Thursday 8 December 2016

METODE PEMBELAJARAN GERAK

 (METODE PEMBELAJARAN GERAK)

A. Faktor Belajar Gerak

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses kegiatan belajar. Faktor-faktor itu ada yang terdapat pada diri kita sendiri, tetapi ada pula yang di luar kita. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi proses belajar ada tujuh (Hutabarat), yaitu:

1. Faktor Kecerdasan

Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang melakukan kegiatan berpikir yang sifatnya rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari tiap-tiap siswa atau individu tidak sama  yaitu  ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit. Hal ini  dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas. 

Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit.Kecerdasan adalah suatu kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Tingginya kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.

2. Faktor Belajar

Faktor belajar adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca.Siswa kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.

3. Faktor Sikap

Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan belajar dengan lancar atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang lain. Di antara sikap yang dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan.Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan belajar.

4. Faktor Kegiatan

Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani dan keadaan fisik seseorang.Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.

5. Faktor Emosi dan Sosial

Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka.  Faktor sosial seperti persaingan dan kerja sama.  Faktor-faktor ini sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada di antara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang menjadi hambatan belajar efektif.

6. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar.Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan nyamuk  menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi belajar.

7. Faktor Guru

Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan menguasai pada siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak menambah pengetahuannya di bidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan bahan cetak lainnya. Guru dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.

B. Fase Belajar Gerak

Proses belajar  bertujuan  menguasai gerakan keterampilan berlangsung dalam 3 tahapan atau fase.
Tiga fase belajar gerak menurut FITTS dan POSNER.

1.  Fase Kognitif

Fase kogtinif merupakan tahap awal dalam belajar gerak keterampilan.  Di sini pelajar berusaha  memahami bentuk gerakan yang dipelajari,  kemudian mencoba melakukan berulang-ulang.  Pada fase ini aktivitas kognitif atau aktivitas berpikir masih menonjol karena harus  memahami bentuk gerakan dan bagaimana harus melakukannya. 

Pada saat pelajar mencoba berulang-ulang melakukan gerakan, sangat dipengaruhi oleh fikirannya. Ia berusaha menampilkan bayangan gerakan yang ada dalam pikirannya ke dalam gerakan yang nyata,  pada awalnya seringkali pelajar masih mengalami kesulitan. Namun, cara berulang-ulang, pelajar akan mampu melakukannya dengan bentuk gerakan yang makin menyerupai  gerakan yang dibayangkannya.

2.  Fase Asosiatif

Fase asosiatif merupakan  fase kedua dalam belajar gerak keterampilan.  Yang membatasi antara fase kognitif dan fase asosiatif adalah rangkaian gerak yang biasa dilakukan oleh pelajar.  Pada fase asosiatif, pelajar sudah sampai pada taraf merangkaikan bagian-bagian gerakan secara keseluruhan.

Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan,  pelajar sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat pelaksanaannya. Dengan tetap mempraktikkan berulang-ulang, pelaksanaan gerakan akan semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya, dan kesalahan gerakan semakin berkurang.

Untuk meningkatkan penguasaan dan kebenaran gerakan, pelajar perlu tahu kesalahan yang masih diperbuatnya.Ia bisa tahu kesalahan yang diperbuatnya melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinya, merasakan gerakan yang dilakukan, atau melihat gambar rekaman pelaksanaan gerakan. Dari kesalahan gerakan yang dilakukan pelajar perlu mengarahkan perhatiannya membetulkan selama mempraktikkan berulang-ulang.Kemampuan mengenali kesalahan gerakan sangat diperlukan untuk peningkatan penguasaan gerak. Untuk meningkatkan pénguasaan gerak diperlukan kesempatan  berpraktik berulang-ulang.

Pada fase asosiatif, dengan cara melakukan rangkaian gerakan secara berulang-ulang, penguasaan atas gerakan akan  semakin meningkat. Peningkatan penguasaan atau keterampilan gerak akan tampak dalam hal: gerakan semakin lancar,  sesuai dengan kemauan atau bayangan gerakan yang ingin dilakukan, kesalahan gerakan semakin berkurang  dan konsisten, dan pelaksanaannya semakin halus. Pada fase asosiatif ini juga merangkaikan bagian-bagian gerakan menjadi rangkaian gerakan secara terpadu merupakan unsur penting menguasai berbagai gerakan keterampilan. Setelah rangkaian gerakan bisa dilakukan dengan baik, maka peserta didik segera bisa dikatakan memasuki fase belajar otonom.

3.  Fase Otonom

Fase otonom merupakan fase akhir dalam pembelajaran keterampilan gerak. Pada fase ini pelajar mencapai tingkat penguasaan gerakan tertinggi. Pelajar bisa melakukan rangkaian gerakan keterampilan secara otonom dan secara otomatis. Gerakan bisa dilakukan secara otonom artinya pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan tertentu walaupun pada saat yang bersamaan ia harus melakukan aktivitas lain.

Gerakan otomatis adalah gerakan  dilakukan secara otomatis  yang bisa dilanjutkan seperti yang dikehendaki walaupun tidak memikirkan unsur-unsur bentuk gerakan yang ingin dilakukan.  Misalnya pada pemain sepak bola yang sedang mendribling, begitu ia mengamati bahwa bolanya akan direbut oleh lawan maka secara otomatis dia akan menjauhkan bola tersebut baik itu dengan cara mendribling lebih cepat atau melakukan gerakan membelokan bola (Caping).

Untuk mencapai fase otonom, diperlukan praktik gerakan berulang secara teratur dalam jumlah ulangan yang banyak dalam waktu lama.  Gerakan yang telah mampu dilakukan secara otomatis, sulit diubah polanya. Oleh karena itu, bagi pelatih olahraga perlu berhati-hati melatihkan bentuk gerakan tertentu. Setelah dibaca fase otonom kelancaran dan kebenaran gerakan masih dapat ditingkatkan, namun peningkatannya tidak lagi secepat pada fase-tase belajar sebelumnya. Pada fase ini gerakan sudah menjadi otomatis, untuk mengubah bentuk gerakan cukup sulit memerlukan ketekunan.

Mengingat sulitnya mengubah bentuk gerakan setelah gerakan menjadi otomatis, maka pembetulan gerakan harus dilakukan pada fase belajar sebelumnya. Sejak awal pelajar harus diarahkan melakukan gerakan-gerakan yang benar secara mekanis, agar setelah fase otonom gerakannya benar-benar efisien.

Perlu dijelaskan bahwa gerakan otomatis tidak sama dengan gerakan yang efisien atau gerak yang terampil. Gerakan yang otomatis belum tentu efisien. Gerakan yang salah secara mekanis dapat menjadi otomatis apabila terus dilakukan herulang-ulang. Sedangkan gerakan yang benar dan dilakukan secara otomatis akan menjadi gerakan yang efisien.

C. Belajar Gerak

Kondisi belajar gerak adalah suatu keadaan yang diperlukan agar proses belajar gerak dapat berlangsung ke arah pencapaian tujuan.  Keadaan yang diperlukan itu meliputi keadaan pada diri pelajar dan keadaan yang ada di luar diri pelajar.

Kondisi belajar gerak meliputi kondisi internal dan  eksternal yang meliputi:
1. Kondisi Internal
Kondisi internal adalah keadaan pada diri pelajar yang diperlukan selama proses belajar berlangsung. Selama proses belajar gerak, pelajar perlu:
  • Berusaha mengingat bentuk bagian-bagian gerakan yang dipelajari 
  • Berusaha mengingat urutan rangkaian bagian-bagian gerakan dalam gerakan keterampilan secara keseluruhan.
Pada awal proses belajar gerak, pelajar harus memahami gerakan, yang perlu dipahami kemudian diingatnya gerakan dan urutan rangkaiannya.  Istilah mengingat dalam pembahasan proses belajar gerak tidak hanya menyangkut ingatan kognitif, tetapi juga ingatan gerak. Ingatan gerak adalah kemampuan melakukan kembali gerakan-gerakan yang pernah dilakukan.
2. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal dalam belajar gerak adalah keadaan luar diri pelajar yang mempengaruhi proses belajarnya.  Kondisi internal yang utama dalam belajar gerak adalah berbentuk stimulus yang diberikan oleh guru atau pelatih. Stimulus tersebut diberikan dalam ; 
  • Pemberian Penjelasan Gerak
Pemberian penjelasan mengenai gerakan atau disebut juga sajian instruksi verbal perlu diperhatikan oleh guru secara singkat dan jelas, dengan menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dimengerti.  Hal-hal penting yang perlu dijelaskan adalah unsur-unsur bentuk gerakan dan kunci cara melakukannya, dan urutan gerakan yang seharusnya dilakukan.
  • Pemberian Contoh Gerakan 
Pemberian contoh gerakan merupakan rangkaian pemberian penjelasan gerakan.  Pemberian contoh gerakan akan memberikan gambaran yang nyata dan jelas mengenai apa dan bagaimana gerakan dilakukan. 
Contoh gerakan sebagai model yang akan ditiru oleh pelajar seharunya dilakukan dengan benar dan diulang untuk memberi kesempatan memahaminya. Apabila gerakan cukup rumit, hendaknya ditunjukan unsur-unsur pokoknya dan kunci-kunci gerakan yang bisa mempermudah gerakan.
Setelah pelajar diberi penjelasan dan contoh gerakan secukupnya, mereka diinstruksikan mempraktikan gerakan.  Mempraktikan gerakan merupakan kegiatan utama yang melibatkan aktivitas fisik.  Pelajar harus melakukan berulang-ulang gerakan yang dipelajari.
Pada awal mempraktikan gerakan yang baru, pelajar kadang mengalami kesulitan. Tetapi dengan mempraktikan berulang ulang kesulitan akan berkurang dan penguasaan gerakan semakin meningkat. Meningkatnya penguasaan gerakan keterampilan ditandai oleh indikator-indikator : 
  • Prinsip pengaturan giliran. 
  • Gerakan semakin terkontrol sesuai dengan kemauannya. 
  • Kesalahan gerakan makin berkurang, 
  • Penampilan terbaiknya dicapai semakin konsisten.

