Friday, 24 February 2017

PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN

PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN
PENDIDIKAN KESEHATAN

A.   PENGERTIAN
PENDIDIKAN JASMANI
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. (Cholik Mutohir, 1992).

PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan social, maka masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan sebagainya). (Ottawwa Charter, 1986 dikutip dari Notoatmodjo S).

B.   TUJUAN

TUJUAN PENDIDIKAN JASMANI
          Tujuan Pendidikan Jasmani secara umum adalah: 
  • Meletakan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 
  • Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi, dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama. 
  • Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas-tugas pembelajaran pendidikan jasmani. 
  • Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani. 
  • Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (outdoor education). 
  • Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani. 
  • Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain. 
  • Mengetahui dan memahami konsep aktiitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat. 
  • Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.

TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN
Tujuan Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk mencipkatan perilaku masyarakat (di sekolah, anak didik) yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidkan kesehatan berupaya agar anak didik menyadari dan mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya.Kesadaran akan pengetahuan diatas itu akan menciptakan anak menjadi melek kesehatan (health litercy).
          Lebih dari itu pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai “melek kesehatan” pada anak didik saja, namun yang lebih penting lagi adalah mencapai perilaku kesehatan (healthy behaviour). Kesehatan bukan hanya untuk diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan, dilaksanakan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini berarti bahwa akhir dari tujuan pendidikan kesehatan adalah agar anak didik dapat mempraktekan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya/masyarakat. Artinya dalam kehidupan sehari-hari anak didik dapat berprilaku hidup sehat.
          Selain dari perubahan perilaku untuk senantiasa berperilaku sehat ada tujuan dari pendidikan kesehatan yang hendak dicapai terutama pada tingkat satuan pendidikan dasar, yaitu antara lain: 
  • Meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan teratur. 
  • Menanamkan dan membina nilai dan sikap mental yang positif terhadap prinsip hidup sehat. 
  • Menanamkan dan membina kebiasaan hidup sehat sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan 
  • Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan.

C.   FUNGSI DAN PERAN

FUNGSI PENDIDIKAN JASMANI
Fungsi pendidikan jasmani juga merupakan fungsi pendidikan secara umum, yakni menitikberatkan pada tiga ranah yakni; kognitif, afektif, dan psikomotor, Namun untuk pendidikan jasmani perlu ditambahkan yakni aspek fisik (kebugaran fisik), (Annarino).
Menurut Agus Mahendra (2003) fungsi pendidikan jasmani di sekolah secara umum mencakup sebagai berikut:
·         Memenuhi kebutuhan anak akan gerak
Dunia anak-anak hampir tidak lepas dengan aktifitas bermain.Bermain identik dengan beraktifitas jasmani, sehingga dalam Pendidikan jasmani memang merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Dalam Penjasorkes, peserta didik dapat belajar sambil bermain dan bergembira melalui penyaluran hasratnya untuk bergerak. Dengan demikian pendidikan jasmani berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan gerak pada anak.
·         Mengenalkan anak pada lingkungan dan potensi dirinya
Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang menggunakan media gerak, dan tempat mereka bergerak akan mengenal lingkungan sekitar, apakah di lapangan terbuka, di gedung olahraga dan bahkan suatu tempat yang dianggap baru oleh mereka. Jadi peserta didik tidak hanya kenal pada lingkungan ruang kelas belajar, namun mereka mendapat lingkungan yang memang dapat bergerak sesuai dengan kebutuhan gerak mereka.
Dengan bermain dan bergerak peserta didik benar-benar belajar tentang potensinya dan dalam kegiatan ini peserta didik mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang menjadi dasar kepribadiannya kelak.
·         Menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna
Penjasorkes di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut mengembangkan dasar-dasar keterampilan yang diperlukan anak untuk menguasai berbagai keterampilan dalam kehidupan di kemudian hari. Dalam pendidikan jasmani di sekolah dasar menitikberatkan pada pengenalan keterampilan gerak dasar fundamental (lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif), (Husdarta 2001:63).
·         Menyalurkan energi yang berlebihan
Fungsi pendidikan jasmani dalam hal ini adalah mengarah pada kontrol dan stabilitas emosional anak.Anak adalah mahluk yang sedang berada dalam masa kelebihan energi. Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan perilaku dan mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan memperoleh kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan kembali memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.
  Merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun emosional
Pandangan pendidikan jasmani terhadap peserta didik adalah kesatuan antara jiwa dan raga. Jadi tidak memandang secara terpisah antara jasmani dan rohani. Pendidikan jasmani harus berdampak terhadap pendidikan anak secara holistik. Hasil nyata yang diperoleh dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Dengan demikian para ahli percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk “membentuk manusia seutuhnya”, sehat jasmani dan rohani.

FUNGSI PENDIDIKAN KESEHATAN
Fungsi Pendidikan Kesehatan untuk membantu individu, kelompok, atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau perilakunya, untuk mencapai kesehatan secara optimal. Secara umum fungsi dan peran pendidikan kesehatan dibagi dalam beberapa faktor, antara lain:
·         Peran pendidikan kesehatan dalam faktor lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi baik pemerintah, swasta, maupun LSM. Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat. Namun, karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersbut dimanfaatkan dan dipelihara secara optimal maka perlu adanya pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Demikian pula dengan lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial banyak warga masyarakat yang menderita stress dan gangguan jiwa. Oleh karena itu baik dalam  memperbaiki  masalah  sosial maupun menangani akibat masalah sosial diperlukan pendidikan kesehatan.
·         Peran pendidikan kesehatan dalam faktor perilaku
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadarai atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan bilamana sakit dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari kesehatan bilamana sakit dan sebagainya. Kesadaran masyarakat diatas disebut tingkat kesadaran/pengetahuan masyarakat tentang kesehatan atau disebut “melek kesehatan” (healthy literacy). Pendidikan kesehatan juga penting untuk mencapai perilaku kesehatan (healthy behavior). Jadi kesehatan bukan hanya disadari dan disikapi melainkan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
·         Peran pendidikan kesehatan dalam pelayanan kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini, Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan (puskesmas). Namun, pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal atau  masih rendah (35% masyarakat yang menggunakan puskesmas).
·         Peran pendidikan kesehatan dalam faktor hereditas
Orangtua, khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak-anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula pada anaknya. Sebaliknya, kesehatan orang tua khususnya kesehatn ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang rendah pula bagi anaknya. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini, agar masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik pada keturunan mereka.

