PENGERTIAN KURIKULUM
Pada masa Yunani dahulu kala istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan estafet yang dikenal dalam dunia atletik, proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan sehingga penggunaan istilah ini merambah kedunia pendidikan.
Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha..
Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan yang dimaksud dengan Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.
Tujuan kurikulum pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik. Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Tujuan Pendidikan antara lain:
- Tujuan Institusional (Kompetensi Lulusan) Adalah tujuan yang yang harus dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, contoh : SD, SMP, SMA
- Tujuan kurikuler (Standart Kompetensi) Adalah tujuan bidang studi atau mata pelajaran sehingga mencapai hakikat keilmuan yang ada didalamnya.
- Tujuan instruksional (Kompetensi Dasar) dirumuskan sebagai kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan prosesbelajar mengajar.
- Tujuan instruksional Umum (Indikator Umum) Kemampuan tersebut sifatnya lebih luas dan mendalam.
- Tujuan instruksional khusus (Indikator khusus) Kemampuan lebih terbatas dan harus dapat diukur pada saat berlangsunganya prose belajar mengajar.
ISU KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Berdasarkan uraian di atas, secara teortis kita menyadari bahwa pembuatan dan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Jasmani cenderung diarahkan dalam membantu anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan. Namun demikian harapan tersebut tidak selalu dapat dengan mudah terwujud dalam pelaksanaannya.
Beberapa isu yang muncul dalam kurikulum Pendidikan Jasmani SMA/MA dapat kita telusuri berdasarkan beberapa sudut pandang sebagai berikut;
1. Isu Program
Isu program kurikulum SMA/MA dapat kita amati antara lain dari dua sisi, yaitu materi kurikulum dan distribusi alokasi waktunya. Walaupun tujuan Pendidikan Jasmani di SMA/MA sangat sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya, namun seringkali para guru terlena oleh materi kurikulumnya. Materi kurikulum SMA/MA pada dasarnya merupakan berbagai gerak dasar, yang antara lain dapat diklasifikasikan ke dalam cabang olahraga atletik, permainan, senam, beladiri, dan olahraga tradisional. Kenyataan ini sering menggiring para guru:
- Memaksakan diri mengajar olahraga yang untuk beberapa siswa mungkin belum saatnya karena persyaratan fisik dan koordinasinya belum memadai sehingga PBM kurang DAP.
- Berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari Pendidikan Jasmani di SMA/MA.
- Kurang memperhatikan tujuan yang bersifat afeksi seperti kesenangan dan keceriaan.
- Kurang menyadari bahwa olahraga merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
- Kurang memperhatikan aspek gerak dasar siswa yang bermanfaat bagi keterlibatannya dalam berbagai aktivitas sehari-hari untuk mengisi waktu luang dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik di sekolah maupun di masyarakat dan pembentukan gaya hidup yang sehat.
Apabila dilihat dari distribusi alokasi waktunya yang hanya satu kali dalam satu minggu dengan lama 2 x 45 menit, kemungkinan besar tujuan yang berhubungan dengan pengembangan kesegaran jasmani tidak bisa tercapai. Program aktivitas untuk pengembangan kebugaran jasmani menuntut frekuensi 3 x dalam seminggu. Sementara itu perkembangan kesegaran jasmani siswa seringkali merupakan tujuan yang paling diharapkan tercapai dalam pendidikan jasmani. Untuk itu program kesegaran jasmani yang realistik untuk situasi seperti ini perlu dipertimbangkan.
2. Isu Proses Pembelajaran
Beberapa isu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar dan perlu mendapat perhatian para pelaksana di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
- Pengembangan dan variasi aktivitas belajar yang diberikan cenderung miskin dalam hal pengembangan tujuan secara holistic dan cenderung didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar cenderung kurang didasarkan pada karakteristik anak didiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa.
- Aktivitas Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa cenderung terbatas. Siswa berpartisipasi pada permainan dan aktivitas yang jumlahnya relatif terbatas. Demikian juga kesempatan dan waktu aktif belajar untuk mengembangkan konsep dasar dan keterampilan gerakpun terbatas. Hasil penelitian Lutan dkk. (1992) mengungkapkan bahwa aktif belajar siswa SMA berkisar 1/3 dari seluruh alokasi Penjas.
- Siswa diharuskan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas penjas, namun aktivitas tersebut kurang membantu siswa memahami dampaknya bagi peningkatan kebugaran jasmani dan gaya hidup sehatnya di masa yang akan datang.
- Peranan unik dari Pendidikan Jasmani, yaitu belajar gerak dan belajar sambil bergerak, cenderung kurang dipahami oleh para pengajar dan kurang tercermin dalam pembelajaran.
- Siswa kurang mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan aktivitas Pendidikan Jasmani dengan pengalaman-pengalaman pendidikan pada bidang bidang lainnya.