D. Prinsip & Praktik Belajar Penjas

Agar peningkatan penguasaan keterampilan, gerak dicapai secara optimal, perlu dilakukan pengaturan kondisi praktik yang baik melalui pemberian intruksi yang tepat. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kondisi praktik.

1). Prinsip Pengaturan Giliran
Pengaturan giliran adalah mempraktikkan gerakan  yang akan berpengaruh terhadap kecepatan peningkatan penguasaan gerakan.  Kepada semua pelajar perlu diberikan kesempatan yang cukup secara merata jangan sampai ada yang memperoleh giliran terlalu berlebihan dan ada yang terlalu kurang. Kadang-kadang ada pelajar yang terlalu bersemangat dan ada yang terlalu pasif. Dalam hal itu, pelatih perlu mengendalikannya. Kepada yang terlalu bersemangat diarahkan agas bisa mengatur pemanfaatan tenaganya secara efisien tanpa menjadikan semangatnya menurun, sedangkan yang terlalu pasif perlu diberi motivasi agar mau berlatih.
Pengaturan giliran erat kaitannya dengan pengaturan beban belajar atau beban latihan. Ada 2 model pengaturan giliran, yaitu: 
  • Distributed condition adalah prinsip pengaturan giliran mempraktikan gerakan, pengaturan waktu  praktik dan  istirahat secara bergantian. 
  • Condition adalah prinsip pengaturan giliran mempraktikan gerakan yaitu pelajar harus mempraktikan gerakan secara terus-menerus tanpa  istirahat.
Model pengaturan giliran praktik bertujuan menguasai gerakan keterampilan. Model Distributed Condition efektif daripada model Massed condition.
2). Prinsip Beban Belajar Meningkat
Pengaturan peningkatan beban belajar gerak dapat diwujudkan dalam bentuk pengaturan materi belajar : 
  • Dimulai dari yang mudah ke yang sukar. 
  • Dimulai dari yang sederhana ke yang kompleks. 
  • Dimulai dari gerakan yang kurang memerlukan tenaga ke yang lebih banyak memerlukan tenaga.
3). Prinsip Kondisi Praktik Bervariasi
Di dalam belajar gerak, mempraktikan gerakan merupakan tahapan belajar paling berat karena harus melakukan aktivitas fisik yang cukup lama. Di samping faktor kelelahan, faktor kejemuan yang merupakan hambatan belajar yang paling besar. Apabila kejemuan  menghinggapi diri pelajar, maka sulit  untuk bisa segera menguasai gerakan yang dipelajari. Oleh karena itu, pelatih perlu mengatur kondisi praktik agar tidak mudah menimbulkan kejemuan. Cara yang bisa dilakukan adalah mengatur kondisi praktik yang bervariasi.
Variasi kondisi praktik bisa dibuat dalam bentuk:
  • Dalam satu jam latihan jangan hanya mempraktikan satu pola gerak saja, melainkan perlu mempraktikan beberapa pola gerak dengan mempertimbangkan kesesuaian pola-pola gerak untuk dipadukan dan waktu yang tersedia. 
  • Praktik dilakukan dalam pemberian  bermacam-macam formasi. 
  • Memperhatikan pemberian waktu istirahat secara berkala 
  • Memberikan  cukup kebebasan dalam upaya  pelajar  menguasai gerakan.
4. Prinsip Pemberian Motivasi dan Menyemangati
Seseorang yang melakukan sesuatu dipengaruhi oleh kondisi kejiwaannya.  Seseorang mau berbuat sesuatu apabila didorong oleh adanya alasan tertentu.  Demikian juga dalam belajar gerak. Motivasi yang dinilai paling kuat adalah motivasi yang bersifat intrinsik yaitu yang timbul dari dalam diri pelajar sendiri.  Walaupun motivasi intrinsik adalah yang lebih baik, namun motivasi ekstrinsik tetap harus diberikan kepada pelajar. Prinsip pemberian hadiah atau pemberian hukuman bisa diterapkan. Bisa juga melakukan pujian, penghargaan atau pengakuan atas prestasi yang telah dicapai.  
Penyampaian Umpan balik
Umpan balik adalah informasi yang diperoleh oleh pelajar setelah mempraktikan gerakan mengenai benar atau salahnya gerakan yang telah dilakukan.  Informasi tersebut sangat penting agar pelajar tahu mengenai seberapa baik ia telah mampu melakukan gerakan. Dengan demikian ia menjadi tahu  perbaikan apa yang seharusnya diusahakan selanjutnya. Berdasarkan sumbernya umpan balik dapat dibedakan menjadi 2 macam.
  • Umpan balik internal
 Yaitu umpan balik yang diperoleh secara langsung pada saat gerakan dilakukan.
  • Umpan balik external
 Yaitu umpan balik yang diperoleh melalui informasi yang didengar.
Pemberian umpan balik adalah penting, tetapi hendaknya dilakukan secukupnya saja karena apabila terlalu banyak umpan balik bisa menjemukan bagi pelajar. Secara kognitif sebenarnya pelajar sudah tahu kesalahannya.

Referensi:

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196308241989031-AGUS_MAHENDRA/Modul_Perkembangan_%26_Belajar_Motorik_Agus_Mahendra/Modul_11-_Pembelajaran_Gerak.pdf di akses tanggal 8 Desember 2016

Thursday 13 October 2016

PERMAINAN BOLA KASTI

PERMAINAN BOLA KASTI

Kalau di Amerika ada softball dan baseball, di Indonesia ada permainan bola kasti. Kasti merupakan salah satu permainan tradisional di Indonesia yang berbentuk permainan bola kecil beregu. Permainan bola kasti sering dilakukan di sekolah-sekolah bahkan di masyarakat pun sering ditemukan. Dalam permainan bola kasti menampilkan beberapa keterampilan yaitu memukul, melempar, dan menangkap bola serta kemampuan lari sehingga membuat permainan bola kasti menjadi menarik saat dimainkan. Bahkan orang yang menonton menjadi sangat gembira ketika  menyaksikan pertandingan bola kasti.
Permainan bola kasti berbentuk permainan bola kecil beregu. Permainan bola kasti mengajarkan seseorang tentang bagaimana menjaga kedisiplinan, kerjasama, dan kekompakan dengan teman dalam suatu tim/regu. Memainkan permainan bola kasti sangat mudah, alat dan perlengkapannya tidak susah untuk ditemukan bahkan dapat dibuat sendiri. Demi keamanan dan kenyamanan, pada saat bermain harus sesuai dengan aturan, dan apabila anak-anak yang bermain bola kasti perlu ada orang yang lebih dewasa untuk mengawasi mereka pada saat bermain.


Alat dan Perlengkapan Permainan Kasti
  • Lapangan Permainan Kasti. Lapangan kasti berbentuk persegi panjang dengan ukuran: Panjang: 60 – 70 meter, Lebar: 30 meter 
  • Ruang hinggap: 3 
  • Ruang bebas: 1
  • Pemukul: terbuat dari kayu 
  • Bola Kasti: terbuat dari karet/bola tennis lapangan
Peraturan Permainan Kasti
  • Jumlah Pemain. Jumlah pemain kasti tiap regu adalah 12 orang, dengan salah satu pemain bertindak sebagai kapten. Setiap pemain wajib mengenakan nomor dada dari 1 sampai 2.
  • Waktu Permainan.
  • Waktu permainan dilakukan dalam 2 babak. Tiap-tiap babak 20 – 30 menit. Diantara tiap babak diberikan istirahat 15 menit.
  • Wasit. Pertandingan kasti dipimpin oleh seorang wasit dibantu 3 orang penjaga garis dan 1 orang pencatat waktu.
Regu Pemukul
  • Setiap pemain berhak memukul satu kali, kecuali pemain terakhir berhak memukul sampai 3 kali.
  • Sesedah memukul, alat pemukul harus diletakkan di dalam ruang pemukul. Apabila alat pemukul diletakkan di luar, maka pemain tersebut tidak mendapatkan nilai, kecuali jika ia segera meletakkannya di dalam ruang pemukul.
  • Pukulan dinyatakan benar apabila bola yang dipukul melampaui garis pukul, tidak jatuh di ruang bebas, dan tidak mengenai tangan pemukul.
Regu Penjaga
Regu penjaga bertugas:
  • Mematikan lawan dengan cara melemparkan bola ke pemukul atau menangkap langsung bola yang dipukul melambung oleh regu pemukul.
  • Membakar ruang bebas dengan cara menempati ruang bebas jika kosong.
Pelambung
Pelambung bertugas:
  • Melambungkan bola sesuai permintaan pemukul
  • Jika bola yang dilambungkan oleh pelambung tidak sesuai dengan permintaan pemukul, maka pemukul boleh untuk tidak memukulnya. Jika ini terjadi sampai 3 kali berturut-turut maka pemukul dapat berlari bebas ke tiang pemberhentian pertama.
Pergantian Tempat
  • Pergantian tempat antara regu pemukul dan regu penjaga terjadi apabila:
  • Salah seorang regu pemukul terkena lemparan bola
  • Bola pukulan regu pemukul ditangkap langsung oleh regu penjaga sebanyak 3 kali berturut-turut.
  • Alat pemukul lepas ketika memukul
Cara Mendapatkan Nilai
  • Pemain berhasil memukul bola, kemudian lari ke pemberhentian I, II, III, dan ruang bebas secara bertahap, mendapat nilai 1.
  • Pemain berhasil berlari melewati tiang-tiang pemberhentian dan kembali ke ruang bebas atas pukulannya sendiri, mendapat nilai 2.
  • Regu penjaga menangkap langsung bola lambung yang dipukul oleh regu pemukul, mendapat nilai 1.
  • Regu yang mendapatkan nilai paling banyak dinyatakan sebagai pemenang.
Cara Bermain Kasti
  • Setelah menguasai beberapa teknik dasar permainan kasti dan memahami peraturan permainannya, selanjutnya adalah mempraktikkan bagaimana cara bermain kasti dengan benar. Dalam bermain kasti dibutuhkan kerjasama tim dan rasa tanggung jawab. Selain itu yang paling penting adalah sikap untuk selalu menjaga sportifitas.
  • Sebelum memulai bermain kasti, hendaknya ditentukan dulu dua regu yang akan bermain. Tiap-tiap regu berjumlah 12 pemain. Bagi siswa yang belum mendapatkan giliran bermain, hendaknya melihat di sisi lapangan sambil mempelajari kejadian-kejadian di lapangan.

