Wednesday, 16 May 2018

PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, KESEHATAN DAN REKREASI

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Pasal 1, ayat 1 me-nyatakan Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan. 

Selanjutnya, pada Pasal 1, ayat 4 menyatakan: olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial, serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005, pasal 17 dinyatakan bahwa : Ruang lingkup olahraga meliputi kegiatan;
  1. Olahraga pendidikan. 
  2. Adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses, pendidikan, yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani.
  3. Olahraga rekreasi. 
  4. Adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kesenangan.
  5. Olahraga prestasi. 
  6. Adalah yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk menggapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Dalam SK. Menpora Nomor 053/A/MENPORA/1994, tentang Pola Dasar Pembangunan Olahraga Nasional, dinyatakan bahwa;
  • Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan pembentukan watak.Olahraga adalah bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh kesenangan rekreasi, kesehatan, kesegaran, dan prestasi optimal.
  • Olahraga Kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau akan membawa manfaat kepada kesehatan bagi orang-orang yang melakukannya.
  • Olahraga Rekreasi adalah suatu bentuk kegiatan olahraga yang sifatnya untuk memperoleh kesenangan atau menyalurkan ketegangan jiwa. Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian proses pemulihan kembali kesehatan dan kebugaran jasmani, bertujuan: 
  1. Memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan,
  2. Membangun hubungan sosial,
  3. Melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah, dan nasional.
    Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan dan diarahkan untuk memassalkan olahraga sebagai upaya mengembangkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehata, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial. Organisasi olahraga rekreasi bernaung di bawah federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) yang membina dan mengembangkan olahraga sebagai berikut:
  1. Olahraga massal
  2. Olahraga Tradisional
  3. Olahraga Kesehatan
  4. Olahraga Khusus, yaitu olahraga penyandang cacat fisik dan mental.
  • Olahraga Prestasi adalah kegiatan olahraga yang dipertandingkan/diperlombakan secara resmi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada olahragawan untuk mencapai prestasi optimal. 
  • Olahraga prestasi adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Dilakukan oleh setiap orang yang memiliki bakat, kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi. 
    Olahraga prestasi bernanung dibawah, dibina dan dikembangkan oleh organisasi yang dikenal dengan nama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan mengembangkan Induk Organisasi Cabang Oahraga dan Badan Olahraga Fungsional, serta KONI Provinsi dan KONI daerah khusus. Pada saat ini KONI pusat membina: 
  1. Induk Organisasi Cabang Olahraga, seperti: Atletik (PASI), Panahan (PEPAN I), Sepak bola (PSSI), Bulu Tangkis (PBSI), dan lain-lain
  2. Organisasi Badan Olahraga Fungsional, seperti: BAPOMI, BAPOPSI, PERWOSI BABOR KORPRI, SIWO-PWI, dan lain-lain
  3. KONI Provinsi, sebanyak Provinsi di Indonesia
Pengertian Pendidikan Jasmani, Olahraga, Kesehatan, dan Rekreasi

Olahrga Pendidikan diselenggarakan sebagai bagian proses pendidikan. Dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal melalui kegiatan interakurikuler dan/atau ekstrakurikuler dan dimulai pada usia dini serta dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan yang dibimbing oleh guru/dosen olahraga dan dapat dibantu oleh tenaga keolahragaan yang disiapkan oleh setiap satuan pendidikan.
Ada 5 (lima) dimensi kebutuhan hidup yaitu:
  1. Kemampuan kognitif
  2. Kemampuan jasmani (raga)
  3. Kemampuan perasaan dan emosi
  4. Kemampuan kesehatan
  5. Kemampuan sosial
Ada 4 (empat) Landasan filosofis pendidikan jasmani dan Olahraga meliputi:
  1. Pengaruh pendidikan progresif, bahwa jiwa dan raga adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menentukan dan mempengaruhi
  2. Pendidikan bersifat menyeluruh
  3. Pendidikan jasmani adalah bagian integral pendidikan
  4. Pendidikan kebudayaan adalah pengalihan menuju pembangunan peradaban
Dalam surat keputusan, Mendikbud Nomor 413/U/1989, dinyatakan bahwa pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktifitas jasmani, yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, intelektual, dan emosional.

Kemudian dalam SK. Menpora Nomor 053/A/MENPORA/1994, tentang Pola Dasar Pembangunan Olahraga Nasional, Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan pembentukan watak.Olahraga adalah bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh kesenangan rekreasi, kesehatan, kesegaran, dan prestasi optimal

Fungsi; Tujuan dan Pentingnya Pendidikan Jasmani

American Alliance For Health, Physical Education, Recreation and Dance (AAHPERD) merumuskan fungsi pendidikan jasmani sebagai berikut:
  1. Seseorang yang terdidik melalui pendidikan jasmani adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan sehubungan dengan jasmaninya dan bagaimana jasmaninya berfungsi
  2. Pendidikan jasmani merupakan jaminan bagi kesehatan
  3. Pendidikan jasmani dapat menyumbang prestasi akademik
  4. Suatu program pendidikan jasmani yang baik menyumbang kepada perkembangan konsep diri (self concept)
  5. Suatu program pendidikan jasmani yang baik membantu seseorang untuk memperoleh keterampilan social (social skill)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Pasal 4 menyatakan: Keolahragaan Nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan bangsa, memperkukuh ketahan nasional, serta mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa.
Rumusan tujuan pendidikan jasmani modern di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Hetherington (1910) menetapkan 4 dimensi tujuan pendidikan jasmani yang mencakup:
  1. Pengembangan fisik,
  2. Motorik,
  3. Mental, dan
  4. Sosial
Dimensi tujuan pendidikan jasmani di Indonesia:
  1. Pembentukan dan peningkatan keterampilan gerak
  2. Peningkatan prestasi
  3. Pengembangan mental
  4. Pengembangan sosial
  5. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
  6. Peningkatan kesehatan dan kebugaran jasmani
Pentingnya pendidikan jasmani
  1. Pendidikan jasmani merupakan inti pendidikan
  2. Merupakan pondasi sistem pembinaan olahraga
  3. Menjadi bagian esensial hak asasi manusia
  4. Merupakan kehidupan dari sekolah
Peran Utama Pendidikan Jasmani dan Olahraga
  1. Olahraga sebagai kehidupan dan perdamaian ; Sport is a school of life and can be a school for peace
  2. Olahraga dapat menjembatani Perdamaian diantara orang-orang dan ras-ras ; Sport can be also help to build bridges of peace between peoples and races
  3. Olahraga merupakan Hak Asasi manusia, sebagaiman hak untuk pendidikan, hak untuk memperoleh identitas, dan sebagainya. ; Sport is human right like right to education, the right to identity and others
  4. Olahraga adalah instrument untuk memperkenalkan kebiasaan untuk saling menghormati ; Sport is a good instrument for introducing the habit of rspect
  5. Olahraga memiliki nilai-nilai yang mirip dengan nilai PBB ; Essential sport values a very similar to the core values of the united nations through sport we can create a better world
  6. Olahraga dapat menjadi Instrument untuk pembangunan dan perdamaian dunia ; Sport can be as instrument for development and peace of the world
Nilai-Nilai Keolahragaan

