learning (PJJ) which is implemented is able to improve motor skills and functional values that include cognitive, affective, and social aspects. The subject matter must be carefully arranged so that the learning experience of physical education can satisfy the developmental needs of students' movements.

In responding to this challenge, it is important to note that the scope of physical education is very broad, enabling physical education to be carried out anywhere, meaning that it is not limited to adequate space or infrastructure. Anyone can get involved in participating in providing physical education. Parents at home, for example, can provide instructions on how to hold badminton rackets properly.

In distance learning the Physical Education teacher functions as a director of learning who does more management tasks than deepening the material. The responsibility of physical education teachers is very large in fulfilling their teaching duties so that the goals and objectives of physical education which are supporting national education goals can be achieved.

The challenges of physical education teachers in carrying out their services are broadened again, the role of physical education teachers is truly tested to answer this challenge as professionals who are not only to educate, teach, guide, direct, train, and evaluate students, but also relate to personalities can be a trigger for the success of students in this pandemic.

Wednesday 6 May 2020

Pendidikan Jasmani Indonesia dari Masa ke Masa

Azas, Falsafah dan Sejarah Penjas

Sejarah perkembangan Keolahragaan di Indonesia secara hystoris dapat kita bagi menjadi tiga masa, yakni: Pada masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa Orde Baru 

Pendidikan Jasmani di Masa Penjajahan 
Perkembangan Keolahragaan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh kekuasaan belanda ketika pada masa itu bangsa belanda menduduki Indonesia. Diyakini bahwa aspek-aspek keolahragaan berasal dari keolahragaan yang berkembang dilingkungan militer Belanda pada masa itu. Keolahragaan Belanda sendiri pada masa penjajahan saat itu dipengaruhi oleh sistem olahraga yang berkembang di Eropa. Makanya di Indonesia saat ini kita mengenal beberapa macam sistem keolahragaan seperti; sistem Jerman, sistem Swedia dan sistem Austria. 

Keolahragaan Sistem Jerman yang diciptakan oleh Johann Friedrich Guts Muths (1759-1839) masuk dan berkembang di negeri Belanda pada permulaan abad ke-19. Kemudian tahap perkembangan selanjutnya, masuk pula sistem Jerman yang diciptakan oleh Jahn, Spiess, dan Maul ke negeri Belanda. Pengaruh-pengaruh ini selanjutnya digunakan oleh Belanda mula-mula hanya dalam kalangan militer, tetapi kemudian masuk juga disekolah-sekolah dan masyarakat. Oleh karena militer dalam penjajahan Belanda di Indonesia banyak mempunyai pengaruh, maka akhirnya di Indonesia sistem Jerman ini berkembang tidak hanya di lingkungan militer, tetapi lingkungan sekolah bahkan lingkungan masyarakat. 

Keolahragaan sistem Swedia milik Per Hendrik Ling yang mula-mula dibawa oleh para perwira kesehatan angkatan laut Belanda, Dr. H.P. Minkema. Sistem ini masuk pula ke sekolah-sekolah dan pada tahun 1919-1920 M mulai diadakan kursus-kursus untuk guru-guru dan sekolah-sekolah dilengkapi perlengkapan latihan sistem Swedia tersebut.  Karena sistem Swedia dianggap tidak sesuai dipandang dari segi pendidikan maka sistem tersebut terdesak oleh sistem Austria yang dianggap lebih cocok dari segi pendidikan dan ilmu jiwa.

Keolahragaan Sistem Austria diciptakan oleh Gaulhofer dan Streitcher, didorong oleh keadaan anak-anak akibat perang yang memerlukan perubahan pendidikan. Sistem Austria berpangkal pada anak, “vom kinde aus” dengan memperhatikan pedagogik dalam menyajikan latihan-latihannya. Latihan disusun secara sistematik dengan kategori berjenjang: normalisasi, pembentukan, prestasi, dan seni gerak. Setiap latihan harus mempunyai bentuk dan isi. Bentuk ditentukan oleh keadaan tubuh dan kemampuan, sedangkan isi memberikan arti dari latihan yang diberikan.

Karena sistem Austria ini sesuai dengan kemajuan zaman, maka sampai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia, sistem tersebut tetap digunakan di sekolah-sekolah, bahkan guru-guru yang dididik antara tahun 1950-1960, masih menerima pelajaran sesuai dengan gagasan Gaulhofer dan Streicher. Selain sekolah senam dan sport militer di Bandung (1922), sebelum perang dunia II, di Surabaya juga didirikan suatu Lembaga Pemerintahan untuk mendidik guru-guru olahraga yaitu G.I.V.L.O (Gemeentelijk institute Voor Lichamelijke Opvoeding), dan pada tahun 1941M didirikan pula suatu lembaga untuk mendidik gugu-guru olahraga, Scademisch Instuut voor lichamejke Opvoeding, disingkat AILO, di Surabaya. 

Menghayati kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah Jepang, olahraga pada waktu itu dimanfaatkan oleh Jepang untuk: 
  • Memperkenalkan olahraga militer, 
  • Memperkuat fisik dan mental para pemuda; 
  • Sebagai tontonan yang rekreatif, 
  • Menyalurkan kegiatan pemuda atau masyarakat ke arah positif agar terlena dari alam penjajahan, 
  • Memperkenalkan kebudayaan Jepang, khususnya olahraga Sumo, Judo, Karate, dan olahraga-olahraga kecil lainnya versi Jepang.

Di sekolah dan di masyarakat olahraga digalakkan agar murid-murid dapat mempelajari olahraga yang dikehendaki oleh Jepang. Jepang mengumpulkan guru-guru yang berijazah “Normal School” “Kweekschool” atau guru-guru lainnya untuk mengikuti kursus khusus bagi guru olahraga agar dapat mengajarkan olahraga wajib. Materi pelajaran olahraga di sekolah yang diberikan adalah:
  1. Olahraga wajib: senam pagi, kyoren (baris-berbaris), cara bertempur dengan bayonet (alatnya senapan dari kayu), dan kakeas (lari)
  2. Olahraga tidak wajib: pelaksanaannya diseduaikan dengan fasilitas yang ada. Para murid diperkenalkan olahraga judo, sumo, dan karate serta permainan-permainan asal jepang misalnya menyumbangkan tiang bendera yang dibuat dari batang pinang. Selain itu permainan rakyat: pukul bantal di atas batang pinang lomba membawa kelapa, panjat pinang. Olahraga sepakbola, bola tangan, dan bola keranjang juga diajarkan di sekolah, bahkan sering dipertandingkan.
Pada masa kedudukan jepang, sekolah-sekolah di Indonesia tiap pagi diwajibkan bersenam dan pada waktu-waktu tertentu bersama-sama pegawai dan tentara Jepang senam (taiso) atau melakukan senam diiringi dengan radio dan lagu (razio taiso) di lapangan terbuka. Kegiatan senam ini menjadi masalah karena dilaksankan dengan setengah paksaan dari pihak Jepang

Melalui pendidikan olahraga di sekolah, para siswa belajar baris-berbaris, perang-perangan dengan senapan bersangkur (tiruan) dan latihan fisik lainnya yang berat-berat termasuk gotong royong, gali lubang perlindungan, membabat lapangan terbang, mencangkul kebun. Demikian pula latihan-latihan disiplin baik di sekolah maupun pada berbagai latihan yang diberikan oleh Jepang kepada kelompok-kelompok tertentu membentuk pemuda Indonesia menjadi pemuda yang mempunyai daya tahan tinggi dan siap menghadapi berbagai kesukaran. Hal inilah yang menguntungkan dan sangat membantu manakala bangsa Indonesia menghadapi Belanda, yang ingin menjajah kembali di tanah air kita.