"SELAMAT BERMAIN"

Monday 3 October 2016

STATISTIKA PENJAS: Validasi Instrumen Tes

Menurut Olson dalam Sundayana (2013:2) "Statistika adalah ilmu untuk menjawab pertanyaan berdasarkan data empiris". Statistika penjas sama halnya dengan statistika pendidikan pada umumnya. Statistika Penjas merupakan metode untuk menjawab pertanyaan dengan mengumpulkan data-data empiris dalam bidang ilmu pendidikan jasmani dan olahraga. Tahapan-tahapan statistika penjas yaitu: mendesain, merencanakan, mengobservasi, mencatat, menganalisis, merangkum, menarik kesimpulan, melaporkan dan menyajikan hasil. 

Dalam statistika penjas dikenal juga statistika infrensial yang merupakan inti dari statistika itu sendiri. dalam analisis data, statistika infrensial terbagi atas dua, yaitu: statistika parametrik statistika non parametrik. Statistika parametrik cirinya adalah datanya harus berdistribusi normal, penarikan sampel dengan cara acak (random) dan datanya interval atau rasio. Sedangkan, Statistika nonparametrik cirinya adalah datanya tidak harus berdistribusi normal, penarikan sampel tidak harus random. 

JENIS, TUJUAN, MANFAAT, FUNGSI VALIDASI INSTRUMEN TES
Jenis Validasi Instrumen Tes
Terdapat   tiga  karakteristik   utama  dari   sebuah  instrumen atau tes,   yakni  validitas, reliabilitas dan objektivitas. Ketiga kriteria ini sering disebut sebagai prasyarat bagi setiap tes yang akan dipilih atau yang akan disusun.

1. Validasi

Validitas atau kesahihan alat ukur berhubungan dengan ketepatan  mengukur sesuatu  yang seharusnya  diukur. Selain itu, validitas menunjukkan tingkat kevalidan  atau kesahihan  suatu alat ukur  atau instrumen.  Suatu alat  ukur yang valid atau sahih  berarti alat  ukur tersebut tepat  untuk mengukur sesuatu  yang seharusnya diukur. (Kirkendal, Gruber dan Johnson: 1980).

Suatu instrumen pengumpul data yang valid berarti instrumen tersebut dapat mengungkap informasi suatu variabel yang sedang dikumpulkan.  Tujuan penggunaan suatu alat ukur merupakan faktor yang menentukan validitas alat ukur. Tes yang sudah baku (terstandar) digunakan untuk mengukur hasil belajar keterampilan olahraga peserta didik di sekolah mungkin tidak valid untuk mengukur keterampilan atlit yang akan mengikuti kejuaraan atau perlombaan. Perbedaan tujuan penggunaan  tes tentu memerlukan validitas yang berbeda pula.
a). Validitas Isi
Penggunaan tes atau alat ukur dalam proses belajar mengajar biasanya  untuk menaksir  pencapaian hasil belajar peserta didik tentang kemampuan  pengetahuan atau keterampilan peserta didik. Yang paling baik, keseluruhan isi topik atau materi bahasan dituangkan ke dalam tes tersebut. Tetapi hal tersebut mungkin akan sulit dilakukan. 
Pada umumnya cara menaksir pencapaian hasil belajar peserta didik adalah  mengambil sampel dari keseluruhan isi topik atau materi bahasan. Oleh karena itu sampel tersebut harus  mewakili keseluruhan isi. Dengan  kata lain, hasil yang diperoleh berdasarkan sampel tersebut  harus mencerminkan keseluruhan isi yang dikehendaki, sehingga sampel harus valid. Hal ini merupakan masalah validitas isi. 
Prosedur tersebut diawali dengan menyusun suatu kerangka atau kisi-kisi topik atau materi bahasan. Dalam kisi-kisi mencakup keseluruhan isi bidang  studi dan  aspek-aspek yang akan diukur dilengkapi dengan katagori pentingnya setiap topik. Berdasarkan kisi-kisi tersebut dikembangkan butir-butir materi tes. Selanjutnya secara acak diambil sampel butir-butir tes dalam jumlah yang sesuai dengan bobot katagori setiap topik dari keseluruhan isi (Kirkendal, Gruber dan Johnson: 1980). 
Pada dasarnya validitas isi diperoleh berdasarkan pertimbangan subyektif, secara teliti dan kritis terhadap butir-butir tes yang secara logis dapat mewakili keseluruhan isi tes yang dikehendaki dan diperkirakan sesuai dengan tujuan pengukuran.  Maka suatu alat ukur atau tes harus memiliki validitas logis. Selain itu, pertimbangan isi dan tujuan yang akan diukur, suatu  tes harus  mencerminkan dan sesuai  dengan materi pengajaran dan tujuan pengajaran yang dinyatakan dalam pedoman kurikulum atau silabus. Dengan demikian suatu alat ukur atau tes harus memenuhi validitas kurikulum. 
Dalam menyusun tes keterampilan olahraga dalam pendidikan jasmani, validitas isi diperoleh  melalui analisis keterampilan - keterampilan yang akan di ukur dan di jadikan butir tes. Butir tes tunggal atau tes berangkai keterampilan olahraga dalam pendidikan jasmani biasanya digunakan untuk menentukan keterampilan umum dalam suatu cabang olahraga. Untuk  menentukan butir-butir tes keterampilan olahraga yang akan diukur harus dilakukan secara cermat, teliti, dan kritis dengan berdasar pada pertimbangan - pertimbangan yang logis. Selain itu, tes keterampilan olahraga tersebut harus sesuai dengan materi dan tujuan pendidikan yang dinyatakan  dalam pedoman  kurikulum  pendidikan jasmani. 
b). Validitas Konstruk
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Untuk mengukur suatu konsep, maka harus dilakukan identifikasi lebih dahulu kerangka yang membentuk konsep tersebut. Dengan mengetahui kerangka tersebut maka dapat disusun suatu tolok ukur secara operasional konsep tersebut. 
Thomas dan Nelson (1990) menjelaskan bahwa banyak karakter manusia yang tidak diamati secara langsung. Sebaiknya, dibentuk hipotesis yang memuat sejumlah pengertian yang berkaitan bagaimana sifat seseorang pada kelompok tingkat tinggi dibanding dengan sifat seseorang pada kelompok yang rendah. Kecemasan, intelegensi, sportmanship, kreatifitas dan sikap adalah sedikit dari hipotetik konstruk. Validitas konstruk adalah tingkatan suatu tes mengukur konstruk secara hipotetis dan biasanya ditetapkan dengan menghubungkan hasil tes dengan beberapa perilaku. 
Kirkendal, Gruber dan Johnson (1980) menjelaskan bahwa secara umum ada tiga teknik yang digunakan untuk menentukan validitas konstruk, yaitu analisis faktor, regresi ganda dari tes berangkai, dan menguji perbedaan dengan kelompok lain. Untuk menentukan validitas konstruk digunakan analisis faktor, ditetapkan suatu konstruk atau struktur teoritis tentang fenomena diacu. Biasanya dengan melakukan penjabaran fenomena menjadi berbagai komponen. Beberapa butir tes disiapkan untuk masing-masing komponen dan dilakukan tes terhadap kelompok subyek. Suatu waktu butir-butir tes berangkai diarahkan untuk mengukur kemampuan yang rumit. Berikutnya ditetapkan kriterion yang sesuai, kemudian teknik regresi ganda digunakan untuk menentukan rangkaian konstruk yang cocok untuk mengukur fenomena. Cara berikutnya untuk menentukan validitas  konstruk yang juga mengacu pada concurrent validity. Diberikan dua tes yang berbeda terhadap kelompok yang berbeda. Beberapates olahraga ditentukan validitas konstruknya melalui pem-bandingan dua kelompok. 
Verducci (1980) mengemukakan bahwa suatu kunstruk adalah suatu gagasan teoritis yang menerangkan dan mengatur beberapa aspek keberadaan pengetahuan. Di bidang lain, konstruk meliputi gagasan seperti inteligensi, sikap, kesiapan, dan kecemasan; dalam pendidikan jasmani istilah kesegaran jasmani diklasifikasi sebagai suatu konstruk. Validitas konstruk dapat ditentukan dengan pertimbangan secara luas berdasarkan logika dan stitistika data yang mendukung konstruk.
c). Validitas Kriteria
Validitas kriteria diperoleh dengan cara  menghubungkan antara alat ukur  atau tes sebagai prediktor dengan suatu kriteria luar. Perhatian yang utama untuk jenis validitas ini adalah  kriterianya, bukan  pada alat  ukur atau  tes itu sendiri.   Pendekatan empiris digunakan  untuk  menganalisis hubungan antara  alat ukur atau tes dengan kriteria. Meng-identifikasi kriteria yang akan digunakan  merupakan  hal yang penting. Suatu kriteria yang akan digunakan harus memenuhi syarat dan memiliki  ciri-ciri yang dapat diyakini  mengukur sesuatu  yang seharusnya akan diukur. Ciri yang penting adalah kriteria tersebut harus mempunyai relevansi dan mencerminkan dengan tepat sesuatu yang akan diukur. Ciri kedua, suatu kriteria harus dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Ciri yang lainnya, suatu kriteria diharapkan bebas dari bias. Skor pada suatu ukuran kriteria hendaknya tidak dipengaruhi oleh aspek-aspek selain kemampuan atau penampilan yang sesungguhnya pada kriteria tersebut (Safrit: 1981). 
Dalam penyusunan suatu tes keterampilan olahraga, ada tiga cara memperoleh validitas yang dihubungkan dengan kriteria.
  • Cara pertama,  menggunakan hasil tes standard atau tes yang sudah dibakukan sebagai kriterion.  Validitas kriteria diperoleh dengan cara mengkorelasikan antara skor hasil tes menggunakan  tes eksperimen (prediktor) dengan skor hasil tes menggunakan tes standard (kriterion).  Jika hasil analisis diperoleh koefisien korelasi yang tinggi maka berarti ada hubungan antara tes eksperimen (prediktor) dengan tes standard. Berarti pula bahwa testi yang mempunyai skor yang baik dari hasil tes kriterion, akan diduga memperoleh skor yang baik pula pada hasil tes prediktor. Contoh:  Brady Volley Test merupakan tes standar bola voli digunakan sebagai kriterion untuk memperoleh validitas kriteria suatu tes keterampilan eksperimen bola voli (Budiwanto: 2001).
  • Cara kedua, sebagai kriterion adalah hasil penilaian para juri (judges rating). Tiga sampai dengan lima juri melakukan  pengamatan dan memberikan penilaian menggunakan skala penilaian pada waktu testi melakukan permainan. Kemudian skor hasil penilaian juri dikorelasikan dengan skor tes prediktor. Diharapkan, pemain yang baik akan mendapatkan skor yang baik dari penilaian para juri dan  mendapat skor baik pula dalam tes prediktor (Kirkendal, Gruber dan Johnson: 1980).
  • Cara ketiga, menggunakan hasil pertandingan kompetisi sebagai kriteria. Pertandingan kompetisi dilakukan antar testi dalam kelompok sampel. Jumlah nilai menang setiap testi dari seluruh pertandingan merupakan kriterion  yang dikorelasikan dengan skor  tes prediktor. Testi yang banyak menang akan mendapat skor tinggi, diharapkan memperoleh  skor yang  tinggi pula  pada tes prediktor (Kirkendal, Gruber dan Johnson: 1980).  
2. Reliabilitas

