Tuesday, 6 June 2017

GAYA MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI

GAYA MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI

Gaya (style) mengajar sering juga disebut Strategi dalam pembelajaran. Ada berbagai macam bentuk strategi pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, diantaranya yaitu: Strategi pembelajaran Komando, Strategi tugas individu/Latihan, Strategi Pembelajaran Resiprokal, Strategi Guided Discovery, Strategy Pembelajaran inkuiri.

1). Strategi Pembelajaran Komando

Strategi pembelajaran  komando adalah pendekatan mengajar yang paling bergantung pada guru. Tujuannya adalah penampilan yang cermat. Guru menyiapkan semua aspek pengajaran dan ia sepenuhnya bertanggung jawab dan berinisiatif terhadap pengajaran dan memantau kemajuan besar dari perkembangan peserta didiknya. Pada dasarnya strategi pembelajaran  ini ditandai dengan penjelasan, demonstrasi, dan latihan. Lazimnya, strategi pembelajaran  itu dimulai dengan penjelasan tentang teknik baku, dan kemudian peserta didik mencontoh dan melakukannya berulang kali. Evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Peserta didik dibimbing ke suatu tujuan yang sama bagi semuanya. 

Memang Strategi pembelajaran komando kebanyakan terbukti efektif karena ilmu yang diperoleh oleh peserta didik akan cepat diserap dan dapat dimengerti, inilah peran guru dibutuhkan sepuasnya. Guru menyiapkan semua aspek pengajaran yang mendukung dan yang efektif. Kebebasan peserta didik sangat terbatas hanya kepada mau atau tidaknya mengikuti atau mematuhi perintah guru. Jadi peserta didik sepenuhnya bergantung kepada gurunya tentang tugas gerak apa yang dikerjakan. Secara teoritis dapat dinyatakan peserta didik tidak mempunyai kebebasan untuk membuat keputusan sehubungan dengan proses belajarnya. Jadi dalam strategi komando, peserta didik hanya dijadikan sebagai objek dan, dan guru adalah subjeknya.

Penerapan Strategi pembelajaran  Komando :
  1. Ingin diajarkan ketrampilan khusus atau khas
  2. Menangani kelas yang sulit dikendalikan
  3. Ingin mencapai kemajuan yang lebih cepat
  4. Sekelompok anak yang memerlukan bantuan khusus
Berikut ini akan dijabarkan langkah-langkah mengenai prosedur strategi komando;
  1. Guru menyiapkan seperangkat kegiatan belajar mengajar yang pada umumnya berkenaan dengan bentuk, tempo, urutan, frekuensi, intensitas penilaian, dan tujuan pembelajaran.
  2. Guru menetapkan bentuk aba-aba atau komando berupa verbal atau bentuk lainnya, seperti tepuk tangan, peluit, bendera, dan sebagainya.
  3. Pada saatnya guru mendemonstrasikan kegiatan belajar baik berupa gerakan atau aba-aba.
  4. Guru menyiapkan peserta didik untuk menerima aba-aba dan melakukan gerakan-gerakan sesuai komando dari guru.
  5. Guru menghentikan pembelajaran bila ia menganggap bahwa peserta didik telah menguasai gerakan yang dimaksud.
Peran guru pada pembelajaran ini sangat dominan, yaitu sebagai pembuat keputusan pada semua tahap, karena pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi sepenuhnya dilakukan oleh guru, sedangkan peserta didik/peserta didik hanya berperan sebagai pelaku atau pun pelaksana saja yang sepenuhnya harus tunduk terhadap pengarahan, penjelasan, dan segala perintah dari guru.  

Esensi dari strategi pembelajaran  komando adalah adanya hubungan yang langsung dan cepat antara stimulus guru dan respon murid. Stimulus berupa tanda/komando yang diberikan guru, akan mengawali setiap gerakan peserta didik/peserta didik dalam menampilkan gerakan sesuai dengan contoh dari guru. Strategi pembelajaran  komando sangat sesuai untuk kegiatan pembelajaran stretching, kalestenik dan teknik dasar. 

Kelemahan dan Keunggulan Strategi pembelajaran  komando

1. Kelemahan Strategi pembelajaran  Komando Adalah :
  • Kurang mengembangkan penalaran
  • Kurang mengembangkan pembentukan sifat
  • Tidak demokratis Penyaluran aspek sosial, emosional, dan kognitif sangat  terbatas
2. Keunggulan strategi pembelajaran  Komando adalah :
  • Keseragaman gerak
  • Jika dilakukan oleh banyak orang dapat membuat suasana indah dan menyenangkan
  • Mengembangkan perilaku disiplin
  • Menghasilkan tingkat kegiatan yang tinggi
Sasaran strategi pembelajaran  Komando;
  1. Respons langsung terhadap petunjuk yang diberikan
  2. Penampilan yang sama/seragam
  3. Mengikuti model yang telah ditentukan
  4. Ketepatan dan kecermatan respons
  5. Meningkatkan semangat kelompok
  6. penggunaan waktu secara efisien
2). Strategi Tugas Individu/Latihan

Dalam strategi pembelajaran ini peserta didik diberikan waktu untuk melaksanakan tugas secara perorangan, sedangkan guru memberi umpan balik kepada semua peserta didik secara perorangan. Disini guru bertanggung jawab menentukan tujuan pengajaran, memilih aktivitas dan menetapkan tata urut kegiatan untuk mencapai tujuan pengajaran. Strategi pembelajaran  individu juga dikenal dalam istilah strategi pembelajaran latihan. Hal ini  sangat sesuai untuk pembelajaran dalam penguasaan teknik dasar. 

Didalam strategi pembelajaran tugas ini peserta didik ikut serta menentukan cepat lambatnya tempo belajar, maksudnya guru memberikan keleluasaan bagi setiap peserta didik untuk menentukan sendiri kecepatan belajar dan kemajuan belajarnya. Dalam strategi pembelajaran ini, guru tidak menghiraukan bagaimana kelas organisasi, atau apakah peserta didik melakukan tugas itu secara serempak atau tidak karena hal itu tidak begitu penting baginya. Tugas dapat disampaikan secara lisan atau tulisan. Peserta didik melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya dan dia juga dapat dibantu oleh temannya, atau tugas itu dilaksanakan dalam sebuah kelompok kecil.

Ciri - Ciri Strategi tugas individu
  1. Rumusan tujuan, pemilihan aktifitas belajar dan urutan kegiatan belajar ditentukan oleh guru.
  2. Peserta didik hanya diberi kebebasan dalam menentukan tempo latihan
Penerapan Strategi tugas individu
  1. Tugas diberikan secara lisan atau tulisan
  2. Tugas lisan atau tulisan dibuat secara jelas dan singkat
  3. Peserta didik melakukan tugas dengan kemampuannya
Kelemahan dan Keunggulan Strategi tugas individu
Kelemahan
  1. Kurang mengembangkan kreatifitas
  2. Tugas yang kurang jelas dan terlalu panjang dapat menimbulkan lupa
  3. Bagi sebagian anak dapat menghindari dari tugas yang sebenarnya
Keunggulan
  1. Guru dapat memberikan umpan balik secara individual
  2. Dapat mengembangkan rasa tanggung jawab
Dalam gaya latihan peserta didik diberikan waktu untuk melaksanakan tugas secara perorangan dan guru memberi umpan balik kepada semua peserta didik secara perorangan.

