Wednesday, 22 April 2020

PTK PENDIDIKAN JASMANI

Dalam Pendidikan Jasmani, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu metodologi penelitian ilmiah yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani. Menurut Pelton (2010) Action research, in the school setting, is a systematic approach to improve teaching practices. It is a simple process, and if you learn how to use it, it will meet many of your teaching goals. Selain itu, PTK juga dapat digunakan oleh guru penjas untuk promosi kenaikan pangkat dan jabatan / golongan demi meningkatkan mutu kualitas profesionalisme guru penjas.

PTK pada umumnya digunakan oleh guru penjas disekolah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa, dosen dan praktisi pendidikan jasmani dapat juga melakukan Penelitian Tindakan Kelas karena di dalam PTK terdapat istilah Penelitian Kolaborasi. Menurut Arikunto, dkk (2012:17) dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Hal yang membuat Penelitian Tindakan Kelas berbeda dengan penelitian ilmiah yang lainnya karena PTK terdiri dari beberapa tahap yang berupa siklus. Siklus merupakan satu putaran kegiatan beruntun yang kembali lagi ke langkah semula. Siklus yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema Desain PTK dibawah berikut:
Gambar Skema Siklus Dalam Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, 2012:16)

Jadi didalam Penelitian Tindakan Kelas, ada 4 (empat) tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas, yaitu:
  1. Perencanaan
  2. Pelaksanaan
  3. Pengamatan
  4. Refleksi

Berikut contoh tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas (PTK) bidang studi pendidikan jasmani;

1. Siklus I 
a). Tahap Perencanaan Tindakan (Alternatif Pemecahan I)
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan tindakan berupa membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) passing dalam permainan sepak bola menggunakan gaya penemuan terbimbing. Siswa akan diajarkan teknik dasar passing melalui gaya mengajar penemuan terbimbing. Kegiatan yang lain dilakukan adalah membuat hasil observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas dan membuat Tes Hasil Belajar.
b). Tahap Pelaksanaan Tindakan I 
Setelah perencanaan disusun secara matang maka dilakukan tindakan terhadap kesulitan siswa. Pembantu peneliti bertindak sebagai guru dan kegiatan mengajar yang dilakukan merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan gaya mengajar penemuan terbimbing yang diterapkan adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan lembar penilaian tentang materi yang akan dipelajari. (2) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk pelaksanaan passing kaki bagian dalam, (3) Guru Tidak boleh memberikan jawaban selama pelaksanaan proses pembelajaran. (4) Siswa yang lain tidak boleh memberikan jawaban kepada siswa yang melakukan passing. (5) Siswa yang melakukan passing harus bisa mendapatkan jawaban atas apa yang dipraktekkannya. (6) Siswa yang melakukan passing boleh meminta cara atau teknik pada guru jika dia benar-benar tidak mampu untuk mempraktekkannya. (7) Guru mengawasi selama proses pembelajaran. Pada akhir tindakan diberi tes hasil belajar passing kepada siswa untuk melihat hasil belajar yang dicapai siswa setelah pemberian tindakan.
c). Observasi I 
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan yang menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Guru bidang studi Pendidikan jasmani olahraga yang bertugas sebagai pengamat mengisi lembar observasi untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program dilapangan ovservasi yang dilakukan adalah Sikap awalan, sikap perkenaan bola, dan gerakan lanjutan pengajaran ketika tindakan dilakukan.
d). Evaluasi I
Setelah tes hasil belajar menggunakan tes passing diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari tes tersebut, selanjutnya peneliti menganalisis hasil tersebut.
e). Tahap Refleksi I
Hasil yang didapat dari tahap tindakan dan observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, sehingga dapat disimpulkan dari tindakan yang dilakukan dari hasil tes hasil belajar I. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan siklus II.
2. Siklus II 
Setelah dilaksanakan siklus I dan hasil belum sesuai terhadap tingkat penguasaan yang telah ditetapkan, maka dalam hal ini dilaksanakan siklus II dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a). Tahap Perencanan Tindakan II (Alternatif Pemecahan II)
Dari hasil analisa data dari refleksi I maka dibuat kembali rencana tindakan II sebagai upaya mengatasi permasalahan yang belum terselesaikan pada siklus I. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah masih tetap memuat perencanaan tindakan sebagai upaya mengatasi kesulitan siswa dalam melakukan passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola melalui gaya penemuan terbimbing. Kegiatan lain yang dilakukan adalah menyusun kembali lembar observasi dan menyusun Tes Hasil Belajar II.
b). Pelaksanaan Tindakan II 
Pemberian tindakan II ini merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program pemecahan yang telah disusun pada siklus I. Pada tahap ini diakhiri dengan pemberian tes hasil belajar II yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.
c). Observasi II
Observasi II dilaksanakan untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program pengajaran ketika tindakan diberikan.
d). Evaluasi II
Setelah tes hasil belajar siswa diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari hasil tes siswa tersebut yaitu tes passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil penelitian yang di dapat. Dari sini diperlihatkan hasil belajar Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan siswa setelah dilakukan pembelajaran melalui gaya  penemuan terbimbing.
e). Refleksi II
Seluruh data yang diambil dianalisis dan ditarik kesimpulan dari tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Dan dapat ditarik kesimpulan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus. Pada penelitian ini, jika siklus I tidak berhasil, yaitu proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik dengan hasil belajar belum mencapai ketuntasan maka dilaksanakan siklus II sebagai evaluasi dari siklus I di kelas yang sama hingga hasil pembelajaran yang diperoleh mencapai ketuntasan. 