- Guru kurang mengembangkan aspek afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap Pendidikan Jasmani
- Guru cenderung masih kurang memperhatikan kesempatan pemberian bantuan kepada siswa agar mengerti emosi-emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas Pendidikan Jasmani
- Siswa disuruh untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyebabkan mereka bosan, frustrasi, atau melakukannya dengan salah.
- Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebih dari jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar empat kelas sekaligus
- Siswa disuruh mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pelajaran Pendidikan Jasmani.
- Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permainan gugur yang pada umumnya siswa yang lamban yang gugur.
3. Isu Penilaian/Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi sebagai salah satu cara untuk memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Beberapa isu yang seringkali muncul daam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah sebagai berikut:
- Pelaksanaan penilaian belum begitu nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Guru merasa dikejar-kejar oleh bahan yang harus tuntas pada pertemuan itu tanpa memperhatikan apakah siswa sudah saatnya menerima materi berikutnya atau belum. Untuk itu seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
- Materi evaluasi terkadang kurang kurang relevan dengan materi yang diberikan pada proses belajar mengajar. Kecenderungan untuk mengambil materi evaluasi dari bang-bang soal dari luar sekolah atau dari soal sebelumnnya tanpa terlebih dahulu direvisi atau disesuaikan dengan materi belajar yang sudah diberikan, memang merupakan cara yang cepat. Namun apabila hal itu tidak dilakukan dengan teliti, bisa jadi akan melemahkan validitas dan reliabilitas soalnya. Suatu soal yang valid pada kelompok siswa sekolah tertentu belum tentu valid untuk sekolah tempat kita mengajar. Tingkat keterampilan siswa, fokus pembelajaran, dan relevansi materi evaluasi seringkali merupakan aspek pokok validitas instrumen.
- Situasi pelaksanaan evaluasi. Dalam situasi ujian tes tulis di kelas, hasil tes mungkin hanya diketahui oleh yang dites dan gurunya. Sementara itu, dalam tes penampilan di lapangan, hasil tes diketahui oleh semua orang. Semua siswa tahu siapa yang larinya paling lambat, siapa yang skor shootingnya paling rendah, dsb. Keadaan ini sedapat mungkin dihindari oleh para guru Penjas sehingga dapat memelihara kondisi perasaan siswa agar tetap positif.
- Alokasi waktu pelajaran Penjas di sekolah amat terbatas untuk mengadakan pengetesan. Alokasi waktu pelajaran Penjas rata-rata satu kali perminggu, selama 2 x 45 menit dalam setiap semester (kurang lebih enam bulan) dengan pertemuan sebanyak 12 kali. Pengetesan sering menggunakan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan satu butir tes kesegaran jasmani saja, missal tes lari 2,4 km (tes aerobik) diperlukan satu pertemuan bahkan kadang lebih.
- Masalah lain adalah evaluasi seolah-olah hanya dapat dilakukan oleh ahli statistik, sebab statistik diperlukan untuk pengolahan data. Bila demikian guru harus bekerja ekstra keras, menyisihkan waktu dan mengeluarkan tenaga yang lebih banyak, dan konsentrasi penuh pada evaluasi. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengurangi masalah tersebut di atas
4. Isu Jumlah dan Karakteristik Siswa
Guru penjas di SMA/MA sering dihadapkan dengan masalah jumlah siswa yang cukup banyak mulai dari Kelas X sampai Kelas XII, bahkan ditambah dengan siswa dari kelas paralel. Lebih rumit lagi karena yang dipelajari adalah sesuai dengan kemampuan fisik dan perkembangan mental yang berbeda-beda. Guru Penjasorkes harus menangani siswa sebanyak 400 sampai 500 perminggunya.
5. Isu Sarana dan Prasarana Pembelajaran Penjas
Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran penjas merupakan salah satu isu yang cukup merata dan sangat terasa oleh para pelaksana penjas di lapangan. Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia pada setiap jenjang pendidikannya selalu dihadapkan dengan permasalahan kekurangan sarana dan prasarana ini. Tidak sedikit sekolah di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan tidak memiliki tempat atau lahan untuk melakukan aktivitas jasmani, khususnya yang berkaitan dengan olahraga misalnya lapangan. Walaupun ada, jumlahnya tidak proporsional dengan jumlah siswa, seringkali ditambah dengan kualitasnya yang kurang memenuhi tuntutan pembelajaran.
Sarana dan prasarana ini meliputi alat-alat, ruangan, dan lahan untuk melakukan berbagai aktivitas Pendidikan Jasmani, termasuk olahraga. Idealnya sarana dan prasarana ini harus lengkap, tidak hanya yang bersifat standar dengan kualitas yang standar pula, tetapi juga meliputi sarana dan prasarana yang sifatnya modifikasi dari berbagai ukuran dan berat ringannya. Modifikasi ini sangat penting untuk melayani berbagai kebutuhan tingkat perkembangan belajar anak didik di sekolah bersangkutan yang terkadang sangat beragam karakteristik kemampuannya.