(Sidang umum PBB ke-5 tahun 2001, mengadopsi sebuah resolusi atas dasar Olympic Truce dengan judul: Building a Peacepul and Better Worlad Through Sport and Olympic Ideal). Dalam Jurnal  Gary, Juneau & Rubin, Neal S. yang berjudul The Olympic Truce: Sport promoting peace, development and international cooperation pada tahun 2012 memperlihatkan nilai-nilai dalam olahraga.

Standing on the shoulders of the Olympic Games franchise, there is a growing body of literature supporting the value of sport in enhancing the well-being of individuals, communities and societies (Beutler, 2008; Darnell, 2010; Giulianotti, 2011). 

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sekarang mengakui olahraga sebagai hak asasi manusia, menegaskan bahwa prinsip-prinsip dasar olahraga - kerja tim, keadilan, penghormatan terhadap oposisi, dan menghormati aturan permainan - semuanya konsisten dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, 1945).

PBB menggunakan olahraga secara kreatif tidak hanya untuk mempromosikan perdamaian dan kerja sama internasional, tetapi juga untuk penggalangan dana dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah-masalah hak asasi manusia yang mendesak.

Me in POMNAS XV Makassar, Sulawesi Selatan 2017

Sumber:
  • Pasau, M. Anwar. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar
  • http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/45.pdf
  • https://www.apa.org/international/pi/2012/10/un-matters
  • http://storage.kopertis6.or.id/kepegawaian/Serdos/2019/346_Kode%20Bidang%20Ilmu.pdf
  • http://kopertis3.or.id/v2/wp-content/uploads/Lampiran-Nomenklatur-Prodi-Akademik-27-Agustus-2017-rev.pdf
  • http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/Docs/Panduan/lampiran%20umum/Lampiran%20A.%20Daftar%20Rumpun%20Ilmu.htm
  • https://youtu.be/4fhRqc1icrI

Wednesday, 4 April 2018

TEORI BERMAIN

Bermain tentu saja sudah tidak asing lagi bagi teman-teman pecinta Pendidikan Jasmani.  karena hal ini merupakan sesuatu yang senantiasa mewarnai setiap kegiatan sehari-hari apalagi khususnya bagi seorang Guru Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Yap betul, Postingan kali ini kita akan memahami tentang pengertian dan jenis bermain, agar kita semua lebih kompeten tentang bermain. Langsung aja boy kita bahas mengenai bermain. 


1). Pengertian Bermain

Orang biasanya mengatakan, bermain adalah bergerak sambil bersenang-senang. Dalam pengertian permainan termasuk gerakan, jadi permainan selalu diiringi oleh gerakan (getaran) juga oleh jiwa. Para ahli tidak merasa puas dengan pengertian permainan tersebut diatas. Prof. J. Huizinga dalam bukunya “HOMO LUDENS” mengatakan, bahwa permainan adalah perbuatan atas kemauan sendiri yang dikerjakan dengan batasan, tempat dan waktu yang telah ditentukan, diiringi oleh perasaan senang dan “spanning” dengan penuh kesadaran dalam berbuat yang tentunya sangat berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai sifat permainan yang disebut Huizinga, bahwa permainan itu dapat diulangi secara langsung atau setelah berselang beberapa waktu.

Pembatasan ruang permainan yang tegas dikatakan sebagai suatu syarat yang ikut mempengaruhi atau menentukan terjadinya sebuah permainan. Dikatakannya; Ruangan yang terbatas dipisahkan oleh khayalan dari lingkungan biasa atau kehidupan sehari-hari. Dalam ruangan itulah permainan terjadi; disitulah aturan-aturan permainan berlaku. Jadi menurut Huizinga bermain adalah keluar dari kehidupan sehari-hari dan masuk kedalam dunia khayal, dunia permainan.

Berdasarkan dengan hal tersebut, definisi bermain adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan yang tidak mengenal suku, golongan, strata ekonomi, tingkat pendidikan, serta lain-lainnya. Dimana bermain itu di mulai dari anak-anak sampai orang dewasa baik wanita maupun laki-laki.

Prof. Buitendyk dalam bukunya “Het spel van mensch en dier” tidak mengatakan apakah permainan itu, melainkan disebutkan unsur-unsur apa yang terdapat dalam pengertian permainan, yaitu antara lain:
  • Kita bermain dengan sesuatu benda atau seseorang (lain), 
  • Kemungkinan bermain banyak sekali, tetapi ada batas-batas yang menentukan yaitu aturan-aturan dan lapangan (atau tempat), 
  • Dalam permainan terdapat suatu klimaks, mula-mula lemah kemudian makin lama makin kuat dan akhirnya turun menjadi lemah kembali, 
  • Ada pertukaran diantara (afwisseling) spanning dan ontspanning.
  • Para guru berkata: Bermain adalah belajar menyesuaikan diri dengan keadaan. Manusia  bermain dalam daerah sekelilingnya dan dengan benda dalam daerah itu. Dengan jalan demikian manusia mengenal akan tabiat dan sifat-sifat lain daerah dan benda-benda itu. Seorang bayi mulai bermain dengan berbagai anggota tubuhnya sendiri, kemudian dengan benda-benda yang diberikan kepadanya, dan pada akhirnya dengan benda-benda yang dijumpai dalam perjalanan dalam daerahnya. Anak-anak akan menjadi tahu dan biasa dengan bentuk, berat, rasa benda-benda tersebut.
Anak berusia 6 tahun, jika mereka bermain jalan pikiran dan seluruh jiwanya terlepas dari lingkungan hidup sekelilingnya; ia bertugas atau membagi-bagi tugas dalam dunia permainan itu. Ia lupa bahwa sekelilingnya ada dunia (dunia yang sesungguhnya) lain daripada dunia yang dialaminya (dunia fantasi) pada waktu itu. Makin tua si pemain, makin ada kesadaran akan adanya dua macam dunia (permainan dan yang biasa). Waktu kita (orang dewasa) bermain sandiwara umpamanya kita sadar akan kenyataan, bahwa sesuatu yang kita perbuat itu adalah fantasi belaka. Bahkan mungkin sekali kita, pemain sandiwara, lebih menyadari akan hal itu daripada penonton pada saat itu. Pada umumnya guru yang memberi pelajaran khususnya kepada anak-anak kecil, harus mempunyai kecakapan bermain sandiwara, sehingga memudahkan untuk menyesuaikan diri dengan jiwa anak-anak yang diajar.