Sumber:
  • Pelton, R.P. 2010. Action Research for Teacher Candidates. the United States of America: Rowman & Littlefield Education.
  • Arikunto, Suharsimi. Dkk. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara


Thursday, 9 April 2020

Berlari

Pengertian berlari atau lari adalah tindakan alami makhluk yang berkaki untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kaki dengan cepat. (Simanjuntak, dkk., 2009). Berlari, seperti halnya berjalan, adalah serangkaian pronasi dan supinasi. Berlari dibedakan dari berjalan dengan peningkatan kecepatan, atau jarak yang ditempuh per unit waktu dan keberadaan fase udara atau mengambang (Dugan & Bhat, 2005). Jadi pada saat berlari ada kondisi dimana kedua kaki melayang di udara.

Dalam pendidikan jasmani, berlari atau lari merupakan salah satu bentuk kegiatan atletik yang merupakan program pengajaran yang terdapat di dalam kurikulum sekolah. Berlari merupakan salah satu keterampilan gerak lokomotor, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Gambetta (2007) Locomotor skills are the skills that get us from place to place and cover the spectrum of the gait cycle from walking to running to sprinting.

Berlari merupakan unsur gerakan  yang dapat membantu siswa untuk mencapai hasil kecepatan yang maksimal namun bukan hanya sekedar itu, siswa juga belajar keterampilan mengelola waktu, pengukuran dan pencatatan serta rasa tanggung jawab dalam pelajaran berlari.

Nomor, Jarak dan Star Berlari
Secara umum berlari terbagi atas 3 macam, diantaranya adalah:
1. Lari jarak Pendek
  • Lari jarak pendek di antaranya: 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Star yang digunakan untuk lari jarak pendek adalah star jongkok.
  • Lari jarak pendek nomor khusus diantaranya: lari 110 meter, 400 meter, lari gawang dan 100 meter gawang. Lari 4 x 100 meter dan 4 x 400 meter lari sambung (Pelari Putri).
  • Khusus untuk lari sambung (estafet) untuk pelari ke - I menggunakan Star Jongkok, sedangkan pada pelari ke - II, III, dan IV menggunakan star melayang.
2. Lari Jarak Menengah
Nomor lari jarak menengah diantaranya: 800 meter, 1.500 meter dan 3.000 meter. Star yang digunakan pada lari jarak menengah adalah star berdiri.
3. Lari Jarak Jauh
Nomor lari jarak jauh diantaranya: 5 km, 10 km, lari marathon (42 km dan 195 km). Star yang digunakan pada lari jarak jauh adalah star berdiri.
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dikenal juga beberapa macam bentuk berlari, yaitu:

1. Joging
Lari santai atau joging merupakan satu jenis keterampilan yang melibatkan proses memindahkan posisi badan, dari satu tempat ke tempat lain dengan gerakan yang lebih cepat dari pada melangkah.
2. Sprint
Lari cepat atau sprint adalah suatu kemampuan yang ditandai dengan proses memindahkan posisi tubuh dari satu tempat ketempat lainnya secara cepat, melebihi gerak dasar pada keterampilan joging. Sprint terbagi atas 3 jenis keterampilan, yaitu:
a). Lari cepat
b). Lari gawang
c). Lari estafet

Teknik Berlari
Para guru penjas perlu mempelajari teknik-teknik berlari yang sesuai untuk anak-anak usia sekolah sehingga poin pengajaran yang sesuai dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja dan memastikan perkembangan. 

