Wednesday, 15 August 2018

PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN PENDIDIKAN OLAHRAGA

Postingan kali ini akan membahas tentang perbedaan pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga, ditinjau dari perbedaan tujuan, perbedaan dalam materi ajar, dan perbedaan dalam perencanaan dan evaluasi.

      Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga ini berisi tentang: penjelasan mengenai perbedaan tujuan pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga, perbedaan dalam materi ajar pendidikan dan pendidikan olahraga, perbedaan dalam perencanaan dan evaluasi pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga.

            1.     PERBEDAAN TUJUAN
Untuk memahami perbedaan tujuan pendidikan jasmani dan tujuan pendidikan olahraga tentunya harus mempertimbangkan hubungan pendidikan jasmani (physical education) dan pendidikan olahraga (sport education). Karena pemahaman pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga yang masih terbatas di kalangan Guru penjas maka sering menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajarannya. Dengan mempelajari materi ini sangat diharapkanakan membantu Guru penjas untuk memahami peranan, fungsi,dan tujuan pendidikan jasmani secara konseptual.
Dari pengertian pendidikan jasmani salah satu definisi yang sesuai sebagai dasar pelaksanaan kurikulum yaitu menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosional. Sedangkan pernyataan mengenai pendidikan jasmani yang dikembangkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagian integral dari pendidikan secara umum, berupa aktivitas jasmani, yang bertujuan meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, intelektual, dan sosial.
Pada kontek lain pengertian olahraga adalah suatu teknik bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Sebagian para ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu teknik permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani.Jadi pendidikan olahraga adalah memanfaatkan olahraga yang dijadikan media untuk tujuan-tujuan pendidikan, khususnya pendidikan jasmani.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan untuk mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan atau pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia yang sportif, jujur, dan sehat.
Pada ruang lingkup olahraga menurut UU No 3 tahun 2005 tentang SKN poin 1 dijelaskan bahwa olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
Dalam memberikan gambaran pada perbedaan tujuan pendidikan jasmani dan tujuan olahraga, maka sesuai dalam rincian Abdul Kadir Ateng dijelaskan bahwa pendidikan jasmani memiliki tujuan untuk pendidikan secara keseluruhan, kepribadian dan emosional, sedangkan tujuan olahraga lebih spesifik pada tujuan untuk mengembangkan kinerja motorik (motor performance/kinerja gerak untuk prestasi).
Lebih lanjut yang dikuatkan oleh Syarifudin, dalam bulletin pusat perbukuan, tujuan pendidikan jasmani adalah program yang dikembangkan sebagai sarana untuk teknik pertumbuhan dan perkembangan totalitas subjek, sedangkan pada tujuan pendidikan olahraga lebih fokus tujuannnya pada program yang dikembangkan sebagai sarana untuk mencapai prestasi optimal.
Jadi nuansa pendidikan jasmani pada dimensi fisik lebih luas pengembangannya, sedangkan dimensi fisik dalam pendidikan olahraga lebih spesifik pada pengembangan untuk teknik dalam olahraga. Tujuan pendidikan jasmani menurut Syarifudin dalam Pokok-pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani memuat empat komponen tujuan, yaitu   
  1.  Komponen organik, merupakan gambaran tujuan aspek fisik dan psikomotor yang harus dicapai pada setiap proses pembelajaran, yang meliputi; kapasitas fungsional dari organ-organ seperti daya tahan jantung dan otot.
  2.  Komponen neuromuskuler, merupakan gambaran tujuan yang meliputi aspek kemampuan unjuk kerja keterampilan gerak yang didasari oleh kelenturan, kelincahan, keseimbangan, dan kecepatan. 
  3. Komponen intelektual, merupakan gambaran yang dapat dipadankan dengan kognitif.
  4. Komponen emosional, merupakan gambaran yang dapat dipadankan dengan afektif.

Pada tujuan pendidikan jasmani yang tertuang pada kurikulum 2004 lebih lanjut diuraikan, yaitu: meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. Secara umum tujuan pendidikan jasmani adalah:
  1. Untuk membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap social dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama. 
  2. Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar.
  3. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri dan demokrasi melalui aktivitas jasmani. 
  4. Mengembangkan kemampuan gerak dalam keterampilan berbagai macam permainan. 
  5. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui  berbagai aktivitas jasmani.
  6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain. 
  7. Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran, dan pola hidup sehat.