Berdasarkan pengamatan, pengalaman dan hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut:
  • Peserta didik memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya. 
  • Peserta didik akan menemukan dirinya, yaitu kekuatan dan kelemahannya, kemampuan serta juga minat dan kebutuhannya. 
  • Memberikan peluang bagi Peserta didik untuk berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual, bahasa dan perilaku (psikososial serta emosional). 
  • Peserta didik terbiasa menggunakan seluruh aspek pancaindranya sehingga terlatih baik. 
  • Secara alamiah memotivasi Peserta didik untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam lagi.
  • Perlu diketahui bahwa salah satu pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah adalah bagaimana pembelajaran itu bisa membuat peserta didik senang dan gembira, sehingga pembelajaran itu harus dirancang bagaimana belajar pendidikan jasmani melalui bermain. 
Melalui bermain peserta didik diajak untuk mengeksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek tertentu yang erat hubungannya dengan materi pembelajaran yang telah direncanakan sehingga pembelajaran tersebut lebih bermakna karena sebab-sebab berikut ini:

a). Bermain itu belajar

Kemampuan intelektual (daya pikir) manusia sebagian besar dikembangkan menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitarnya, baik ciptaan Tuhan maupun buatan manusia. Mengamati tanaman tumbuhan merupakan contoh kegiatan di mana manusia meningkatkan pengetahuannya tentang bagaimana dan mengapa tanaman tumbuh, mengalami perubahan dan berfungsi (sebagai makanan). Melalui bermain manusia memperoleh kesempatan pengalaman yang makin memperjelas hal-hal yang mereka pelajari di kelas atau di rumah. Bermain juga menumbuhkan rasa ingin menyelidiki yang akan memperkaya pengertiannya. Keinginan untuk menyelidiki ini akan terus berlanjut dalam hidupnya.

b). Bermain itu bergerak

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan ditingkat satuan pendidikan sekolah pada dasarnya merangsang peserta didik untuk menggunakan motorik kasar dan motorik halus dilakukan melalui aktivitas bermain, baik yang menggunakan alat maupun bermain dengan tanpa menggunakan alat. Bermain juga senantiasa dapat membuat peserta didik menyadari kemampuan tubuhnya ketika ia melakukan segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya untuk pengembangan motorik halus melalui bermain, dengan menggunakan alat-alat, seperti pensil warna, kuas, dan gunting yang terkait dengan aktivitas jasmani. Penggunaan alat-alat tersebut adalah untuk meningkatkan penghalusan penggunaan otot-otot halus ditangan. Demikian juga halnya dengan pengembangan otot besar untuk motorik kasar, seperti aktivitas berlari, melompat, memanjat, dan sebagainya. Gerakan motorik kasar ini bukan saja memperkokoh fisik, melainkan juga melatih untuk mengantisipasi gerak yang ada di lingkungannya. Pengalaman anggota tubuh selama aktivitas bermain menjadikan peserta didik-peserta didik mengembangkan keterampilan bergerak serta merasa percaya diri dengan kekuatan tubuhnya.

c). Bermain membentuk perilaku

Saat bermain tampak jelas perkembangan perilaku manusia. Program kegiatan belajar di sekolah, dipadukan dalam satu program kegiatan belajar yang utuh mencakup program dalam rangka pembentukan perilaku melalui pembiasaan serta program dalam rangka pengembangan pengetahuan dasar serta program peningkatan serta pengembangan kebugaran jasmani. Perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan serta pembelajaran tersebut meliputi moral dan nilai-nilai agama, emosi atau perasaan, kemampuan bersosialisasi dan disiplin dengan tujuan agar peserta didik tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri.

Bermain sangat sesuai untuk memenuhi tujuan pengembangan perilaku dan tingkat kebugaran jasmani peserta didik, karena bermain bertugas untuk: 
  • Menanamkan budi pekerti yang baik; di dalam bermain terjadi interaksi sosial yang melibatkan perasaan. 
  • Melatih peserta didik untuk membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik; dalam bermain kadang kala di warnai dengan kompetisi, sehingga akan melatih peserta didik untuk senantiasa dapat menerima kekalahan dan kemenangan dengan sikap yang tidak berlebihan. 
  • Melatih sikap ramah, suka kerja sama, menunjukkan kepedulian; di dalam bermain terjadi komunikasi dua arah, sehingga akan memberi pembelajaran bagaimana menghargai teman, dan mau menerima segala kekurangannya.  
  • Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari; di dalam bermain mereka melakoni peran-peran tertentu untuk di perankan, sehingga akan memberi pembelajaran tentang nilai-nilai tanggung jawab dalam peran tersebut. 
  • Melatih untuk mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan; di dalam bermain tidak terlepas dengan faktor lingkungan yang mendukung, sehingga dengan melibatkan lingkungan sekitar akan memberi pencerahan bagaimana pentingnya lingkungan terhadap kehidupan. 
  • Melatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan;di dalam bermain senantiasa mempunyai atauran-aturan yang cukup sederhana dan semuanya taat serta tunduk pada aturan tersebut sebagai bentuk komitmen. 
  • Melatih untuk berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar; bermain berarti masing-masing peserta didik di beri kebebasan untuk mengeksploitasi hal-hal yang dapat menunjang permainan tersebut. 
  • Menjaga keamanan diri; di dalam bermain mengajarkan peserta didik untuk memahami tentang hal-hal yang dapat membuatnya celaka. 
  • Melatih untuk mengerti berbagai konsep moral yang mendasar, seperti salah, benar, jujur, adil, dan fair; di dalam bermain sangat mengedepankan konsep moral, karena mengabaikan hal tersebut maka sangsinya adalah di keluarkan dari permainan tersebut dan tidak ada lagi yang mau mengajaknya main. 
  • Membuat peserta didik untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik; di dalam bermain tentu tidak terlepas dengan aktivitas gerak yang kadang kala peserta didik lupa akan capek, karena bermain. 
  • Membuat peserta didik memiliki tingkat konsentrasi yang lama; dengan aktivitas fisik yang terlibat dalam suatu permainan akan membuat bugar, dan dengan bugar akan mempengaruhi lamanya konsentrasi. 
  • Melatih peserta didik untuk tidak cepat lelah dan capek; di dalam bermain yang mengedepankan unsur kesenangan dan kegembiraan. Sehingga yang lainnya terabaikan. 
  • Membuat peserta didik tidak loyoh dan ngantuk dalam proses pembelajaran di dalam kelas dalam bidang studi yang lain; bermain akan mempengaruhi tingkat kebugaran, karena isi dari bermain adalah aktivitas fisik.