D.   MATERI AJAR

MATERI AJAR PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR
            Ruang lingkup dan materi ajar yang terkandung pada pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar antara lain sebagai berikut: 
  • Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya.
  • Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya 
  • Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya. 
  • Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya.
  • Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air,  dan renang serta aktivitas lainnya.
  • Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung. 
  • Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari- hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur  waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan  P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

MATERI AJAR PENDIDIKAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR
       Ruang lingkup dan materi ajar yang terkandung dalam pembelajaran pendidikan kesehatan di sekolah dasar adalah terutama mengenai yang kita kenal selama ini sebagai Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Tujuan dan materi pendidikan kesehatan, menurut pedoman pembinaan dan pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)  tujuan pendidikan kesehatan ialah agar peserta didik :  
  • Memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat. 
  • Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat. 
  • Memiliki ketrampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan. 
  • Memiliki kebiasaan hidup sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan. 
  • Memiliki kemampuan untuk menalarkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. 
  • Memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis. 
  • Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari. 
  • Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar. 
  • Memiliki kesegaran jasmani dan kesehatan yang optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.
         Sedangkan materinya adalah sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Maka pelajaran pendidikan jasmani yang juga mencakup pendidikan kesehatan meliputi: 
  • Kebersihan pribadi dan kesehatan pribadi, 
  • Makanan dan minuman sehat  
  • Kebersihan lingkungan ( sekolah dan rumah ) 
  • Keselamatan diri di dalam dan di luar rumah, 
  • Mengenal UKS dan programnya,  
  • KMSAS (Kartu Menuju Sehat Anak Sekolah)  
  • Cara membuang sampah dan air limbah yang benar  
  • Rumah sehat.
  • Mengenal penyakit yang banyak menyerang anak usia sekolah serta cara pencegahannya. 
  • Pemeriksaan kesehatan berkala.  
  • Pengenalan perubahan pada masa remaja.  
  • Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P) dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

E.   PERENCANAAN DAN EVALUASI

Perencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan serta merumuskan dan mengatur pendayagunaan manusia, informasi, finansial, metode dan waktu untuk memaksimalisasi efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan.

Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan.
Perbedaannya adalah perencanaan pada pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar meliputi dan memiliki fokus pada materi kebugaran jasmani terkait dengan kesehatan dan keterampilan, sedangkan perencanaan pada pembelajaran pendidikan kesehatan di sekolah dasar meliputi pada materi kebugaran jasmani terkait dengan kesehatan saja, dan dalam hal ini berfokus pada program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Pendidikan  Kesehatan.
Pengertian evaluasi lebih luas dari assesmen/penilaian. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
           Adapun dalam prakteknya penilaian mempunyai cara-cara atau tekhnik yang sudah biasa dilakukan dalam pembelajaran di sekolah tentunya dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan pendidikan kesehatan. Di bawah ini adalah teknik penilaian diantaranya: 
  • Unjuk kerja ( Performance ) 
  • Penugasan ( Proyek/project ) 
  • Hasil kerja ( Produk/product ) 
  • Tertulis ( Paper/pen ) 
  • Portofolio ( Portfolio ) 
  • Sikap 
  • Penilaian diri ( Self assesment )
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan juga pembelajaran pendidikan kesehatan, evaluasi tentu harus dilakukan oleh guru penjas, dan yang harus menjadi perhatian adalah manakala pembelajaran pendidikan jasmani jenis penilaian atau alat evaluasinya seperti apa, dan pada pembelajaran pendidikan kesehatan jenis penilaian atau alat evaluasinya seperti apa. Disinilah seorang guru penjas haus mempunyai kemampuan itu juga bisa membedakannya, karena jelas dalam lingkup materi ajar antara pendidikan jasmani dengan pendidikan kesehatan jauh berbeda.


Foto di depan Gedung Kemenrisetdikti

DAFTAR PUSTAKA

Samsudin, (2008). Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SD/MI. Jakarta : PT. Pajar Interpratama.

Soekidjo Notoatmodjo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Susan K. Telijohann, Cynthia W. Symons, Beth Pateman, (2007). Health Education. New York : Mc. Graw Hill.

Lutan, Rusli. (2005). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah:    Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks Budaya Gerak.

Lutan, Rusli dan Hartoto. (2004). Pendidikan Kebugaran Jasmani: Orientasi Pembinaan di Sepanjang Hayat. Jakarta : Departemen      Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan      Menengah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Olahraga.

Siedentop, D., (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education.     Mayfield Publishing Company.

Suherman, Adang. (2004). Evaluasi Pendidikan Jasmani, Assesmen            Alternatif Terhadap Kemajuan Belajar Siswa di SD.Jakarta :      Departemen
            Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan         Dasar dan Menengah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal             Olahraga.

Tim penyusunan Bahan Ajar.(2010). Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.Bogor : PPPPTK Penjas & BK.

Thursday, 2 February 2017

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI

PENGERTIAN KURIKULUM

Pada masa Yunani dahulu kala istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan estafet yang dikenal dalam dunia atletik, proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan sehingga penggunaan istilah ini merambah kedunia pendidikan.

Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha..

Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan yang dimaksud dengan Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.