Reliabilitas suatu tes menggambarkan konsistensi dari hasil pengukuran terhadap orang yang sama dengan alat ukur atau tes yang sama. Reliabilitas merupakan syarat penting bagi suatu tes, tapi tidak menjamin tercapainya validitas (Lutan dan Suherman, 2000).

Reliabilitas (keterandalan) Menggambarkan derajat keajegan, atau konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat pengukur atau tes  dikatakan reliabel jika alat pengukur itu menghasilkan suatu gambaran yang benar-benar dapat dipercaya dan dapat diandalkan untuk membuahkan hasil pengukuran yang sesungguhnya (Nurhasan, 2000).

Cara mencari koefisien reliabilitas alat ukur, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, yang masing-masing mempunyai kekurangandan keunggulan. Berbagai pilihan tentang cara menetapkan tingkat reliabilitas alat ukur tersebut adalah:
a). Teknik Pengulangan (Test and ReTest Reliability)
Cara ini disebut sebagai teknik ulangan, karena dilakukan dengan memberikan dua kali pengukuran dengan rentang waktu tertentu dengan menggunakan alat ukur yang sama. Skor yang di peroleh pada pengukuran pertama  dikorelasikan dengan skordari hasil pengukuran pada pengukuran yang kedua. Koefisien yang diperoleh dengan cara ini menunjuk pada derajat stabilitas alat ukur. Pada umumnya sumber error  pada teknik pengulangan ini dapat bersumber dari  berbagai faktor yang  menyebabkan seseorang mempunyai skor berbeda pada saat  dua kali mengerjakan tes yang sama. Sangat mungkin perubahan skor yang terjadi bukan karena perubahan hal yang diukur, tetapi karena situasi yang berbeda atau pengalaman dari responden pada saat mengerjakan soal yang pertama, sehingga dalam pengerjaan tes kedua lebih hati-hati dan lebih baik hasilnya.
b). Teknik Bentuk Paralel ( Alternate Form Reliability)
Mencari reliabilitas dengan teknik bentuk parallel dilakukandengan cara pengukuran pada subyek yang sama tetapi menggunakan alat ukur berbeda yang mempunyai tingkat kesamaan. Dengan cara ini peneliti perlu mempersiapkan dua set alat ukur yang berbeda dengan mempertimbangkan  keseimbangan diantara kedua alat ukur tersebut. Keseimbangan diperlukan karena alat ukur ini ditujukan untuk mengukur gejala yang sama. Teknik ini sering juga disebut sebagai Parallel Test  Reliability. Penggunaan dua set alat ukur dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pengaruh ingatan terhadap pengukuran yang pertama. Teknik ini dapat dilakukan dengan  mengadakan pengukuran dengan alat ukur yang pertama berturutan  waktunya dengan pengukuran  dengan menggunakan  alat ukur yang  kedua pada subyek yang sama. Kemudian skor dari pengukuran alat ukur yang pertama dikorelasikan dengan skor hasil pengukuran yang kedua. Koefisien korelasi yang diperoleh akan mengungkap derajad ekuivalensi dan indeks stabilitas.   
c). Teknik belah dua (Split Half reliability)
Teknik belah dua ini dikembangkan dengan menggunakan satu jenis alat ukur, dan hanya diberikan satu kali pada subyek, kemudian hasilnya diolah sedemikian rupa. Yaitu  dengan cara mengelompokkan butir-butir itemnya menjadi dua bagian sama besar (belah dua). Pembagian item menjadi dua kelompok sama besar dapat dilakukan dengan cara acak atau pengelompokan berdasar nomor ganjil-genap, dapat pula dengan cara membagi menjadi separo  kelompok bagian awal dan separo bagian akhir dalam jumlah yang sama.  Setelah itu skor yang berasal dari belahan  yang pertama dikorelasikan dengan skor pada belahan yang kedua. Koefisien korelasi yang diperoleh mencerminkan derajad ekuivalensinnya antara dua belahan tersebut. Teknik ini baru mencerminkan   koefisien reliabilitas dari masing-masing belahan tersebut. Oleh karenanya untuk mendapatkan gambaran koefisien secara keseluruhan, koefisien antar belahan tersebut masih perlu dikoreksi dengan rumus sebagai berikut:
                              N r x1 x2

          Reliability = ------------

                             1 + r x1 x2

Dimana x1 adalah skor dari belahan satu,  x2 adalah skor dari belahan kedua, dan n adalah banyaknya subyek pada setiap bagian (belahan). Rumus tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kedua belahan mengukur hal yang sama, yang memiliki varian yang sama.   
d). Kuder Richardson Reliability
Cara ini diberlakukan bila instrumen digunakan untuk mengukur satu gejala psikologis atau perilaku yang sama,   artinya alat  ukur tersebut dapat dikatakan reliabel  bilater bukti ada konsistensi  jawaban antar item yang satu dengan item yang lain. Sehingga apabila sifat dan tingkatan   homogenitas antar item tidak terpenuhi, artinya  alat tersebut dianggap mengukur lebih dari satu variabel.  Bila dalam kenyataan  dalam satu instrumen terdapat lebih dari satu skala pengukuran atau mengukur lebih dari satu variabel,  dan  setiap  variabel  memiliki beberapa dimensi, maka pengecekan reliabilitas dilakukan terhadap masing-masing skala pengukuran.  Model  Kuder  Richardson  Reliability  ini  menghasilkan koefisien konsistensi internal yang menunjuk pada derajad konsistensi antara item yang satu dengan item yang lain. Sehingga lebih cocok untuk alat ukur  yang menggunakan item dua pilihan dengan salah satu jawaban benar.
e). Cronbach Alpha Reliability
Cara ini juga dikembangkan untuk menguji r konsistensi internal dari suatu alat ukur, perbedaan pokok dengan model Kuder Richardson  adalah  bahwa teknik ini tidak hanya untuk instrumen dengan dua pilihan tetapi tidak terikat pada dua pilihan saja, sehingga penerapannya lebih luas. Misalnya untuk menguji reliabilitas skala pengukuran sikap dengan 3, 5 atau 7 pilihan.
3. Objektivitas

Objektivitas suatu tes didefinisikan sebagai derajat kesepakatan diantara beberapa orang pengetes. Suatu tes dikatakan objektif, manakala terdapat kesaman skor yang diberikan oleh beberapa penilai (Lutan dan Suherman, 2000). Istilah lain dari objektivitas ialah reliabilitas penilai,yakni konsistensi skor yang diberikan oleh beberpa penilai terhadap suatu performa.