Peranan Guru Penjas dalam Strategi tugas individu  :
  1. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sendiri
  2. Memberi balikan secara individual
  3. Meningkatkan interaksi kepada individu
  4. Memberi kesempatan kepada peserta didik dalam penyesuaian diri
3). Strategi Belajar Kelompok Berpasangan (Resiprocal)

Pada strategi pembelajaran  resiprokal, kelas diorganisir dan dikondisikan dalam peran-peran tertentu (dibagi menjadi dua kelompok), ada peserta didik/peserta didik yang berperan sebagai pelaku, dan sebagai observer (pengamat) terhadap aktivitas yang dilakukan oleh kelompok pelaku, sedangkan guru sebagai fasilitator. Kelompok peserta didik yang bertindak sebagai observer mengamati tampilan/aktivitas yang dilakukan oleh temannya (pelaku) dfengan membawa lembar observasi (pengamatan) yang telah disusun oleh guru, selanjutnya observer tersebut mengevaluasi tampilan dari kawannya yang bertindak sebagai pelaku. Dalam hal ini evaluasi dilakukan oleh peserta didik/peserta didik sendiri secara bergantian. Melalui upaya mengevaluasi aktivitas temannya, diharapkan peserta didik juga mengetahui konsep pelaksanaan yang benar, karena setiap peserta didik akan berperan sebagai observer (pengamat), maka mereka akan berupaya untuk menguasai konsep geraknya yang benar. Tanggungjawab dan pemberian umpan balik diberikan kepada peserta didik. Untuk pelaksanaan strategi pembelajaran  resiprokal, peserta didik terlebih dahulu harus mempelajari teknik dasar, dan strategi pembelajaran  resiprokal ini dilaksanakan pada pembelajaran teknik lanjutan. 

Strategi pembelajaran  resiprokal juga memberikan kesempatan kepada teman sebaya untuk memberikan umpan balik dan peranan ini memungkinkan:
  1. Peningkatan interaksi sosial antar teman sebaya 
  2. Umpan balik secara langsung.
Sasaran Strategi pembelajaran  Resiprokal;
  • Tugas (Materi Pembelajaran):
  1. Memberi kesempatan untuk latihan berulang kali dengan seorang pengamat
  2. Peserta didik menerima umpan balik langsung
  3. Sebagai pengamat, peserta didik memperoleh pengetahuan penampilan tugas
  • Peranan Peserta didik:
  1. Memberi dan menerima umpan balik
  2. Mengamati penampilan teman dan mengoreksi
  3. Menumbuhkan kesabaran dan toleransi
  4. Memberikan umpan balik
  • Akibat ada interaksi sosial antara peserta didik dengan pasangannya :
  1. Umpan balik langsung
  2. Guru mengamati pelaku dan pengamat, tapi hanya berkomunikasi dengan pengamat
  3. Guru memberikan kriteria perilaku yang harus ditampilkan sebelum pelaksanaan pembelajaran.
  • Peranan Guru
  1. Menjawab pertanyaan dari pengamat
  2. Berkomunikasi dengan pengamat
  3. Memantau pelaksanaan pembelajaran
  • Hal-hal yang dilakukan guru sesudah pembelajaran:
  1. Menerima kriteria perilaku
  2. Mengamati penampilan perilaku
  3. Membandingkan dan mendiskusikan penampilan dengan kriteria perilaku
  4. Menyimpulkan hal hal mengenai penampilan kepada perilaku
  5. Menyimpulkan posisi atau level penampilan disbanding dengan kriteria
  6. Guru harus menjawab/ mengomentari pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan peserta didik.
  • Hal yang perlu ditekankan kepada pengamat :
  1. Pengamat harus berperilaku sesuai dengan kriteria perilaku pengamat
  2. Pastikan bahwa pengamat memberikan umpan balik sesuai dengan kriteria perilaku.
Keunggulan dan kerugian
  • Strategi pembelajaran  ini memberikan keunggulan antara lain sbb:
  1. Memberikan umpan balik seketika tanpa di tunda tunda yang mempunyai pengaruh nyata terhadap proses belajar peserta didik. Umpan balik ini berupa informasi tentang apa yang diperbuatnya baik yang benar atau yang keliru.
  2. Dapat mengembangkan cara kerja dalam tim kecil. Sehingga aspek sosialnya berkembang.
  3. Meningkatkan proses belajar mengajar dengan cara mengamati secara sistematik gerakan atau pokok bahasan dari teman. Pada dasarnya, mengamati kegiatan belajar teman itu merupakan suatu proses belajar mengajar juga.
  • Kelemahan itu dapat dikemukakan sbb:
  1. Sering menimbulkan situasi yang emosional antar apelaku dan pengamat yang disebabkan pengamat berlaku berkelebihan dalam menyampaikan informasi yang bersangkutan. Perilaku yang berkelebihan antara alain menyampaikan dengan nada mengejek, menghakimi, berstrategi pembelajaran  mengurui yang serba tahu.
  2. Pada umumnya pelaku tidak tahan terhadap kritik peserta didik pengamat sehubungan dengan hasil belajar yang pemah dilakukan sebelumnya. Peserta didik pelaku tidak mau terima hasil pengamatan temannya. Situasi ini sering menimbulkan ketegangan anatara peserta didik pelaku dan peserta didik pengamat.
  3. Sering juga terjadi pasangan ini justru memantapkan suatu perilaku belajar yang sama, disebabkan mereka salah menafsirkan deskripsi gerakan atau pokok bahasan yang tertera dalam lembaran kerja.
4. Strategi Guided Discovery

Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund "discovery adalah proses mental di mana peserta didik mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip". Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001:20). Sedangkan menurut Jerome Bruner "penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau iten pengetahuan tertentu". Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga peserta didik dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006:9). Model penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing peserta didik dimana ia diperlukan. 

Dalam model ini, peserta didik didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat "menemukan" prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru (PPPG,2004:4). Metode pembelajaran penemuan adalah suatu metode pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan peserta didik-peserta didiknya menemukan sendiri informasi-informasi yang secara tradisional bisa diberitahukan atau diceramahkan. Model penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh peserta didik berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004:87). Metode pembelajaran ini merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan melalui proses menemukan. Fungsi pengajar disini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi peserta didiknya, melainkan membuat peserta didik mampu menyelesaikan masalah itu sendiri. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang di mana peserta didik berpikir sendiri sehingga dapat "menemukan" prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan. Menurut Markaban (2006:11-15) Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya. Dengan penjelasan di atas model penemuan yang dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran model ini dapat diselenggarakan secara individu dan kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran penjas sesuai dengan karakteristik penjas tersebut. Guru membimbing peserta didik jika diperlukan dan peserta didik didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh peserta didik dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari (Markaban, 2006:15).

Perlu diingat bahwa model ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan 'mengkonstuksi' sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (PPPG, 2004:5).

Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing;
Menurut Markaban (2006:16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru penjas adalah sebagai berikut :  
  1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya. Perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh peserta didik tidak salah. 
  2. Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut 
  3. Peserta didik menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. 
  4. Bila dipandang perlu,konjektur yang telah dibuat oleh peserta didik tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk menyakinkan prakiraan peserta didik, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. 
  5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk menyusunnya 
  6. Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.
Memperhatikan langkah-langkah model pembelajaran penemuan terbimbing diatas dapat disampaikan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. 
Kelebihan sebagai berikut :
  1. Peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 
  2. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inguiry (mencari-temukan). 
  3. Mendukung kemampuan problem solving peserta didik 
  4. Memberikan wahana interaksi antar peserta didik, maupun peserta didik antar guru, dengan demikian peserta didik juga terlatih untuk menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. 
  5. Lama membekas karena peserta didik dilibatkan dalam proses menemukannya.
Sedangkan kekurangannya sebagai berikut :
  1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. 
  2. Tidak semua peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan, beberapa peserta didik masih terbiasa dan mudah dimengerti dengan model ceramah
  3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.
  4. Contoh, Dalam strategi pembelajaran  konvergen guru cukup memberikan perintah / intruksi dalam melakukan teknik gerakan dan peserta didik melakukan sesuai sepengetahuannya. Contoh : Bagaimana cara melakukan passing menggunakan kaki bagian luar dalam sepak bola/lakukan. Dalam strategi pembelajaran  ini peserta didik dituntut kreatif karena guru hanya memberi intruksi / perintah dan peserta didik melakukan.
5). Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran Inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran peserta didik dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan peserta didik. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.

Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri
  • Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
  • Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Dengan de-mikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sum-ber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar peserta didik. Akti-vitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara gu-ru dan peserta didik. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik berta-nya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
  • Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. 
Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri peserta didik tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, peserta didik akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik. Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini peserta didik memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
  1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
  2. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik inter-aksi antara peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan guru, bahkan interaksi anta-ra peserta didik dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
  3. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan peserta didik untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.
  4. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir, yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
  5. Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakanberbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenar-annya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
Dari beragamnya model pembelajaran dalam pendidikan jasmani, tentunya antara model yang satu dengan lainnya saling memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik dari model pembelajaran inkuiri adalah guru bukannya menunjukkan dan menceritakan pada peserta didik bagaimana untuk bergerak, tetapi guru menggunakan serangkaian pertanyaan untuk memunculkan keterikatan peserta didik pada domain psikomotor dan kognitif. Pada dasarnya, guru mengajukan sebuah pertanyaan yang memunculkan berbagai tipe pemikiran peserta didik, yang selanjutnya memunculkan jawaban berupa gerak yang diperlihatkan peserta didik. Tipe pertanyaan dapat bervariasi, disesuaikan dengan tingkat pemikiran dan jawaban gerak peserta didik. Pertanyaan-pertanyaan merupakan jantung dari model pembelajaran inkuiri. Dalam proses pembelajarannya guru membingkai masalah dan peserta didik memulai untuk berpikir dan bergerak, peserta didik diberi kebebasan untuk mengeksplorasi jawaban yang memungkinkan. Jadi dalam hal ini guru memberikan sejumlah pertanyaan untuk mendorong keingintahuan peserta didik yaitu pada bidang kognitif dan psikomotor. 

Secara esensial, guru mengajukan sebuah pertanyaan yang dapat menimbulkan beberapa jenis pemikiran dari peserta didiknya, yang pada akhirnya peserta didik dapat memberikan jawaban atas dasar pemikirannya sendiri. Jadi pada intinya, model pembelajaran inkuiri dalam pendidikan jasmani akan merangsang kognitif dan psikomotor peserta didik, karena peserta didik dituntut untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, kemudian mengekspresikan jawaban baik secara verbal ataupun melalui beberapa gerakan. Tujuan digunakannya model pembelajaran inkuiri dalam pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan pemikiran peserta didik, memecahkan masalah dan memberi kebebasan pada peserta didik untuk bereksplorasi. (Metzler: 2000).

'Tarik Bukumu sebelum Tarik Selimutmu'
(Arham Syahban)
Referensi:
  • A, Ghofir Muhaimin dan Nur Ali R. 1996. Strategi Belajar Mengajar ... Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka. Cipta.
  • Markaban.(2006). Model Pembelajaran Matematika dengan pendekatan.Penemuan Terbimbing. Prosiding Penataran.PPPGM : Yogyakarta
  • Metzler, Michael.W. (2000). Instructional Models For Physical Education. Allyn and Bacon. USA.
  • Rusli, Lutan. (2001). Asas-Asas Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta. Departemen P&K.
  • Tite Juliantine, (2009), Implementasi Model Inkuiri dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Makalah dalam Seminar Nasional 2 yang bertema “Revitalisasi Penjas Melalui Pembenahan Citra Paradigmatis, Esensi Filosofis Serta Struktur Kelembagaan” yang diselenggarakan oleh Prodi PJKRFPOK Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 21-22 Desember 2009.
  • Toto Subroto, (2007). Strategi Pembelajaran Penjas. Universitas Terbuka: Jakarta

Sunday, 28 May 2017

GERAK LOKOMOTOR, GERAK NON LOKOMOTOR, GERAK MANIPULATIF

GERAK LOKOMOTOR, GERAK NON-LOKOMOTOR, GERAK MANIPULATIF

Gerak dasar fundamental (fundamental basic movement) menurut Harrow (1972) adalah pola gerak yang inheren yang membentuk dasar-dasar untuk keterampilan gerak yang kompleks, yang meliputi (1) Gerak Lokomotor; (2) Gerak Non-Lokomotor; dan (3) Gerak Manipulatif.


1. GERAK LOKOMOTOR (Locomotor Skills)

Gerak Lokomotor adalah gerakan berpindah tempat, dimana bagian tubuh tertentu bergerak atau berpindah tempat. Gerak dasar lokomotor merupakan salah satu domain dari gerak dasar fundamental (fundamental basic movement), Keterampilan lokomotor didefinisikan sebagai keterampilan berpindahnya individu dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagian besar keterampilan lokomotor berkembang dari hasil dari tingkat kematangan tertentu, namun latihan dan pengalaman juga penting untuk mencapai kecakapan yang matang.

Keterampilan lokomotor misalnya berlari cepat, mencongklang, meluncur, dan melompat lebih sulit dilakukan karena merupakan kombinasi dari pola-pola gerak dasar yang lain. Keterampilan lokomotor membentuk dasar atau landasan koordinasi gerak kasar (gross skill) dan melibatkan gerak otot besar.

Gerakan-gerakan lokomotor adalah gerakan-gerakan yang pergi ke mana saja. Para ahli mendefinisikan gerakan lokomotor sebagai gerakan-gerakan yang menyebabkan tubuh berpindah tempat atau mengembara dalam berbagai ruang, sehingga dalam bahasa Inggris disebut juga Traveling. Ini tentunya merupakan kebalikan dari gerakan non-lokomotor, yang tidak menyebabkan tubuh berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Gerakan lokomotor merupakan dasar bagi perkembangan koordinasi gerakan yang melibatkan otot-otot besar (gross-muscles), pertumbuhan otot, daya tahan dan stamina.