Pendidikan jasmani harus dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia dengan berbagai macam pola, dan juga diselenggarakan pada sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tujuan pendidikan jasmani konsisten dengan tujuan pendidikan umum. Berikut disajikan, tujuan-tujuan pendidikan jasmani yang menjadi pedoman kerja bagi guru-guru sekolah, misalnya:
  1. Tujuan untuk percaya terhadap diri sendiri, mengembangkan daya ingatan, keterampilan dalam proses fundamental untuk berbicara, menulis dan berhitung; penglihatan dan pendengaran, memperoleh pengetahuan kesehatan, pengembangan kebiasaan hidup sehat, mengenal kesehatan masyarakat; pengembangan untuk hiburan, intelegensi, perhatian terhadap keindahan, dan pengembangan budi pekerti yang baik. 
  2. Tujuan yang berhubungan dengan kemanusiaan, saling menghormati, persahabatan, kerja sama, berbudi bahasa luhur, menghargai keluarga dan bersikap demokrasi di rumah. 
  3. Tujuan untuk efisien ekonomi: menghormati pekerjaan, berkemampuan menyaring hal-hal yang berhubungan dengan informasi, berhubungan dengan efisiensi, berhubungan dengan apresiasi dan penyesuaian, ekonomi pribadi, pertimbangan terhadap pemakai, efisiensi dalam belanja, dan perlindungan terhadap pemakai. 
  4. Tujuan yang berhubungan dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik dan berkeadilan sosial, pengertian terhadap masyarakat, penilaian terhadap kritik, toleransi, kelestarian lingkungan, aplikasi masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, sebagai warga dunia yang baik, waspada terhadap hukum ekonomi, terhadap membaca dan menulis politik kewarganegaraan, dan taat terhadap demokrasi.
  Lebih spesifik mengulas tujuan pendidikan jasmani sesuai yang termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan demikian tujuan pendidikan tersebut harus menjadi perhatian guru-guru dalam menunaikan tugas mengajarnya agar sasaran yang diharapkan dapat tercapai.
Walaupun tujuan pendidikan secara umum sama sesuai dari penjelasan di atas, Daryl Siedentop (2004; 7) secara spesifik menjelaskan bahwa tujuan pendidikan olahraga: untuk mendidik peserta didik menjadi pemaindalam arti sepenuhnya dan membantu mereka mengembangkan kompetensinya, melek huruf, dan menjadi olahragawan yang antusias. Sedangkan objek olahraga secara umum adalah:
  1. Mengembangkan olahraga lebih spesifik pada teknis dan kebugaran.
  2. Menghargai dan dapat mengeksekusi olahraga lebih spesifik pada strategi bermain.
  3. Berpartisipasi pada tingkat sesuai tahapan perkembangan. 
  4.  Berbagi perencanaan danadministrasi pengalaman olahraga. 
  5. Bekerja secara efektif dalam suatu kelompok untuk mencapai sasaran bersama.
Dengan uraian mengenai berbagai tujuan baik pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga dapat lebih rinci bahwa pendidikan jasmani memiliki cakupan ruang lingkup lebih luas dibandingkan dengan pendidikan olahraga. Karena pada pendidikan jasmani pengembangan individu melalui kemampuan fisiknya, intelektualnya, dan perasaannya seorang individu ditingkatkan keterampilannya untuk mampu mengatasi dan menyelesaikan berbagai hal masalah yang berhubungan dengan lingkungan, permainan, dan kompetisi dalam olahraga.Sedangkan pada pendidikan olahraga pengembangan individu pada keterampilannya untuk mampu mengatasi dan menyelesaikan berbagai hal masalah yang berhubungan dengan kompetisi dalam olahraga.

            2.     PERBEDAAN DALAM MATERI AJAR
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Untuk menjamin agar pendidikan jasmani dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka materi yang disajikan dalam implementasi program-programnya di lapangan harus melalui strategi atau gaya-gaya pembelajaran yang efektif dan efisien, dalam arti memiliki fleksibilitas yang cukup tinggi dalam berinteraksi dengan berbagai faktor pendukung program pendidikan jasmani.
Program pendidikan jasmani dapat diartikan sebagai usaha merancang komponen-komponen pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan perkembangan siswa.Tujuan pada bagian psikomotor adalah pencapaian keterampilan dan kebugaran jasmani secara optimal. Sementara itu, walaupun pendidikan jasmani menggunakan aktivitas fisik sebagai media proses pembelajaran, bukan berarti mengabaikan pengembangan bagian kognitif dan apektif, melainkan melalui dampak pengiring dari aktivitas fisik secara langsung dapat memberikan konstribusi terhadap pencapaian tujuan pada ranah kognitif dan afektif.
Pada penyajian pendidikan jasmani maupun pendidikan olahraga maka materi yang disajikan seyogyanya terakumulasi dalam ketiga ranah tersebut.Gabbard, Leblanc, dan Lowy (1987) mengutarakan bahwa pertumbuhan, perkembangan dan belajar lewat aktivitas jasmani akan mempengaruhi:
  1.  Ranah kognitif : Kemampuan berpikir (bertanya, kreatif, dan menghubungkan) kemampuan memahami (perceptual ability) menyadari gerak, dan penguatan akademik 
  2. Ranah psikomotor: Pertumbuhan biologik, kesegaran jasmani, keterampilan gerak, dan peningkatan keterampilan gerak. 
  3. Ranah Afektif:  Rasa senang, penanggapan yang sehat terhadap aktivitas jasmani, kemampuan menyatakan dirinya (mengaktualisasi diri), menghargai sendiri, dan ada konsep diri, Sukintaka (1992).
Membedakan pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga bahwa hal itu merupakan bagian dari pendidikan secara umum, dimana pendidikan jasmani tujuannya untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar menjadi manusia Indonesia seutuhnya.Sedangkan pendidikan olahraga tujuannya untuk membantu anak agar menguasai teknik tertentu (keterampilan) pada cabang olahraga. Materi yang disajikan pada pelaksanaan gerak dirancang secara sadar oleh guru yang diberikan dalam situasi yang tepat guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.