Menurut Tamat (1998) teknik berlari harus memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Sikap badan condong ke depan
  2. Langkah atau gerakan kaki harus lebih panjang dan secepat mungkin
  3. Gerakan lengan terayun secara wajar
  4. Pada saat pendaratan, kaki harus selalu pada ujung telapak kaki
Lebih lanjut menurut  Suyono dalam Simanjuntak (2009) fase gerak dalam lari dapat ditinjau dari tiga tahapan, yaitu:
a). Fase dorongan
Pada saat titik –pusat gravitasi bergerak ke depan, kaki penopang berubah fungsi sebagai kaki pendorong atas bantuan gerak meluruskan pinggang, lutut dan mata kaki.
b). Fase pemulihan
Setelah gerak kaki-dorong selesai, kaki dari tungkai pendorong meninggalkan tanah dan titik pusat gravitasi di proyeksikan sepanjang suatu garis parabola.
c). Fase dukungan
Suatu moment yang singkat ketika kaki menyentuh tanah dan turunnya massa badan pelari sedikit.



Sumber:
  • Simanjuntak, Victor G., dkk. (2009). Pendidikan Jasmani Kesehatan 3 SKS. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas: Jakarta.
  • Tamat, Tisnowati., dkk. (1998). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdikbud: Jakarta.
  • Dugan, S.A. & Bhat, K.P. 2005. Biomechanics and analysis of running gait. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America.
  • Gambetta, V. 2007. Athletic development : the art & science of functional sports conditioning. USA: Human Kinetics. Tersedia di www.HumanKinetics.com

Thursday, 2 April 2020

OVERTRAINING

Defenisi Overtraining menurut para ahli:
  • Menurut Bompa & Haff, (2009:100) Overtraining adalah penurunan jangka panjang dalam kapasitas kinerja yang terjadi sebagai hasil akumulasi pelatihan dan stresor non-pelatihan. 
  • Menurut Kenney et al., (2012:338) Dengan latihan yang terlalu intens, atlet dapat mengalami penurunan kinerja dan fungsi fisiologis yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Kondisi ini disebut overtraining, dan penyebab pasti atau penyebab penurunan kinerja yang dihasilkan tidak sepenuhnya dipahami. 
  • Neil F. Gordon dalam Cooper, (1994) Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis/intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan (recovery) yang tidak kuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, maupun non psikologis.
  • Morgan (1988) menjelaskan bahwa kelebihan latihan ditimbulkan oleh faktor-faktor yang tertera berikut ini. Faktor-faktor tersebut tersusun menurut urutannya sesuai dengan banyaknya atau tingginya frekuensi keluhan atlet.
  1. Terlalu banyak stres dan tekanan
  2. Terlalu banyak berlatih dan latihan fisik
  3. Kelelahan fisik dan nyeri otot
  4. Kebosanan (boredom) akibat pengulangan kegiatan terus-menerus
  5. Istirahat yang tidak` cukup dan pola tidur yang kurang layak
  • Weinberg dan Gould (1995) menjelaskan bahwa dalam beberapa keadaan kejenuhan dapat mengakibatkan seseorang berhenti dari aktivitasnya sebagai atlet. Jadi kejenuhan merupakan salah satu penyebab berhentinya individu menempuh karir sebagai atlet.
  • Smith (1986) menjelaskan bahwa kejenuhan merupakan konsep yang amat kompleks sebagai bentuk kelelahan psikofisiologis akibat gagalnya usaha seseorang memperoleh hasil yang diharapkan padahal ia telah berusaha sekuat tenaga bahkan mungkin berlebihan.
OVERTRAINING

Overtraining merupakan masalah yang ada dalam olahraga dan aktivitas fisik. Guru maupun pelatih perlu memahami penyebab kejenuhan dan mempelajari strategi untuk membantu mengurangi kemungkinan akan terjadinya kelelahan yang berlebihan. Menurut Martens (2012:263) Overtraining adalah masalah serius dalam banyak olahraga karena banyak pelatih dan atlet sama-sama menganut sikap "more is better". Lebih banyak tidak selalu lebih baik; bukan hanya kuantitas pelatihan yang diperhitungkan tetapi juga kualitasnya.

Overtraining diindikasikan dengan tanda-tanda fisiologis dan psikologis pada tubuh seperti perubahan atau gangguan fungsi saraf, konsentrasi hormon, penggandaan kontraksi-kontraksi, perekrutan unit motorik, penyimpanan glikogen otot, detak jantung dan tekanan darah, fungsi kekebalan, pola tidur, dan suasana hati. Overtraining dapat terjadi dengan masing-masing dari tiga bentuk pelatihan utama (pelatihan resistensi, anaerob, dan aerobik ) sehingga kemungkinan penyebab dan gejala akan bervariasi berdasarkan jenis pelatihan.