Tujuan, Manfaat, dan Fungsi Validasi Instrumen

Tujuan di adakannya validasi instrumen penilaian adalah untuk menjamin mutu instrumen yang akan digunakan untuk menilai hasil belajar peserta didik.

Manfaat validasi instrumen adalah agar hasil penilaian yang diperoleh dari peserta didik menggambarkan kompetensi peserta didik yang sesungguhnya, tidak bias karena instrumen yang digunakan kurang baik.

Fungsi validasi instrumen penilaian adalah agar akuntabilitas instrumen terjaga sehingga hasil belajar peserta didik dapat dipertanggungjawabkan baik kepada pemerintah. Sekolah, orangtua peserta didik, maupun masyarakat.

Cara Memvalidasi Instrumen
Di atas telah dijelaskan pengertian dan jenis validitas dan reliabilitas instrumen. Secara ringkas cara memvalidasi dan mengestimasi reliabilitas instrumen dapat dilihat pada instrumen berikut.

Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk mengestimasi validitas dan reliabilitas instrumen di perlukan kerja yang sangat hati-hati,harus diupayakan agar proses dan estimasi ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jadi dalam kegiatan ini, yang harus dilakukan dalam penyusunan instrumen hanya menulis butir-butir instrumen dan menelaah butir. Setelah butir ditulis lalu ditelaah (diusahakan telaah dilakukan oleh orang lain atau bukan penulis butir).

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: (1) butir instrumen harus sesuai indikator, (2)  butir ditulis secara singkat dan jelas, (3) pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu, sebaiknya diurutkan, (4) dalam satu komponen, setiap butir diberi skor sama (skor sama tidak berarti pilihan jawabannya sama), dan (5) butir ditulis dengan menggunakan bahasa baku. Selain itu, untuk menarik responden agar mau merespon dengan baik maka instrumen sebaiknya : (1) dikemas dalam bentuk yang menarik, misal dalam bentuk buku yang agak kecil, (2) diusahakan jumlah butir untuk  setiap jenis responden tidak terlalu banyak (maksimum 40 butir), dan (3)  diusahakan butir pertanyaan dan jawaban pada halaman yang sama.

Cara lain yang bisa digunakan dalam memvalidasi alat instrumen tes dalam pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah dengan melakukan kalibrasi terhadap peralatan atau instrumen tes yang akan digunakan. Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk membandingkan antara nilai yang ditunjukkan oleh suatu alat / instrumen dengan nilai yang telah diketahui dari standarnya atau kalibrator. Kalibrator merupakan alat standard yang mempunyai akurasi yang lebih tinggi dibanding instrument yang dikalibrasi.

Sumber:
Arikunto,S.2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta
Balitbang Depdiknas. (2006). Panduan Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Brookhart Susan M, Nitko J. Anthony. 2007. Educational Assesment of Student. Fifth edition. Meril Prentice Hall. New Jersey
Johson David, W & Johson, Roger T. (2002). Meaningful Assessment 
Ally & Dacon A Pearson Education Company. Arlington Street Boston.
Silverius, S. (2001). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Gramedia Widya Sarana. Jakarta.
Sudiyono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan .PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sundayana, Rostina. (2013). Statistika Penelitian Pendidikan. STKIP Garut Press: Garut

Thursday 22 September 2016

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

Hai Apa Kabar pecinta Pendidikan Jasmani dimanapun anda berada.

Tahu tidak teman-teman kalau keberhasilan seorang guru dalam  tugas mengajar, dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh anak didiknya. Bagaimana seorang pendidik dapat mengetahui apakah  peserta didiknya maju dalam belajarnya kalau tidak mengadakan penilaian terhadap hasil belajarnya. Demikian pula, bagaimana seorang guru dapat mengetahui bagian-bagian pelajaran yang manakah yang dianggap sukar oleh para peserta didik, kalau ia tidak mengadakan penilaian secara teliti terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh mereka. 

Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya, dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh para peserta didiknya. Hasil kegiatan evaluasi tersebut akan memberikan gambaran kepada guru dalam menyusun program berikutnya.Dengan demikian akan memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan program perbaikan (remedial).

Pengertian Evaluasi
  • Evaluasi secara harfiah berasal dari bahasa Inggris ”Evaluation” yang dalam bahasa Indonesia berarti ”Penilaian”. (Anas: 2011)
  • Evaluasi / Penilaian adalah pengambilan Keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu. (Purwanto: 2011)
  • Evaluasi Pendidikan (educational evaluation) secara hafiah dapat diartikan sebagai: Penilaian dalam (bidang) Pendidikan atau Penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. (Anas: 2011)
  • Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) Indonesia, Evaluasi Pendidikan adalah:
  1. Proses/kegiatan untuk menetukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
  2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feedback) bagi penyempurnaan pendidikan
Evaluasi dalam Pendidikan Jasmani, bertitik tolak dari tujuan pendidikan jasmani itu sendiri. Tujuan pendidikan jasmani bersifat majemuk, mencakup perkembangan yang bersifat menyeluruh meliputi aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Hal ini sesuai dengan hakekat evaluasi sebagai upaya yang berencana untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program berhasil. Karena itu evaluasi dalam pendidikan jasmani, terikat dengan pemahaman terhadap tujuan pendidikan jasmani.

Jenis Evaluasi  

Evaluasi hasil belajar biasanya dilakukan pada akhir catur wulan, semester akhir tahun pelajaran atau pada akhir jenjang tingkat pendidikan, berupa ujian penghabisan atau evaluasi belajar tahap akhir. Evaluasi pada akhir studi suatu jenjang tingkat pendidikan tertentu dimaksudkan sebagai tanda berakhirnya studi.

Eddy Soewardi Kartawidjaja ( 1987:30) mengemukakan 4 (empat) jenis evaluasi yaitu:

1) Evaluasi Formatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar, setelah peserta didik selesai mengikuti program satuan pelajaran tertentu. Jika guru telah selesai mengajarkan suatu bahan atau beberapa satuan bahan pelajaran kepada kelas tertentu, guru perlu mengadakan evaluasi hasil belajar peserta didiknya, untuk mengukur hingga di mana daya serap peserta didik. Dengan demikian evaluasi formatif atau sering disebut evaluasi harian diharapkan guru dapat memperbaiki program pembelajaran ataupun strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar melalui proses pengayaan materi ajar.
2) Evaluasi Sumatif.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap hasil belajar setelah selesai mengikuti materi pelajaran tertentu dalam satu caturwulan atau akhir semester. Oleh karena itu evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik selama satu semester. Jadi fungsinya untuk mengetahui kemajuan peserta didik. Dari hasil evaluasi sumatif ini dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang kemampuan anaknya selama belajar, sehingga orang tua dapat mendorong anaknya untuk lebih giat belajar.
3) Evaluasi penempatan atau evaluasi kedudukan ranking.
Evaluasi penempatan ialah evaluasi keadaan pribadi peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar-mengajar yang sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut. Evaluasi penempatan dimaksudkan juga sebagai penilaian dalam penempatan kedudukan/ranking peserta didik dalam kelompoknya.
4)  Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi terhadap hasil analisis keadaan belajar peserta didik mengenai kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang dihadapinya dalam situasi belajar-mengajar. Tujuan evaluasi diagnostik adalah untuk melihat kelemahan-kelemahan peserta didik serta faktor penyebabnya yang mengganggu kelancaran jalannya program pengajaran satu atau seluruh bidang studi. Peserta didik merasa takut melakukan gerakan-gerakan tertentu pada cabang olahrga yang diajarkan, hal ini guru Penjasorkes perlu mengetahui cara mengatasinya.
Tujuan Evaluasi 

Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan maksud melihat apakah usaha yang dilakukan melalui pengajaran sudah mencapai tujuan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri peserta didik serta tingkat perubahan yang dialaminya setelah ia mengikuti proses belajar mengajar. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan sebagian dari tujuan evaluasi dalam arti yang sebenarnya. Seperti yang dikemukakan Moelyono Biyakto Atmodjo dan Sarwono (2002:6)  tujuan evaluasi terhadap peserta didik di antaranya yang penting adalah:
  1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana potensi peserta didik itu berada.
  2. Untuk mengadakan seleksi
  3. Untuk mengetahui apa yang telah dicapai peserta didik dalam pelajaran Penjasorkes.
  4. Untuk mengetahui letak kelemahan-kelemahan atau kesulitan-kesulitan yang dialami para peserta didik.
  5. Untuk memberi bantuan dalam pengelompokan peserta didik untu tujuan-tujuan tertentu. Misalnya pengelompokan diadakan untuk bermain bola voli, agar kedua tim yang bertanding kira-kira sama kuatnya.
  6. Memberi dorongan atau motivasi bagi peserta didik dalam berolahraga
  7. Memberikan bantuan dalam bimbingan ke arah pemilihan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan peserta didik.
  8. Memberikan data bukti untuk dilaporkan kepada orang tua dan juga kepada masyarakat yaitu pihak-pihak yang memerlukan keterangan tentang seorang peserta didik. Laporan itu dapat berbentuk surat keterangan, sertifikat, rapor, tanda tamat belajar, ijazah dan lain-lain.
  9. Memberikan data untuk keperluan penelitian atau riset.
Manfaat Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi, akan memiliki manfaat. Daryanto (1997:9) mengemukakan manfaat evaluasi adalah sebagai berikut:

1) Manfaat bagi peserta didik

Dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh peserta didik dari pekerjaan menilai ini ada 2 kemungkinan:
  • Memuaskan
Jika peserta didik memperoleh hasil yang memuaskan, dan hal itu menyenangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain waktu. Akibatnya, peserta didik akan mempunayai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat, agar lain kali mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi. 
  • Tidak memuaskan
Jika peserta didik tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi. Maka ia lalu belajar giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi. Ada beberapa peserta didik yang lemah kemauannya, akan menjadi putus asa dengan hasil kurang memuaskan yang telah diterimanya.
2) Manfaat bagi guru
  • Dengan hasil penilaian yang diperoleh guru akan dapat mengetahui peserta didiknya mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui peserta didik yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada peserta didik yang belum berhasil.
  • Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi peserta didik, sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.
  • Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau  belum. Jika sebagian besar dari peserta didik memperoleh angka jelek pada penilaian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat.
3) Manfaat bagi sekolah.
  • Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar peserta didiknya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas sekolah.
  • Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah itu dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan datang.
  • Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun, dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh peserta didik.
Fungsi Evaluasi

Dalam setiap kegiatan pembelajaran, telah ditetapkan tujuan pembelajaran. Demikian pula dengan kegiatan evaluasi yang dilakukan guru, yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan informasi yang dapat memberikan gambaran tentang hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Terkait dengan fungsi evaluasi Nurhasan (2009:2.2) mengemukakan ada tiga fungsi evaluasi ditinjau dari sudut pengajaran, administrasi dan bimbingan. Ketiga fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Fungsi evaluasi ditinjau dari fungsi pengajaran
  • Merangsang guru untuk memahami makna dan tujuan pengajaran.
  • Mengetahui sampai sejauh mana tujuan yang ditetapkan dalam proses pembelajaran dapat dicapai, merupakan informasi yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Penjasorkes.
  • Merupakan umpan balik bagi guru dan peserta didik.
  • Hasil evaluasi yang diperoleh secara objektif, akan memberikan umpan balik bagi guru sehingga guru dapat memperbaiki kelemahan yang ada pada dirinya, merevisi bahan ajar yang sudah tidak relevan dengan tujuan pengajaran dewasa ini, menyempurnakan metode pembelajaran. Sedangkan umpan balik bagi peserta didik, yaitu dapat mengetahui kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mengetahui kelemahan yang ada pada dirinya, mengetahui kemajuan perkembangan hasil belajarnya dan kedudukannya di kelas jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
  • Membangkitkan motivasi belajar.
  • Penilaian hasil belajar yang diberikan kepada peserta didik pada setiap kali ulangan atau pada akhir semester, akan membantu terhadap peningkatan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran.
  • Merangkum atau menata kembali bahan-bahan yang telah diajarkan.
  • Penataan ulang bahan ajar akan membuahkan penyempurnaan bahan ajar, sebagai bahan rujukan dalam proses pembelajaran. Atas dasar hasil evaluasi ini maka akan dilaksanakan upaya untuk menyempurnakan bahan ajar.
2) Fungsi evaluasi ditinjau dari sudut administrasi
  • Dimanfaatkan sebagai mekanisme mengontrol kualitas suatu sekolah atau sistem sekolah.
  • Mutu hasil belajar peserta didik di sekolah akan mencerminkan kualitas dari lembaga/sekolah itu. Bersumber dari hasil evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dijadikan bahan informasi bagi monitoring dan pengendalian proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah, sebagai salah satu upaya kendali mutu sekolah tersebut.
  • Memenuhi kebutuhan program evaluasi
  • Data yang diperoleh dari hasil pengukuran, akan memberikan gambaran kelebihan dan keunggulan dari subjek atau objek tersebut. Informasi ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun program evaluasi yang akan dilaksanakan di sekolah/lembaga itu, terutama mengenai bahan masukan, proses dan hasilnya.
  • Membuat keputusan yang lebih baik tentang pengelompokan peserta didik.
  • Penentuan kelompok-kelompok peserta didik berdasarkan kemampuannya akan sangat membantu dalam pengajaran motorik atau keterampilan. Bagi peserta didik yang memiliki kemampuan motorik yang lebih baik akan lebih cepat menguasai gerakan-gertakan tersebut sehingga mereka akan lebih banyak memperoleh bahan ajar.
  • Meningkatkan kualitas sekolah.
  • Hasil evaluasi terhadap mutu hasil belajar, merupakan dasar dalam merencanakan program perbaikan atau penyempurnaan proses pembelajaran. Upaya lain yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar, yaitu peningkatan suatu daya pendukung proses pembelajaran.
  • Menentukan kelulusan peserta didik.
  • Dalam menentukan kelulusan peserta didik, evaluasi memberikan peran yang sangat penting. Oleh karena dalam penentuan kelulusan peserta didik harus didasarkan atas evaluasi yang objektif. Hasil evaluasi yang objektif dapat dicapai apabila dalam pelaksanaan evaluasinya memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi, yaitu evaluasi harus objektif, kontinyu dan komprehensif.
3) Fungsi evaluasi ditinjau dari fungsi bimbingan.
  • Mengadakan diagnostik.     
Dari hasil pengukuran dan evaluasi belajar peserta didik, kita dapat melihat kelemahan atau kekurangan yang dialami peserta didik. Atas  dasar informasi itu para guru  dapat melakukan perbaikan atau metode yang digunakan dalam pembelajaran.
  • Bimbingan pilihan program studi 
Ketepatan dalam memilih program studi di sekolah, akan membantu terhadap kesuksesan peserta didik dalam belajarnya. Selain dari itu ketepatan dalam memilih program studi, akan memberikan motivasi peserta didik dalam kegiatan belajarnya, sehingga dalam kegiatan belajarnya terdorong untuk meraih prestasi yang lebih baik.
Setiap proses belajar mengajar sudah pasti memerlukan proses evaluasi. Proses belajar tidak akan diketahui secara pasti apa bila tidak melaksanakan proses evaluasi. Apabila guru mengajarkan suatu keterampilan menendang, maka guru itu harus mengevaluasi kemampuan siswa dalam gerakan tendangan tadi. Apakah siswa sudah mampu melkukan gerakan menendang? Apakah keterampilan siswa sudah melekat, apakah gerakan menendang sudah akurat terhadap sasaran? Gerakan apa yang harus diperbaiki dan gerakan apa yang perlu dipertahankan. Demikian pula apa bila guru mengajar dalam suatu periode yang lama, beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan keberhasilan mengajar akan muncul.

Sehubungan dengan jawaban atas semua pertanyaan diatas, maka evaluasi harus dilaksanakan. Tanpa evaluasi pertanyaan tersebut tidak akan dapat dijawab dengan memuaskan. Karena itu dapat dikatakan: evaluasi merupakan bagian integral dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi salah satu cara memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Faktor yang sangat penting dalam evaluasi adalah guru-guru itu sendiri harus memiliki sikap dasar yakni memahami evaluasi sebagai tahap kegiatan yang perlu dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga pelaksanaan evaluasi berlangsung menurut prosedur yang dapat di pertanggung jawabkan dan hasilnya relative objektif dan fair.

PEMBUATAN KEPUTUSAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI

Pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis. Guru-guru dan pimpinan lembaga pendidikan menghadapi berbagai macam masalah yang membutuhkan pemecahan. Dengan kata lain, setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan itu dihadapkan dengan tugas membuat keputusan.

Menurut Ralp C. Davis menyatakan bahwa Keputusan ialah suatu hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan adalah suatu jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus menjawab sebuah pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan suatu perencanaan. Keputusan bisa pula berupa suatu tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula. 
(http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-keputusan-menurut-para-ahli-terlengkap/).

Menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. 
(https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/).

Telah disebutkan sebelumnya bahwa evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Pengukuran dan evaluasi merupakan dua kegiatan yang berkesinambungan. Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pengukuran dan keputusan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria yang ditetapkan. Oleh karena itu, terdapat dua kegiatan dalam melakukan evaluasi yaitu melakukan pengukuran dan membuat keputusan dengan membandingkan hasil pengukuran dan kriterianya.

Langkah-Langkah Pembuatan keputusan

Secara umum tanpa memandang ruang lingkup pengetesan, langkah-langkah pengukuran yang harus ditempuh dalam pembuatan keputusan adalah sebagai berikut:
  1. Penentuan Tujuan Program.
  2. Pemilihan tes atauinstrument yang sesuai.
  3. Penyelenggaraan tes.
  4. Penetapan skor.
  5. Pelaksanaan analisis dan penafsiran skor.
  6. Penerapan hasil.
  7. Penyelenggaraan tes kembali untuk menentukan keberhasilan program.
  8. Pembuatan catatan dan laporan.
Pertimbangan atau penilaian yang cermat sangat dibutuhkan dalam pembuatan keputusan dibidang pendidikan. Realisasi pencapai tujuan pendidikan banyak tergantung pada kecermatan keputusan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Karena itu pengumpulan data yang cermat merupakan prasyarat bagi pembuat penilai yang baik. Dengan demikian penilain melibatkan penggunaan tes dan pengukutan yang teliti pula.

Pembuatan keputusan harus baik dengan pengertian, keputusan itu dapat memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk itu maka, keputusan yang baik perlu dibuat berlandaskan pada: 
(1) informasi yang lengkap;
(2) informasi yang teliti;
(3) informasi yang relevan. 
Semakin teliti informasi yang diperoleh, semakin baik keputusan yang diambil. Sebagai contoh seorang guru penjas ingin mengetahui berapa rata-rata tinggi badan para siswa SMP kelas 1, jumlah siswa ada 50 orang. Untuk mengetahui kebutuhan tersebut, guru yang yang bersangkutan perlu melakukan pengukuran tinggi badan para siswa dengan mempergunakan alat pengukuran yang dapat dipercaya ( yang telah di tera / kalibrasi) sehingga dapat di peroleh data tinggi badan yang cermat.