           3.     PERBEDAAN DALAM PERENCANAAN DAN EVALUASI
                  a)     Silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) apa kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok;  (2) bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam pengalaman belajar beserta alokasi waktu dan alat sera sumber belajar yang diperlukan; dan (3) bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
Selain pengertian tersebut dapat dipahami pengertian berikut, bahwa silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Pada konteks ini, yang dimaksud mata pelajaran tersebut adalah pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
Silabus diterapkan dalam proses pembelajaran, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Pengkajian dan pengembangan secara berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan catatan dari  hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pembelajaran secara menyeluruh.

                  b)    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan penjabaran dari silabus yang telah disusun pada langkah sebelumnya. RPP disusun untuk setiap kali pertemuan. Di dalam RPP tercermin kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Selain pengertian tersebut, juga dikemukakan pengertian lain tentang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini, yaitu; rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup rencana pelaksanaan pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.

                  c)     Evaluasi
Pada  penilaian sering dikenal dengan sistem gain score dan final score pada suatu proses pembelajaran maupun pelatihan. Gain score berarti penilaian yang didasarkan pada pertambahan nilai, yaitu selisih antara hasil panilaian awal dan hasil penilaian akhir yang didapat oleh peserta didik, dan ini yang ditekankan dalam menilai hasil belajar anak. Sedangkan nilai akhir (gain score) menjadi penekanan dalam penilaian yang dilakukan pada olahraga kompetitif.
Seluruh peserta didik dalam suatu sekolah wajib mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, sehingga partisipasi dalam penjas disebut sebagai partisipasi wajib. Sedangkan untuk memilih keikutsertaan anak pada suatu kelompok berlajar cabang olahraga tertentu pada pendidikan olahraga.
Secara sepintas kita membahas mengenai apa itu evaluasi. Stufflebeam seperti yang dikutif Suparman (2012; 301) evaluasi adalah suatu investigasi, penelitian, penyelidikan, atau pemeriksaan yang sistematik terhadap nilai suatu objek. Pada halaman yang sama Scriven menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses menentukan manfaat, harga, dan nilai dari sesuatu dan evaluasi adalah produk dari proses tersebut.
Setelah memahami apa yang harus dilakukan dalam perencaan dan evaluasi, selanjutnya pada akhir materi ini akan dirinci lebih lanjut perbedaan dalam perencanaan dan evaluasi pada pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga.  Untuk memudahkan membedakannya maka Anda dapat menelaah lebih lanjut diagram berikut:
                                             Diagram 1 Perbedaan dalam perencanaan
PENDIDIKAN JASMANI
PENDIDIKAN OLAHRAGA
1.   Tujuan berisi program sebagai sarana untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan totalitas peserta didik
1.   Tujuan berisi program sebagai sarana untuk mencapai prestasi (teknik kecabangan).
2.   Materi yang diberikandisesuaikan dengan kebutuhan/kemampuan peserta didik.
2.   Materi yang diberikan untuk mencapai target penguasaan teknik kecabangan guna mencapai prestasi optimal.
3.   Intensitas kerja fisik disesuaikan dengan kemampuan organ-organ tubuh peserta didik.
3.  Intensitas kerja fisik harus mendekati siklus pertandingan.
4.   Pelaksanaan  permainan menggunakan peraturan yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran (dimodifikasi).
4.   Pelaksanaan permainan memakai peraturan dalam kecabangan olahraga.
5.   Alat dan sarana dapat dimodifikasi sesuai kemampuan peserta didik.
5.   Alat dan sarana harus sesuai yang dipergunakan pada perlombaan/pertandingan olahraga.
6.   Peserta didik semua diharapkan dapat melakukan kegiatan proses pembelajaran
6.   Peserta didik tidak semua dapat melakukan kegiatan proses pembelajaran
7.   Media aktivitas gerak fisik menggunakan; aktivitas permainan, aktivitas olahraga, dan aktivitas lainnya.
7.   Media aktivitas gerak fisik menggunakan; aktivitas permainan dalam cabang olahraga.

                                                      Diagram 2 Perbedaan evaluasi
PENDIDIKAN JASMANI
PENDIDIKAN OLAHRAGA
1.   Kontek evaluasi untuk menilai proses pembelajaran terhadap kemajuan peserta didik
1.   Kontek evaluasi untuk menilai proses pembelajaran terhadap hasil materi peserta didik
2.   Penilaian terhadap peserta didik dilakukan terhadap proses pelaksanaan keterampilan
2.   Penilaian terhadap peserta didik dilakukan terhadap hasil capaian keterampilan
3.   Alat ukur penilaian menggunakan  acuan patokan (kriteria).
3.   Alat ukur penilaian cenderung menggunakan  acuan norma (baku).
4.   Dasar evaluasi meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor
4.   Dasar evaluasi lebih dominan pada psikomotor

Foto bersama Asesor BAN-PT Bidang Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

    DAFTAR PUSTAKA

Coakley, J. (2007). Sport and Character Development among Adolescents.Makalah dipresentasikan dalam the Improved Sport for Hundreds of Millions of Chinese Children, Beijing, China.

Daryl Siendentop, Peter A. Hastie, dan Hans van der Mars, (2004). Complete Guide to Sport Education, United States: Human Kinetics.

Harsuki, (2003).Perkembangan Olahraga Terkini, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kirk, D. (2010). Physical Education Futures.London: Routledge.

Siedentop, D. & Lock, L. (1997).Making a Difference for Physical Education: What professors and practitioners must build together.Journal of Physical Education,  Recreation and Dance, 68: 25-33.