Pendidikan Jasmani  di Masa Kemerdekaan (1945-1967)
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Pemerintah c.q. Kementerian Pendidikan dan Pengajaran, mempropagandakan penyelenggaraan latihan-latihan dan rehabilitasi fisik dan mental yang telah rusak selama penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Penyelenggaraan olahraga di sekolah-sekolah mulai digalakkan. Di setiap provinsi diusahakan pembentukan inspeksi-inspeksi Pendidikan Jasmani, antara lain di sumatera utara, sumatera tengah, Jawa Barat, Jateng, Yogya/Solo, dan Jawa timur.

Terbentuknya Kabinet yang pertama pada Tanggal 19 Agustus 1945, Kementerian Pendidikan Pengajaran membentuk suatu lembaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pengurusan di bidang keolahragaan di sekolah, yaitu Inspeksi Pendidikan Jasmani. Inspeksi Pendidikan Jasmani adalah organisasi di bawah Jawatan Pengajaran. Olahraga di masyarakat diurus oleh lembaga di bawah Jawatan Pendidikan Masyarakat. Kementerian Pengajaran dalam melaksanakan tugas di bidang pembinaan dan pengembangan fisik adalah;  
  1. Menyelenggarakan latihan-latihan fisik di kalangan pemuda lndonesia untuk mencapai dan memperoleh kondisi badan yang prima, juga guna persiapan memasuki angkatan perang yang pada waktu itu sangat diperlukan; 
  2. Mengusahakan rehabilitasi fisik dan mental bangsa Indonesia agar dapat berperan serta di forum internasional.
  3. Membangun kembali cabang-cabang olahraga yang tersebar dan bercerai berai.
  4. Membentuk organisasi Induk Cabang Olahraga yang belum tersusun
  5. Menerbitkan majalah “Pendidikan Jasmani” dengan simbol obor menyala dan lima gelang.
  6. Mempersiapkan Pekan Olahraga Nasional ke-1.
Bekal konsepsi-konsepsi yang telah dirintis dan pengalaman-pengalaman keolahragaan mulai tahun 1945- akhir tahun 1949 yang telah dimiliki Indonesia dijadikan titik tolak untuk mengembangkan olahraga dan menetapkan sistem pembinaan keolahragaan Indonesia, yakni:
  1. Keolahragaan di lingkungan masyarakat, dibina oleh masyarakat sendiri, dengan bimbingan dan pengawasan oleh pemerintah.
  2. Keolahragaan di lingkungan sekolah, dibina langsung oleh pemerintah.
  3. Keolahragaan di lingkungan sekolah pelaksanaan pengaturan, pengurusan dan pembinaan langsung dipegang oleh pemerintah, yaitu ditugaskan kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani. 
  4. Keolahragaan di lingkungan sekolah ini masih tetap diberi nama Pendidikan Jasmani. Dalam hubungannya dengan peningkatan mutu prestasi olahraga bangsa Indonesia, pendidikan jasmani hanya merupakan dasar dan pencarian bibit, yang akan dikembangkan lebih lanjut di lingkungan masyarakat nanti.
Tujuan dari Pendidikan Jasmani ini lebih dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1950, tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah-sekolah. Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut: “Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan batin, diberikan di segala jenis sekolah”.

Pemerintah dalam hal mencapai tujuan olahraga di sekolah telah menetapkan bahwa pendidikan jasmani tetap merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai dari sekolah taman kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Cabang-cabang olahraga yang diberikan di sekolah itu terdiri dari: Senam, atletik, permainan dan renang, dengan disesuaikan pada keadaan fasilitas yang tersedia.

Sebagai pendorong bagi para pelajar untuk giat melaksanakan pendidikan jasmani dan olahraga, serta alat pengontrol bagi guru dan pemerintah tentang hasil pelajarannya, maka pemerintah menentukan adanya dua jenis kegiatan yaitu:
  • Ujian ketangkasan olahraga bagi pelajar 
Ujian olahraga yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani, terdiri dari:
Atletik: Tingkat A, B, dan C masing-masing dengan syaratnya sendiri-sendiri
Renang: Tingkat A, B, dan C masing-masing dengan syaratnya sendiri-sendiri.
  • Perlombaan olahraga antar sekolah.
Perlombaan antar sekolah yang diatur oleh pemerintah itu meliputi berbagai macam cabang olahraga, dan yang terkenal pada waktu itu adalah adanya Pancalomba Sekolah Lanjutan. 
Untuk mendorong semangat belajar para pelajar dalam bidang keolahragaan dan untuk usaha meningkatkan mutu prestasi olahraga di kalangan pelajar, telah diadakan puncak-puncak kegiatan olahraga di kalangan sekolah lanjutan dengan bentuk Pancalomba. Pancalomba yang pertama diadakan pada tahun 1952 di Semarang, dan Pancalomba yang kedua diadakan pada tahun 1954 di Surabaya.
Tujuan Keolahragaan membangun bangsa dan manusia Indonesia baru dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya  pada tahun 1962 dengan Keputusan Presiden No. 131 tahun 1962 dibentuk Departemen Olahraga yang diberi tugas pokok untuk mengatur mengkoordinir, mengawasi, membimbing dan dimana perlu menyelenggarakan:
  1. Semua kegiatan dan usaha olahraga, termasuk pendidikan jasmani di sekolah-sekolah rendah maupun Perguruan-perguruan Tinggi di seluruh tanah air.
  2. Pendidikan tenaga-tenaga ahli olahraga, seperti guru olahraga, pelatih olahraga dan tenaga-tenaga ahli olahraga lainnya yang diperlukan oleh Departemen Olahraga.
  3. Pembangunan, penggunaan dan pemeliharaan lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan olahraga di seluruh tanah air.
  4. Pembangunan industri Nasional alat-alat olahraga dan atau mengimport alat-alat olahraga serta pengedaran dan penggunaannya di dalam masyarakat.
  5. Pengiriman olahragawan dan tim olahraga serta ahli-ahli olahraga Indonesia atau tim olahraga serta ahli-ahli olahraga dari luar negeri ke Indonesia.
  6. Pendidikan atau riset di bidang olahraga dan penyelenggaraan usaha-usaha di bidang sport medicine
  7. Persiapan-persiapan dan penyelenggaraan Asian Games ke IV di Jakarta (1962).
  8. Kegiatan usaha-usaha lain di bidang olahraga baik yang bersifat nasional maupun internasional.

PON I 1948 di Solo merupakan rangsangan bagi para mahasiswa di Yogyakarta untuk mengadakan Pekan Olahraga antar Perguruan Tinggi. Suwarno mahasiswa UGM, yang turut dalam PON II di Jakarta (Oktober 1951) menggunakan kesempatan tersebut untuk membicarakan gagasan tersebut dengan rekan-rekannya sesama mahasiswa diperkampungan peserta PON II. Gagasan tersebut disepakati oleh mahasiswa dari Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya.