2). Jenis Teori Bermain

Sejak abad ke-19 bermunculan teori tentang bermain yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Ada beberapa teori mengapa manusia bermain, diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Teori Rekreasi (Schaller dan Lazarus). 
Menurut teori ini, dibedakan antara bermain di satu pihak dengan bekerja di lain pihak yang membutuhkan suatu keseriusan (seriousness). Apabila seseorang telah lelah bekerja maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatannya akibat bekerja. 
Materi ajar dalam Penjasorkes yang diajarkan diluar ruangan dengan melalui praktik, merupakan satu-satunya bidang studi yang dapat memperbaiki atau memperbaharui kembali pikiran dan kecapean setelah peserta didik menerima mata pelajaran lain yang mungkin menguras konsentrasi dan pemikiran yang berat. Dengan demikian yang perlu dilakukan oleh guru pendidikan jasmani adalah membawa peserta didik tersebut ke dalam suasana yang menggembirakan, melalui aktivitas bermain.
  • Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer). 
Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap. Energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui bermain. 
Guru pendidikan jasmani harus senantiasa memahami dan mengerti, bahwa peserta didik yang diajar tentu berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda-beda, ada yang berasal dari lingkungan keluarga yang penuh dengan tekanan, dan ada pula mungkin dari lingkungan keluarga yng memberi kebebasan untuk berbuat apa saja, serta mungkin ada juga berasal dari lingkungan keluarga yang dimandikan dengan materi. Dengan demikian guru pendidikan jasmani harus dapat menciptakan sebuah aktivitas bermain secara kelompok yang dapat mengayomi semua permasalahan tersebut, sehingga semuanya merasa diperhatikan.
  • Teori Fungsi dari Karl Groos dan Maria Montessori. 
Menurut teori ini bermain dimaksudkan untuk mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang individu. Contohnya, seekor anak kucing yang bermain dengan ekor induknya, sebenarnya kegiatan itu berfungsi untuk latihan menangkap tikus dalam rangka mempertahankan hidup. 
Guru Pendidikan jasmani haruslah senantiasa dapat melihat dan mendeteksi tingkat kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya, sehingga kedepannya akan dapat mengarahkan dan sekaligus memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut kearah pembinaan olahraga menuju pencapaian prestasi puncak pada usia tertentu.
  • John Huizinga (1938) seorang pakar sejarah dalam salah satu karyanya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kebutuhan bermain adalah yang membedakan manusia dari hewan, bahkan melalui permainannya itu terpantul pula kebudayaannya.
Permainan yang disiapkan oleh guru pendidikan jasmani harus sesuai dan mendukung dalam pencapaian tujuan materi pembelajaran, sehingga permainan tersebut senantiasa memupuk rasa kebersamaan dan persaudaraan, tanpa didasari dari perbedaan-perbedaan yang ada.
  • Patty Smith Hill (1932) memperkenalkan sebuah masa “bekerja-bermain” dimana anak-anak dengan bebasnya mengeksplorasi benda-benda serta alat-alat bermain yang ada di lingkungannya, mengambil prakarsa serta melaksanakan ide-ide mereka sendiri.
Peserta didik sekali-kali diberi kesempatan dan kebebasan dalam beraktivitas, dimana secara keseluruhan diberikan tanggung jawab kepada mereka untuk merencanakan sekaligus mempraktikkannya sendiri.
  • Susan Isaacs (1933) percaya bahwa bermain mempertinggi semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia membela hak-hak anak untuk bermain dan mengajak para orang tua untuk mendukung kegiatan bermain anak sebagai sumber belajar alami yang penting bagi anak.
Guru harus menempatkan bermain dalam Penjasorkes di atas segala-galanya, karena akan sangat membantu dalam segala hal, di mana bermain tersebut tentu melibatkan unsur aktivitas fisik yang sangat penting dalam proses bertumbuh dan berkembang.
  • Dewey (1938) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan teman sebayanya dalam bermain.
Guru Pendidikan jasmani dalam merancang sebuah pembelajaran yang dilaksanakan dengan praktik langsung dilapangan, tentu tidak terlepas dengan proses interaksi yang terjadi antara peserta didik serta dengan gurunya. Sehingga hal tersebut senantiasa harus di jaga untuk keharmonisan dan kelancaran proses pembelajaran.
Banyaknya pemikiran dan perbedaan cara pandang yang dikembangkan para ahli tentang bermain memperlihatkan betapa pentingnya arti bermain bagi manusia, khususnya dalam masa perkembangannya sebagai anak. Meskipun terdapat kelemahan pada teori-teori tersebut, namun tiap teori bermanfaat dan memberikan sumbangan untuk memperdalam pengertian tentang bermain.