Wednesday, 16 May 2018

PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, KESEHATAN DAN REKREASI

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Pasal 1, ayat 1 me-nyatakan Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan. 

Selanjutnya, pada Pasal 1, ayat 4 menyatakan: olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial, serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005, pasal 17 dinyatakan bahwa : Ruang lingkup olahraga meliputi kegiatan;
  1. Olahraga pendidikan. 
  2. Adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses, pendidikan, yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani.
  3. Olahraga rekreasi. 
  4. Adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kesenangan.
  5. Olahraga prestasi. 
  6. Adalah yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk menggapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Dalam SK. Menpora Nomor 053/A/MENPORA/1994, tentang Pola Dasar Pembangunan Olahraga Nasional, dinyatakan bahwa;
  • Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan pembentukan watak.Olahraga adalah bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh kesenangan rekreasi, kesehatan, kesegaran, dan prestasi optimal.
  • Olahraga Kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau akan membawa manfaat kepada kesehatan bagi orang-orang yang melakukannya.
  • Olahraga Rekreasi adalah suatu bentuk kegiatan olahraga yang sifatnya untuk memperoleh kesenangan atau menyalurkan ketegangan jiwa. Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian proses pemulihan kembali kesehatan dan kebugaran jasmani, bertujuan: 
  1. Memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan,
  2. Membangun hubungan sosial,
  3. Melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah, dan nasional.
    Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan dan diarahkan untuk memassalkan olahraga sebagai upaya mengembangkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehata, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial. Organisasi olahraga rekreasi bernaung di bawah federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) yang membina dan mengembangkan olahraga sebagai berikut:
  1. Olahraga massal
  2. Olahraga Tradisional
  3. Olahraga Kesehatan
  4. Olahraga Khusus, yaitu olahraga penyandang cacat fisik dan mental.
  • Olahraga Prestasi adalah kegiatan olahraga yang dipertandingkan/diperlombakan secara resmi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada olahragawan untuk mencapai prestasi optimal. 
  • Olahraga prestasi adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Dilakukan oleh setiap orang yang memiliki bakat, kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi. 
    Olahraga prestasi bernanung dibawah, dibina dan dikembangkan oleh organisasi yang dikenal dengan nama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan mengembangkan Induk Organisasi Cabang Oahraga dan Badan Olahraga Fungsional, serta KONI Provinsi dan KONI daerah khusus. Pada saat ini KONI pusat membina: 
  1. Induk Organisasi Cabang Olahraga, seperti: Atletik (PASI), Panahan (PEPAN I), Sepak bola (PSSI), Bulu Tangkis (PBSI), dan lain-lain
  2. Organisasi Badan Olahraga Fungsional, seperti: BAPOMI, BAPOPSI, PERWOSI BABOR KORPRI, SIWO-PWI, dan lain-lain
  3. KONI Provinsi, sebanyak Provinsi di Indonesia
Pengertian Pendidikan Jasmani, Olahraga, Kesehatan, dan Rekreasi

Olahrga Pendidikan diselenggarakan sebagai bagian proses pendidikan. Dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal melalui kegiatan interakurikuler dan/atau ekstrakurikuler dan dimulai pada usia dini serta dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan yang dibimbing oleh guru/dosen olahraga dan dapat dibantu oleh tenaga keolahragaan yang disiapkan oleh setiap satuan pendidikan.
Ada 5 (lima) dimensi kebutuhan hidup yaitu:
  1. Kemampuan kognitif
  2. Kemampuan jasmani (raga)
  3. Kemampuan perasaan dan emosi
  4. Kemampuan kesehatan
  5. Kemampuan sosial
Ada 4 (empat) Landasan filosofis pendidikan jasmani dan Olahraga meliputi:
  1. Pengaruh pendidikan progresif, bahwa jiwa dan raga adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menentukan dan mempengaruhi
  2. Pendidikan bersifat menyeluruh
  3. Pendidikan jasmani adalah bagian integral pendidikan
  4. Pendidikan kebudayaan adalah pengalihan menuju pembangunan peradaban
Dalam surat keputusan, Mendikbud Nomor 413/U/1989, dinyatakan bahwa pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktifitas jasmani, yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, intelektual, dan emosional.

Kemudian dalam SK. Menpora Nomor 053/A/MENPORA/1994, tentang Pola Dasar Pembangunan Olahraga Nasional, Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan pembentukan watak.Olahraga adalah bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh kesenangan rekreasi, kesehatan, kesegaran, dan prestasi optimal