Tujuan kurikulum  pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik. Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Tujuan Pendidikan antara lain:
  1. Tujuan Institusional (Kompetensi Lulusan) Adalah tujuan yang yang harus dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, contoh : SD, SMP, SMA
  2. Tujuan kurikuler (Standart Kompetensi) Adalah tujuan bidang studi atau mata pelajaran sehingga mencapai hakikat keilmuan yang ada didalamnya.
  3. Tujuan instruksional (Kompetensi Dasar) dirumuskan sebagai kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan prosesbelajar mengajar.
  4. Tujuan instruksional Umum (Indikator Umum) Kemampuan tersebut sifatnya lebih luas dan mendalam.
  5. Tujuan instruksional khusus (Indikator khusus) Kemampuan lebih terbatas dan harus dapat diukur pada saat berlangsunganya prose belajar mengajar.
                                  

ISU KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI

Berdasarkan uraian di atas, secara teortis kita menyadari bahwa pembuatan dan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Jasmani cenderung diarahkan dalam membantu anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan. Namun demikian harapan tersebut tidak selalu dapat dengan mudah terwujud dalam pelaksanaannya.

Beberapa isu yang muncul dalam kurikulum Pendidikan Jasmani SMA/MA dapat kita telusuri berdasarkan beberapa sudut pandang sebagai berikut;

1. Isu Program

Isu program kurikulum SMA/MA dapat kita amati antara lain dari dua sisi, yaitu materi kurikulum dan distribusi alokasi waktunya. Walaupun tujuan Pendidikan Jasmani  di SMA/MA sangat sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya, namun seringkali para guru terlena oleh materi kurikulumnya. Materi kurikulum SMA/MA pada dasarnya merupakan berbagai gerak dasar, yang antara lain dapat diklasifikasikan ke dalam cabang olahraga atletik, permainan, senam, beladiri, dan olahraga tradisional. Kenyataan ini sering menggiring para guru:
  • Memaksakan diri mengajar olahraga yang untuk beberapa siswa mungkin belum saatnya karena persyaratan fisik dan koordinasinya belum memadai sehingga PBM kurang DAP.
  • Berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari Pendidikan Jasmani di SMA/MA.
  • Kurang memperhatikan tujuan yang bersifat afeksi seperti kesenangan dan keceriaan.
  • Kurang menyadari bahwa olahraga merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
  • Kurang memperhatikan aspek gerak dasar siswa yang bermanfaat bagi keterlibatannya dalam berbagai aktivitas sehari-hari untuk mengisi waktu luang dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik di sekolah maupun di masyarakat dan  pembentukan gaya hidup yang sehat.
Apabila dilihat dari distribusi alokasi waktunya yang hanya satu kali dalam satu minggu dengan lama 2 x 45 menit, kemungkinan besar tujuan yang berhubungan dengan pengembangan kesegaran jasmani tidak bisa tercapai. Program aktivitas untuk pengembangan kebugaran jasmani menuntut frekuensi 3 x dalam seminggu. Sementara itu perkembangan kesegaran jasmani siswa seringkali merupakan tujuan yang paling diharapkan tercapai dalam pendidikan jasmani.   Untuk itu program kesegaran jasmani yang realistik untuk situasi seperti ini perlu dipertimbangkan. 
2. Isu Proses Pembelajaran

Beberapa isu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar dan perlu mendapat perhatian para pelaksana di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
  • Pengembangan dan variasi aktivitas belajar yang diberikan cenderung miskin dalam hal pengembangan tujuan secara holistic dan cenderung didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar cenderung kurang didasarkan pada karakteristik anak didiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa.
  • Aktivitas Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa cenderung terbatas. Siswa berpartisipasi pada permainan dan aktivitas yang jumlahnya relatif terbatas. Demikian juga kesempatan dan waktu aktif belajar untuk mengembangkan konsep dasar dan keterampilan gerakpun terbatas. Hasil penelitian Lutan dkk. (1992) mengungkapkan bahwa aktif belajar siswa SMA berkisar 1/3 dari seluruh alokasi Penjas.
  • Siswa diharuskan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas penjas, namun aktivitas tersebut kurang membantu siswa memahami dampaknya bagi peningkatan kebugaran jasmani dan gaya hidup sehatnya di masa yang akan datang.
  • Peranan unik dari Pendidikan Jasmani, yaitu belajar gerak dan belajar sambil bergerak, cenderung kurang dipahami oleh para pengajar dan kurang tercermin dalam pembelajaran.
  • Siswa kurang mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan aktivitas Pendidikan Jasmani dengan pengalaman-pengalaman pendidikan pada bidang bidang lainnya.
  • Guru kurang mengembangkan aspek afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap Pendidikan Jasmani
  • Guru cenderung masih kurang memperhatikan kesempatan pemberian bantuan kepada siswa agar mengerti emosi-emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas Pendidikan Jasmani
  • Siswa disuruh untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyebabkan mereka bosan, frustrasi, atau melakukannya dengan salah.
  •  Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebih dari jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar empat kelas sekaligus 
  • Siswa disuruh mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pelajaran Pendidikan Jasmani.
  • Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permainan gugur yang pada  umumnya siswa yang lamban yang gugur.
3. Isu Penilaian/Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi sebagai salah satu cara untuk memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Beberapa isu yang seringkali muncul daam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah sebagai berikut:
  • Pelaksanaan penilaian belum begitu nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Guru merasa dikejar-kejar oleh bahan yang harus tuntas pada pertemuan itu tanpa memperhatikan apakah siswa sudah saatnya menerima materi berikutnya atau belum. Untuk itu seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
  • Materi evaluasi terkadang kurang kurang relevan dengan materi yang diberikan pada  proses belajar mengajar. Kecenderungan untuk mengambil materi evaluasi dari bang-bang soal dari luar sekolah atau dari soal sebelumnnya tanpa terlebih dahulu direvisi atau disesuaikan dengan materi belajar yang sudah diberikan, memang merupakan cara yang cepat. Namun apabila hal itu tidak dilakukan dengan teliti, bisa jadi akan melemahkan validitas dan reliabilitas soalnya. Suatu soal yang valid pada kelompok siswa sekolah tertentu belum tentu valid untuk sekolah tempat kita mengajar. Tingkat keterampilan siswa, fokus pembelajaran, dan relevansi materi evaluasi seringkali merupakan aspek pokok validitas instrumen.
  • Situasi pelaksanaan evaluasi. Dalam situasi ujian tes tulis di kelas, hasil tes mungkin hanya diketahui oleh yang dites dan gurunya. Sementara itu, dalam tes penampilan di lapangan, hasil tes diketahui oleh semua orang. Semua siswa tahu siapa yang larinya paling lambat, siapa yang skor shootingnya paling rendah, dsb. Keadaan ini sedapat mungkin dihindari oleh para guru Penjas sehingga dapat memelihara kondisi perasaan siswa agar tetap positif.
  • Alokasi waktu pelajaran Penjas di sekolah amat terbatas untuk mengadakan pengetesan. Alokasi waktu pelajaran Penjas rata-rata satu kali perminggu, selama 2 x 45 menit dalam setiap semester (kurang lebih enam bulan) dengan pertemuan sebanyak 12 kali. Pengetesan sering menggunakan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan satu butir tes kesegaran jasmani saja, missal tes lari 2,4 km (tes aerobik) diperlukan satu pertemuan bahkan kadang lebih. 
  • Masalah lain adalah evaluasi seolah-olah hanya dapat dilakukan oleh ahli statistik, sebab statistik diperlukan untuk pengolahan data. Bila demikian guru harus bekerja ekstra keras, menyisihkan waktu dan mengeluarkan tenaga yang lebih banyak, dan  konsentrasi penuh pada evaluasi. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengurangi masalah tersebut di atas
4. Isu Jumlah dan Karakteristik Siswa