Daftar Pustaka:
  • Anggani Sudono. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Grasindo. Jakarta.
  • Ann Gordon & Kathryn W. Browne. (1993). Beginnings and Beyond. Delmar Publisher Inc. Pages 208. 364. 378. New York.
  • Barbara Day. (1994). Early Childhood Education. Macmillan College Publishing Company. New York.
  • B.E.F. Montolalu W. (2008). Bermain dan Permainan Anak. Universitas Terbuka. Jakarta.
  • CRJ. Indonesia. (1997). Menciptakan Kelas yang Berpusat Pada Anak. Children’s Resources International Inc (hal. 23, 43). Jakarta.
  • Donna M. Wolfinger. (1994). Science and Mathematics in Early Childhood Education. Harper College Public Publisher (p. 32, 46, 53). Montgomery.
  • Joan P. Isenberg & Mary Denck Jalongo. (1993). Creative Expression and Play in the Early Childhood Curriculum. Macmillan Publishing Company (p. 32, 46, 53). New York.
  • K. Eileen Allen & Betty Hart. (1984). The Early Years. Prentice Hall, Inc. (p. 32, 135, 245). New Jersey.
  • Luarens. A. Daane. (1980). Spelendblock Buitenshuis Antwerpen. Het Spectrum (p. 21, 32, 74, 81, 101, 134). Uitgevery.
  • Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kompetensi Dasar Pendidikan Anak Usia Dini 4-6 Tahun. Depdiknas. Jakarta.
  • Sandra J. Stone. (1993). Playing A Kid’s Curriculum Glenview. Good Year Books Harper Collins Publishers. p. 4, 8, 10.
  • Yuke Indrati. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini. Pusat Kurikulum Depdiknas. Jakarta


Wednesday, 14 March 2018

Berjalan


Halo rekan-rekan pecinta pendidikan jasmani olahraga yang berbahagia, postingan kali ini akan membahas mengenai Berjalan. Ya siapa yang tidak mengenal dengan berjalan, setiap hari kita manusia normal melakukan gerakan berjalan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Berjalan merupakan salah satu gerak dasar. berjalan juga merupakan salah satu nomor di dalam cabang olahraga atletik.
Baik untuk menyingkat waktu kali ini akan dibahas mengenai berjalan. Untuk lebih jelas simaklah postingan ini mengenai Pengertian dan Bentuk-bentuk atau Perbedaan berJala. Let's Rock!!



Pengertian Berjalan
Jalan adalah suatu gerakan melangkah ke segala arah yang dilakukan oleh siapa saja dan tidak mengenal usia.

Bentuk-bentuk / Perbedaan Berjalan 
  • Jalan cepat
Jalan cepat adalah gerak melangkah ke depan sedemikian rupa tanpa terputus hubungan dengan tanah. Artinya, setiap kali kaki melangkah kaki depan harus menyentuh tanah sebelum kaki belakang meninggalkan tanah. Pada periode melangkah di mana satu kaki harus berada di tanah maka kaki tersebut harus lurus/lutut tidak bengkok dan kaki tumpu dalam keadaan posisi tegak lurus.
  • Jalan serempak
Jalan serempak adalah suatu gerakan jalan berbaris yang dilakukan secara berkelompok atau beregu.

  • Jalan di tempat
Jalan di Tempat adalah gerakan jalan ditempat dengan melakukan gerakan mengangkat lutut. Tujuan gerakan ini adalah memberikan rasa atau irama langkah yang terkendali satu sama lain.

  • Jalan mundur.
Gerakan jalan mundur memberikan rangsangan untuk keseimbangan, melatih feeling terhadap suatu kondisi, memberikan dan merangsang rasa kewaspadaan diri terhadap lingkungan sekitar, serta menambah rasa percaya diri bagi pertumbuhan mental anak.

  • Jalan menyamping.
Jalan menyamping dapat dilakukan oleh semua anak dengan berbagai variasi untuk memupuk rasa percaya diri serta meningkatkan kematangan bergerak dalam berbagai bentuk aktivitas anak.

  • Jalan silang.
Jalan silang dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu jalan silang maju ke depan dan jalan silang menyamping. Jalan silang ini memberikan kualitas atau tekanan pada kaki khususnya pada persendian pinggul dan persendian lutut serta persendian pada pergelangan kaki.

  • Jalan jinjit.
Jalan jinjit merupakan kontraksi dari otot kaki dengan bertumpu pada ujung kaki/telapak kaki depan di dukung dengan keluasan dari persendian pergelangan kaki.

  • Berjalan ke Depan.
Pada waktu berjalan posisi badan tegak, dada dibuka, perut agak ditarik kedalam supaya rata, kepala tegak, pandangan ke depan. Yang perlu diperhatikan dan waktu melangkahkan kaki ke depan, yang pertama kali terkena tanah adalah tumit, kemudian pindahkan berat badan melalui ibu jari kaki, serta telapak kaki lurus ke depan.

  • Berjalan ke Samping.
Dari permulaan sikap berdiri tegak, langkahkan kaki kiri ke samping kiri, setelah kaki kiri kontak dengan tanah segera kaki kanan langkahkan ke samping kiri dan rapatkan pada kaki kiri, demikian seterusnya.


 Demikianlah pengertian dan bentuk-bentuk/perbedaan dari gerak dasar Berjalan. semoga bermanfaat dan tidak lupa penulis ucapkan banyak terimaksih telah membaca postingan kali ini serta saran dan kritikan yang membangun demi postingan selanjutnya sangat di dambakan oleh penulis. 

Wasssalam
Salam Olahraga!!

Sumber:

Simanjuntak, Victor G., dkk. (2009). Pendidikan Jasmani Kesehatan 3 SKS. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas: Jakarta.

Tamat, Tisnowati., dkk. (1998). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdikbud: Jakarta.

Wednesday, 7 March 2018

Pengembangan Kurikulum Penjas


Hai teman-teman pecinta pendidikan jasmani yang berbahagia dimanapun berada, postingan kali ini akan membahas mengenai kurikulum pendidikan jasmani.
Kurikulum pendidikan jasmani yang akan kita bahas saat ini adalah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Semoga postingan kali ini lagi-lagi dapat menambah referensi mengenai kurikulum pendidikan jasmani. “Let’s Rock”
A.   KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Peningkatan keterampilan gerak, kesegaran jasmani, pengetahuan, dan sikap positif terhadap Pendidikan Jasmani sangat ditentukan oleh sebuah kurikulum yang baik. Kurikulum itu sendiri nampaknya terlalu abstraks untuk didefinisikan secara tegas dan jelas sebab di dalam kurikulum tersebut termasuk segala sesuatu yang direncanakan dan diterapkan oleh para guru, baik secara implisit maupun eksplisit. Namun secara sederhana mungkin dapat dikatakan bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan perencanaan dan  program jangka panjang tentang berbagai pengalaman belajar, model, tujuan, materi, metode, sumber, dan  evaluasi termasuk pula ‘apa’ dan  ‘mengapa’ diajarkan.
Seperti halnya sistem tubuh manusia, semua bagian dari kurikulum harus terpadu dan bekerja terarah untuk membantu mengembangkan anak didiknya yang sedang belajar. Pembuat kurikulum sudah selayaknya bertanya, apakah program yang ada dalam kurikulum itu sudah valid? Apakah kurikulum tersebut sudah dapat meraih tujuan yang akan dicapainya? Contoh pertanyaan yang lebih spesifik: apakah dengan kurikulum itu siswa lulusannya sudah mempunyai berbagai keterampilan gerak dasar dan siap untuk belajar keterampilan yang lebih bersifat spesifik dan kompleks pada jenjang berikutnya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah barang tentu sangat untuk sulit dijawab dengan tegas, namun demikian pertanyaan tersebut paling tidak akan membantu para guru dalam menentukan arah program yang dibuatnya. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat gambaran arah program Pendidikan Jasmani pada jenjang pendidikan SD/MI dikaitkan dengan beberapa karakteristik yang melandasinya, yang antara lain meliputi: asumsi dasar, pelaksanaan, dan keberhasilannya sehingga dengan demikian diharapkan kita dapat melihat berbagai isu dan alternatif pemecahannya.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan yang dimaksud dengan Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.