Fungsi; Tujuan dan Pentingnya Pendidikan Jasmani

American Alliance For Health, Physical Education, Recreation and Dance (AAHPERD) merumuskan fungsi pendidikan jasmani sebagai berikut:
  1. Seseorang yang terdidik melalui pendidikan jasmani adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan sehubungan dengan jasmaninya dan bagaimana jasmaninya berfungsi
  2. Pendidikan jasmani merupakan jaminan bagi kesehatan
  3. Pendidikan jasmani dapat menyumbang prestasi akademik
  4. Suatu program pendidikan jasmani yang baik menyumbang kepada perkembangan konsep diri (self concept)
  5. Suatu program pendidikan jasmani yang baik membantu seseorang untuk memperoleh keterampilan social (social skill)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Pasal 4 menyatakan: Keolahragaan Nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan bangsa, memperkukuh ketahan nasional, serta mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa.
Rumusan tujuan pendidikan jasmani modern di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Hetherington (1910) menetapkan 4 dimensi tujuan pendidikan jasmani yang mencakup:
  1. Pengembangan fisik,
  2. Motorik,
  3. Mental, dan
  4. Sosial
Dimensi tujuan pendidikan jasmani di Indonesia:
  1. Pembentukan dan peningkatan keterampilan gerak
  2. Peningkatan prestasi
  3. Pengembangan mental
  4. Pengembangan sosial
  5. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
  6. Peningkatan kesehatan dan kebugaran jasmani
Pentingnya pendidikan jasmani
  1. Pendidikan jasmani merupakan inti pendidikan
  2. Merupakan pondasi sistem pembinaan olahraga
  3. Menjadi bagian esensial hak asasi manusia
  4. Merupakan kehidupan dari sekolah
Peran Utama Pendidikan Jasmani dan Olahraga
  1. Olahraga sebagai kehidupan dan perdamaian ; Sport is a school of life and can be a school for peace
  2. Olahraga dapat menjembatani Perdamaian diantara orang-orang dan ras-ras ; Sport can be also help to build bridges of peace between peoples and races
  3. Olahraga merupakan Hak Asasi manusia, sebagaiman hak untuk pendidikan, hak untuk memperoleh identitas, dan sebagainya. ; Sport is human right like right to education, the right to identity and others
  4. Olahraga adalah instrument untuk memperkenalkan kebiasaan untuk saling menghormati ; Sport is a good instrument for introducing the habit of rspect
  5. Olahraga memiliki nilai-nilai yang mirip dengan nilai PBB ; Essential sport values a very similar to the core values of the united nations through sport we can create a better world
  6. Olahraga dapat menjadi Instrument untuk pembangunan dan perdamaian dunia ; Sport can be as instrument for development and peace of the world
Nilai-Nilai Keolahragaan

(Sidang umum PBB ke-5 tahun 2001, mengadopsi sebuah resolusi atas dasar Olympic Truce dengan judul: Building a Peacepul and Better Worlad Through Sport and Olympic Ideal). Dalam Jurnal  Gary, Juneau & Rubin, Neal S. yang berjudul The Olympic Truce: Sport promoting peace, development and international cooperation pada tahun 2012 memperlihatkan nilai-nilai dalam olahraga.

Standing on the shoulders of the Olympic Games franchise, there is a growing body of literature supporting the value of sport in enhancing the well-being of individuals, communities and societies (Beutler, 2008; Darnell, 2010; Giulianotti, 2011). 

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sekarang mengakui olahraga sebagai hak asasi manusia, menegaskan bahwa prinsip-prinsip dasar olahraga - kerja tim, keadilan, penghormatan terhadap oposisi, dan menghormati aturan permainan - semuanya konsisten dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, 1945).

PBB menggunakan olahraga secara kreatif tidak hanya untuk mempromosikan perdamaian dan kerja sama internasional, tetapi juga untuk penggalangan dana dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah-masalah hak asasi manusia yang mendesak.

Me in POMNAS XV Makassar, Sulawesi Selatan 2017

Sumber:
  • Pasau, M. Anwar. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar
  • http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/45.pdf
  • https://www.apa.org/international/pi/2012/10/un-matters
  • http://storage.kopertis6.or.id/kepegawaian/Serdos/2019/346_Kode%20Bidang%20Ilmu.pdf
  • http://kopertis3.or.id/v2/wp-content/uploads/Lampiran-Nomenklatur-Prodi-Akademik-27-Agustus-2017-rev.pdf
  • http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/Docs/Panduan/lampiran%20umum/Lampiran%20A.%20Daftar%20Rumpun%20Ilmu.htm
  • https://youtu.be/4fhRqc1icrI

Wednesday, 4 April 2018

TEORI BERMAIN

Bermain tentu saja sudah tidak asing lagi bagi teman-teman pecinta Pendidikan Jasmani.  karena hal ini merupakan sesuatu yang senantiasa mewarnai setiap kegiatan sehari-hari apalagi khususnya bagi seorang Guru Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Yap betul, Postingan kali ini kita akan memahami tentang pengertian dan jenis bermain, agar kita semua lebih kompeten tentang bermain. Langsung aja boy kita bahas mengenai bermain. 


1). Pengertian Bermain

Orang biasanya mengatakan, bermain adalah bergerak sambil bersenang-senang. Dalam pengertian permainan termasuk gerakan, jadi permainan selalu diiringi oleh gerakan (getaran) juga oleh jiwa. Para ahli tidak merasa puas dengan pengertian permainan tersebut diatas. Prof. J. Huizinga dalam bukunya “HOMO LUDENS” mengatakan, bahwa permainan adalah perbuatan atas kemauan sendiri yang dikerjakan dengan batasan, tempat dan waktu yang telah ditentukan, diiringi oleh perasaan senang dan “spanning” dengan penuh kesadaran dalam berbuat yang tentunya sangat berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai sifat permainan yang disebut Huizinga, bahwa permainan itu dapat diulangi secara langsung atau setelah berselang beberapa waktu.