Guru penjas di SMA/MA sering dihadapkan dengan masalah jumlah siswa yang cukup banyak mulai dari Kelas X sampai Kelas XII, bahkan ditambah dengan siswa dari kelas paralel. Lebih rumit lagi karena yang dipelajari adalah sesuai dengan kemampuan fisik dan  perkembangan mental yang berbeda-beda. Guru Penjasorkes harus menangani siswa sebanyak 400 sampai 500 perminggunya.

5. Isu Sarana dan Prasarana Pembelajaran Penjas

Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran penjas merupakan salah satu isu yang cukup merata dan sangat terasa oleh para pelaksana penjas di lapangan. Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia pada setiap jenjang pendidikannya selalu dihadapkan dengan permasalahan kekurangan sarana dan prasarana ini. Tidak sedikit sekolah di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan tidak memiliki tempat atau lahan untuk melakukan aktivitas jasmani, khususnya yang berkaitan dengan olahraga misalnya lapangan. Walaupun ada, jumlahnya tidak proporsional dengan jumlah siswa, seringkali ditambah dengan kualitasnya yang kurang memenuhi tuntutan pembelajaran.

Sarana dan prasarana ini meliputi alat-alat, ruangan, dan lahan untuk melakukan berbagai aktivitas Pendidikan Jasmani, termasuk olahraga. Idealnya sarana dan prasarana ini harus lengkap, tidak hanya yang bersifat standar dengan kualitas yang standar pula, tetapi juga meliputi sarana dan prasarana yang sifatnya modifikasi dari berbagai ukuran dan berat ringannya. Modifikasi ini sangat penting untuk melayani berbagai kebutuhan tingkat perkembangan belajar anak didik di sekolah bersangkutan yang terkadang sangat beragam karakteristik kemampuannya.

6. Isu Keberhasilan Kurikulum Penjas

Keberhasilan kurikulum Pendidikan Jasmani pada setiap jenjang pendidikan sampai saat ini masih dirasakan samar. Ukuran yang digunakan oleh setiap orang dalam menafsirkan keberhasilan program masih bersifat samara dan cenderung bersifat lokal belum menyeluruh sebagaimana tercantum dalam tujuannya. Namun demikian salah satu indikator yang mungkin dapat kita telusuri adalah karakteristik para lulusannya.

Untuk itu kita dapat bercermin pada karakteristik lulusan Pendidikan Jasmani yang dijadikan patokan di beberapa negara maju, misalnya seperti yang dikemukakan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) yang intinya adalah sebagai berikut:
  • Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
  • Bugar secara fisik.
  • Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani. 
  • Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatandalam aktivitas jasmani.
  • Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.

Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani

Asumsi dasar pada dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat dipertanggung jawabkan dalam menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan Jasmani merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan dalam membuat dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program Penddikan Jasmani meliputi:
  • Program Pendidikan Jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang berbeda.
Pembuatan program olahraga terutama ditujukan untuk mereka yang betul-betul mempunyai keinginan atau tertarik untuk mengkhususkan diri pada salah satu atau beberapa cabang olahraga dan berkeinginan untuk memperbaiki kemampuannya agar dapat berkompetisi dengan orang yang lain yang mempunyai keinginan dan minat yang sama pula. Sebaliknya, pembuatan program Penddikan Jasmani ditujukan untuk setiap anak didik (dari mulai anak yang berbakat sampai anak yang yang sangat kurang keterampilannya; dari mulai anak yang tertarik dan tidak tertarik sama sekali). Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi gaya hidupnya yang aktif dan sehat (active life style). Olahraga mungkin akan merupakan salah satu bagian dari program Penddikan Jasmani, akan tetapi bukan satu-satunya pilihan.
  • Anak-anak bukanlah ‘miniature’ orang dewasa
Kemampuan, kebutuhan, perhatian, dan minat anak-anak berbeda dari kemampuan, kebutuhan, minat, dan perhatian orang dewasa. Oleh karena itu, sudah barang tentu kurang cocok apabila pembelajaran dikonotasikan seperti menuangkan air dari gelas yang satu ke gelas yang lainnya. Para guru tidak cukup dengan memberikan program aktivitas jasmani  atau olahraga untuk orang dewasa kepada anak-anak. 
Demikian juga pengalaman latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum tentu cocok diberikan kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally Appropriate Practice/DAP).
  • Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik di masa yang akan datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas. Atau paling tidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat berbeda dengan dunia yang ada sekarang. Program Penddikan Jasmani yang ada sekarang berusaha memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang dan juga sekaligus mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang belum pasti di masa yang akan datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha membantu siswa belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan membantu siswa menyenangi proses discovery dan eksplorasi tantangan-tantangan baru dan berbeda dalam domain fisik.
  • Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang. 
Oleh karena itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di masa yang akan datang. Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam melakukan aktivitas fisiknya.