Beberapa hal yang penting dalam menggalakkan olahraga, Dewan Asian Games antara lain menggariskan dasar tujuan gerakan olahraga, yaitu:
  1. Dasar dan tujuan gerakan olahraga di Indonesia dalah untuk membangun olahraga sedemikian rupa, sehingga menjadi alat perjuangan bangsa Indonesia guna mencapai tujuan Revolusinya, yang mempunyai dua segi cita-cita: (a) Nasional, (b) Internasional.
  2. Cita-cita nasional yang meliputi bidang politis, sosial, ekonomi, kultural meletakkan kepada semua alat perjuangan satu kewajiban supaya mengabdikan segala kekuatannya kepada penyempurnaan negara kesatuan dan pembentukan masyarakat adil dan makmur. Olahraga dalam hal ini dapat menyumbangkan kekuatannya untuk: (a) Membangkitkan semangat kebangsaan, (b) Mempertinggi kekuatan jasmaniah rokhaniah seluruh rakyat guna memulihkan keamanan diseluruh tanah air, membebaskan Irian Barat memperbesar produksi, memperhebat pembangunan semesta, dan memperlancar penyelenggaraan usaha-usaha lain dibidang sosial ekonomis dan pertahanan negara, (c) memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan memupuk jiwa gotong royong, serta kepribadian Indonesia, (d) Memperbesar rasa kemampuan dan kepercayaan pada kekuatan sendiri, (e). Mempertinggi daya tahan mental dan spiritual serta keuletan bangsa, dan (f) Dalam keseluruhannya membangun bangsa dan manusia Indonesia baru.
  3. Cita-cita Internasional, yang bertujuan membangun dunia baru meletakkan kewajiban kepada seluruh bangsa Indonesia supaya bergerak di tengah-tengah bangsa-bangsa dengan menyebarkan pengertian-pengertian tentang pandangan hidup Pancasila, manifestasi politik dan kepribadian Indonesia untuk meyakinkan semua bangsa, bahwa Pancasila dapat menjadi landasan universal untuk membentuk persahabatan di antara semua bangsa dan perdamaian yang kekal abadi. Dalam hal ini olahraga dapat memberikan sumbangan untuk: 
  • Menimbulkan simpati dunia terhadap Indonesia dengan prestasi-prestasi olahraga yang penting, 
  • Membangkitkan rasa persahabatan dengan sikap dan budi yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang penuh jiwa gotong royong dan semangat perdamaian.

Pendidikan Jasmani di masa Orde Baru (1968-1998)
Departemen olahraga dibubarkan pada tahun 1966 dan setelah itu olahraga diusahakan dikembalikan kepada proporsi dan fungsi yang sebenarnya, yaitu merupakan kewajiban kegiatan manusia yang mutlak diperlukan dalam kehidupannya sesuai dengan kodrat Ilahi serta merupakan salah satu sarana yang untuk mencapai cita-cita hidup sesuai dengan falsafah yang dianutnya. 

Tujuan dari pada olahraga dalam fase ini, sesuai dengan dasarnya adalah: untuk mengambil bagian dalam pembangunan dan modernisasi bangsa dan negara dengan segala aspek-aspeknya, memelihara persatuan dan untuk mencapai cita-cita membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan seperti dikehendaki oleh Pembukaan dan isi Undang- Undang Dasar 1945, yaitu:
  1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama;
  2. Mempertinggi kecakapan dan keterampilan;
  3. Membina/memperkembangkan physik yang kuat dan sehat.
Sistem pembinaan olahraga di lndonesia diatur sebagai berikut:
  1. Pemerintah tetap sebagai penanggung jawab terhadap olahraga/gerakan olahraga Indonesia dengan memberikan keleluasaan terhadap rakyat untuk ikut turut serta dalam pembinaan olahraga/gerakan olahraga dengan ketentuan olahraga tidak boleh menyimpan dari kebijaksanaan pemerintah.
  2. Dengan ketentuan itu maka terdapat Badan Pembina Olahraga/Gerakan Olahraga yang bersetatus Pemerintah non-Pemerintah (Swasta) yang secara struktural badan-badan tersebut diselaraskan dengan tata susunan Pemerintah dari Pusat sampai ke daerah-daerah.
  3. Adanya kesatuan falsafah dan pengertian yang sama tentang olahraga, secara adanya kesatuan pimpinan dan kesatuan usaha.


Badan-badan Olahraga/Gerakan Olahraga dari Pemerintah adalah badan-badan yang diadakan oleh Pemerintah sebagai aparatur pemerintah dalam bidang pembangunan bangsa, khususnya di bidang fisik dan mental, persatuan dan kesatuan bangsa serta mewujudkan persahabatan antar bangsa dan negara dengan olahraga sebagai/sarana badan-badan itu antara lain adalah:
1) Pemerintah Pusat dan Daerah dengan segenap aparaturnya;
2) Direktorat Jendral Olahraga dengan segenap eselon bawahannya;
3) Pusat-Pusat Pendidikan ABRI.
Gerakan Olahraga di lndonesia sesuai dengan tujuannya diberikan secara meluas merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Meskipun diadakan dua golongan Badan Pembina Olahraga yaitu Pemerintah dan Non Pemerintah, tetapi pada hakekatnya meliputi seluruh rakyat. Dengan demikian terdapat golongan-golongan:
  1. Masyarakat tani, nelayan dan pekerja-pekerja lainnya dalam masyarakat pedesaan.
  2. Anak-anak Pra-sekolah, Sekolah Dasar, Pelajar SLTP/SLTA dan Mahasiswa;
  3. Golongan rakyat yang bertugas dalam bidang pertahanan/keamanan (ABRI);
  4. Golongan Pegawai, Pegawai Pemerintah, semi pemerintah daan swasta;
  5. Golongan wanita
  6. Golongaan tuna dalam masyarakat, seperti para penderita cacat para nara pidana dan lain sebagainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Olahraga Dep. P & K mendapat tugas dan wewenang dari pemerintah untuk mengorganisir seluruh kegiatan olahraga badan-badan pembina olahraga pemerintah dan non pemerintah baik di pusat dan di daerah. Pembinaan yang dilakukan oleh badan pemerintah ini terutama ditujukan kepada pemasalan olahraga, mensosialisasikan olahraga di kalangan masyarakat, dan usaha mencari bibit olahragawan, yang nantinya dibina lebih lanjut melalui organisasi olahraga, yang nantinya lebih lanjut melalui organisasi di bawah bimbingan dan pengawasan KONI. 