Pembatasan ruang permainan yang tegas dikatakan sebagai suatu syarat yang ikut mempengaruhi atau menentukan terjadinya sebuah permainan. Dikatakannya; Ruangan yang terbatas dipisahkan oleh khayalan dari lingkungan biasa atau kehidupan sehari-hari. Dalam ruangan itulah permainan terjadi; disitulah aturan-aturan permainan berlaku. Jadi menurut Huizinga bermain adalah keluar dari kehidupan sehari-hari dan masuk kedalam dunia khayal, dunia permainan.

Berdasarkan dengan hal tersebut, definisi bermain adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan yang tidak mengenal suku, golongan, strata ekonomi, tingkat pendidikan, serta lain-lainnya. Dimana bermain itu di mulai dari anak-anak sampai orang dewasa baik wanita maupun laki-laki.

Prof. Buitendyk dalam bukunya “Het spel van mensch en dier” tidak mengatakan apakah permainan itu, melainkan disebutkan unsur-unsur apa yang terdapat dalam pengertian permainan, yaitu antara lain:
  • Kita bermain dengan sesuatu benda atau seseorang (lain), 
  • Kemungkinan bermain banyak sekali, tetapi ada batas-batas yang menentukan yaitu aturan-aturan dan lapangan (atau tempat), 
  • Dalam permainan terdapat suatu klimaks, mula-mula lemah kemudian makin lama makin kuat dan akhirnya turun menjadi lemah kembali, 
  • Ada pertukaran diantara (afwisseling) spanning dan ontspanning.
  • Para guru berkata: Bermain adalah belajar menyesuaikan diri dengan keadaan. Manusia  bermain dalam daerah sekelilingnya dan dengan benda dalam daerah itu. Dengan jalan demikian manusia mengenal akan tabiat dan sifat-sifat lain daerah dan benda-benda itu. Seorang bayi mulai bermain dengan berbagai anggota tubuhnya sendiri, kemudian dengan benda-benda yang diberikan kepadanya, dan pada akhirnya dengan benda-benda yang dijumpai dalam perjalanan dalam daerahnya. Anak-anak akan menjadi tahu dan biasa dengan bentuk, berat, rasa benda-benda tersebut.
Anak berusia 6 tahun, jika mereka bermain jalan pikiran dan seluruh jiwanya terlepas dari lingkungan hidup sekelilingnya; ia bertugas atau membagi-bagi tugas dalam dunia permainan itu. Ia lupa bahwa sekelilingnya ada dunia (dunia yang sesungguhnya) lain daripada dunia yang dialaminya (dunia fantasi) pada waktu itu. Makin tua si pemain, makin ada kesadaran akan adanya dua macam dunia (permainan dan yang biasa). Waktu kita (orang dewasa) bermain sandiwara umpamanya kita sadar akan kenyataan, bahwa sesuatu yang kita perbuat itu adalah fantasi belaka. Bahkan mungkin sekali kita, pemain sandiwara, lebih menyadari akan hal itu daripada penonton pada saat itu. Pada umumnya guru yang memberi pelajaran khususnya kepada anak-anak kecil, harus mempunyai kecakapan bermain sandiwara, sehingga memudahkan untuk menyesuaikan diri dengan jiwa anak-anak yang diajar.

Berdasarkan pengamatan, pengalaman dan hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut:
  • Peserta didik memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya. 
  • Peserta didik akan menemukan dirinya, yaitu kekuatan dan kelemahannya, kemampuan serta juga minat dan kebutuhannya. 
  • Memberikan peluang bagi Peserta didik untuk berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual, bahasa dan perilaku (psikososial serta emosional). 
  • Peserta didik terbiasa menggunakan seluruh aspek pancaindranya sehingga terlatih baik. 
  • Secara alamiah memotivasi Peserta didik untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam lagi.
  • Perlu diketahui bahwa salah satu pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah adalah bagaimana pembelajaran itu bisa membuat peserta didik senang dan gembira, sehingga pembelajaran itu harus dirancang bagaimana belajar pendidikan jasmani melalui bermain. 
Melalui bermain peserta didik diajak untuk mengeksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek tertentu yang erat hubungannya dengan materi pembelajaran yang telah direncanakan sehingga pembelajaran tersebut lebih bermakna karena sebab-sebab berikut ini:

a). Bermain itu belajar

Kemampuan intelektual (daya pikir) manusia sebagian besar dikembangkan menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitarnya, baik ciptaan Tuhan maupun buatan manusia. Mengamati tanaman tumbuhan merupakan contoh kegiatan di mana manusia meningkatkan pengetahuannya tentang bagaimana dan mengapa tanaman tumbuh, mengalami perubahan dan berfungsi (sebagai makanan). Melalui bermain manusia memperoleh kesempatan pengalaman yang makin memperjelas hal-hal yang mereka pelajari di kelas atau di rumah. Bermain juga menumbuhkan rasa ingin menyelidiki yang akan memperkaya pengertiannya. Keinginan untuk menyelidiki ini akan terus berlanjut dalam hidupnya.