Overtraining didapat dari hasil akumulasi perubahan dalam metabolisme, yang menjadi kronis selama kita melakukan latihan atau aktivitas yang berlebihan. Awalnya dari perubahan yang terjadi pada biokimia dalam metabolisme karbohidrat, seperti perubahan hormon kortisol (hormon stres) yang berperan pada penggunaan gula atau glukosa dan lemak dalam metabolisme tubuh untuk menyediakan energi. Hormon kortisol juga berfungsi mengendalikan stres yang dapat dipengaruhi oleh kondisi infeksi, cedera, aktivitas berat, serta stres fisik dan emosional (http://bit.ly/2TDhzJM). Menurut Martin (2016:11) Additionally, the hormone cortisol is known to be extremely elevated when an athlete is overtraining causing inflammation and stress in the body, which chronically, may lead to injury. Jadi, Seseorang yang melakukan latihan olahraga atau aktifitas fisik secara berlebihan maka hormon kortisol meningkat dan secara kronis tubuh kita akan mengalami peradangan dan stres yang dapat menyebabkan cedera.

Menurut Kenney, dkk. (2012:338) Tanda dan gejala primer lainnya dari sindrom overtraining;
  1. Perubahan nafsu makan
  2. Penurunan berat badan;
  3. Gangguan tidur;
  4. Lekas marah, gelisah, bersemangat, gelisah;
  5. Hilangnya motivasi dan semangat;
  6. Kurangnya konsentrasi mental;
  7. Perasaan depresi; dan
  8. Kurangnya penghargaan untuk berbagai hal, termasuk olahraga yang biasanya menyenangkan.
Lebih lanjut menurut Martens (2012:263) jika Anda melihat beberapa tanda-tanda ini, Anda harus mencurigai overtraining dan bekerja dengan atlet untuk menemukan keseimbangan pelatihan dan istirahat yang tepat.
  1. Penurunan kinerja yang tiba-tiba atau bertahap
  2. Ketidakmampuan untuk melatih pada level yang sebelumnya dicapai
  3. Kehilangan koordinasi
  4. Peningkatan nyeri otot
  5. Peningkatan detak jantung saat istirahat
  6. Insomnia
  7. Kehilangan nafsu makan
  8. Sakit kepala
  9. Penurunan berat badan dan lemak tubuh
  10. Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit, masuk angin, dan flu
  11. Depresi, apatis
  12. Kehilangan harga diri
  13. Ketidakstabilan emosional
  14. Takut akan kompetisi
Overtraining dini biasanya diobati dengan beristirahat, jika dalam kasus yang lebih parah maka dilakukan pembatasan jadwal latihan fisik hingga atlet fit kembali. Waktu istirahat dapat dilakukan hitungan hari, minggu, bulan, atau disesuaikan dengan parahnya tingkat overtraining itu sendiri.

Sementara overtraining tradisional dapat didiagnosis setelah penurunan kinerja yang berlangsung beberapa bulan atau kinerja setelah menyelesaikan periode istirahat beberapa hari atau minggu, ini tidak memungkinkan untuk potensi pencegahan, yang paling berharga dan disukai (Laursen & Buchheit, 2019:141).


Gambar efek dari pelatihan, pelatihan optimal, dan pelatihan berlebihan

Peran sebagai pelatih fisik adalah untuk membantu atlit mencapai kebugaran optimal untuk dalam olahraga, memahami zona antara under- dan overtraining sangat membantu pelatih fisik dalam bagaimana menentukan kapan atlet berlatih berlebihan (Martens, 2012:263). 

Daftar Pustaka
  • Bompa, T.O. & Haff, G.G. (2009). Periodization: theory and methodology of training. 5th ed. ed. the United States of America: Human Kinetics.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. (2012). Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Laursen, P. & Buchheit, M. (2019). Science and application of high-intensity interval training: solutions to the programming puzzle. Human Kinetics. the United States of America: Human Kinetics.
  • Martens, R. (2012). Successful Coaching. IV ed. Developing Your Coaching Philosophy. Human Kinetics.
  • Martin, L. (2016). Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Monday, 9 March 2020

BIDANG ILMU PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Beberapa bidang ilmu yang merupakan sub-disiplin ilmu pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu : biomekanika, fisiologi latihan, sosiologi olahraga, sejarah, filsafat, dan psikologi (Chandler,dkk, 2007).