2. GERAK NON-LOKOMOTOR (Non-Locomotor Skills)

Gerakan non-lokomotor dapat diartikan juga sebagai keterampilan stabil, gerakan yang dilakukan tanpa atau hanya sedikit sekali bergerak dari daerah tumpuannya.  Dapat juga didefinisikan sebagai gerakan-gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang memerlukan dasar-dasar penyangga yang minimal atau tidak memerlukan penyangga sama sekali atau gerak tidak berpindah tempat. Gerakan stabilisasi (non-lokomotor) termasuk didalamnya, seperti : Stretching dan Bending, Twisting dan Turning, Swinging dan Swaying, Pushing dan Pulling .

3. GERAK MANIPULATIF

Gerak manipulatif melibatkan tindakan mengontrol suatu objek khususnya dengan tangan dan kaki. Ada dua klasifikasi keterampilan dari gerak manipulatif, yaitu reseptif dan propulsif. Keterampilan reseptif adalah menerima suatu objek seperti menangkap dan keterampilan propulsif memiliki ciri pengerahan gaya atau kekuatan terhadap suatu objek, seperti memukul, melempar, memantul atau menendang.

Walaupun sebagian besar keterampilan manipulatif menggunakan tangan dan kaki, tetapi bagian-bagian tubuh yang lain juga dapat digunakan. Manipulasi terhadap objek tertentu mengarah pada koordinasi mata-tangan dan mata-kaki yang lebih baik, terutama penting untuk gerakan-gerakan yang mengikuti jalan atau alur (tracking) pada tempat terentu.

Keterampilan manipulatif merupakan dasar-dasar dari berbagai keterampilan permainan (game skill). Gerakan yang memerlukan tenaga, seperti melempar, memukul, dan menendang dan gerakan menerima objek, seperti menangkap merupakan keterampilan yang penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan berbagai jenis bola. Gerakan melambungkan atau mengarahkan objek yang melayang, seperti bola voli merupakan bentuk keterampilan manipulatif lain yang sangat penting. Kontrol terhadap suatu objek yang dilakukan secara terus menerus, seperti menggunakan tongkat atau simpai juga merupakan aktivitas manipulatif.

Macam Gerak dasar fundamental (fundamental basic movement)

Gerak Dasar Fundamental

Lokomotor

Non Lokomotor

Manipulatif

berjalan
berlari
meloncat
melompat
melayang
meluncur
berjingkrak
memanjat

membungkuk
meregang
memutar
mengayun
handstand
memutar tubuh
mendarat
berhenti
mengelak
keseimbangan


melempar
menangkap
menendang
menjerat/menjebak
menyerang
memvoli
melambung
memelanting
bergulir
menggelinding
menyepak


Sumber;
  • Abdulkadir Ateng, 1993. Pendidikan Olahraga. Jakarta: IKIP  Jakarta.
  • Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra. 1999. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Pendas Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Melompat merupakan Locomotor Skil

#pendidikanjasmani #pendidikanolahraga

Sunday, 21 May 2017

GULAT

SEJARAH GULAT

Asal usul gulat dapat di telusuri kembali sejak 15.000 tahun yang lalu melalui gambar di sebuah gua di perancis. Sebuah Relief yang terdapat dalam mitologi bangsa Babilonia dan mesir menunjukan aktivitas dan teknik-teknik para pegulat, sehingga diketahui semua orang saat ini.

Dalam tradisi barat, referensi untuk pertandingan gulat telah ditemukan dalam epik Gilgames bangsa Babilonia. Ini berarti bahwa gulat didunia barat  dipengaruhi oleh bangsa timur dekat, bangsa Babilonia. Dalam dokumen bangsa Babilonia diceritakan tentang kemenangan seorang pahlawan yang menumpas kejahatan. Dengan menganalisis dokumen tersebut, ternyata, diketahui bahwa mereka yang menjadi pahlawan dan pemenang itu telah mempraktekan teknik gulat untuk mengalahkan musuhnya.

Di zaman mesir kuno, pertarungan gulat merupakan upaya untuk menunjukan kecakapan fisik dan kemampuan militer para tentara kepada para bangsawan. Wolfgang Decker, seorang peneliti olahraga dijaman mesir kuno, berpendapat bahwa gulat terutama sekali digunakan sebagai bentuk pelatihan bagi tentara.

Dalam sejarah yunani kuno, gulat menduduki tempat penting dalam legenda dan sastra. Gulat yang dikenal saat itu adalah gulat kompetisi, karena tidak dibentingi oleh peraturan. Namun demikian, gulat tetap menjadi olahraga olimpiade bangsa yunani. Bahkan, gulat yang dikembangkan oleh bangsa Romawi kuno banyak meminjam teknik gulat yunani. Di yunani banyak didirikan palaestra atau sekolah gulat, di sekolah ini anak laki-laki mempelajari aturan sederhana, tentang gulat yunani. Orang yunani bergulat dalam lubang pasir yang disebut skamma, dan kontestan masih tertutup oleh minyak dan dilapisi debu sebelum memasuki arena pertandingan.

Vases menggambarkan angka-angka dari Mitologi yunani, terutama Heracles dan Theseus ( penemu gulat ilmiah ), dengan menunjukan bahwa mereka dapat mengalahkan monster fantastik dengan menggunakan teknik gulat yang berlaku dengan standar. Gambar pegulat pun muncul di koin Aspendosm Syracuse, dan Alexandria, dan sejumlah pertandingan gulat dapat ditemukan dalam tulisan Humer, Statius, dan Quintus dari Smirna. Bahkan Plato, seorang filsuf yang terkenal, pernah dieritakan mengikritik kompetisi dalam kejuaraan yang diadakan di Delphi dan Nemea.

Orang-orang yunani bersaing untuk mewakili kota kelahirannya dalam festival gulat yang waktu itu jumlahnya selalu meningkat di setiap tahun, pegulat profesional yang paling terkenal pada saat itu adalah Milo dari kota Croton. Milo mendapatkan pengakuan pada olimpiade masa yunani kuno di abad 540 SM. Dan memenangkan lagi dalam enam olimpiade berturut-turut, milo tidak pernah berpartisipasi dalam gulat yang lebih brutal atau yang pada saat itu sering dikenal dengan istilah Pankration. Pankration jauh lebih brutal dari gulat profesional modern, kemenangan dicapai dengan memaksa lawan anda mengakui kekalahan.

Selama abad pertengahan, gulat mencerminkan gaya hidup orang eropa. Gulat tidak membutuhka peralatan yang khusus dan semakin populer karena taruhan para penonton difasilitasi oleh pihak penyelenggara pertandingan. Dalam tradisi Inggris, telah dikembangkan dan dimodifikasi pada saat periode Renaissance. Pembukaan pertandingan memerlukan berbagai gaya yang berbeda. Sebagai contoh, di Cumberland dan Westmorelend, dimulai dengan pertandingan dagu beristirahat di bahu lawan kemudian menjatuhkan lawan ke tanah untuk memenangkan pertandingan.