b). Bermain itu bergerak

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan ditingkat satuan pendidikan sekolah pada dasarnya merangsang peserta didik untuk menggunakan motorik kasar dan motorik halus dilakukan melalui aktivitas bermain, baik yang menggunakan alat maupun bermain dengan tanpa menggunakan alat. Bermain juga senantiasa dapat membuat peserta didik menyadari kemampuan tubuhnya ketika ia melakukan segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya untuk pengembangan motorik halus melalui bermain, dengan menggunakan alat-alat, seperti pensil warna, kuas, dan gunting yang terkait dengan aktivitas jasmani. Penggunaan alat-alat tersebut adalah untuk meningkatkan penghalusan penggunaan otot-otot halus ditangan. Demikian juga halnya dengan pengembangan otot besar untuk motorik kasar, seperti aktivitas berlari, melompat, memanjat, dan sebagainya. Gerakan motorik kasar ini bukan saja memperkokoh fisik, melainkan juga melatih untuk mengantisipasi gerak yang ada di lingkungannya. Pengalaman anggota tubuh selama aktivitas bermain menjadikan peserta didik-peserta didik mengembangkan keterampilan bergerak serta merasa percaya diri dengan kekuatan tubuhnya.

c). Bermain membentuk perilaku

Saat bermain tampak jelas perkembangan perilaku manusia. Program kegiatan belajar di sekolah, dipadukan dalam satu program kegiatan belajar yang utuh mencakup program dalam rangka pembentukan perilaku melalui pembiasaan serta program dalam rangka pengembangan pengetahuan dasar serta program peningkatan serta pengembangan kebugaran jasmani. Perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan serta pembelajaran tersebut meliputi moral dan nilai-nilai agama, emosi atau perasaan, kemampuan bersosialisasi dan disiplin dengan tujuan agar peserta didik tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri.

Bermain sangat sesuai untuk memenuhi tujuan pengembangan perilaku dan tingkat kebugaran jasmani peserta didik, karena bermain bertugas untuk: 
  • Menanamkan budi pekerti yang baik; di dalam bermain terjadi interaksi sosial yang melibatkan perasaan. 
  • Melatih peserta didik untuk membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik; dalam bermain kadang kala di warnai dengan kompetisi, sehingga akan melatih peserta didik untuk senantiasa dapat menerima kekalahan dan kemenangan dengan sikap yang tidak berlebihan. 
  • Melatih sikap ramah, suka kerja sama, menunjukkan kepedulian; di dalam bermain terjadi komunikasi dua arah, sehingga akan memberi pembelajaran bagaimana menghargai teman, dan mau menerima segala kekurangannya.  
  • Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari; di dalam bermain mereka melakoni peran-peran tertentu untuk di perankan, sehingga akan memberi pembelajaran tentang nilai-nilai tanggung jawab dalam peran tersebut. 
  • Melatih untuk mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan; di dalam bermain tidak terlepas dengan faktor lingkungan yang mendukung, sehingga dengan melibatkan lingkungan sekitar akan memberi pencerahan bagaimana pentingnya lingkungan terhadap kehidupan. 
  • Melatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan;di dalam bermain senantiasa mempunyai atauran-aturan yang cukup sederhana dan semuanya taat serta tunduk pada aturan tersebut sebagai bentuk komitmen. 
  • Melatih untuk berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar; bermain berarti masing-masing peserta didik di beri kebebasan untuk mengeksploitasi hal-hal yang dapat menunjang permainan tersebut. 
  • Menjaga keamanan diri; di dalam bermain mengajarkan peserta didik untuk memahami tentang hal-hal yang dapat membuatnya celaka. 
  • Melatih untuk mengerti berbagai konsep moral yang mendasar, seperti salah, benar, jujur, adil, dan fair; di dalam bermain sangat mengedepankan konsep moral, karena mengabaikan hal tersebut maka sangsinya adalah di keluarkan dari permainan tersebut dan tidak ada lagi yang mau mengajaknya main. 
  • Membuat peserta didik untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik; di dalam bermain tentu tidak terlepas dengan aktivitas gerak yang kadang kala peserta didik lupa akan capek, karena bermain. 
  • Membuat peserta didik memiliki tingkat konsentrasi yang lama; dengan aktivitas fisik yang terlibat dalam suatu permainan akan membuat bugar, dan dengan bugar akan mempengaruhi lamanya konsentrasi. 
  • Melatih peserta didik untuk tidak cepat lelah dan capek; di dalam bermain yang mengedepankan unsur kesenangan dan kegembiraan. Sehingga yang lainnya terabaikan. 
  • Membuat peserta didik tidak loyoh dan ngantuk dalam proses pembelajaran di dalam kelas dalam bidang studi yang lain; bermain akan mempengaruhi tingkat kebugaran, karena isi dari bermain adalah aktivitas fisik.