ALAT EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Dalam proses evaluasi, istilah tes, pengukuran, evaluasi, assesment, dan grading  merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan. Istilah - istilah tersebut memang saling terkait tetapi masing-masing memiliki pengertian yang berbeda. 

1.Tes

Secara harfiah kata “test” berasal dari kata bahasa prancis kuno yaitu testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia,dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi tes yang berarti ujian atau percobaan. Jadi, tes adalah alat untuk memperoleh informasi berupa sifat suatu objek atau manusia.

Sebuah tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk memperoleh informsi tentang seseorang atau objek. Tes adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk memperoleh data yang objektif tentang hasil belajar peserta didik. Tes dapat berupa pertanyaan tertulis, wawancara, pengamatan, tes kemampuan fisik dan tes keterampilan olahraga dan lain-lain.

Untuk menghimpun data atau informasi yang bersifat kognitif bisa melalui tes tertulis, tes lisan. Dalam tes tersebut bisa berbentuk tes esey, tes objektif (tes benar salah, pilihan ganda, menjodohkan dan isian pendek)

Tes lisan, dilakukan secara berhadapan antara yang mengetes (testor) dengan yang dites (testee). Data yang bersifat afektif dapat dihimpun melalui bentuk skla sikap sosial, sportivitas atau angket atau observasi secara langsung terhadap objektif yang akan diukur. Sedangkan data atau informasi yang bersifat psikomotor dapat dilakukan melalui tes kemampuan gerak dasar, tes kebugaran jasmani, tes keterampilan olahraga, dll.

Mulyono Biakto Atmojo dan Sarwono (2002:7) mengemukakan: Tes adalah suatu alat pengumpul data yang dirancang khusus. Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes harus dirancang secara khusus. Kekhususan tes terlihat dari bentuk soal tes yang digunakan. Biasanya yang dites yang meliputi tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Domain kognitif ini mencakup tujuan yang berkenaan dengan kemampuan untuk mengingat atau mengutarakan kembali pengetahuan dan perkembangan kemampuan dan intelektual. Pengukuran domain kognitif ini berhubungan dengan teknik, peraturan dan strategi-strategi olahraga, konsep sehubungan dengan pengembangan dan cara mempertahankan kesegaran jasmani dan lain-lain.
    
Bila tes diabaikan, proses belajar mengajar akan berlangsung tanpa kejelasan tentang seberapa jauh tujuan pengajaran yang telah dicapai, sehingga sukar ditentukan unsur pengajaran yang telah tercapai dan sukar ditentukan unsur pengajaran yang harus diperbaiki. Perhatikan contoh tes kemampuan fisik berikut ini.
Tes Push-Up Guru mencatat jumlah gerakan yang berhasil dilakukan peserta didik dengan sempurna selama 60 detik 
Peranan tes sangat vital dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam pembinaan olahraga dan penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah maupun luar sekolah. Karena itu pembina, guru atau apapun namanya harus mengetahui bagaimana melaksanakan pengetesan dan menafsirkan hasilnya secara tepat. 

Selanjutnya Rusli Lutan dan Adang Suherman (1999/2000) mengemukakan kriteria tes antara lain yakni validitas, reliabilitas dan objektivitas. Ketiga persyaratan tes tersebut akan dibahas satu persatu:
a) Validitas
Validitas didefinisikan seberapa baik sebuah tes mengukur apa yang ingin diukur.  Suatu alat ukur dikatakan sahih (valid) bila ia benar-benar sesuai dengan apa yang hendak diukur atau sesuai dengan tujuan-tujuan mata ajaran yang telah ditetapkan. Jadi alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur tersebut mengukur objek dengan tepat dan sesuai dengan gejala yang akan diukur. Sebagai contoh :
  • Meteran tepat  mengukur panjang benda 
  • Kilogram tepatnya mengukur berat benda
b) Reliabilitas
Reliabilitas menyangkut ketepatan hasil alat pengukuran. Suatu alat pengukuran mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, dalam pengertian bahwa alat pengukuran tersebut stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan. Suatu alat pengukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa. Misalnya alat penimbang berat yang masih baik bila digunakan menimbang benda yang sama beratnya, selalu memberikan hasil yang sama. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa timbangan berat tersebut reliabel.
c) Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari dapat diketahui bahwa objektif berarti tidak ada unsur pribadi pengetes dalam melaksanakan tes. 
Sebuah tes dikatakan objektif, bilamana dua orang atau lebih memberikan nilai atau skor yang sama dan bebas dari faktor subyektif dalam sistem penilaiannya. 
Sebagai gambaran yang lebih nyata adalah, pertama kali pengetes menyelenggarakan tes dan mencatat hasilnya. Kalau hasil yang dicapai oleh masing-masing peserta didik pada penyelenggaraan tes tersebut relatif sama. Hasil tes itu adalah objektif.
2.Pengukuran

Dalam proses pengukuran diperlukan adanya alat pengukur. Dari proses pengukuran ini guru mendapatkan data atau informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran yang berbentuk angka atau skor, frekwensi, waktu, jarak dan jumlah.

Menurut Eddy Sowardi Kartawidjaja (1987:1) mengukur sesuatu adalah usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya. Dari data yang terkumpul diperoleh hasil pengukuran berupa angka yang menyatakan tingkat kualitas sesuatu yang diukur.

Hasil dari pengukuran dinyatakan dalam bentuk angka yang dapat diolah secara statistik. Hasil pengukuran berupa skort misalnya hasil tes pengetahuan si A memperoleh skor, hasil pengukuran berupa waktu, misalnya lari jarak pendek diukur dalam waktu detik. Sedangkan hasil pengukuran berupa jarak misalnya hasil lompat jauh diukur dengan satuan ukuran meter atau centimeter.

Hasil pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk frekuensi misalnya pengukuran hasil sit-up. Dengan demikian pengukuran merupakan suatu proses untuk memperoleh data secara objektif dari suatu objek sebagaimana adanya. Dengan demikian pengukuran adalah proses menentukan luas sesuatu yang bersifat kuantitatif. Melalui kegiatan pengukuran segala program yang menyangkut perkembangan dalam bidang apa saja dapat dikontrol dan dievaluasi. Alat ukur misalnya ukuran meter, kilogram, stop watch. Dengan alat ukur ini kita menperoleh data, sehingga kita mendapatkan data yang objektif. 

Hasil pengukuran berupa waktu, misalnya lari jarak pendek diukur dalam waktu detik. Sedangkan hasil pengukuran berupa jarak misalnya hasil lompat jauh diukur dengan satuan ukuran meter atau centimeter.

Dengan demikian pengukuran adalah suatu proses dalam mengumpulkan informasi untuk menentukan tingkat penguasaan seseorang atau partisipan.  Biasanya kita menganggap, pengukuran merupakan penentuan skor secara objektif. Hasil pengukuran dapat dijabarkan dalam istilah waktu, jarak, jumlah atau banyaknya tugas yang harus dilakukan dengan benar.

3.Evaluasi 

Evaluasi atau penilaian merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh setiap guru, mempunyai arti yang sangat besar bagi keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran guru dan murid. Evaluasi berasal dari kata ”Evaluation” yang berarti ”menilai”. Menilai lebih dalam maknanya dari mengukur. Dengan mengukur kita akan mendapatkan gambaran sesuatu yang diukur secara kuantitatif.

Evaluasi dapat dijadikan ukuran yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menilai keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh gurunya, apakah proses belajar mengajar berlangsung secara efektif atau malah sebaliknya. Guru sering terkejut melihat hasil proses belajar mengajar yang menurut gurunya sudah dilaksanakan dengan baik, namunternyata hasil tes menunjukkan kurang baik.

Dengan demikian evaluasi merupakan tindak lanjut dari adanya alat ukur (tes) dan pengukuran. Evaluasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus pada setiap program, karena tanpa evaluasi sulit untuk diketahui kapan, dimana dan bagaimana perubahan-perubahan akan dibuat. Evaluasi dilaksanakan dalam rangka menggambarkan kemajuan yang dicapai oleh seseorang.

Menurut Trisnawati Tamat dan Moekarto Mirman (2008:9.4) Evaluasi atau penilaian mempunyai arti : Usaha guru untuk mengetahui ukuran atau perbandingan guna mendapatkan  gambaran tentang, tujuan atau target terhadap penguasaan bahan ajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara ulangan atau ujian. Pelaksanaannya secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh, dalam bentuk kuantitatif (jumlah) maupun kualitatif (mutu), sesuai dengan ukuran tertentu.

Sedangkan Ismaryati (2006:2) mengemukakan “Evaluasi adalah proses pemberian nilai atau harga dari data yang terkumpul. Data yang terkumpul digunakan sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan, apakah peserta didik memperoleh kemajuan yang berarti”. Dengan demikian evaluasi adalah proses pemberian makna dari data tersebut dengan membandingkan dari acuan norma atau patokan.

Sasaran evaluasi adalah menghasilkan suatu keputusan rasional di dalam usaha meningkatkan kemampuan peserta didik dalam belajar. Evaluasi proses belajar itu bergantung langsung pada kemampuan guru untuk melaksanakan ketiga langkah tersebut.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa istilah tes hanya suatu alat yang direncanakan untuk memperoleh informasi, sedangkan pengukuran adalah pemberian angka misalnya mengukur tinggi atau berat seseorang. Dalam pengukuran kita belum melakukan penafsiran terhadap informasi yang diperoleh. Sedangkan evaluasi adalah suatu proses pemberian nilai/makna terhadap data/informasi yang diperoleh dari hasil tes dan pengukuran.