A. BIOMEKANIKA

Menurut Herbert Hatze (1974) dalam McGinnis (2013:3)  "Biomechanics is the study of the structure and function of biological systems by means of the methods of mechanics" (biomekanika adalah studi tentang struktur dan fungsi sistem biologis dengan menggunakan metode mekanika". Tujuan utama biomekanika dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah peningkatan kinerja dalam berolahraga atau melakukan aktivitas fisik. Dengan mengetahui ilmu biomekanika diharapkan guru pendidikan jasmani dan olahraga dapat meningkatkan kemampuan keterampilan dan hasil belajar siswanya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. 

Ilmu Biomekanika dapat membantu guru penjas untuk mengevaluasi siswa yang ‘kurang’ dalam hasil belajar mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, dengan mengetahui struktur mekanika siswanya guru penjas dapat memberikan metode pelajaran yang tepat, bahkan dapat membantu mengurangi cedera bagi siswa pada saat melakukan aktifitas fisik.

B. FISIOLOGI (EXERCISE PHYSIOLOGY)

Tubuh adalah mesin yang luar biasa rumit. Pada waktu tertentu seperti melakukan aktivitas fisik  ada komunikasi rumit antara berbagai sel, jaringan, organ, dan sistem yang berfungsi untuk mengoordinasikan fungsi fisiologisnya (Kenney et al., 2012). Fisiologi sering dikaitkan dengan anatomy, Jelas bahwa anatomi dan fisiologi memainkan peran utama dalam kinerja olahraga (Martin, 2016:1). Guru pendidikan jasmani harus mempelajari ilmu fisiologi dasar dalam proses pembelajaran. Fisiologis dasar mekanisme seperti menggunakan aktifitas fisik dan pengaruh lingkungan (panas, dingin, ketinggian, dll.) kemudian fisiologi juga berfokus kepada efek kesehatan, penyakit, dan kesejahteraan.

Karena pendidikan jasmani dan olahraga sama-sama menggunakan aktivitas fisik, maka kita dapat mengambil landasan fisiologis olahraga. Dua landasan fisiologi olahraga adalah :
  1. bagaimana tubuh merespons stres akut olahraga atau aktivitas fisik, dan
  2. bagaimana ia beradaptasi dengan stres kronis yang diulang serangan olahraga, yaitu, latihan olahraga.
Tujuan seorang guru penjas mempelajari Fisiologi untuk membantu memahami tubuh manusia (siswa) dan bagaimana fungsinya selama acara proses pembelajaran juga untuk memahami bagaimana kinerja siswa dipengaruhi oleh fisiologi.

C. SOSIOLOGI (SPORT SOCIOLOGY)

Sosiologi olahraga muncul sebagai sub-disiplin yang terpisah pada tahun 1960-an, dan bertujuan untuk memahami peran olahraga dalam kehidupan sosial dan budaya melalui penerapan metodologi sosiologis. Itu didorong oleh pengakuan bahwa 'olahraga dan pendidikan jasmani adalah praktik sosial dan bahwa mereka secara budaya dan historis relatif' (Coakley dan Dunning 2000: xxi). Sosiologi olahraga telah didominasi, meskipun tidak sepenuhnya, oleh studi olahraga terorganisir dan kompetitif yang rasional dan dilembagakan. Sosiologi olahraga telah berupaya memahami dua bidang utama kegiatan: historis dan kontemporer. Yang pertama telah berfokus pada asal-usul sosiologis dan fungsi olahraga, sementara yang terakhir telah meneliti, antara lain, topik-topik mendesak seperti struktur kekuasaan, subkultur, kekerasan, dan ras (Chandler et al., 2002).

Meskipun sosiologi kebijakan pendidikan masih merupakan bidang yang baru dan berkembang, dengan 'landasan teoretis yang tidak pasti' (Raab 1994), dalam pandangan kami 'eksperimentalisme' dari pekerjaan yang dilakukan telah menghembuskan kehidupan baru ke dalam penelitian dalam sosiologi pendidikan dan telah menyajikan potensi untuk eksplorasi dan pengembangan lebih lanjut, dan khususnya dalam sosiologi pendidikan jasmani. Seperti Ball (1997), kita melihat nilai pengembangan interaksi teori sementara pada saat yang sama tetap mempertahankan koherensi dalam pekerjaan kita (Penney & Evans, 2002).