2. Karakteristik Program Pendidikan Jasmani

Sehubungan dengan anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan  penyelenggaraan program Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di atas. Dua pedoman yang seing digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan dasar tersebut antara lain adalah “Developmentally Appropriate Practices” (DAP) dan “Instructionally Appropriate Practices” (IAP).
a. Developmentally Appropriate Practices (DAP) 
Maksudnya adalah tugas ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dan tugas ajar yang dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajar. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan  perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.
b. Instructionally appropriate practices (IAP) 
Maksudnya adalah tugas ajar yang diberikan diketahui merupakan cara-cara pembelajaran yang paling baik. Cara pembelajaran tersebut merupakan hasil penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungkinkan semua anak didik memperoleh kesempatan dan keberhasilan belajar secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang karakteristik pembelajaran penjas tersebut, berikut ini dipaparkan komponen-komponen kurikulum yang harus dilihat kesesuaiannya.
3. Keberhasilan Program Pendidikan Jasmani

Untuk mengetahui apakah program pendekatan Pendidikan Jasmani yang kita gunakan tersebut cukup berhasil atau masih perlu disempurnakan, maka diperlukan suatu evaluasi. Untuk keperluan itu banyak kriteria yang dapat digunakan. Untuk itu, khususnya di Amerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) telah menentukan “Physically Educated Person” sebagai salah satu kriterianya. Kriteria ini menjabarkan keberhasilan program Pendidikan Jasmani ke dalam 20 karakteristik yang diklasifikasikan ke dalam lima katagori dan merupakan penjabaran dari pencapaian tujuan jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah. 

Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya tersebut adalah sebagai berikut:

a). Memiliki keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik antara lain:
  1. Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha, dan hubungannya.
  2. Menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor.
  3. Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, locomotor dan non-locomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain.
  4. Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
  5. Menunjukkan penguasaanpada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
  6. Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.
b). Bugar secara fisik
  1. Menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
  2. Merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan
c). Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani
  1. Berpartisipasi dalam program pembinaan kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal 3 x per minggu.
  2. Memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan sehari-hariya.
d). Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani
  1. Mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
  2. Menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya  partispasi dalam aktivitas jasmnai.
  3. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak.
  4. Memahami bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
  5. Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
  6. Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional.
  7. Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.
e. Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat
  1. Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani.
  2. Hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
  3. Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.

KTSP & K13

1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, Ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan undang-undang No. 20n Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.
  • Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
  • Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan/sekolah.

KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

1. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. KTSP memberikan kesempatan kepada sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum.

Secara khusus tujuan diterapkan KTSP adalah.
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputussan bersama.
3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

2. Karakteristik KTSP

KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, serta tim-kerja yang kompak dan transparan.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terdapat 11 mata pelajaran yang diajarkan, sebagai berikut; pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani, seni budaya dan keterampilan, mulok, dan pengembangan diri.

a. Kelebihan Dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1) Kelebihan
  • Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.  
  • Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. 
  • KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang aspektabel bagi kebutuhan siswa. 
  • KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%. 
  • KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
2) Kekurangan 
  • Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. 
  • Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendikung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. 
  • Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara Komprehensif baik konsepnya, penyusunanya maupun prakteknya di lapangan. 
  • Penerapan KTSP yang merokomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru.

2. KURIKULUM 2013 (K13)

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan dan saat ini sedang dalam proses pelaksanaan  oleh pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknnya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat.

Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.

Meskipun silabus sudah di kembangkan oleh pemerintah pusat , namun  guru tetap dituntut untuk dapat memahami seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, kajian silabus tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami  seluruh isi silabus yang telah disiapkan tersebut.

Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) masih merupakan kewenangan guru yang bersangkutan, yaitu dengan berusaha mengembangkan dari Buku Babon (termasuk silabus) yang telah disiapkan pemerintah.

a. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013

1) Kelebihan
  • Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
  • Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
  • Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang  pendidikan anak usia dini.
  • Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya  melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.
2) Kekurangan.
  • Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
  • Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
  • Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.
Untuk jam pelajaran dan pembelajaran dalam kurikulum 2013 nanti, untuk SD yang semula 10 mata pelajaran akan menjadi enam mata pelajarann yakni Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta Kesenian. Di lain pihak, materi IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lainnya. Untuk Siswa SMP dari 32 jam menjadi 38 jam pelajaran per minggu. Mengacu kurikulum baru, jumlah mata pelajaran SMP yang semula 12 nanti menjadi 10 mata pelajaran. Mata ajar muatan lokal dan pengembangan diri akan melebur ke dalam mata pelajaran seni budaya dan prakarya.

Sedangkan mata pelajaran yang lain tetap, yakni Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya (muatan lokal), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

Pro Kontra Publik Terhadap Kurikulum 2013

Kurikulum 2013, yang rencananya diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan, Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa, lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan tidak memberatkan guru dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Pihak yang kontra menyatakan, Kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah sebelum diterapkan. “Masa sosialisasinya juga terlalu pendek,” Kata David Bambang, Guru SD Negeri 03 Santas, Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Kamis (20/12).