6. Isu Keberhasilan Kurikulum Penjas
Keberhasilan kurikulum Pendidikan Jasmani pada setiap jenjang pendidikan sampai saat ini masih dirasakan samar. Ukuran yang digunakan oleh setiap orang dalam menafsirkan keberhasilan program masih bersifat samara dan cenderung bersifat lokal belum menyeluruh sebagaimana tercantum dalam tujuannya. Namun demikian salah satu indikator yang mungkin dapat kita telusuri adalah karakteristik para lulusannya.
Untuk itu kita dapat bercermin pada karakteristik lulusan Pendidikan Jasmani yang dijadikan patokan di beberapa negara maju, misalnya seperti yang dikemukakan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) yang intinya adalah sebagai berikut:
- Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
- Bugar secara fisik.
- Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani.
- Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatandalam aktivitas jasmani.
- Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.
Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani
Asumsi dasar pada dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat dipertanggung jawabkan dalam menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan Jasmani merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan dalam membuat dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program Penddikan Jasmani meliputi:
- Program Pendidikan Jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang berbeda.
Pembuatan program olahraga terutama ditujukan untuk mereka yang betul-betul mempunyai keinginan atau tertarik untuk mengkhususkan diri pada salah satu atau beberapa cabang olahraga dan berkeinginan untuk memperbaiki kemampuannya agar dapat berkompetisi dengan orang yang lain yang mempunyai keinginan dan minat yang sama pula. Sebaliknya, pembuatan program Penddikan Jasmani ditujukan untuk setiap anak didik (dari mulai anak yang berbakat sampai anak yang yang sangat kurang keterampilannya; dari mulai anak yang tertarik dan tidak tertarik sama sekali). Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi gaya hidupnya yang aktif dan sehat (active life style). Olahraga mungkin akan merupakan salah satu bagian dari program Penddikan Jasmani, akan tetapi bukan satu-satunya pilihan.
- Anak-anak bukanlah ‘miniature’ orang dewasa
Kemampuan, kebutuhan, perhatian, dan minat anak-anak berbeda dari kemampuan, kebutuhan, minat, dan perhatian orang dewasa. Oleh karena itu, sudah barang tentu kurang cocok apabila pembelajaran dikonotasikan seperti menuangkan air dari gelas yang satu ke gelas yang lainnya. Para guru tidak cukup dengan memberikan program aktivitas jasmani atau olahraga untuk orang dewasa kepada anak-anak.
Demikian juga pengalaman latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum tentu cocok diberikan kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally Appropriate Practice/DAP).
- Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik di masa yang akan datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas. Atau paling tidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat berbeda dengan dunia yang ada sekarang. Program Penddikan Jasmani yang ada sekarang berusaha memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang dan juga sekaligus mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang belum pasti di masa yang akan datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha membantu siswa belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan membantu siswa menyenangi proses discovery dan eksplorasi tantangan-tantangan baru dan berbeda dalam domain fisik.
- Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang.
Oleh karena itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di masa yang akan datang. Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam melakukan aktivitas fisiknya.
2. Karakteristik Program Pendidikan Jasmani
Sehubungan dengan anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan penyelenggaraan program Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di atas. Dua pedoman yang seing digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan dasar tersebut antara lain adalah “Developmentally Appropriate Practices” (DAP) dan “Instructionally Appropriate Practices” (IAP).
a. Developmentally Appropriate Practices (DAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dan tugas ajar yang dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajar. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.
b. Instructionally appropriate practices (IAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang diberikan diketahui merupakan cara-cara pembelajaran yang paling baik. Cara pembelajaran tersebut merupakan hasil penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungkinkan semua anak didik memperoleh kesempatan dan keberhasilan belajar secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang karakteristik pembelajaran penjas tersebut, berikut ini dipaparkan komponen-komponen kurikulum yang harus dilihat kesesuaiannya.
3. Keberhasilan Program Pendidikan Jasmani
Untuk mengetahui apakah program pendekatan Pendidikan Jasmani yang kita gunakan tersebut cukup berhasil atau masih perlu disempurnakan, maka diperlukan suatu evaluasi. Untuk keperluan itu banyak kriteria yang dapat digunakan. Untuk itu, khususnya di Amerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) telah menentukan “Physically Educated Person” sebagai salah satu kriterianya. Kriteria ini menjabarkan keberhasilan program Pendidikan Jasmani ke dalam 20 karakteristik yang diklasifikasikan ke dalam lima katagori dan merupakan penjabaran dari pencapaian tujuan jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah.
Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya tersebut adalah sebagai berikut:
- Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha, dan hubungannya.
- Menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor.
- Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, locomotor dan non-locomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain.
- Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
- Menunjukkan penguasaanpada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
- Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.
b). Bugar secara fisik
- Menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
- Merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan
c). Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani
- Berpartisipasi dalam program pembinaan kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal 3 x per minggu.
- Memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan sehari-hariya.
d). Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani
- Mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
- Menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya partispasi dalam aktivitas jasmnai.
- Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak.
- Memahami bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
- Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
- Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional.
- Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.
e. Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat
- Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani.
- Hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
- Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.
KTSP & K13
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, Ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan undang-undang No. 20n Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.
- Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
- Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan/sekolah.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
1. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. KTSP memberikan kesempatan kepada sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkan KTSP adalah.
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputussan bersama.
3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
2. Karakteristik KTSP
KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, serta tim-kerja yang kompak dan transparan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terdapat 11 mata pelajaran yang diajarkan, sebagai berikut; pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani, seni budaya dan keterampilan, mulok, dan pengembangan diri.
a. Kelebihan Dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1) Kelebihan
- Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
- Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
- KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang aspektabel bagi kebutuhan siswa.
- KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
- KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
2) Kekurangan
- Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
- Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendikung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
- Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara Komprehensif baik konsepnya, penyusunanya maupun prakteknya di lapangan.
- Penerapan KTSP yang merokomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru.
2. KURIKULUM 2013 (K13)
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan dan saat ini sedang dalam proses pelaksanaan oleh pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknnya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat.
Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Meskipun silabus sudah di kembangkan oleh pemerintah pusat , namun guru tetap dituntut untuk dapat memahami seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, kajian silabus tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami seluruh isi silabus yang telah disiapkan tersebut.
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) masih merupakan kewenangan guru yang bersangkutan, yaitu dengan berusaha mengembangkan dari Buku Babon (termasuk silabus) yang telah disiapkan pemerintah.
a. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013
1) Kelebihan
- Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
- Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
- Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
- Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.
2) Kekurangan.
- Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
- Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
- Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.
Untuk jam pelajaran dan pembelajaran dalam kurikulum 2013 nanti, untuk SD yang semula 10 mata pelajaran akan menjadi enam mata pelajarann yakni Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta Kesenian. Di lain pihak, materi IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lainnya. Untuk Siswa SMP dari 32 jam menjadi 38 jam pelajaran per minggu. Mengacu kurikulum baru, jumlah mata pelajaran SMP yang semula 12 nanti menjadi 10 mata pelajaran. Mata ajar muatan lokal dan pengembangan diri akan melebur ke dalam mata pelajaran seni budaya dan prakarya.
Sedangkan mata pelajaran yang lain tetap, yakni Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya (muatan lokal), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Pro Kontra Publik Terhadap Kurikulum 2013
Kurikulum 2013, yang rencananya diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan, Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa, lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan tidak memberatkan guru dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Pihak yang kontra menyatakan, Kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah sebelum diterapkan. “Masa sosialisasinya juga terlalu pendek,” Kata David Bambang, Guru SD Negeri 03 Santas, Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Kamis (20/12).
Persamaan dan Perbedaan Antara KTSP dan Kurikulum 2013
1. PERSAMAAN
- Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 sama-sama menampilkan teks sebagai butir-butir KD.
- Untuk struktur kurikulumnya baik pada KTSP atau pada 2013 sama-sama dibuat atau dirancang oleh pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
- Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP.
- Terdapat kesamaan esensi kurikulum, misalnya pada pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya berpusat pada siswa. Dimana siswa yang mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan.
2. PERBEDAAN
KTSP
- Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
- Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri
- Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
- Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
- Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah
- Tematik untuk kelas I-III (belum integratif)
- TIK mata pelajaran sendiri
- Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan
- Untuk SMA ada penjurusan sejak kelas XI
- SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi
- Penjurusan di SMK sangat detil
K13
- Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (Sikap, Keteampilan, Pengetahuan)
- Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas
- Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa)
- Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar
- Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lainKonten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya
- Tematik integratif untuk kelas I-III
- TIK merupakan sarana pembelajaran, dipergunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain
- Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge
- Tidak ada penjurusan SMA. Ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat
- SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar-dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap.
- Penjurusan di SMK tidak terlalu detil sampai bidang studi, didalamnya terdapat pengelompokkan peminatan
Sumber:
- Hasibuan, Lias. Tanpa tahun. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada.
- Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Dan Implementas, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
- Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
- Muslich, Masnur. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
- http://panduanmu.blogspot.com/2012/12/pro-kontra-kurikulum-2013.html.
- http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para- ahli.html
- http://jayharianto83.blogspot.co.id/2013/12/kurikulum-kbk-ktsp-dan-kurikulum-2013.html