Do cornwall, jenis jaket gulat menjadi bentuk yang lebih disukai, dengan melarang pemain memegang bagian dibawah pinggang. Ilistratur berkebangsaan jerman, albrecht rer du, membuat lebih dari seratus gambar teknik memegang dalam gulat, dan fabian von auerwald’s rinferkunst (1539), membuat salah satu buku ilustrasi tentang teknik bergulat secara rinci. Buku karya Elyot Thomas Governour (1531), merupakan karya pertama yang memfokuskan pada pendidikan jasmani, dan gulat di promosikan sebagai latihan sehat. Seabad kemudian seorang matematikawan, Sir Thomas Parkyns, menerbitkan The Inn-Play atau Cornish-Hugg Wrestler, sebuah karya yang tidak hanya menganjurkan olahraga tetapi juga menetapkan aturan untuk menghindari perilaku yang tidak sportif selama pertandingan.

Olahraga gulat dengan varian yang khas di setiap daerah sudah ada sejak jaman nenek moyang. Ketangkasan jasmani merupakan syarat mutlak untuk memelihara keuletan dan keutuhan. Pendidikan jasmani yang tidak disengaja ini telah dilakukan oleh nenek moyang kita, tapi belum didasari nilai dan manfaatnya. Bukti sejarah menunjukan bahwa “ gulat “ memang merupakan olahraga asli Indonesia, walau diluar negeri gulat juga ada dan tumbuh sejak keemasan Yunani dan Romawi Kuno.

Bukti sejarah bahwa gulat bukan barang impor dapat kita temukan melalui studi dokumentasi. Melalui studi itu, kita dapat menemukan beberapa jenis olahraga gulat tradisional di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
  1. Di aceh gulad disebut Gedul-gedul
  2. Di tapanuli gulat disebut Marsiranggut
  3. Di jawa barat gulat disebut Benjang
  4. Di jawa tengah gulat disebut Mbek-mbekan
  5. Di rembang ( jawa tengah ) gulat disebut Pathol
  6. Di jawa timur gulat disebut Pitingan
  7. Di madura ( jawa timur ) gulat disebut Okol
  8. Di nusa tenggara barat gulat disebut Paluru
  9. Di sulawesi selatan gulat disebut Silotteng
  10. Di ujung pandang gulat disebut Sinotto
  11. Di kalimantan selatan gulat disebut Baguling
Dilihat dari gerakannya, gulat tradisional merupakan komposisi olahraga dan seni budaya yang timbul dari naluri / instink, di sini terdapat koordinasi latihan antara otak, otot, keberanian, keuletan, kesatriaan dan kesadaran.

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia sudah mengenal gulat yang berkembang di dunia internsional. Gulat dibawa oleh tentara belanda yang pada waktu itu menduduki wilayah Indonesia sebagai negara koloni. Tahun 1941-1945 sewaktu pendudukan tentara jepang, seni bela diri jepang seperti judo, sumo dan kempo masuk ke indonesia, sehingga gulat secara berangsung-angsur mulai dilupakan.

Adanya kejuaraan di yokohama pada tahun 1961 membuat PGSI mengadakan seleksi nasional untuk menentukan tim Indonesia ke juaraan dunia yang berlangsung pada Juni tahun 1961 itu, empat pegulat terpilih pada waktu itu untuk mewakili Indonesia, yaitu Rachman Firdaus (kelas 68 kg, gaya bebas), Yosept  Taliwongso (kelas 68 kg gaya Yunani-Romawi), Sudrajad  (kelas 62 kg, gaya bebas), Elias margio (kelas 62 kg, gaya Yunani). Mereka ini didampingi oleh Kapten Obos Purwono sebagai manajer tim da Balting Ong sebagai pelatih.

Dalam PON V tahun 1961 di Bandung gulat termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan, dilaksanaka di bioskop Varia (sekarang nusantara). Tahun 1962, Asian Games IV berlangsung di Jakarta. Indonesia menurunkan pegulat secara fuel team, mulai dari kelas 52 kg – 87 kg. Indonesia hanya meraih dua medali perunggu melalui Mujari (kelas 52 kg) dan Rachman Firdaus (kelas 63 kg) yang keduanya menggunakan gaya Yunani-Romawi. Tahun 1964, PB PGSI mengirim para pegulat ke RRC kan Korea Utara. Tahun 1965 menjelang PON VI di Jakarta muncul pegulat-pegulat yang penuh bakat, seperti Suparman Hamid, Tigor Siahaan, dan Johny Gozali. Dan semua acara ini gagal karena situasi politik. Tahun 1966  menjelang Asin Games V  di Bangkok, PHSI mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Tahun 1967, diselenggarakan kejuaraan nasional di Surabaya. Tahun 1968, merupakan tahun yang sepi bagi PGSI karna tidak adanya kegiatan tingkat nasional. Tahun 1969,  diadaka PON VII di Surabaya, dimana para pegulat  dari Sumatera Utara, DKI jaya, Jawa barat, Jawa tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa timur dan Sulawesi Selatan mengukur kekuatan dalam arena tersebut. Tahun 1970, PGSI mendapat kesempatan lagi untuk ambil bagian dalam Asian Games VI di Bangkok. Tahun 1971, untuk pertama kalinya dan merupakan terakhir kalinya gulat di pertandingkan di POM (Pekan Olahraga Mahasiswa) di palembang. Tahun 1972 menjelang PON VIII di Jakarta, terlebih dahulu diadakan babak kualifikasi bagi daerah-daerah yang akan ikut serta dalam PON. Tahun 1973, PGSI juga kembali mengikuti kejuaraan gulat di Glanbator, Mongolia, tim indonesia diwakili oleh Tigor Siahaan, Syampurno, Johny Gozali, dan Darmanto. Selain itu kegiatan internasional yang di ikuti oleh pegulat kita adalah:
  • Tahn 1974 Asian Games VII di Teheran, PGSI mengirimkan pegulat tigor siahaah kelas 48 kg, dan Johny Gozali kelas 62 kg.
  • Kejuaraan dunia tahun1978 di Mexico, PGSI menurunkan pegulat Suwrto kelas 57 kg, Alfan Sulaiman kelas 62 kg, Tahi sihombinf kelas 68 kg, dan Eddy santoso kelas 74 kg.
  • Tahun 1980, di Rumania PGSI mengirimkan pegulat Suwarto kelas 57 kg,  Edison kelas 62 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 68 kg.
  • Tahun 1982, Asian Games IX di New Delhi, PGSI mengirimkan Rubianto Hadi kelas 48 kg, Rusdi kelas 57 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 62 kg.
Sejak pembentukannya tahun 1960 PGSI telah banyak melakukan kegiatan baik lokal, nasional maupun internasional.  

PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI GULAT

Gulat adalah kontak fisik antara dua orang, di mana salah seorang pegulat harus menjatuhkan atau dapat mengontrol musuh mereka. Olahraga gulat indentik dengan dua orang yang saling berhadapan dan berusaha untuk mengungguli lawanya dengan cara menarik, mendorong, membanting, menjegal, dan mengunci sampai punggung lawan menempel di atas matras. 