Persamaan dan Perbedaan Antara KTSP dan Kurikulum 2013

1. PERSAMAAN
  • Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 sama-sama menampilkan teks sebagai butir-butir KD.
  • Untuk struktur kurikulumnya baik pada KTSP atau pada 2013 sama-sama dibuat atau dirancang oleh pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
  • Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP.
  • Terdapat kesamaan esensi kurikulum, misalnya pada pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya berpusat pada siswa. Dimana siswa yang mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan.
2. PERBEDAAN

KTSP  
  • Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
  • Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri
  • Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
  • Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
  • Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah
  • Tematik untuk kelas I-III (belum integratif)
  • TIK mata pelajaran sendiri
  • Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan   
  • Untuk SMA ada penjurusan sejak kelas XI
  • SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi
  • Penjurusan di SMK sangat detil
K13
  • Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (Sikap, Keteampilan, Pengetahuan)
  • Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi  dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas
  • Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa)
  • Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar
  • Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lainKonten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya
  • Tematik integratif untuk kelas I-III
  • TIK merupakan sarana pembelajaran, dipergunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain
  • Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge
  • Tidak ada penjurusan SMA. Ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat
  • SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar-dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap.
  • Penjurusan di SMK tidak terlalu detil sampai bidang studi, didalamnya terdapat pengelompokkan peminatan

Sumber:
  • Hasibuan, Lias. Tanpa tahun. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung  Persada.
  • Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Dan Implementas,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
  • Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  • Muslich, Masnur. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
  • http://panduanmu.blogspot.com/2012/12/pro-kontra-kurikulum-2013.html.
  • http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para- ahli.html
  • http://jayharianto83.blogspot.co.id/2013/12/kurikulum-kbk-ktsp-dan-kurikulum-2013.html

Thursday, 8 December 2016

METODE PEMBELAJARAN GERAK

 (METODE PEMBELAJARAN GERAK)

A. Faktor Belajar Gerak

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses kegiatan belajar. Faktor-faktor itu ada yang terdapat pada diri kita sendiri, tetapi ada pula yang di luar kita. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi proses belajar ada tujuh (Hutabarat), yaitu:

1. Faktor Kecerdasan

Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang melakukan kegiatan berpikir yang sifatnya rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari tiap-tiap siswa atau individu tidak sama  yaitu  ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit. Hal ini  dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas. 

Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit.Kecerdasan adalah suatu kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Tingginya kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.

2. Faktor Belajar

Faktor belajar adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca.Siswa kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.

3. Faktor Sikap

Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan belajar dengan lancar atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang lain. Di antara sikap yang dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan.Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan belajar.

4. Faktor Kegiatan

Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani dan keadaan fisik seseorang.Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.

5. Faktor Emosi dan Sosial

Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka.  Faktor sosial seperti persaingan dan kerja sama.  Faktor-faktor ini sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada di antara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang menjadi hambatan belajar efektif.

6. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar.Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan nyamuk  menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi belajar.

7. Faktor Guru

Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan menguasai pada siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak menambah pengetahuannya di bidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan bahan cetak lainnya. Guru dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.

B. Fase Belajar Gerak

Proses belajar  bertujuan  menguasai gerakan keterampilan berlangsung dalam 3 tahapan atau fase.
Tiga fase belajar gerak menurut FITTS dan POSNER.

1.  Fase Kognitif

Fase kogtinif merupakan tahap awal dalam belajar gerak keterampilan.  Di sini pelajar berusaha  memahami bentuk gerakan yang dipelajari,  kemudian mencoba melakukan berulang-ulang.  Pada fase ini aktivitas kognitif atau aktivitas berpikir masih menonjol karena harus  memahami bentuk gerakan dan bagaimana harus melakukannya. 

Pada saat pelajar mencoba berulang-ulang melakukan gerakan, sangat dipengaruhi oleh fikirannya. Ia berusaha menampilkan bayangan gerakan yang ada dalam pikirannya ke dalam gerakan yang nyata,  pada awalnya seringkali pelajar masih mengalami kesulitan. Namun, cara berulang-ulang, pelajar akan mampu melakukannya dengan bentuk gerakan yang makin menyerupai  gerakan yang dibayangkannya.

2.  Fase Asosiatif

Fase asosiatif merupakan  fase kedua dalam belajar gerak keterampilan.  Yang membatasi antara fase kognitif dan fase asosiatif adalah rangkaian gerak yang biasa dilakukan oleh pelajar.  Pada fase asosiatif, pelajar sudah sampai pada taraf merangkaikan bagian-bagian gerakan secara keseluruhan.

Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan,  pelajar sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat pelaksanaannya. Dengan tetap mempraktikkan berulang-ulang, pelaksanaan gerakan akan semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya, dan kesalahan gerakan semakin berkurang.

Untuk meningkatkan penguasaan dan kebenaran gerakan, pelajar perlu tahu kesalahan yang masih diperbuatnya.Ia bisa tahu kesalahan yang diperbuatnya melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinya, merasakan gerakan yang dilakukan, atau melihat gambar rekaman pelaksanaan gerakan. Dari kesalahan gerakan yang dilakukan pelajar perlu mengarahkan perhatiannya membetulkan selama mempraktikkan berulang-ulang.Kemampuan mengenali kesalahan gerakan sangat diperlukan untuk peningkatan penguasaan gerak. Untuk meningkatkan pĂ©nguasaan gerak diperlukan kesempatan  berpraktik berulang-ulang.