D. SEJARAH

Studi tentang sejarah olahraga, sebagai upaya akademis yang serius, muncul selama 1960-an sebagai bagian dari studi yang lebih luas tentang sejarah sosial. Sekolah pertama yang melatih guru pendidikan jasmani pria adalah Carnegie Physical Training College, English. yang dibuka pada tahun 1933. Kurikulum awal termasuk sejarah pendidikan jasmani, anatomi dan fisiologi, serta pelatihan dalam olahraga utama. Pada tahun 1947 'pelatihan' diganti dengan 'pendidikan' dalam judul perguruan tinggi untuk mencerminkan perluasan kurikulum. Dari tahun 1960 spesialis, kursus tiga tahun ditawarkan untuk guru pendidikan jasmani menengah, dan pada tahun 1974 SM, gelar diperkenalkan. Perempuan diterima dari tahun 1968, ketika Carnegie bergabung dengan City of Leeds College. Sekarang bagian dari Leeds Metropolitan University (Chandler et al., 2002)

Guru Pendidikan jasmani dan olahraga penting untuk memahami dasar-dasar historis bidang pedagogi olahraga. Pentingnya ini tidak berasal dari hanya keingintahuan tentang masa lalu. Kebanyakan sejarawan memahami bahwa nilai nyata sejarah terletak pada membantu kita untuk lebih memahami masa kini dan masa depan. Sejarawan berpendapat bahwa memilih untuk tidak tahu tentang sejarah berarti memilih untuk tidak mengambil bagian aktif dan informasi dalam membangun masa depan kolektif kita (Armour, 2011). 

E. FILSAFAT

Filosofi mengajar untuk pemahaman didasarkan pada prinsip bahwa proses pembelajaran sama pentingnya dengan hasil atau hasil yang diinginkan. Tujuannya adalah agar siswa memahami apa yang mereka pelajari daripada sekadar melakukan tugas, dan agar keterampilan dapat ditransfer ke berbagai situasi dan lingkungan. Pengembangan pemecahan masalah dan penemuan diri dalam pendidikan jasmani dirancang untuk meningkatkan partisipasi dan interaksi siswa, baik dengan siswa lain dan dengan guru (Chandler et al., 2002).

F. PSIKOLOGI

Sport and exercise psychology is the scientific study of people and their behavior in sport and exercise activities. Sport and exercise psychologists seek to understand and help elite athletes, children, the physically and mentally disabled, seniors, and average participants achieve peak performance, personal satisfaction, and development through participation (Psikologi olahraga dan latihan adalah studi ilmiah tentang orang-orang dan perilaku mereka dalam kegiatan olahraga dan olahraga. Psikologi olahraga dan olahraga berusaha untuk memahami dan membantu atlet elit, anak-anak, para penyandang cacat fisik dan mental, senior, dan peserta rata-rata mencapai kinerja puncak, kepuasan pribadi, dan pengembangan melalui partisipasi) (Weinberg & Gould, 1995 dalam Volkwein & Caplan, 2004:24).


Daftar Pustaka:
  • Chandler, Timothy. Mike Cronin and Wray Vamplew. 2007. Sport And Physical Education: The Key Concepts Second Edition. Halaman 166. Routledge Taylor & Francis Group: USA-Canada. diakses tanggal 2 Oktober 2019 pada https://epdf.pub/sport-and-exercise-psychology-the-key-concepts-routledge-key-guides.html
  • Armour, K. 2011. Sport Pedagogy. USA: Routledge. Tersedia di www.routledge.com.
  • Chandler, T., Cronin, M. & Vamplew, W. 2002. Sport and Physical Education: The Key Concepts. Routledge.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. 2012. Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Martin, L. 2016. Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.
  • McGinnis, P.M. 2013. Biomechanics of sport and exercise. third edit ed. Human Kinetics. Tersedia di https://www.researchgate.net/publication/266039716_Biomechanics_of_Sport_and_Exercise.
  • Penney, D. & Evans, J. 2002. Politics, policy, and practice in physical education. Taylor & Francis e-Library.
  • Volkwein, K. A. E., & Caplan. (2004). Culture, Sport and Physical Activity. Sport, Culture & Society (Vol. 5). Meyer & Meyer Sport
  • Syahban, A. 2020. Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi Olahraga. Tersedia di https://www.arhamsyahban.com/

Sunday, 1 March 2020

PATH ANALYSIS : Statistika

Sederhananya, Path Analysis merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan kausal antara dua atau lebih variabel. Menurut Lleras (2004) Analisis jalur adalah teknik statistik yang digunakan terutama untuk menguji kekuatan komparatif hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.