Teknik-teknik dalam gulat dapat menyebabkan luka yang serius. Gulat merupakan salah satu cabang olahraga beladiri individu yang berasal dari yunani-romawi.

KLASIFIKASI GULAT

Ada dua gaya yang dipertandingkan olahraga gulat yaitu; gaya Bebas (Freestyle) dan gaya Romawi Yunani (Greeco Roman).

1). GULAT GAYA BEBAS (Freestyle)

Dalam gulat gaya bebas, pegulat dapat menggunakan kali dan boleh memegang lawan baik di atas maupun di bawah pinggang. Olahraga gulat gaya bebas terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu: tangkapan kaki, tangkapan satu kaki, tangkapan dua kaki, tarikan lengan, bantingan bahu, bantingan leher, bantingan lengan, kayang depan, kayang samping, kayang belakang (zubless).

Batasan permainan untuk gaya bebas yaitu seorang pegulat diperbolehkan menangkap kaki lawan, mengkait kaki lawan, dan menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan atau menggunakan seluruh bagian anggota badan untuk melakukan serangan, dengan kata lain bahwa dalam gaya bebas, atlet diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan untuk melakukan serangan.

Teknik dan tangkapan dua kaki merupakan teknik dasar gulat gaya bebas yang sering digunakan dalam setiap latihan dan pertandingan, karena jika seorang pegulat berhasil melakukan teknik tangkapan dalam latihan atau pertandingan maka seorang pegulat dengan mudah untuk mengungguli lawanya, secara analisis gerak pada saat melakukan teknik tangkapan dua kaki, melangkah dengan cepat untuk menjangkau lawan dan lengan menangkap paha bagian belakang, posisi kepala tegak dan menempel di samping pinggang, disaat yang bersamaan kedua paha lawan ditarik sampai lawan terjatuh di atas matras.

2). GULAT GAYA ROMAWI YUNANI (Greeco Roman)

Dalam Gulat Yunani-Romawi, yunani, seorang pegulat dilarang keras dibawah garis pinggang atau mengkait kaki lawan atau menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan. Gaya Greeco Roman tidak boleh menyerang bagian tungkai baik dengan menggunakan tangan maupun kaki. Demikian pula tidak boleh menggunakan tungkai secara aktif dalam melakukan gerakan atau teknik serangan,contohnya melakukan sapuan kaki seperti dalam olahraga judo.

Pada gaya romawi yunani (greeco roman) terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu : bantingan pinggang, bantingan leher, bantingan lengan, bantingan sway, kayang depan, kayang samping, zubless dll. Seorang pegulat harus menguasai teknik serangan, counter, dan bertahan baik untuk mengungguli lawannya,

Untuk melakukan teknik diatas maka perlu di tunjang unsur-unsur kondisi fisik, peran komponen kondisi fisik terlihat sangat menonjol dalam olahraga gulat dan pada level pertandingan tertentu olahraga gulat berlangsung sangat dinamis. Seorang pegulat di level tersebut harus dapat menggunakan berbagai teknik pergumulan atau pergulatan dengan dukungan fisik yang prima, karena biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Olahraga gulat mempertandingkan 2 macam gaya yaitu gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi. Gulat gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi masing-masing meliputi kelas-kelas :

1. Kelas 48 kg     6. Kelas 74 kg

2. Kelas 52 kg     7. Kelas 82 kg

3. Kelas 57 kg     8. Kelas 90 kg

4. Kelas 62 kg     9. Kelas 100 kg

5. Kelas 68 kg     10. Kelas 100 kg, + (over + 100 kg).

arham syahban

TEKNIK-TEKNIK DASAR GULAT

“Teknik dasar ialah semua gerakan yang mendasari permainan, dan dengan modal tersebut seseorang dapat bermain dengan atau berlatih secara terarah.” Dari pengertian tersebut tentunya para atlet harus mampu menguasai teknik-teknik yang menjadi dasar setiap cabang olahraganya terutama cabang olahraga gulat gaya bebas. Sudradjat (2010). 

Berikut adalah teknik-teknik dalam gulat gaya:
Teknik tangkapan :
  • Tangkapan kaki
  • Tangkapan satu kaki
  • Tangkapan kaki kiri
  • Tangkapan kaki kanan
  • Tangkapan dua kaki
Teknik bantingan :
  • Bantingan kepala
  • Bantingan lengan
  • Bantingan ketiak
  • Bantingan pinggang
  • Sway
  • Kayang samping
  • Kayang depan
  • Kayang belakang
Teknik bawah :
(PARTERE)
  • Gulungan kepala
  • Gulungan lengan
  • Gulungan dada
  • Gulungan purut
  • Gulungan paha
  • Gulungan kaki satu
  • Gulungan kaki dua
  • Gulungan kaki silang
Teknik gulungan :
(POSISI BUAYA)
  • Gulungan kepala
  • Gulungan lengan
  • Gulungan dada
  • Gulungan perut
  • Gulungan kaki
  • Gulungan kaki satu
  • Gulungan dua kaki
  • Nelson
  • Double nelson
PENILAIAN DALAM GULAT

1 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang membawa lawannya ke bawah dan menguasainya dari belakang (kontak 3 titik dengan matras yakni 2 lengan dan 1 lutut atau 1 lengan dan 2 lutut)
  • Bagi pegulat yang bisa mengatasi tangkapan dan penguasaan lawannya dengan mengambil alih posisi dari belakang (over pass)
2 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan pada posisi parterre yang menyebabkan lawannya berada dalam posisi danger atau jatuhan
  • Bagi pegulat penyerang yang lawannya berguling dengan pundaknya
3 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan dari posisi berdiri membawa lawannya ke posisi danger dengan bantingan yang membentuk garis lengkung kecil
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan grand amplitude, tetapi awannya tidak jatuh dalam posisi danger (jatuh dalam posisitelungkup)
5 angka teknik:
  • Semua tangkapan yang dieksekusikan pada posisi berdiri dengan tangkapan grand amplitude, sehingga membuat pegulat bertahan langsung berada dalam posisi danger
  • Eksekusi tangkapan kepada pegulat yang sedang berada pada posisi parterre diangkat dengan mengangkatnya sehingga terlepas dari matras dan kemudian dibanting dengan tangkapan grand amplitude yang mengakibatkan lawannya langsung berada pada posisi danger (tambahan 1 angka teknik karena dimulai dengan mengangkat lawan yang sedang berada dalam posisi parterre dari matras).
Referensi:
  1. Counture, R. Wrestling for fighting: Natural Way. Beijing; victory belt
  2. FILA. 1990. Manual Of Basic Holds In Westling For Children. Novisad: forum
  3. FILA. 2008 . Peraturan Pertandinagn Gulat Internasianal. Paris, perancis. Diterjemahkan oleh PB PGSI, jakarta, 2009
  4. http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pko_0700361_chapter2.pdf

Friday, 19 May 2017

PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI

Pendidikan Jasmani 

Pendidikan Jasmani Sama dengan konsep Pendidikan pada umumnya. Menurut Wolfgang (1992:40) Education is defined as those actions through which human beings attempt to produce lasting improvements in the structure of the psychic dispositions of other people, to retain components they consider positive or to prevent the formation of dispositions they regard as negative (Pendidikan didefinisikan sebagai tindakan yang melaluinya manusia berusaha menghasilkan perbaikan yang bertahan lama dalam struktur disposisi psikis orang lain, mempertahankan komponen yang mereka anggap positif atau untuk mencegah pembentukan disposisi yang mereka anggap negatif).