1.Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani
Asumsi dasar pada dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan Jasmani merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan dalam membuat dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program Penddikan Jasmani meliputi:
a.Program Pendidikan Jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang berbeda
Pembuatan program olahraga terutama ditujukan untuk mereka yang betul-betul mempunyai keinginan atau tertarik untuk mengkhususkan diri pada salah satu atau beberapa cabang olahraga dan berkeinginan untuk memperbaiki kemampuannya agar dapat berkompetisi dengan orang yang lain yang mempunyai keinginan dan minat yang sama pula.
Sebaliknya, pembuatan program Penddikan Jasmani ditujukan untuk setiap anak didik (dari mulai anak yang berbakat sampai anak yang yang sangat kurang keterampilannya; dari mulai anak yang tertarik dan tidak tertarik sama sekali). Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi gaya hidupnya yang aktif dan sehat (active life style). Olahraga mungkin akan merupakan salah satu bagian dari program Penddikan Jasmani, akan tetapi bukan satu-satunya pilihan.

b.Anak-anak bukanlah ‘miniature’ orang dewasa
Kemampuan, kebutuhan, perhatian, dan minat anak-anak berbeda dari kemampuan, kebutuhan, minat, dan perhatian orang dewasa. Oleh karena itu, sudah barang tentu kurang cocok apabila pembelajaran dikonotasikan seperti menuangkan air dari gelas yang satu ke gelas yang lainnya. Para guru tidak cukup dengan memberikan program aktivitas jasmani  atau olahraga untuk orang dewasa kepada anak-anak.
Demikian juga pengalaman latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum tentu cocok diberikan kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally Appropriate Practice/DAP).

c.Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik di masa yang akan datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas. Atau paling tidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat berbeda dengan dunia yang ada sekarang. Program Penddikan Jasmani yang ada sekarang berusaha memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang dan juga sekaligus mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang belum pasti di masa yang akan datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha membantu siswa belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan membantu siswa menyenangi proses discovery dan eksplorasi tantangan-tantangan baru dan berbeda dalam domain fisik.
Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang. Oleh karena itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di masa yang akan datang.
Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan  kesenangan dalam melakukan aktivitas fisiknya.

2.Karakteristik Program Pendidikan Jasmani
Sehubungan dengan anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan  penyelenggaraan program Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di atas. Dua pedoman yang seing digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan dasar tersebut antara lain adalah “Developmentally Appropriate Practices” (DAP) dan “Instructionally Appropriate Practices” (IAP).
a.Developmentally Appropriate Practices (DAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dan tugas ajar yang dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajar. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan  perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.
b.Instructionally appropriate practices (IAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang diberikan diketahui merupakan cara-cara pembelajaran yang paling baik. Cara pembelajaran tersebut merupakan hasil penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungkinkan semua anak didik memperoleh kesempatan dan keberhasilan belajar secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang karakteristik pembelajaran penjas tersebut, berikut ini dipaparkan komponen-komponen kurikulum yang harus dilihat kesesuaiannya.

3.Keberhasilan Program Pendidikan Jasmani
Untuk mengetahui apakah program pendekatan Pendidikan Jasmani yang kita gunakan tersebut cukup berhasil atau masih perlu disempurnakan, maka diperlukan suatu evaluasi. Untuk keperluan itu banyak kriteria yang dapat digunakan. Untuk itu, khususnya di Amerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) telah menentukan “Physically Educated Person” sebagai salah satu kriterianya. Kriteria ini menjabarkan keberhasilan program Pendidikan Jasmani ke dalam 20 karakteristik yang diklasifikasikan ke dalam lima katagori dan merupakan penjabaran dari pencapaian tujuan jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah. Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik antara lain:
1) Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha, dan hubungannya.
2) Menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor.
3) Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, locomotor dan non-locomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain.
4)  Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
5) Menunjukkan penguasaanpada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
6) Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.

b. Bugar secara fisik
1) Menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
2) Merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan.

c. Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani
1) Berpartisipasi dalam program pembinaan kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal 3 x per minggu.
2) Memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan sehari-hariya.

d. Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani
1) Mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
2) Menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya  partispasi dalam aktivitas jasmnai.
3) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak.
4) Memahami bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
5) Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
6) Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional.
7) Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.

e. Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat
1) Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani.
2) Hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
3) Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.

B.   ISU KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Berdasarkan uraian di atas, secara teortis kita menyadari bahwa pembuatan dan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Jasmani cenderung diarahkan dalam membantu anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan. Namun demikian harapan tersebut tidak selalu dapat dengan mudah terwujud dalam pelaksanaannya.
Beberapa isu yang muncul dalam kurikulum Pendidikan Jasmani SMA/MA dapat kita telusuri berdasarkan beberapa sudut pandang sebagai berikut.

1) Isu Program
Isu program kurikulum SMA/MA dapat kita amati antara lain dari dua sisi, yaitu materi kurikulum dan distribusi alokasi waktunya. Walaupun tujuan Pendidikan Jasmani  di SMA/MA sangat sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya, namun seringkali para guru terlena oleh materi kurikulumnya. Materi kurikulum SMA/MA pada dasarnya merupakan berbagai gerak dasar, yang antara lain dapat diklasifikasikan ke dalam cabang olahraga atletik, permainan, senam, beladiri, dan olahraga tradisional. Kenyataan ini sering menggiring para guru:
a. Memaksakan diri mengajar olahraga yang untuk beberapa siswa mungkin belum saatnya karena persyaratan fisik dan koordinasinya belum memadai sehingga PBM kurang DAP.
b. Berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari Pendidikan Jasmani di SMA/MA.
c. Kurang memperhatikan tujuan yang bersifat afeksi seperti kesenangan dan keceriaan.
d. Kurang menyadari bahwa olahraga merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
e. Kurang memperhatikan aspek gerak dasar siswa yang bermanfaat bagi keterlibatannya dalam berbagai aktivitas sehari-hari untuk mengisi waktu luang dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik di sekolah maupun di masyarakat dan  pembentukan gaya hidup yang sehat.