Makin kecil lembaga yang menangani suatu kegiatan/bidang, berarti makin kecil juga ruang gerak kegiatan tersebut. Pada tahun 1971, lembaga terendah yang mengelola olahraga bukan lagi Direktorat, demikianlah halnya sampai pada tahun 1983, ketika keluar Kepres No. 25 tahun 1983 di mana antara lain ditetapkan kedudukan tugas pokok dan fungsi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga yakni: 
  1. Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan Pemerintah mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan masalah pembinaan dan pengembangan generasi muda dan olahraga;
  2. Merencanakan segala sesuatu secara teratur dan menyeluruh dalam rangka perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut (point a di atas).
  3. Mengkoordinasikan kegiatan di bidang generasi muda dan olahraga dan berbagai Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di daerah, guna tercapainya kerjasama yang serasi, teratur, bulat dan mantap dalam rangka pelaksanaan program Pemerintah secara menyeluruh;
  4. Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan yang tata caranya diatur lebih lanjut antara MENPORA dengan Menteri yang bersangkutan;
  5. Mengkoordinasikan kegiatan Komite Olahraga Nasional Indonesia dan Yayasan/ Lembaga-Lembaga Olahraga lainnya di Pusat dan Daerah;
  6. Menyampaikan kepada Presiden laporan dan bahan keterangan serta saran-saran dan pertimbangan di bidang tanggung jawabnya.

Latar belakang Keppres No. 25 tahun 1983 mengenai ditetapkan Menteri Negara yang mengkoordinir kegiatan olahraga adalah;
  1. Pidato Presiden tanggal 19 Januari 1981 di depan peserta Musyawarah Keolahragaan Nasional ke IV menyatakan bahwa: Kegiatan olahraga perlu ditingkatkan dan disebarluaskan sesuai dengan panji olahraga nasional “Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat
  2. Untuk melaksanakan amanat Presiden tersebut, usaha memasyarakatkan olahraga disusun konseptual, terencana dan terarah atas dasar akidah yang tepat sehingga kegiatan dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
  3. Kembali kepada apa yang diucapkan Pimpinan Nasional kita Bung Karno pada tahun 1902 yakni: “Dedication of life” para pengemban olahraga dalam menghadapi kancah perjuangan serta gelombang badainya keolahragaan.

Sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) maka pada tahun 1984 telah dihasilkan beberapa langkah-langkah dalam membenahi kembali keolahragaan di Indonesi antara lain:
  • Keputusan Presiden No. 17/1974 mengenai Jam Krida Olahraga Pegawai Negeri Sipil, Anggota karyawan Badan Usaha dan Bank Milik Negara, Karyawan Perusahaan dan Bank Milik Daerah, Pelajar dan Mahasiswa diselenggarakan tiap hari Jum'at selama 30 menit.
  • Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik lndonesia tanggal 9 September 1983 maka diselenggarakan kegiatan olahraga diseluruh tanah air sebagai acara memperingati Hari Olahraga Nasional tersebut dan puncak kegiatan jatuh pada tangggal 9 September 1983. Dalam hal ini Menteri Negara Pemuda dan Olahraga menganjurkan olahraga itu bersifat masal, murah, meriah, dan menarik.
  • Pemerintah memperbaharui Keppres No. 57 tahun 1967 dengan Keppres No. 43 1984 mengenai kedudukan dan tugas Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Dengan demikian maka jika dahulu KONI wajib memperhatikan petunjuk Menteri P & K maka sejak Juli 1984, KONI memperoleh dan wajib memperhatikan petunjuk MENPORA.
  • Olahraga profesional juga ditata kembali. Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1971 diperbaharui dengan Keppres No. 18/1984 dengan pertimbangan bahwa:
  1. Usaha untuk meningkatkan kegiatan dan semangat olahraga dengan penuh sportivitas merupakan salah satu sarana dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional;
  2. Dalam rangka peningkatan prestasi olahraga, khususnya olahraga profesional, diperlukan usaha-usaha pembinaan dan pengembangan sesuai dengan perkembangan olahraga profesional, dan harkat martabat bangsa Indonesia.
  • Dalam rangka memberikan dorongan untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya pemerintah memandang perlu memberikan tanda penghargaan. Berdasarkan keputusan MENPORA No.0022/MENPOA/1984 maka sejumlah atlet-atlet yang telah mencapai prestasi kurang dari 241 orang atlet telah menerimanya dengan perincian:
a) 37 orang menerima penghargaan tinggkat I
b) 59 orang menerima penghargaan tingkat II
c) 146 orang menerima penghargaan tingkat III
  • Untuk lebih memantapkan kegiatan/usaha keolahragaan, diterbitkan surat keputusan bersama Menteri P & K dan Menpora pada tanggal 4 oktober 1984, keputusan tersebut berisi seberapa jauh tanggung jawab kedua Menteri dalam pengelolaan:
  1. Pendidikan jasmani dan olahraga sekolah/Perguruan Tinggi;
  2. Lembaga Pendidikan Guru/Pendidik/Pelatih/peneliti dan tenaga ahli lain dibidang olahraga (pendidikan formal);
  3. Kesegaran jasmani dan rekreasi;
  4. Pusat llmiah Olahraga;
  5. KONI, Yayasan Gelora Senayan dan Badan Pembina Olahraga;
  6. Pekan Olahraga Pelajar/Mahasiswa, Pekan Olahraga dan Seni pelajar/di dalam dan di luar negeri.
  7. PORDA, PON, SEAGAMES, Asean Games, Olimpic Games, World Games di dalam dan di luar negeri;
  8. Pusat pendidikan dan latihan pelajar cabang/olahraga tertentu;
  9. Penerapan dan promosi olahraga serta peningkatan kegiatan olahraga dalam masyarakat (Panji Olahraga).
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SEKOLAH DARI MASA KE MASA
Perkembangan sejarah pendidikan jasmani di sekolah sebagai berikut:
1945– 1950 : masa gerak badan
1950– 1961 : masa pendidikan jasmani
1961– 1966 : masa olahraga
1966 – 1977: masa olahraga pendidikan 
1978- sekarang: masa pendidikan olahraga dan penjaskes

Masa Gerak Badan (1945 – 1950)
Pemerintah Republik Indonesia menyadari pentingnya pendidikan untuk pembangunan bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya “gerak badan di sekolah”. Pada waktu itu di sekolah diberikan permainan, atletik, senam, dan untuk sekolah menengah tinggi (sekarang SMA), ditambah latihan militer.

Masalah-masalah yang mendapat perhatian khusus antara lain dapat disebut; gerak badan untuk anak perempuan dilaksanakan terpisah; perlunya nasehat dokter, bahan pengajaran diambil dari permainan dan kesenian nasional, perlunya music, kepanduan, pencegahan ekses dalam perlombaan serta perlunya pemerintah membiayai kegiatan, perlunya lapangan olahraga disetiap sekolah perlunya menolong sekolah partikulir dan perlunya mengadakan kursus kilat bagi guru-guru.

Masa Olahraga (1950 – 1961)
Terbitnya undang-undang nomor 4/1950, yang kemudian menjadi undang-undang nomor 12/1954 memberikan landasan kuat kepada pelaksanaan kegiatan olahraga di sekolah. Dalam penjelasan Bab VI tentang pendidikan jasmani, terbaca “Pasal 9: untuk melaksanakan maksud dari bab II; Pasal 3: tentang tujuan pendidikan dan pengajaran harus meliputi kesatuan rohani-jasmani. Pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat tuntutan yang menuju kearah keselarasan agar tidak timbul penyebelah kearah intelektualisme atau kearah perkuatan badan saja. Perkataan keselarasan menjadi pedoman pula untuk menjaga agar olahragatidak mengasingkan diri dari pendidikan keseluruhan. Olahraga merupakan usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat lahir bathin. Oleh karena itu olahraga berkewajiban juga memajukan dan memelihara kesehatan badan terutama dalam arti preventif, tetapi juga secara kuratif.