Beberapa pendapat para pakar tentang pengertian pendidikan jasmani sebagai berikut;
  1. Ateng (1993) mengemukakan bahwa: Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual, dan emosional.
  2. Freeman (2001) menyatakan bahwa : “Physical education uses physical activity to produce holistic improvement in a pearson’s physical, mental, an emotional.” Artinya adalah pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik untuk menghasilkan perkembangan secara menyeluruh terhadap peserta didik baik fisik, mental dan emosional. 
  3. Mahendra (2003:4) bahwa “Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta emosional.”
  4. Winarno (2006:2) Konsep pendidikan jasmani yang dianut di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0413/U/1987, dinyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan. Pendidikan jasmani bertujuan mengembangkan individu secara organis, neuromuskuler, intelektual, dan emosional.
  5. Menurut Chandler, dkk. (2007:166) Essentially, physical education is the formal inculcation of knowledge and values through physical activity. A more wide-ranging definition of physical education would encompass instruction in the development and care of the body, from simple callisthenic exercises to training in hygiene, gymnastics, and the performance and management of athletic games. Historically, it has focused on diet, exercise and hygiene, as well as musculo-skeletal and psycho-social development. Several areas constitute its sub-disciplines: these include biomechanics, exercise physiology, sports sociology, history, philosophy and psychology (Pada dasarnya, pendidikan jasmani adalah penanaman formal pengetahuan dan nilai-nilai melalui aktivitas fisik. Definisi yang lebih luas dari pendidikan jasmani akan mencakup instruksi dalam pengembangan dan perawatan tubuh, dari latihan kalistenik sederhana hingga pelatihan kebersihan, senam, dan kinerja dan manajemen permainan atletik. Secara historis, ia telah berfokus pada diet, olahraga dan kebersihan, serta pengembangan otot-tengkorak dan psiko-sosial. Beberapa bidang merupakan sub-disiplin ilmu: bidang ini mencakup biomekanik, fisiologi olahraga, sosiologi olahraga, sejarah, filsafat, dan psikologi).
Kelima pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian tersebut mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang sehat jasmani dan rohani.Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik peserta didik, dan yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh guru dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara totalitas.

Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan secara totalitas dalam diri peserta didik, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional, dan bahkan pada spiritual.Pendidikan jasmani memberi tugas gerak kepada pesertadidik sebagai individu dengan satu kesatuan yang utuhantara jasmani dan rohani. Oleh sebab itu pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut  dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Ternyata, Pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas dengan memfokuskan perhatiannya pada peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, Penjaorkes berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya dan hubungan dari perkembangan tubuh (fisik) dengan pikiran dan jiwanya. Intinya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia. Hal itulah yang menjadikan Pendidikan jasmani merupakan sesuatu yang unik dan lain dari bidang studi lainnya yang berkepentingan dengan perkembangan total pada manusia.

Namun sejauh ini pada kenyataannya masih banyak yang berpikiran bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan olahraga, menurut Whitehead, dkk, (2013:17) In general, PE is considered a compulsory component of the education of children. As a consequence, there has been a significant tradition in most democracies of advocating intrinsic values relating to the education of children. However, the most dominant position with regard to PE has more often been to regard it as extrinsically valuable in relation to, for example, the dualistic training of bodies and the naturalization of competition. Thus, given the hegemony of competitive sport, PE could be considered to be only partially egalitarian, and possibly to some degree coercive rather than inclusive. Further, the nature of its intrinsic value is contested, with the main contenders being either movement pleasure or moral value. (Secara umum, Pendidikan Jasmani dianggap sebagai komponen wajib pendidikan anak-anak. Sebagai akibatnya, ada tradisi yang signifikan di sebagian besar negara demokrasi yang mengadvokasi nilai-nilai intrinsik yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak. Namun, posisi yang paling dominan berkenaan dengan Pendidikan Jasmani lebih sering menganggapnya sebagai bernilai ekstrinsik dalam kaitannya dengan, misalnya, pelatihan dualistik tubuh dan naturalisasi persaingan. Dengan demikian, mengingat hegemoni olahraga kompetitif, PE dapat dianggap hanya sebagian egaliter, dan mungkin sedikit banyak bersifat paksaan daripada inklusif. Lebih lanjut, sifat dari nilai intrinsiknya diperebutkan, dengan pesaing utama adalah kenikmatan gerakan atau nilai moral). Maka, berdasarkan kerancuan itu dalam kegiatan belajar ini akan dibahas lebih mendalam lagi tentang pengertian pendidikan jasmani.

Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, Pendidikan jasmani bukan hanya sebagai mata pelajaran pelengkap pada program sekolah yang membuat peserta didik sibuk tanpa arah dan tujuan. Melalui Pendidikan jasmani yang diarahkan dengan baik, peserta didik akan mengembangkan keterampilan yang berguna, terlibat dalam aktivitas fisik yang kondusif untuk kebugaran fisik, hidup sehat, sosial, dan mentalnya. Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendidikan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi. Semua kegiatan diatas berbeda dengan pendidikan jasmani, kegiatan-kegiatan tersebut sebagian besar hanya mengacu pada satu tujuan saja terutama perkembangan secara fisik, belum mencakup semua aspek seperti pada Pendidikan jasmani.

Tidak semua guru Pendidikan jasmani menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa Pendidikan jasmani boleh dilaksanakan oleh guru bidang studi lain. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran Pendidikan jasmani, mulai dari kelemahan proses, misalnya membiarkan peserta didik bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah. Di kalangan guru Pendidikan jasmani sering ada anggapan bahwa pelajaran Pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh peserta didik pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru hanya mengawasi di pinggir lapangan.

Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru Pendidikan jasmani tentang konsep Pendidikan jasmani di sekolah. Seorang guru Pendidikan jasmani harus mengetahui dengan jelas tentang pengertian, prinsip-prinsip, dan fungsi serta peranan pendidikan jasmani yang sesungguhnya. Untuk memahami hal tersebut di atas Anda harus menyimak dan memahami konsep pendidikan jasmani itu sendiri.


Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi peserta didik, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Pada aspek moral inilah sebagai ciri penerapan pendidikan berkarakter dalam pendidikan jasmani. Arti kata berkarakter dapat dipahami secara umum bahwa kualitas moral yang positif (Anwar, 2010 dalam Mutohir.,dkk. 2011:40). Hal tersebut diperkuat oleh Kemdiknas, 2010 dalam Mutohir, dkk.,2011, bahwa pendidikan berkarakter harus dimulai sejak usia Sekolah Dasar melalui menanamkan nilai-nilai budi pekerti, watak, dan moral yang positif yang bertujuan untuk memelihara kebaikan dan selalu mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan jasmani guru harus berupaya untuk merancang pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat menanamkan sifat-sifat karakter tersebut, sesuai pilar karakter/nilai yakni; jujur, hormat, tanggungjawab, berprilaku adil, peduli, dan beradab (Maksum 2010, dalam Mutohir, dkk, 2011).

Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor, serta kebugaran jasmani. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor dan kebugaran jasmani.

Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut, guru perlu membiasakan diri untuk mengajar  peserta didik tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Tujuan pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam tujuan kurikulum pendidikan jasmani di Sekolah Dasar tahun 2006, yakni; 
  1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas olahraga terpilih. 
  2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik. 
  3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar. 
  4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. 
  5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. 
  6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 
  7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat, dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
Aktivitas interaksi sosial yang terjadi dalam peranannya yang bersifat mendidik dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial peserta didik yang berkarakter. Dengan demikian peserta didik akan tumbuh dan berkembang secara totalitas, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan.

Pendapat senada juga diungkapkan Barrow dalam Freeman (2001) bahwa : Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan melalui gerak insani, ketika tujuan kependidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk: olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan jasmani (exercise).

Hasil yang ingin dicapai adalah individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna ketika hanya berkaitan dengan sisi kehidupan individu.

Makna dari pendidikan fisik adalah pendidikan yang diberikan melalui aktivitas jasmani, namun tujuannya tetap mengacu kepada segala aspek kependidikan, termasuk di dalamnya ada aspek-aspek kejiwaan (pertumbuhan mental) dan sosial peserta didik. Harapannya peserta didik dalam proses pembelajaran dapat meningkat kegiatan fisiknya, maka pertumbuhan mentalnya juga dapat berkembang. Dengan demikian pendidikan jasmani lebih bermakna dalam kehidupan nyatadi masyarakat secara berkesinambungan.Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan jasmani tidak berhenti setelah pembelajaran pendidikan jasmani selesai, namun diharapkan selalu berkembang sepanjang hayat dalam kehidupan di masyarakat.

Pemahaman tersebut di atas juga diperkuat oleh James A. Baley dan Field  dalam Freeman, (2001) bahwa pendidikan fisik yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini menyebutkan bahwa: ‘Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial,kultural, emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani.’

Aktivitas jasmani yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Aktivitas fisik yang dipilih dan dilakukan, haruslah kegiatan yang wajar dan tidak dipaksakan, sehingga semua peserta didik dapat melakukannya.dengan gembira, tanpa ada tekanan dari guru, sehingga semua aspek yang menjadi target dalam pendidikan jasmani dapat tercapai.

Selain pengertian pendidikan jasmani yang telah diungkap oleh para pakar di atas, kurikulum pendidikan dasar (2003 ; 1) lebih mengokohkan lagi tentang pengertian pendidikan jasmani, yakni; “Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neorumuscular, perseptual, kognitif dan emosional.”

Berdasarkan beberapa rumusan diatas, dapat dikaji bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai kegiatan pembelajarannya untuk meningkatkan kemampuan fisik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotor, mental dan sosial, termasuk di dalamnya pola hidup sehat serta kebugaran jasmani.

Diharapkan melalui kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani yang teratur dan berkesinambungan, perkembangan hidup peserta didik akan semakin sempurna, bukan saja berkembang dan bertumbuh secara fisik saja, namun juga emosional dan sosial akan menjadi lebih baik karena mampu berinteraksi dengan baik pula. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Sukintaka (2004:21) bahwa pendidikan jasmani adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang disusun secara sistematis untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya.

Sebagai salah satu contoh, jika dalam pendidikan jasmani guru menugaskan peserta didik untuk bermain sepak bola, maka akan terbentuklah beberapa kelompok kecil. Dalam kelompok kecil tersebut akan terjalin hubungan yang kuat antar individunya, mereka akan bekerjasama dengan baik agar dapat mencapai suatu kemenangan. Namun harus ditekankan juga bahwa dalam permainan, masing-masing individu haruslah bersikap sportif,  menghargai kawan, lawan bahkan teman yang bertugas sebagai wasit.

Dari contoh di atas diharapkan peserta didik tidak hanya mendapatkan kegembiraan namun juga mengubah dirinya secara mental, emosional dan intelektual yang membawa kepada perubahan pribadi yang lebih baik. Hal tersebut merupakan implementasi pendidikan berkarakter dalam pendidikan jasmani.

Landasan Hukum Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui aktivitas jasmani atau gerak untuk mencapai tujuan sebagai proses menumbuhkembangkan seluruh aspek kehidupan peserta didik yang bertujuan untuk mencetak manusia Indonesia seutuhnya yang berkarakter, yakni manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. 

Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Kiprah pendidikan jasmani dalam berupaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan berlandaskan pada Undang-undang RI No 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di masa datang. Dengan demikian pendidikan nasional merupakan suatu sistem kesatuan yang utuh dan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan. Salah satu sistem kegiatan pendidikan nasional yang harus dilaksanakan adalah program pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Pendidikan jasmani) sebagaimana tertuang dalam bab IX pasal 39 butir 3 k. tentang isi kurikulum bahan kajian pendidikan jasmani dan kesehatan, yang merupakan salah satu bahan kajian kurikulum pendidikan. Hal tersebut berarti kajian pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan wahana untuk mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan dalam komponen sistem pendidikan nasional.Dengan demikian Pendidikan jasmani sebagai salah satu subsistem pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah, hal tersebut dikarenakan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkarakter. Dampak yang akan diperoleh dari hasil kegiatan pendidikan tersebut adalah berupa kemampuan baik secara fisik maupun pikiran bagi manusia untuk menyelesaikan dan menghadap tantangan kehidupan pada masa kini dan mendatang.

Reference:
  • Abdul Kadir Ateng. 1993. Pendidikan Olahraga. Jakarta: IKIP Jakarta
  • Agus Mahendra. 2003. Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa
  • Brezinka, Wolfgang. 1992. Philosophy of Educational Knowledge; An Introduction to the Foundations of Science of Education, Philosophy of Education and Practical Pedagogics. https://link.springer.com/content/pdf/bfm%3A978-94-011-2586-4%2F1.pdf (diakses Tanggal 21 January 2015)
  • Chandler, Timothy. Mike Cronin and Wray Vamplew. 2007. Sport And Physical Education: The Key Concepts Second Edition. Halaman 166. Routledge Taylor & Francis Group: USA-Canada. diakses tanggal 2 Oktober 2019 pada https://epdf.pub/sport-and-exercise-psychology-the-key-concepts-routledge-key-guides.html
  • Jean Whitehead, Hamish Telfer, and John Lambert. 2013. Values in Youth Sport and Physical Education. page 17, London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
  • Toho Cholik Mutohir, dkk. 2011. Berkakter Dengan Olahraga Berolahraga Dengan Berkarakter, Olahraga Membangun Karakter Bangsa. Surabaya: PT Java Pustaka Group.
  • William H. Freeman. 2001. Physical Education and Sport in a Changing Society, 6th Edition. Campbell University
  • Winarno, M.E. 2006. Dimensi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahrag. Laboratorium Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block