Contoh Soal

  • Mencari Koefesien Jalur (Path Analysis)?
  1. Data Sampel berjumlah 85 
  2. Pengolahan data menggunakan program IBM SPSS Statistics 22
  3. Variabel :
  • Efektivitas Kerja Guru Penjas (X1)
  • Sertifikasi Guru Penjas (X2)
  • Motivasi Guru Penjas (X3)
  • Kualitas Profesi Guru Penjas (Y)
 Jawaban:

a). Struktural 1

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,663a
,440
,433
7,747
,440
65,194
1
83
,000
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Kerja

Tampak bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,440 berarti bahwa 44% variabilitas variabel Sertifikasi (X2) dapat dijelaskan oleh variabel Efektivitas Kerja (X1). Sehingga error (É›) = 1-R2 = 1- 0,440 = 0,56


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
3912,271
1
3912,271
65,194
,000b
Residual
4980,835
83
60,010


Total
8893,106
84



a. Dependent Variable: Sertifikasi
b. Predictors: (Constant), Efektivitas Kerja

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 65,194; db1=1; db2=83, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektivitas Kerja (X1) berpengaruh terhadap variabel Sertifikasi (X2).


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
41,442
6,507

6,369
,000



Efektivitas Kerja
,592
,073
.663
8,074
,000
,663
,663
,663
a. Dependent Variable: Sertifikasi

Berdasarkan hasil analisis SPSS pada tabel diatas, koefisien jalur diperoleh pada kolom Beta (standardized coeficients), yaitu koefisien jalur X1 ke X2 (p21) = 0,663. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Ï’21 ≤ 0H1 : Ï’21 > 0
Dari Tabel Coefficients diperoleh harga t0 = 8,074 dan p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektivitas Kerja (X1) berpengaruh langsung positif terhadap Sertifikasi (X2)

b) Struktural 2

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,722a
,522
,516
9,003
,522
90,626
1
83
,000
2
,768b
,590
,580
8,394
,068
13,498
1
82
,000
a. Predictors: (Constant), Sertifikasi
b. Predictors: (Constant), Sertifikasi, Efektivitas Kerja

Tampak bahwa koefisien determinasi untuk Model 1 (R2) sebesar 0,522 dan Model 2 (R2) sebesar 0,590 Sehingga error Model 2, É› = 1-R2 = 1- 0,590 = 0,41 


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
7346,305
1
7346,305
90,626
,000b
Residual
6728,119
83
81,062


Total
14074,424
84



2
Regression
8297,285
2
4148,643
58,885
,000c
Residual
5777,138
82
70,453


Total
14074,424
84



a. Dependent Variable: Motivasi
b. Predictors: (Constant), Sertifikasi
c. Predictors: (Constant), Sertifikasi, Efektivitas Kerja

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh bahwa Model 1: Fo = 90,626; db1= 1; db2= 83, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Kemudian, untuk Model 2: Fo = 58,885; db1= 2; db2= 82, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. 

Dengan demikian secara simultan baik model 1 maupun model 2, variabel Efektivitas kerja (X1) dan Sertifikasi (X2) berpengaruh terhadap variabel Motivasi (X3).


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
15,900
8,984

1,770
,080



Sertifikasi
,909
,095
,722
9,520
,000
,722
,722
,722
2
(Constant)
8,687
8,602

1,010
,316



Sertifikasi
,619
,119
,492
5,205
,000
,722
,498
,368
Efektivitas Kerja
,390
,106
,347
3,674
,000
,674
,376
,260
a. Dependent Variable: Motivasi

Koefisien jalur Model 1 dan Model 2 ditunjukkan pada kolom Standardized Coefficient (Beta). Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Ï’31 ≤ 0  dan  H0 : β32  ≤ 0
H1 : Ï’31 > 0          H0 : β32  > 0

Dari tabel Coefficients pada Model 2, diperoleh berturut-turut:

  1. P31 = 0,492; t0  =  5,205, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Sertifikasi (X2) terhadap Motivasi (X3)
  2. P32 = 0,347; t0  =  3,674, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Efektifitas Kerja (X1) terhadap Motivasi (X3)

Dari analisis diatas terlihat bahwa koefisien jalur (p31 dan p32) signifikan, maka model tidak perlu dilakukan trimming. Sehingga kedua variabel Efektivitas Kerja (X1) dan Sertifikasi (X2), keduanya mempunyai pengaruh langsung positif terhadap variabel Motivasi (X3)

c). Struktural 3

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,949a
,901
,897
3,985
,901
245,434
3
81
,000
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Efektivitas Kerja, Sertifikasi

Tampak bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,901 berarti bahwa 90,1 % variabilitas variabel  Kualitas Profesi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3). Sehingga É› = 1-R2 = 1- 0,901 = 0,099 ≈ 0,10


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
11692,177
3
3897,392
245,434
,000b
Residual
1286,247
81
15,880


Total
12978,424
84



a. Dependent Variable: Kualitas Profesi
b. Predictors: (Constant), Motivasi, Efektivitas Kerja, Sertifikasi

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 245,434; db1=3; db2=81, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3) secara simultan berpengaruh terhadap Kualitas Profesi. Adapun pengaruh langsung positif dapat dipelajari dari output berikut.