Pada fase asosiatif, dengan cara melakukan rangkaian gerakan secara berulang-ulang, penguasaan atas gerakan akan  semakin meningkat. Peningkatan penguasaan atau keterampilan gerak akan tampak dalam hal: gerakan semakin lancar,  sesuai dengan kemauan atau bayangan gerakan yang ingin dilakukan, kesalahan gerakan semakin berkurang  dan konsisten, dan pelaksanaannya semakin halus. Pada fase asosiatif ini juga merangkaikan bagian-bagian gerakan menjadi rangkaian gerakan secara terpadu merupakan unsur penting menguasai berbagai gerakan keterampilan. Setelah rangkaian gerakan bisa dilakukan dengan baik, maka peserta didik segera bisa dikatakan memasuki fase belajar otonom.

3.  Fase Otonom

Fase otonom merupakan fase akhir dalam pembelajaran keterampilan gerak. Pada fase ini pelajar mencapai tingkat penguasaan gerakan tertinggi. Pelajar bisa melakukan rangkaian gerakan keterampilan secara otonom dan secara otomatis. Gerakan bisa dilakukan secara otonom artinya pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan tertentu walaupun pada saat yang bersamaan ia harus melakukan aktivitas lain.

Gerakan otomatis adalah gerakan  dilakukan secara otomatis  yang bisa dilanjutkan seperti yang dikehendaki walaupun tidak memikirkan unsur-unsur bentuk gerakan yang ingin dilakukan.  Misalnya pada pemain sepak bola yang sedang mendribling, begitu ia mengamati bahwa bolanya akan direbut oleh lawan maka secara otomatis dia akan menjauhkan bola tersebut baik itu dengan cara mendribling lebih cepat atau melakukan gerakan membelokan bola (Caping).

Untuk mencapai fase otonom, diperlukan praktik gerakan berulang secara teratur dalam jumlah ulangan yang banyak dalam waktu lama.  Gerakan yang telah mampu dilakukan secara otomatis, sulit diubah polanya. Oleh karena itu, bagi pelatih olahraga perlu berhati-hati melatihkan bentuk gerakan tertentu. Setelah dibaca fase otonom kelancaran dan kebenaran gerakan masih dapat ditingkatkan, namun peningkatannya tidak lagi secepat pada fase-tase belajar sebelumnya. Pada fase ini gerakan sudah menjadi otomatis, untuk mengubah bentuk gerakan cukup sulit memerlukan ketekunan.

Mengingat sulitnya mengubah bentuk gerakan setelah gerakan menjadi otomatis, maka pembetulan gerakan harus dilakukan pada fase belajar sebelumnya. Sejak awal pelajar harus diarahkan melakukan gerakan-gerakan yang benar secara mekanis, agar setelah fase otonom gerakannya benar-benar efisien.

Perlu dijelaskan bahwa gerakan otomatis tidak sama dengan gerakan yang efisien atau gerak yang terampil. Gerakan yang otomatis belum tentu efisien. Gerakan yang salah secara mekanis dapat menjadi otomatis apabila terus dilakukan herulang-ulang. Sedangkan gerakan yang benar dan dilakukan secara otomatis akan menjadi gerakan yang efisien.

C. Belajar Gerak

Kondisi belajar gerak adalah suatu keadaan yang diperlukan agar proses belajar gerak dapat berlangsung ke arah pencapaian tujuan.  Keadaan yang diperlukan itu meliputi keadaan pada diri pelajar dan keadaan yang ada di luar diri pelajar.

Kondisi belajar gerak meliputi kondisi internal dan  eksternal yang meliputi:
1. Kondisi Internal
Kondisi internal adalah keadaan pada diri pelajar yang diperlukan selama proses belajar berlangsung. Selama proses belajar gerak, pelajar perlu:
  • Berusaha mengingat bentuk bagian-bagian gerakan yang dipelajari 
  • Berusaha mengingat urutan rangkaian bagian-bagian gerakan dalam gerakan keterampilan secara keseluruhan.
Pada awal proses belajar gerak, pelajar harus memahami gerakan, yang perlu dipahami kemudian diingatnya gerakan dan urutan rangkaiannya.  Istilah mengingat dalam pembahasan proses belajar gerak tidak hanya menyangkut ingatan kognitif, tetapi juga ingatan gerak. Ingatan gerak adalah kemampuan melakukan kembali gerakan-gerakan yang pernah dilakukan.
2. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal dalam belajar gerak adalah keadaan luar diri pelajar yang mempengaruhi proses belajarnya.  Kondisi internal yang utama dalam belajar gerak adalah berbentuk stimulus yang diberikan oleh guru atau pelatih. Stimulus tersebut diberikan dalam ; 
  • Pemberian Penjelasan Gerak
Pemberian penjelasan mengenai gerakan atau disebut juga sajian instruksi verbal perlu diperhatikan oleh guru secara singkat dan jelas, dengan menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dimengerti.  Hal-hal penting yang perlu dijelaskan adalah unsur-unsur bentuk gerakan dan kunci cara melakukannya, dan urutan gerakan yang seharusnya dilakukan.
  • Pemberian Contoh Gerakan 
Pemberian contoh gerakan merupakan rangkaian pemberian penjelasan gerakan.  Pemberian contoh gerakan akan memberikan gambaran yang nyata dan jelas mengenai apa dan bagaimana gerakan dilakukan. 
Contoh gerakan sebagai model yang akan ditiru oleh pelajar seharunya dilakukan dengan benar dan diulang untuk memberi kesempatan memahaminya. Apabila gerakan cukup rumit, hendaknya ditunjukan unsur-unsur pokoknya dan kunci-kunci gerakan yang bisa mempermudah gerakan.
Setelah pelajar diberi penjelasan dan contoh gerakan secukupnya, mereka diinstruksikan mempraktikan gerakan.  Mempraktikan gerakan merupakan kegiatan utama yang melibatkan aktivitas fisik.  Pelajar harus melakukan berulang-ulang gerakan yang dipelajari.
Pada awal mempraktikan gerakan yang baru, pelajar kadang mengalami kesulitan. Tetapi dengan mempraktikan berulang ulang kesulitan akan berkurang dan penguasaan gerakan semakin meningkat. Meningkatnya penguasaan gerakan keterampilan ditandai oleh indikator-indikator : 
  • Prinsip pengaturan giliran. 
  • Gerakan semakin terkontrol sesuai dengan kemauannya. 
  • Kesalahan gerakan makin berkurang, 
  • Penampilan terbaiknya dicapai semakin konsisten.