Masa Olahraga (1961 – 1966)
Setelah tercium berita bahwa Jakarta akan menjadi tuan rumah Asian Games IV, secara struktural Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Olahraga ditingkatkan menjadi Jawatan Pendidikan Jasmani. Peningkatan itu secara politis dirasa kurang memadai, karena Asian Games diharapkan menjadi forum tempat bangsa Indonesia membuktikan kemampuannya dengan mencetuskan prestasi tinggi, baik dalam cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan maupun dalam pengorganisasian serta penyelenggaraan. Ini menuntut pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan beroganisasi dan koordinasi Kiranya dalam rangka pemikiran demikian, serta keyakinan bahwa olahraga merupakan sarana ampuh menggembleng bangsa menjadi “Manusia Indonesia Baru”, dibentuklah Departemen Olahraga melalui Keputusan Presiden nomor 131/1962. Dalam Keputusan tersebut dinyatakan bahwa olahraga meliputi segala kegiatan/usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmani maupun rohaniah pada tiap manusia.

Diantara tugas-tugas pokok Departemen Olahraga mengatur, mengkoordinir, mengawasi, membimbing dan dimana perlu menyelenggarakan: (1) Semua kegiatan/usaha olahraga termasuk olahragadi sekolah rendah sampai universitas; (2) Pendidikan tenaga ahli olahraga, seperti guru olahraga, pelatih/coach olahraga dan tenaga ahli olahraga lainnya yang diperlukan oleh Departemen Olahraga.

Karena pelajar sangat potensial sebagai bibit olahragawan serta merupakan ladang kerja yang cepat memberikan hasil, dikeluarkanlah surat keputusan bersama Menteri Olahraga dan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Pada pokoknya mereka menyatakan keinginan memberikan bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan program olahraga pelajar. Program tersebut terdiri dari program olahraga wajib dan program olahraga karya. Program olahraga wajib adalah program olahraga yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum dan dilaksanakan menurut jadwal pelajaran sekolah. 

Terjadi perubahan penting dalam pendidikan guru olahraga yang kadang-kadang menjadi pelatih dalam salah satu cabang olahraga, maka dengan berlakuknya pengelolaan dibawah Departemen Olahraga terjadi pengembangan yang sesuai dengan tingkat kepentingan olahraga dimata pemerintah. SGPD diubah menjadi Sekolah Menengah Olahraga tingkat Atas, dan lamanya belajar hanya tiga tahun setelah SLTP. SMOA diharapkan mampu menyiapkan Pembina olahraga yang diperlukan oleh masyarakat dan sekolah, menyiapkan calon mahasiswa Sekolah Tinggi Olahraga (STO), dan meyiapkan olahragawan berprestasi. Untuk mencapai cita-cita tersebut SMOA diperlengkapi diperlengkapi dengan asrama dan diberi peralatan yang memadai (sama dengan SGPD). Penunjangan itu tidak mungkin dipertahankan karena munculnya SMOA berpuluh-puluh jumlahnya (sekitar 50 buah).

Pengangkatan lulusan SMOA sebagai guru sangat seret karena pendidikannya hanya 3 tahun, sehingga tidak cocok dengan peraturan kepegawaian. Dulu SGPD dipersamakan dengan PGSLP dan dapat mengajar di SLTP. SMOA mestinya mengajar di SD, tetapi SD berada dalam pengelolaan pemerintah daerah, dan di SD berlaku system guru kelas. Walaupun secara teori lulusan SMOA dapat mencari pekerjaan dalam masyarakat sebagai pelatih dalam perkumpulan olahraga, tetapi karena kehidupan perkumpulan olahraga belum seperti yang terdapat di Eropa, tidak ada yang mampu menggaji pelatih. Demikian pula pengangkatan lulusan SMOA mejadi pegawai teknis dalam kantor dinas olahraga di daerah sulit terlaksana.

Masa Olahraga Pendidikan (1967 – 1977)
Dalam masa sepuluh tahun ini pengelolaan olahraga berada pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mula-mula penanggung jawabnya Direktur Jenderal Olahraga, kemudian beralih kepada Direktur Jenderal Olahraga dan Pemuda ini berarti bahwa bukan hanya olahraga saja diatur. Direktorat Olahraga Pendidikan, Direktorat Keolahragaan dan Direktrat Pendidikan dan Penataran berada di bawahnya.

Program olahraga wajib di sekolah berjalan terus, walaupun ada kewajiban baru yaitu bergabung dengan kesehatan. Olahraga karya juga berjalan. Lari atau merangkak terutama tegantung kepada pengertian dan kesadaran kepala sekolah. Disamping itu kepribadian dan image guru olahraga juga ikut menentukan. Maka tidak mengharapkan bahwa terdapat range yang besar antara sekolah satu dengan lainnya dalam melaksanakan olahraga wajib dan karya, serta hasil prestasi dalam pertandingan ditingkat local, daerah dan nasional.

Masa Pendidikan Olahraga dan Penjaskes (1978 – sekarang)
Dalam perjalanannya dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1995 “nama” olahraga di sekolah mengalami berbagai perubahan. Walaupun demikian, pelaksanaan olahraga di sekolah tetap ditekankan pada aspek pendidikan. Artinya kegiatan pendidikan yang dilaksanakan melalui media kegiatan jasmani yang disebut olahraga.

Perubahan nama tersebut berturut-turut adalah: Pendidikan Olahraga, Olahraga Kesehatan, Pendidikan Olahraga dan kesehatan, dan terakhir sebagaimana tercantum dalam kurikulum Pendidikan Dasar 1993 dan Kurikulum Sekolah Menengah Umum 1995 adalah Olahraga dan Kesehatan. Adanya perubahan-perubahan demikian dapat diartikan adanya dinamika yang tinggi dalam konsep penyajian olahraga di sekolah, akan tetapi dari sisi lain dapat diartikan sebagai kurang mantapnya konsep penyajian olahraga di sekolah.

Olahragadan kesehatan yang diberikan di sekolah memiliki peran yang sangat sentral dalam pembentukan manusia seutuhnya. Olahraga tidak hanya berdampak positif pada pertumbuhan fisik anak, melainkan juga perkembangan mental, intelektual, emosional dan sosial.

Diberikannya penjaskes sebagai rangkaian isi kurikulum sekolah bukanlah tanpa alasan, karena kurikulum yang merupakan seperangkat pengetahuan dan ketrampilan merupakan upaya sistematis untuk membekali siswa/peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah menjadi manusia yang lengkap dan utuh. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak ada olahraga tanpa media gerak. Karena gerak sebagai aktifitas jasmani merupakan dasar alami bagi manusia untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri.

Sayangnya, peran sentral dan makna penting olahraga masih berkutat pada tataran konsep dan retorika, belum diimbangi dengan kenyataan praktis di lapangan. Banyak pakar pendidikan menyatakan bahwa olahraga penting diberikan kepada anak, tetapi dalam kenyataannya jam pelajarannya terus dipinggirkan. Misi pokok olahragaseringkali belum dapat dipahami oleh banyak orang, sekalipun itu pendidik. Salah satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga sering dianggap sebagai bidang studi pelengkap dan dalam posisi yang kurang menguntungkan.