Apabila dilihat dari distribusi alokasi waktunya yang hanya satu kali dalam satu minggu dengan lama 2 x 45 menit, kemungkinan besar tujuan yang berhubungan dengan pengembangan kesegaran jasmani tidak bisa tercapai. Program aktivitas untuk pengembangan kebugaran jasmani menuntut frekuensi 3 x dalam seminggu. Sementara itu perkembangan kesegaran jasmani siswa seringkali merupakan tujuan yang paling diharapkan tercapai dalam pendidikan jasmani.   Untuk itu program kesegaran jasmani yang realistik untuk situasi seperti ini perlu dipertimbangkan.

2) Isu Proses Pembelajaran
Beberapa isu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar dan perlu mendapat perhatian para pelaksana di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan dan variasi aktivitas belajar yang diberikan cenderung miskin dalam hal pengembangan tujuan secara holistic dan cenderung didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar cenderung kurang didasarkan pada karakteristik anak didiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa.
b) Aktivitas Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa cenderung terbatas. Siswa berpartisipasi pada permainan dan aktivitas yang jumlahnya relatif terbatas. Demikian juga kesempatan dan waktu aktif belajar untuk mengembangkan konsep dasar dan keterampilan gerakpun terbatas. Hasil penelitian Lutan dkk. (1992) mengungkapkan bahwa aktif belajar siswa SMA berkisar 1/3 dari seluruh alokasi Penjas.
c) Siswa diharuskan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas penjas, namun aktivitas tersebut kurang membantu siswa memahami dampaknya bagi peningkatan kebugaran jasmani dan gaya hidup sehatnya di masa yang akan datang.
d) Peranan unik dari Pendidikan Jasmani, yaitu belajar gerak dan belajar sambil bergerak, cenderung kurang dipahami oleh para pengajar dan kurang tercermin dalam pembelajaran.
e) Siswa kurang mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan aktivitas Pendidikan Jasmani dengan pengalaman-pengalaman pendidikan pada bidang bidang lainnya.
f) Guru kurang mengembangkan aspek afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap Pendidikan Jasmani.
g) Guru cenderung masih kurang memperhatikan kesempatan pemberian bantuan kepada siswa agar mengerti emosi-emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas Pendidikan Jasmani.
h) Siswa disuruh untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyebabkan mereka bosan, frustrasi, atau melakukannya dengan salah.
i) Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebih dari jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar empat kelas sekaligus.
j) Siswa disuruh mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pelajaran Pendidikan Jasmani.
k) Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permainan gugur yang pada  umumnya siswa yang lamban yang gugur.

3) Isu Penilaian
Evaluasi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi sebagai salah satu cara untuk memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Beberapa isu yang seringkali muncul daam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penilaian belum begitu nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Guru merasa dikejar-kejar oleh bahan yang harus tuntas pada pertemuan itu tanpa memperhatikan apakah siswa sudah saatnya menerima materi berikutnya atau belum. Untuk itu seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
b. Materi evaluasi terkadang kurang kurang relevan dengan materi yang diberikan pada  proses belajar mengajar. Kecenderungan untuk mengambil materi evaluasi dari bang-bang soal dari luar sekolah atau dari soal sebelumnnya tanpa terlebih dahulu direvisi atau disesuaikan dengan materi belajar yang sudah diberikan, memang merupakan cara yang cepat. Namun apabila hal itu tidak dilakukan dengan teliti, bisa jadi akan melemahkan validitas dan reliabilitas soalnya. Suatu soal yang valid pada kelompok siswa sekolah tertentu belum tentu valid untuk sekolah tempat kita mengajar. Tingkat keterampilan siswa, fokus pembelajaran, dan relevansi materi evaluasi seringkali merupakan aspek pokok validitas instrumen.
c. Situasi pelaksanaan evaluasi. Dalam situasi ujian tes tulis di kelas, hasil tes mungkin hanya diketahui oleh yang dites dan gurunya. Sementara itu, dalam tes penampilan di lapangan, hasil tes diketahui oleh semua orang. Semua siswa tahu siapa yang larinya paling lambat, siapa yang skor shootingnya paling rendah, dsb. Keadaan ini sedapat mungkin dihindari oleh para guru Penjas sehingga dapat memelihara kondisi perasaan siswa agar tetap positif.
d. Alokasi waktu pelajaran Penjas di sekolah amat terbatas untuk mengadakan pengetesan. Alokasi waktu pelajaran Penjas rata-rata satu kali perminggu, selama 2 x 45 menit dalam setiap semester (kurang lebih enam bulan) dengan pertemuan sebanyak 12 kali. Pengetesan sering menggunakan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan satu butir tes kesegaran jasmani saja, missal tes lari 2,4 km (tes aerobik) diperlukan satu pertemuan bahkan kadang lebih.
e. Masalah lain adalah evaluasi seolah-olah hanya dapat dilakukan oleh ahli statistik, sebab statistik diperlukan untuk pengolahan data. Bila demikian guru harus bekerja ekstra keras, menyisihkan waktu dan mengeluarkan tenaga yang lebih banyak, dan  konsentrasi penuh pada evaluasi. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengurangi masalah tersebut di atas?

4) Isu Jumlah dan Karakteristik Siswa
Guru penjas di SMA/MA sering dihadapkan dengan masalah jumlah siswa yang cukup banyak mulai dari Kelas X sampai Kelas XII, bahkan ditambah dengan siswa dari kelas paralel. Lebih rumit lagi karena yang dipelajari adalah sesuai dengan kemampuan fisik dan  perkembangan mental yang berbeda-beda. Guru Penjasorkes harus menangani siswa sebanyak 400 sampai 500 perminggunya.