D. Prinsip & Praktik Belajar Penjas

Agar peningkatan penguasaan keterampilan, gerak dicapai secara optimal, perlu dilakukan pengaturan kondisi praktik yang baik melalui pemberian intruksi yang tepat. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kondisi praktik.

1). Prinsip Pengaturan Giliran
Pengaturan giliran adalah mempraktikkan gerakan  yang akan berpengaruh terhadap kecepatan peningkatan penguasaan gerakan.  Kepada semua pelajar perlu diberikan kesempatan yang cukup secara merata jangan sampai ada yang memperoleh giliran terlalu berlebihan dan ada yang terlalu kurang. Kadang-kadang ada pelajar yang terlalu bersemangat dan ada yang terlalu pasif. Dalam hal itu, pelatih perlu mengendalikannya. Kepada yang terlalu bersemangat diarahkan agas bisa mengatur pemanfaatan tenaganya secara efisien tanpa menjadikan semangatnya menurun, sedangkan yang terlalu pasif perlu diberi motivasi agar mau berlatih.
Pengaturan giliran erat kaitannya dengan pengaturan beban belajar atau beban latihan. Ada 2 model pengaturan giliran, yaitu: 
  • Distributed condition adalah prinsip pengaturan giliran mempraktikan gerakan, pengaturan waktu  praktik dan  istirahat secara bergantian. 
  • Condition adalah prinsip pengaturan giliran mempraktikan gerakan yaitu pelajar harus mempraktikan gerakan secara terus-menerus tanpa  istirahat.
Model pengaturan giliran praktik bertujuan menguasai gerakan keterampilan. Model Distributed Condition efektif daripada model Massed condition.
2). Prinsip Beban Belajar Meningkat
Pengaturan peningkatan beban belajar gerak dapat diwujudkan dalam bentuk pengaturan materi belajar : 
  • Dimulai dari yang mudah ke yang sukar. 
  • Dimulai dari yang sederhana ke yang kompleks. 
  • Dimulai dari gerakan yang kurang memerlukan tenaga ke yang lebih banyak memerlukan tenaga.
3). Prinsip Kondisi Praktik Bervariasi
Di dalam belajar gerak, mempraktikan gerakan merupakan tahapan belajar paling berat karena harus melakukan aktivitas fisik yang cukup lama. Di samping faktor kelelahan, faktor kejemuan yang merupakan hambatan belajar yang paling besar. Apabila kejemuan  menghinggapi diri pelajar, maka sulit  untuk bisa segera menguasai gerakan yang dipelajari. Oleh karena itu, pelatih perlu mengatur kondisi praktik agar tidak mudah menimbulkan kejemuan. Cara yang bisa dilakukan adalah mengatur kondisi praktik yang bervariasi.
Variasi kondisi praktik bisa dibuat dalam bentuk:
  • Dalam satu jam latihan jangan hanya mempraktikan satu pola gerak saja, melainkan perlu mempraktikan beberapa pola gerak dengan mempertimbangkan kesesuaian pola-pola gerak untuk dipadukan dan waktu yang tersedia. 
  • Praktik dilakukan dalam pemberian  bermacam-macam formasi. 
  • Memperhatikan pemberian waktu istirahat secara berkala 
  • Memberikan  cukup kebebasan dalam upaya  pelajar  menguasai gerakan.
4. Prinsip Pemberian Motivasi dan Menyemangati
Seseorang yang melakukan sesuatu dipengaruhi oleh kondisi kejiwaannya.  Seseorang mau berbuat sesuatu apabila didorong oleh adanya alasan tertentu.  Demikian juga dalam belajar gerak. Motivasi yang dinilai paling kuat adalah motivasi yang bersifat intrinsik yaitu yang timbul dari dalam diri pelajar sendiri.  Walaupun motivasi intrinsik adalah yang lebih baik, namun motivasi ekstrinsik tetap harus diberikan kepada pelajar. Prinsip pemberian hadiah atau pemberian hukuman bisa diterapkan. Bisa juga melakukan pujian, penghargaan atau pengakuan atas prestasi yang telah dicapai.  
Penyampaian Umpan balik
Umpan balik adalah informasi yang diperoleh oleh pelajar setelah mempraktikan gerakan mengenai benar atau salahnya gerakan yang telah dilakukan.  Informasi tersebut sangat penting agar pelajar tahu mengenai seberapa baik ia telah mampu melakukan gerakan. Dengan demikian ia menjadi tahu  perbaikan apa yang seharusnya diusahakan selanjutnya. Berdasarkan sumbernya umpan balik dapat dibedakan menjadi 2 macam.
  • Umpan balik internal
 Yaitu umpan balik yang diperoleh secara langsung pada saat gerakan dilakukan.
  • Umpan balik external
 Yaitu umpan balik yang diperoleh melalui informasi yang didengar.
Pemberian umpan balik adalah penting, tetapi hendaknya dilakukan secukupnya saja karena apabila terlalu banyak umpan balik bisa menjemukan bagi pelajar. Secara kognitif sebenarnya pelajar sudah tahu kesalahannya.

Referensi:

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196308241989031-AGUS_MAHENDRA/Modul_Perkembangan_%26_Belajar_Motorik_Agus_Mahendra/Modul_11-_Pembelajaran_Gerak.pdf di akses tanggal 8 Desember 2016

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block