Dalam keadaan sekarang, terlepas dari tekanan yang tetap diberikan kepada aspek pendidikan, bentuk kegiatan jasmani olahraga kesehatan di sekolah masih kurang mendapatkan porsinya. Hal ini disebabkan olah karena guru-guru olahraga di sekolah masih mengacu kepada bentuk-bentuk olahraga sebagaimana yang tercantum di dalam GBPP. Selain itu agaknya konsep olahraga kesehatan juga masih belum dipahami secara tepat. Padahal, ditinjau dari sudut konsep dan kelayakannya, adalah lebih tepat bila pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah, dilandasi dengan olahraga kesehatan, karena kesehatanlah yang pertama-tama harus menjadi perhatian agar dapat memberikan kemudahan bagi seluruh siswa dalam proses belajar mengajar. Tidak ada pendidikan jasmani yang memiliki efisisensi setinggi olahraga kesehatan dalam hal peralatan, waktu maupun pemakaian lahan.

Sumber:
  1. Bauer, Benevootu dan Sitoomorang, 1995, Teori OlahragaUntuk Sekolah Rakyat, Djilid IV. Verahays MV Amsterdam, D.J. Teuku Umar 32, Jakarta. 
  2. Buncher, Charlos A, Pundation of Physical Education, Third Edition, The CV Hosty Company, St. Louis, 1960.
  3. Culture of The Republic Of Indonesia, 1976, The Depelopment of Spart and Physical Education in Indonesia, Jakarta. 
  4. Deobold B. Van Dalen, Bruce L. Bennett, A World History of Physical Education 1971, Prentce-Hall,Inc, Englewood, New Jersey
  5. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Olahraga. 2003. Sejarah Olahraga Indonesia. Jakarta
  6. Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda, 1972 , Sejarah Organisasi Pembinaan dan Kegiatan Olahraga di Indonesia, Proyek Pendidikan Olahraga STO/SMOA DKI Jakarta Raya, 
  7. Direktorat Jenderal Olahraga, 2004, Olahraga Indonesia dalam Prespektif Sejarah, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga
  8. Don Bing Ting, ct.al., 1956. Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani, Ganaco Bandung. 
  9. Dyah Kumalasari. (2007). Dinamika Pendidikan Indonesia Pada Masa Kolonial. Jurnal Istoria. Yogyakarta: Pendidikan Sejarah FISE UNY I. Djumhur. (1974). Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu
  10. Ed. Sienkewicz, "Daily Life and Customs," Ancient Greece (New Jersey: Salem Press, Inc., 2007), 
  11. Edward M. Harwell, “Physical Training,” Report of Commisioner of Education for 1897-98) (Washington D.C.: US Governement Printing Office, 1898), 1, 543
  12. Husdarta. (2010). Sejarah dan Filsafat Olahraga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
  13. Moeslim M, 1970, Pedoman Mengajar Olahraga Pendidikan di Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda Dep. P dan K, 
  14. Rusli Lutan, 2002, Olah Raga dan Etika: Fair Play, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olah Raga Direktorat Jendral Olah Raga Departemen Pendidikan Nasional.
  15. Seba (1990). Sejarah dan Falsafah Pendidikan Jasmani. Diktat: IKIP Bandung
  16. Soetario, Hisbullah, 1972, Aerobics Dalam Pembinaan Kesegaran Jasmani, Dijon Pisor, Jakarta. 
  17. .UU. No. 20 Tahun 2003
  18. Van Delen B. Deobold, Bennet L. Bruce. 1971. A World History of Physical Education 2nd edition. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
  19. Williams, WF, Principle of Physical Education, WE sandors Company, Philadelphia, London.
  20. www. koni.or.id

Wednesday 22 April 2020

PTK PENDIDIKAN JASMANI

Dalam Pendidikan Jasmani, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu metodologi penelitian ilmiah yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani. Menurut Pelton (2010) Action research, in the school setting, is a systematic approach to improve teaching practices. It is a simple process, and if you learn how to use it, it will meet many of your teaching goals. Selain itu, PTK juga dapat digunakan oleh guru penjas untuk promosi kenaikan pangkat dan jabatan / golongan demi meningkatkan mutu kualitas profesionalisme guru penjas.

PTK pada umumnya digunakan oleh guru penjas disekolah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa, dosen dan praktisi pendidikan jasmani dapat juga melakukan Penelitian Tindakan Kelas karena di dalam PTK terdapat istilah Penelitian Kolaborasi. Menurut Arikunto, dkk (2012:17) dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Hal yang membuat Penelitian Tindakan Kelas berbeda dengan penelitian ilmiah yang lainnya karena PTK terdiri dari beberapa tahap yang berupa siklus. Siklus merupakan satu putaran kegiatan beruntun yang kembali lagi ke langkah semula. Siklus yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema Desain PTK dibawah berikut:
Gambar Skema Siklus Dalam Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, 2012:16)

Jadi didalam Penelitian Tindakan Kelas, ada 4 (empat) tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas, yaitu:
  1. Perencanaan
  2. Pelaksanaan
  3. Pengamatan
  4. Refleksi

Berikut contoh tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas (PTK) bidang studi pendidikan jasmani;