2). Jenis Teori Bermain

Sejak abad ke-19 bermunculan teori tentang bermain yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Ada beberapa teori mengapa manusia bermain, diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Teori Rekreasi (Schaller dan Lazarus). 
Menurut teori ini, dibedakan antara bermain di satu pihak dengan bekerja di lain pihak yang membutuhkan suatu keseriusan (seriousness). Apabila seseorang telah lelah bekerja maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatannya akibat bekerja. 
Materi ajar dalam Penjasorkes yang diajarkan diluar ruangan dengan melalui praktik, merupakan satu-satunya bidang studi yang dapat memperbaiki atau memperbaharui kembali pikiran dan kecapean setelah peserta didik menerima mata pelajaran lain yang mungkin menguras konsentrasi dan pemikiran yang berat. Dengan demikian yang perlu dilakukan oleh guru pendidikan jasmani adalah membawa peserta didik tersebut ke dalam suasana yang menggembirakan, melalui aktivitas bermain.
  • Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer). 
Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap. Energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui bermain. 
Guru pendidikan jasmani harus senantiasa memahami dan mengerti, bahwa peserta didik yang diajar tentu berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda-beda, ada yang berasal dari lingkungan keluarga yang penuh dengan tekanan, dan ada pula mungkin dari lingkungan keluarga yng memberi kebebasan untuk berbuat apa saja, serta mungkin ada juga berasal dari lingkungan keluarga yang dimandikan dengan materi. Dengan demikian guru pendidikan jasmani harus dapat menciptakan sebuah aktivitas bermain secara kelompok yang dapat mengayomi semua permasalahan tersebut, sehingga semuanya merasa diperhatikan.
  • Teori Fungsi dari Karl Groos dan Maria Montessori. 
Menurut teori ini bermain dimaksudkan untuk mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang individu. Contohnya, seekor anak kucing yang bermain dengan ekor induknya, sebenarnya kegiatan itu berfungsi untuk latihan menangkap tikus dalam rangka mempertahankan hidup. 
Guru Pendidikan jasmani haruslah senantiasa dapat melihat dan mendeteksi tingkat kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya, sehingga kedepannya akan dapat mengarahkan dan sekaligus memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut kearah pembinaan olahraga menuju pencapaian prestasi puncak pada usia tertentu.
  • John Huizinga (1938) seorang pakar sejarah dalam salah satu karyanya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kebutuhan bermain adalah yang membedakan manusia dari hewan, bahkan melalui permainannya itu terpantul pula kebudayaannya.
Permainan yang disiapkan oleh guru pendidikan jasmani harus sesuai dan mendukung dalam pencapaian tujuan materi pembelajaran, sehingga permainan tersebut senantiasa memupuk rasa kebersamaan dan persaudaraan, tanpa didasari dari perbedaan-perbedaan yang ada.
  • Patty Smith Hill (1932) memperkenalkan sebuah masa “bekerja-bermain” dimana anak-anak dengan bebasnya mengeksplorasi benda-benda serta alat-alat bermain yang ada di lingkungannya, mengambil prakarsa serta melaksanakan ide-ide mereka sendiri.
Peserta didik sekali-kali diberi kesempatan dan kebebasan dalam beraktivitas, dimana secara keseluruhan diberikan tanggung jawab kepada mereka untuk merencanakan sekaligus mempraktikkannya sendiri.
  • Susan Isaacs (1933) percaya bahwa bermain mempertinggi semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia membela hak-hak anak untuk bermain dan mengajak para orang tua untuk mendukung kegiatan bermain anak sebagai sumber belajar alami yang penting bagi anak.
Guru harus menempatkan bermain dalam Penjasorkes di atas segala-galanya, karena akan sangat membantu dalam segala hal, di mana bermain tersebut tentu melibatkan unsur aktivitas fisik yang sangat penting dalam proses bertumbuh dan berkembang.
  • Dewey (1938) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan teman sebayanya dalam bermain.
Guru Pendidikan jasmani dalam merancang sebuah pembelajaran yang dilaksanakan dengan praktik langsung dilapangan, tentu tidak terlepas dengan proses interaksi yang terjadi antara peserta didik serta dengan gurunya. Sehingga hal tersebut senantiasa harus di jaga untuk keharmonisan dan kelancaran proses pembelajaran.
Banyaknya pemikiran dan perbedaan cara pandang yang dikembangkan para ahli tentang bermain memperlihatkan betapa pentingnya arti bermain bagi manusia, khususnya dalam masa perkembangannya sebagai anak. Meskipun terdapat kelemahan pada teori-teori tersebut, namun tiap teori bermanfaat dan memberikan sumbangan untuk memperdalam pengertian tentang bermain.


Daftar Pustaka:
  • Anggani Sudono. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Grasindo. Jakarta.
  • Ann Gordon & Kathryn W. Browne. (1993). Beginnings and Beyond. Delmar Publisher Inc. Pages 208. 364. 378. New York.
  • Barbara Day. (1994). Early Childhood Education. Macmillan College Publishing Company. New York.
  • B.E.F. Montolalu W. (2008). Bermain dan Permainan Anak. Universitas Terbuka. Jakarta.
  • CRJ. Indonesia. (1997). Menciptakan Kelas yang Berpusat Pada Anak. Children’s Resources International Inc (hal. 23, 43). Jakarta.
  • Donna M. Wolfinger. (1994). Science and Mathematics in Early Childhood Education. Harper College Public Publisher (p. 32, 46, 53). Montgomery.
  • Joan P. Isenberg & Mary Denck Jalongo. (1993). Creative Expression and Play in the Early Childhood Curriculum. Macmillan Publishing Company (p. 32, 46, 53). New York.
  • K. Eileen Allen & Betty Hart. (1984). The Early Years. Prentice Hall, Inc. (p. 32, 135, 245). New Jersey.
  • Luarens. A. Daane. (1980). Spelendblock Buitenshuis Antwerpen. Het Spectrum (p. 21, 32, 74, 81, 101, 134). Uitgevery.
  • Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kompetensi Dasar Pendidikan Anak Usia Dini 4-6 Tahun. Depdiknas. Jakarta.
  • Sandra J. Stone. (1993). Playing A Kid’s Curriculum Glenview. Good Year Books Harper Collins Publishers. p. 4, 8, 10.
  • Yuke Indrati. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini. Pusat Kurikulum Depdiknas. Jakarta


Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block