5) Isu Sarana dan Prasarana Pembelajaran Penjas
Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran penjas merupakan salah satu isu yang cukup merata dan sangat terasa oleh para pelaksana penjas di lapangan. Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia pada setiap jenjang pendidikannya selalu dihadapkan dengan permasalahan kekurangan sarana dan prasarana ini. Tidak sedikit sekolah di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan tidak memiliki tempat atau lahan untuk melakukan aktivitas jasmani, khususnya yang berkaitan dengan olahraga misalnya lapangan. Walaupun ada, jumlahnya tidak proporsional dengan jumlah siswa, seringkali ditambah dengan kualitasnya yang kurang memenuhi tuntutan pembelajaran.
Sarana dan prasarana ini meliputi alat-alat, ruangan, dan lahan untuk melakukan berbagai aktivitas Pendidikan Jasmani, termasuk olahraga. Idealnya sarana dan prasarana ini harus lengkap, tidak hanya yang bersifat standar dengan kualitas yang standar pula, tetapi juga meliputi sarana dan prasarana yang sifatnya modifikasi dari berbagai ukuran dan berat ringannya. Modifikasi ini sangat penting untuk melayani berbagai kebutuhan tingkat perkembangan belajar anak didik di sekolah bersangkutan yang terkadang sangat beragam karakteristik kemampuannya.

6) Isu Keberhasilan Kurikulum Penjas
Keberhasilan kurikulum Pendidikan Jasmani pada setiap jenjang pendidikan sampai saat ini masih dirasakan samar. Ukuran yang digunakan oleh setiap orang dalam menafsirkan keberhasilan program masih bersifat samara dan cenderung bersifat lokal belum menyeluruh sebagaimana tercantum dalam tujuannya. Namun demikian salah satu indikator yang mungkin dapat kita telusuri adalah karakteristik para lulusannya.
Untuk itu kita dapat bercermin pada karakteristik lulusan Pendidikan Jasmani yang dijadikan patokan di beberapa negara maju, misalnya seperti yang dikemukakan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) yang intinya adalah sebagai berikut:
a) Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
b) Bugar secara fisik.
c)  Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani.
d)  Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatandalam aktivitas jasmani.
e)  Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.

Demikianlah teman-teman pecinta pendidikan jasmani sekalian, pembahasan mengenai supervisi pendidikan jasmani yang penulis dapat postingkan. Terima kasih telah membaca semoga bermanfaat dan Penulis sangat mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun untuk postingan selanjutnya.

C.   Contoh RPP dan Silabus Penjas

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Mata Pelajaran                     : Pendidikan, Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Kelas/Semester                    : …………………..
Pertemuan ke                       : I dan II
Alokasi Waktu                      : 4 X 40 menit
Standar Kompetensi          : 1 Mempraktekkan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
Kompetensi Dasar    : 1.1  Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan koordinasi yang baik serta nilai kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan peralatan **)
Indikator                   :  Menendang dan   menghentikan bola dengan kontrol yang baik, Mengkoordinasikan  gerakan dengan teman satu tim, Bermain sepakbola dengan peraturan  yang dimodifikasi
     
I. Tujuan Pembelajaran      :
1.       Siswa dapat menendan dan menahan bola menggunakan kaki bagian dalam, luar dan punggung kaki dengan benar
2.       Siswa dapat melakukan koordinasi gerakan menendang dengan benar
3.       siswa dapat bermain sepakbola menggunakan peraturan yang dimodifikasi dengan benar

II. Materi AjarMateri Pokok: Permainan Sepakbola

III. Metode Pembelajaran

1.       Demonstrasi
2.       Bagian-bagian keseluruhan (Part-part whole)
3.       Saling menilai sesama teman (Resifrocal)
4.       Cakupan (Sistim mistar miring)

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan I
a.       Pendahuluan (15 menit)
·         Berbaris, berdoa, presensi, apersepsi, motivasi dan penjelasan tujuan pembelajaran
·         Pemanasan
b.       Inti (45 menit)
·         Melakukan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dan luar
·         Melakukan teknik menahan bola menggunakan kaki bagian dalam dan luar
·         Bermain dengan peraturan yang dimodifikasi
c.   Penutup (20 menit)
·     Pendinginan, berbaris, evaluasi proses pembelajaran dan pemberian tugas

Pertemuan II

a. Pendahuluan (15 menit)
·         Berbaris, berdoa, presensi, apersepsi, motivasi dan penjelasan tujuan pembelajaran
·         Pemanasan
c.       Inti (45 menit)
·         Penguatan teknik menendang dan menahan bola menggunakan kaki bagian dalam dan luar
·         Melakukan teknik menendang bola dengan punggung kaki
·         Koordinasi teknik dasar menendang dan menahan bola
·         Bermain bola dengan peraturan yang dimodifikasi
c.       Penutup (20 menit)
·     Pendinginan, berbaris, evaluasi proses pembelajaran dan pemberian tugas

V. Alat, Bahan dan Sumber Belajar

a.       Alat:
·         Bola kaki/sejenisnya
·         Tiang pancang

b.       Bahan:
·         Kain untuk membuat bola atau bahan yang lainnya yang tidak membahayakan
c.       Sumber Belajar:
·         Media cetak
·         Media elektronik
·         Media lingkungan

VI. Penilaian

a.       Tes
·         Kuis tentang konsep sepakbola
·         Praktek teknik menendang, menahan, dan bermain sepakbola
b.       Non tes
·         Tugas Pengamatan

…………………………………

Mengetahui                                                  Guru Mata Pelajaran
Kepala Sekolah

                …………..……………….                                         ..............................................                                                    







                                                                          SILABUS

Nama Sekolah                      : ………………………………….
Mata Pelajaran                     : Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
KelasSemester                     : ……………………………………..
Standar Kompetensi           : Mempraktekkan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/
Bahan/
Alat
1.1  Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan koordinasi yang baik serta nilai kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan peralatan **)
Permainan Sepakbola
·  Menendang bola  dengan kaki bagian dalam, luar  dan punggung kaki, secara berpasangan berkelompok   dengan jarak  + 6 - 7 m
·  Melakukan koordinasi gerakan dengan teman satu tim
·  Bermain sepakbola  menggunakan 3-4 gawang kecil pada ukuran lapangan   basket/voli dengan  jumlah pemain 6 - 8 regu perkelompok

·    Menendang dan   menghentikan bola dengan kontrol  yang baik
·    Mengkoordinasikan  gerakan dengan teman satu tim
·    Bermain sepakbola dengan peraturan  yang dimodifikasi

·   Tes (Praktek)
·   Non Tes (pengamatan)

12 x 40
menit

·  Media cetak
·  Media
·  elektronik
·  Lingkungan
·  Bola kaki
·  Tiang pancang







Wassalam.
Salam olahraga’



Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block