1. Siklus I 
a). Tahap Perencanaan Tindakan (Alternatif Pemecahan I)
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan tindakan berupa membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) passing dalam permainan sepak bola menggunakan gaya penemuan terbimbing. Siswa akan diajarkan teknik dasar passing melalui gaya mengajar penemuan terbimbing. Kegiatan yang lain dilakukan adalah membuat hasil observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas dan membuat Tes Hasil Belajar.
b). Tahap Pelaksanaan Tindakan I 
Setelah perencanaan disusun secara matang maka dilakukan tindakan terhadap kesulitan siswa. Pembantu peneliti bertindak sebagai guru dan kegiatan mengajar yang dilakukan merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan gaya mengajar penemuan terbimbing yang diterapkan adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan lembar penilaian tentang materi yang akan dipelajari. (2) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk pelaksanaan passing kaki bagian dalam, (3) Guru Tidak boleh memberikan jawaban selama pelaksanaan proses pembelajaran. (4) Siswa yang lain tidak boleh memberikan jawaban kepada siswa yang melakukan passing. (5) Siswa yang melakukan passing harus bisa mendapatkan jawaban atas apa yang dipraktekkannya. (6) Siswa yang melakukan passing boleh meminta cara atau teknik pada guru jika dia benar-benar tidak mampu untuk mempraktekkannya. (7) Guru mengawasi selama proses pembelajaran. Pada akhir tindakan diberi tes hasil belajar passing kepada siswa untuk melihat hasil belajar yang dicapai siswa setelah pemberian tindakan.
c). Observasi I 
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan yang menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Guru bidang studi Pendidikan jasmani olahraga yang bertugas sebagai pengamat mengisi lembar observasi untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program dilapangan ovservasi yang dilakukan adalah Sikap awalan, sikap perkenaan bola, dan gerakan lanjutan pengajaran ketika tindakan dilakukan.
d). Evaluasi I
Setelah tes hasil belajar menggunakan tes passing diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari tes tersebut, selanjutnya peneliti menganalisis hasil tersebut.
e). Tahap Refleksi I
Hasil yang didapat dari tahap tindakan dan observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, sehingga dapat disimpulkan dari tindakan yang dilakukan dari hasil tes hasil belajar I. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan siklus II.
2. Siklus II 
Setelah dilaksanakan siklus I dan hasil belum sesuai terhadap tingkat penguasaan yang telah ditetapkan, maka dalam hal ini dilaksanakan siklus II dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a). Tahap Perencanan Tindakan II (Alternatif Pemecahan II)
Dari hasil analisa data dari refleksi I maka dibuat kembali rencana tindakan II sebagai upaya mengatasi permasalahan yang belum terselesaikan pada siklus I. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah masih tetap memuat perencanaan tindakan sebagai upaya mengatasi kesulitan siswa dalam melakukan passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola melalui gaya penemuan terbimbing. Kegiatan lain yang dilakukan adalah menyusun kembali lembar observasi dan menyusun Tes Hasil Belajar II.
b). Pelaksanaan Tindakan II 
Pemberian tindakan II ini merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program pemecahan yang telah disusun pada siklus I. Pada tahap ini diakhiri dengan pemberian tes hasil belajar II yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.
c). Observasi II
Observasi II dilaksanakan untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program pengajaran ketika tindakan diberikan.
d). Evaluasi II
Setelah tes hasil belajar siswa diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari hasil tes siswa tersebut yaitu tes passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil penelitian yang di dapat. Dari sini diperlihatkan hasil belajar Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan siswa setelah dilakukan pembelajaran melalui gaya  penemuan terbimbing.
e). Refleksi II
Seluruh data yang diambil dianalisis dan ditarik kesimpulan dari tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Dan dapat ditarik kesimpulan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus. Pada penelitian ini, jika siklus I tidak berhasil, yaitu proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik dengan hasil belajar belum mencapai ketuntasan maka dilaksanakan siklus II sebagai evaluasi dari siklus I di kelas yang sama hingga hasil pembelajaran yang diperoleh mencapai ketuntasan. 

Sumber:
  • Pelton, R.P. 2010. Action Research for Teacher Candidates. the United States of America: Rowman & Littlefield Education.
  • Arikunto, Suharsimi. Dkk. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara


Thursday 9 April 2020

Berlari

Pengertian berlari atau lari adalah tindakan alami makhluk yang berkaki untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kaki dengan cepat. (Simanjuntak, dkk., 2009). Berlari, seperti halnya berjalan, adalah serangkaian pronasi dan supinasi. Berlari dibedakan dari berjalan dengan peningkatan kecepatan, atau jarak yang ditempuh per unit waktu dan keberadaan fase udara atau mengambang (Dugan & Bhat, 2005). Jadi pada saat berlari ada kondisi dimana kedua kaki melayang di udara.

Dalam pendidikan jasmani, berlari atau lari merupakan salah satu bentuk kegiatan atletik yang merupakan program pengajaran yang terdapat di dalam kurikulum sekolah. Berlari merupakan salah satu keterampilan gerak lokomotor, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Gambetta (2007) Locomotor skills are the skills that get us from place to place and cover the spectrum of the gait cycle from walking to running to sprinting.

Berlari merupakan unsur gerakan  yang dapat membantu siswa untuk mencapai hasil kecepatan yang maksimal namun bukan hanya sekedar itu, siswa juga belajar keterampilan mengelola waktu, pengukuran dan pencatatan serta rasa tanggung jawab dalam pelajaran berlari.

Nomor, Jarak dan Star Berlari
Secara umum berlari terbagi atas 3 macam, diantaranya adalah:
1. Lari jarak Pendek
  • Lari jarak pendek di antaranya: 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Star yang digunakan untuk lari jarak pendek adalah star jongkok.
  • Lari jarak pendek nomor khusus diantaranya: lari 110 meter, 400 meter, lari gawang dan 100 meter gawang. Lari 4 x 100 meter dan 4 x 400 meter lari sambung (Pelari Putri).
  • Khusus untuk lari sambung (estafet) untuk pelari ke - I menggunakan Star Jongkok, sedangkan pada pelari ke - II, III, dan IV menggunakan star melayang.
2. Lari Jarak Menengah
Nomor lari jarak menengah diantaranya: 800 meter, 1.500 meter dan 3.000 meter. Star yang digunakan pada lari jarak menengah adalah star berdiri.
3. Lari Jarak Jauh
Nomor lari jarak jauh diantaranya: 5 km, 10 km, lari marathon (42 km dan 195 km). Star yang digunakan pada lari jarak jauh adalah star berdiri.
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dikenal juga beberapa macam bentuk berlari, yaitu:

1. Joging
Lari santai atau joging merupakan satu jenis keterampilan yang melibatkan proses memindahkan posisi badan, dari satu tempat ke tempat lain dengan gerakan yang lebih cepat dari pada melangkah.
2. Sprint
Lari cepat atau sprint adalah suatu kemampuan yang ditandai dengan proses memindahkan posisi tubuh dari satu tempat ketempat lainnya secara cepat, melebihi gerak dasar pada keterampilan joging. Sprint terbagi atas 3 jenis keterampilan, yaitu:
a). Lari cepat
b). Lari gawang
c). Lari estafet

Teknik Berlari
Para guru penjas perlu mempelajari teknik-teknik berlari yang sesuai untuk anak-anak usia sekolah sehingga poin pengajaran yang sesuai dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja dan memastikan perkembangan. 

Menurut Tamat (1998) teknik berlari harus memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Sikap badan condong ke depan
  2. Langkah atau gerakan kaki harus lebih panjang dan secepat mungkin
  3. Gerakan lengan terayun secara wajar
  4. Pada saat pendaratan, kaki harus selalu pada ujung telapak kaki
Lebih lanjut menurut  Suyono dalam Simanjuntak (2009) fase gerak dalam lari dapat ditinjau dari tiga tahapan, yaitu:
a). Fase dorongan
Pada saat titik –pusat gravitasi bergerak ke depan, kaki penopang berubah fungsi sebagai kaki pendorong atas bantuan gerak meluruskan pinggang, lutut dan mata kaki.
b). Fase pemulihan
Setelah gerak kaki-dorong selesai, kaki dari tungkai pendorong meninggalkan tanah dan titik pusat gravitasi di proyeksikan sepanjang suatu garis parabola.
c). Fase dukungan
Suatu moment yang singkat ketika kaki menyentuh tanah dan turunnya massa badan pelari sedikit.