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
1,806
4,109

,439
,662



Efektivitas Kerja
,330
,054
,306
6,068
,000
,811
,559
,212
Sertifikasi
,291
,065
,241
4,470
,000
,814
,445
,156
Motivasi
,492
,052
,512
9,375
,000
,892
,721
,328
a. Dependent Variable: Kualitas Profesi

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 245,434; db1=3; db2=81, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3) secara simultan berpengaruh terhadap Kualitas Profesi. Adapun pengaruh langsung positif dapat dipelajari dari output berikut.


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
1,806
4,109

,439
,662



Efektivitas Kerja
,330
,054
,306
6,068
,000
,811
,559
,212
Sertifikasi
,291
,065
,241
4,470
,000
,814
,445
,156
Motivasi
,492
,052
,512
9,375
,000
,892
,721
,328
a. Dependent Variable: Kualitas Profesi

Koefisien jalur ditunjukkan pada kolom Standarized Coeffisients (Beta). Hipotesisi yang akan diuji adalah:


1)      H0: Ï’y1 ≤ 0
2)  H0: βy2  ≤ 0
3) H0: βy3   ≤ 0
       H1 : Ï’y1 > 0
H1 : βy2  >  0
     H0 : βy3  >  0

Dari tabel Coefficients, diperoleh berturut-turut:
  1. Py1 = 0,306; t0  =  6,068, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Efektivitas Kerja (X1) terhadap Kualitas Profesi (Y)
  2. Py2 = 0,241; t0  =  4,470, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Sertifikasi (X2) terhadap Kualitas Profesi (Y)
  3. Py3 = 0,512; t0  =  9,375, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Motivasi (X3) terhadap Kualitas Profesi (Y)
Hasil Pengujian Hipotesis disajikan dalam ringkasan tabel berikut ini:


Pengaruh Langsung Antar Variabel
Koefisien Jalur (Py)
Kesalahan Baku (sbi)
thitung
p-value
Simpulan
X1  terhadap  Y  (py1)
0,306
0,054
6,068
0,000
Sig.
X2  terhadap  Y  (py2)
0,241
0,065
4,470
0,000
Sig.
X3  terhadap  Y  (py3)
0,512
0,052
9,375
0,000
Sig.
X2  terhadap  X3  (py32)
0,347
0,106
3,674
0,000
Sig.
X1  terhadap  X2  (py21)
0,663
0,073
8,074
0,000
Sig.






Pengujian Kecocokan Model

Hypothesis:

H0 : R = R (ÆŸ) (matriks korelasi teoritis = matriks korelasi empirik)
H1 : R ≠ R (ÆŸ) (matriks korelasi teoritis ≠ matriks korelasi empirik)

Menentukan Nilai Q



dengan,






Koefisien determinasi untuk Model 1 :

Rm2 = 1- (1- 0,440) (1- 0,522) (1- 0,901) = 0,9735

Selanjutnya, Koefisien determinasi untuk Model 2 :

Re2  = 1- (1- 0,440) (1- 0,590) (1- 0,901) = 0,97727

Jadi, diperoleh nilai Q = (1- 0,9735) / (1-0,97727) = 1,165854 

Dengan ukuran sampel (n) = 85, dan banyaknya koefisien jalur yang tidak signifikan (d) = 1, maka statistik uji Chi-Square dengan :

W = - (n-d) ln Q
W = - (85-1) ln (1,165854) =  -12,8901

Dari tabel Chi-Square dengan db = d = 1 pada taraf signifikansi α = 0,05 di dapat harga χ2tab = χ2 0,05;1) = 3,84. Karena W = -12,8901 <  = 3,84 atau H0 diterima. Dengan demikian, model yang diperoleh adalah sesuai atau cocok (model fit) dengan data. 

Daftar Pustaka:
  • Lleras, C. 2004. Path Analysis. Encyclopedia of Social Measurement. Elsevier Inc., hal.25–30.
  • Kadir. 2015. Statistika Terapan: Konsep, Contoh dan Analisis data dengan program SPSS/Lisrel dalam Penelitian. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block