Sumber:
  • Simanjuntak, Victor G., dkk. (2009). Pendidikan Jasmani Kesehatan 3 SKS. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas: Jakarta.
  • Tamat, Tisnowati., dkk. (1998). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdikbud: Jakarta.
  • Dugan, S.A. & Bhat, K.P. 2005. Biomechanics and analysis of running gait. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America.
  • Gambetta, V. 2007. Athletic development : the art & science of functional sports conditioning. USA: Human Kinetics. Tersedia di www.HumanKinetics.com

Thursday 2 April 2020

OVERTRAINING

Defenisi Overtraining menurut para ahli:
  • Menurut Bompa & Haff, (2009:100) Overtraining adalah penurunan jangka panjang dalam kapasitas kinerja yang terjadi sebagai hasil akumulasi pelatihan dan stresor non-pelatihan. 
  • Menurut Kenney et al., (2012:338) Dengan latihan yang terlalu intens, atlet dapat mengalami penurunan kinerja dan fungsi fisiologis yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Kondisi ini disebut overtraining, dan penyebab pasti atau penyebab penurunan kinerja yang dihasilkan tidak sepenuhnya dipahami. 
  • Neil F. Gordon dalam Cooper, (1994) Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis/intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan (recovery) yang tidak kuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, maupun non psikologis.
  • Morgan (1988) menjelaskan bahwa kelebihan latihan ditimbulkan oleh faktor-faktor yang tertera berikut ini. Faktor-faktor tersebut tersusun menurut urutannya sesuai dengan banyaknya atau tingginya frekuensi keluhan atlet.
  1. Terlalu banyak stres dan tekanan
  2. Terlalu banyak berlatih dan latihan fisik
  3. Kelelahan fisik dan nyeri otot
  4. Kebosanan (boredom) akibat pengulangan kegiatan terus-menerus
  5. Istirahat yang tidak` cukup dan pola tidur yang kurang layak
  • Weinberg dan Gould (1995) menjelaskan bahwa dalam beberapa keadaan kejenuhan dapat mengakibatkan seseorang berhenti dari aktivitasnya sebagai atlet. Jadi kejenuhan merupakan salah satu penyebab berhentinya individu menempuh karir sebagai atlet.
  • Smith (1986) menjelaskan bahwa kejenuhan merupakan konsep yang amat kompleks sebagai bentuk kelelahan psikofisiologis akibat gagalnya usaha seseorang memperoleh hasil yang diharapkan padahal ia telah berusaha sekuat tenaga bahkan mungkin berlebihan.
OVERTRAINING

Overtraining merupakan masalah yang ada dalam olahraga dan aktivitas fisik. Guru maupun pelatih perlu memahami penyebab kejenuhan dan mempelajari strategi untuk membantu mengurangi kemungkinan akan terjadinya kelelahan yang berlebihan. Menurut Martens (2012:263) Overtraining adalah masalah serius dalam banyak olahraga karena banyak pelatih dan atlet sama-sama menganut sikap "more is better". Lebih banyak tidak selalu lebih baik; bukan hanya kuantitas pelatihan yang diperhitungkan tetapi juga kualitasnya.

Overtraining diindikasikan dengan tanda-tanda fisiologis dan psikologis pada tubuh seperti perubahan atau gangguan fungsi saraf, konsentrasi hormon, penggandaan kontraksi-kontraksi, perekrutan unit motorik, penyimpanan glikogen otot, detak jantung dan tekanan darah, fungsi kekebalan, pola tidur, dan suasana hati. Overtraining dapat terjadi dengan masing-masing dari tiga bentuk pelatihan utama (pelatihan resistensi, anaerob, dan aerobik ) sehingga kemungkinan penyebab dan gejala akan bervariasi berdasarkan jenis pelatihan.

Overtraining didapat dari hasil akumulasi perubahan dalam metabolisme, yang menjadi kronis selama kita melakukan latihan atau aktivitas yang berlebihan. Awalnya dari perubahan yang terjadi pada biokimia dalam metabolisme karbohidrat, seperti perubahan hormon kortisol (hormon stres) yang berperan pada penggunaan gula atau glukosa dan lemak dalam metabolisme tubuh untuk menyediakan energi. Hormon kortisol juga berfungsi mengendalikan stres yang dapat dipengaruhi oleh kondisi infeksi, cedera, aktivitas berat, serta stres fisik dan emosional (http://bit.ly/2TDhzJM). Menurut Martin (2016:11) Additionally, the hormone cortisol is known to be extremely elevated when an athlete is overtraining causing inflammation and stress in the body, which chronically, may lead to injury. Jadi, Seseorang yang melakukan latihan olahraga atau aktifitas fisik secara berlebihan maka hormon kortisol meningkat dan secara kronis tubuh kita akan mengalami peradangan dan stres yang dapat menyebabkan cedera.

Menurut Kenney, dkk. (2012:338) Tanda dan gejala primer lainnya dari sindrom overtraining;
  1. Perubahan nafsu makan
  2. Penurunan berat badan;
  3. Gangguan tidur;
  4. Lekas marah, gelisah, bersemangat, gelisah;
  5. Hilangnya motivasi dan semangat;
  6. Kurangnya konsentrasi mental;
  7. Perasaan depresi; dan
  8. Kurangnya penghargaan untuk berbagai hal, termasuk olahraga yang biasanya menyenangkan.
Lebih lanjut menurut Martens (2012:263) jika Anda melihat beberapa tanda-tanda ini, Anda harus mencurigai overtraining dan bekerja dengan atlet untuk menemukan keseimbangan pelatihan dan istirahat yang tepat.
  1. Penurunan kinerja yang tiba-tiba atau bertahap
  2. Ketidakmampuan untuk melatih pada level yang sebelumnya dicapai
  3. Kehilangan koordinasi
  4. Peningkatan nyeri otot
  5. Peningkatan detak jantung saat istirahat
  6. Insomnia
  7. Kehilangan nafsu makan
  8. Sakit kepala
  9. Penurunan berat badan dan lemak tubuh
  10. Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit, masuk angin, dan flu
  11. Depresi, apatis
  12. Kehilangan harga diri
  13. Ketidakstabilan emosional
  14. Takut akan kompetisi
Overtraining dini biasanya diobati dengan beristirahat, jika dalam kasus yang lebih parah maka dilakukan pembatasan jadwal latihan fisik hingga atlet fit kembali. Waktu istirahat dapat dilakukan hitungan hari, minggu, bulan, atau disesuaikan dengan parahnya tingkat overtraining itu sendiri.

Sementara overtraining tradisional dapat didiagnosis setelah penurunan kinerja yang berlangsung beberapa bulan atau kinerja setelah menyelesaikan periode istirahat beberapa hari atau minggu, ini tidak memungkinkan untuk potensi pencegahan, yang paling berharga dan disukai (Laursen & Buchheit, 2019:141).


Gambar efek dari pelatihan, pelatihan optimal, dan pelatihan berlebihan

Peran sebagai pelatih fisik adalah untuk membantu atlit mencapai kebugaran optimal untuk dalam olahraga, memahami zona antara under- dan overtraining sangat membantu pelatih fisik dalam bagaimana menentukan kapan atlet berlatih berlebihan (Martens, 2012:263). 

Daftar Pustaka
  • Bompa, T.O. & Haff, G.G. (2009). Periodization: theory and methodology of training. 5th ed. ed. the United States of America: Human Kinetics.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. (2012). Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Laursen, P. & Buchheit, M. (2019). Science and application of high-intensity interval training: solutions to the programming puzzle. Human Kinetics. the United States of America: Human Kinetics.
  • Martens, R. (2012). Successful Coaching. IV ed. Developing Your Coaching Philosophy. Human Kinetics.
  • Martin, L. (2016). Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.

ARCHERY

  ARCHERY ARCHERY ACCORDING TO EXPERTS Archery is a static sport with a stable sequence of movements throughout the shot [1].  The sport of ...

OnClickAntiAd-Block