4. Assesment

Assessment adalah proses pengumpulam informasi. Assasment berfungsi untuk membantu siswa dalam belajarnya, dan juga berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi siswa.

Bukan hanya sekedar pengumpulan informasi untuk keperluan penilaian. Data yang dihimpun melalui assesment dapat secara langsung dipakai sebagai umpan balik bagi perbaikan atau peningkatan pembelajaran. Pelaksanaan assessment ini lebih bersifat alamiah (tidak dilaksanakan secara resmi) diantara instrument assessment yang sering digunakan guru adalah daftar cek atau borang, dengan ini guru dapat lebih mudah memantau kemajuan belajar dan menentukan materi yang harus diberikan sesuai dengan tingkat kemajuan belajar siswa.

5.Grading

Grading atau penentuan nilai adalah proses menetapkan nilai siswa berdasarkan informasi yang diperoleh melalui assessment atau pengukuran. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, bergantung pada konsep dasar dan keyakinan gurunya . perbedaan pelaksanaan penentuan nilai merupakan suatu hal yang biasa, dan buakanlah suatu masalah. Yang menjadi masalah adalah justru para guru tidak menentukan nilai siswa dengan cara yang fair. Komponen apa saja yang harus dipertimbangkan dalam penentuan nilai? Pertanyaan ini merupakan permasalahan yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi.

Beberapa diantara komponen yang sering diajukan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan nilai tersebut, anatara lain :
  • Peningkatan skor hasil belajar cenderung tidak reliabel. 
  • Siswa yang memperoleh skor tinggi pada awal pembelajaran cenderumg memperoleh skor hasil belajar lebih rendah pada akhir program daripada siswa yang memperoleh skor rendah pada awal pembelajaran.
  • Siswa mungkin secara sengaja menampilkan kemampuannya tidak maksimal pada awal pembelajaran agar memperoleh skor peningkatan yang lebih baik.
DOMAIN EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Ketiga domain ini secara serempak dikembangkan melalui aktivitas pendidikan jasmani.

1. Domain kognitif

Bertambahnya Kognitif (Pengetahuan) siswa tentang kesegaran jasmani dan sebagai keterampilan gerak merupakan salah satu tujuan pendidikan jasmani sekolah. Selain harus mengumpulkan data perkembangan pengetahuan siswa tentang materi yang sudah di berikan gurunya. Untuk itu guru tersebut harus menentukan :
  • Pengetahuan apa yang ingin diketahui ? Misalnya pengetahuan tentang kesegaran jasmani, jenis keterampilan gerak, teknik/koordinasi gerak, peraturan, kesehatan dsb.
  • Kapan pelaksanaan pengetesannya ? Misalnya di kelas, di lapangan, setelah atau sebelum PBM, dsb.
  • Bagaimana mengetesnya ? 
Hal ini yang harus diperhatikan oleh guru dalam menyusun soalnya adalah :
  • Pertama, butir tes harus menggambarkan pengetahuan yang sudah di ajarkan ;
  • Kedua, keterbacaan soal harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
  • Ketiga, pengetesan harus direncanakan dan dikelola, mmisalnya kapan, dimana, dan bagaiman sehingga tidak banyak menyita lokasi pembelajaran.
Untuk menghemat waktu pelaksanaan tes pengetahuan, ada beberapa cara sebagai berikut :

a). Tes di kelas

Cara ini paling sering digunakan oleh guru penjas untuk mengukur pengetahuan. Agar beban guru berkurang dalam menulis jumlah soal tetapi mutu tetap cukup baik, beberapa cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
  • Tidak banyak tapi sering
  • Guru penjas dapat membuat soal yang tidak begitu banyak, tapi di imbangi frekwensi pelaksanaan yang lebih sering. Misalnya tes pengetahuan untuk satu Kli per semester dengan jumlah soal 30 butir, pelaksanaanya dapat diubah menjadi 3 kali dalam satu semester dengan jumlah soal masing masing 10 butir. Utuk menghemat waktu tes, tes dilakukan beberapa saat saat sebelum siswa pergi kelapangan. Dengan demikian mutu soal dapat meningkat, seperti juga mutu keterwakilannya.

  • Pembagian waktu tes yang berbeda
  • Guru tentu sangat sibuk bila 400 orang anak dites pada waktu tes bersamaan. Guru tersebut harus membuat soal untuk semua kelas ( kelas 1 sampai kelas 6) dan guru juga harus memeriksa hasi dan menilainya. Karena itu perbedaan waktu tes merupakan salah satu alternative untuk memecahkan kesulitan itu. Perbedaan waktu ini diatur agar tidak menyibukan gurunya, misalnya dihari senin dilaksanakan tes di kelas 3, selasa kelas di kelas 4 dan seterusnya.

  • Dikoordinasikan oleh sekolah 
  • Cara pengetesan lainnya adalah dikoordinir oleh sekolah :
  1. Penyediaan waktu khusus. Pihak sekolahan menyediakan waktu khusus untuk melakukan pengetesan terutama pada tengah catur wulan atau pada akhir catur wulan. Pada sekolah tertentu pemberian waktu khusus tersebut pula sering di ikuti oleh jadwal khusus ujian dan pengawas ujian yang melibatkan seluruh guru.
  2. Pelayanan khusus dari pihak sekolah . Karena guru bidang studi berbeda dengan guru kelas, maka untuk keperluan tertentu, kepala sekolah memberikan layanan khusus untuk guru bidang studi. Salah satunya caranya adalah meminta bantuan kepada guru
  3. kelas untuk menyisihkan waktu mengajarnya untuk melakukan pengetesan penjas pada masing masing kelas yang di ajarnya.
Dengan cara ini, pengetesan sebelumnya dapat menghabiskan waktu satu minggu, sekarang dapat dilakukan maksimat 30 menit. Keuntungan cara seperti di atas, selain dapat mengurangi beban siswa dan menghemat waktu. Dalam satu jam pelajaran dapat digunakan untuk pengetesan dan penyelenggaraan pelajaran. 

b). Tes tulis singkat dilapangan

Tes tulis dilapangan dilaksanakan dengan cara menyeluruh siswa siswa untuk menolong temannya yang tidak bisa. Guru membawa kertas dan pensil untuk ujian. Selanjutnya guru membuat soal dan menyampaikan kepada siswa, baik berupa lisan maupun tulisan.

2. Domain Afektif

Dalam aplikasinya guru mengadakan tes Afektif (Sikap) untuk mengetahui sikap anak didiknya terhadap aktivitas belajar atau program penjas pada umumnya. Misalnya apakah siswa menyenangi hasil belajar yang diperoleh dan sebagai berikut. Sikap anak didik ini penting diketahui sebagai ukuran untuk melihat kecenderungan gaya hidup siswa pada saat sekarang dan selanjutnya. Salah satu contoh yang dapat digunakan guru untuk melakukan tes sikap yaitu menggunakan Kartu Ceria.

Hampir sama seperti kartu merah dan hijau, guru menyediakan 3 kartu ceria untuk setiap siswa. Masing – masing terdiri atas kartu yang bergambar muka ceria, muka netral, dan muka muram. Sebelum siswa meninggalkan tempat olahraga, suruh siswa untuk memilih salah satu kartu tersebut dan simpan ditempat yang sudah ditetapkan. Pilihan kartu harus menggambarkan perasaan siswa terhadap kemempuannya atau kesenangannya terhadap pelajaran yang diberikan gurunya. Beberapa contoh pertanyaan yang dianjurkan guru kepada siswa sebelum siswa mengambil kartu ceria sebagai berikut :
a)“Bagaimana perasaanmu tentang pelajaran ini ?”
b)“Bagaimana perasaanmu tentang kemampuan menggiring bola ditempat ?”
c)“Bagaimana perasaanmu untuk melanjutkan belajar melempar bola pada pertemuan berikutnya ?”



3. Domain Psikomotorik

Perkembangan Psikomotorik (Keterampilan Gerak) merupakan salah satu tujuan program pendidikan jasmani di Sekolah. Evaluasi terhadap perkembangan keterampilan gerak harus di lakukan,meskipun di anggap lebih sulit dan memakan waktu. Sebab, aspek gerak ini sangat kompleks dan bervariaasi sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Namun pengukuran perkembangan keterampilan gerak perlu di lakukan tanpa harus menggunakan semua waktu yang tersedia untuk pelajaran penjas. Beberapa cara yang dapat di lakukan antara lain
  • Tempat Tes yang Menetap
Salah satu siasat untuk menghemat waktu pengetesan adalah dengan cara menempatkan pelaksanaan tes yang menetap di lantai, di dinding, atau di lapangan. Keuntungannya, guru tidak harus selalu membuat lingkaran sasaran pada dinding atau membuat garis batas awal melempar bola, sebab sudah di buat tetap. Untuk itu perlu di pertimbangkan jenis tes yang harus memiliki tempat dan bagaimana pembuatannya sehingga dapat di gunakan untuk bermacam-macam tes. Keuntungan cara ini, antara lain adalah 
  1. Menghemat waktu 
  2. Siswa dapat melakukan tes secara mandiri, dan 
  3. Guru dapat memperlakukan tes sebagai pusat belajar. 
  • Menilai Komponen Penting
Pengukuran keterampilann gerak biasanya menekankan aspek kuantitatif. Misalnya, melemparkan bola masuk ke dinding dalam tempo 30 detik, atau beberapa kali bola masuk ke ring dari 10 kali lemparan. Tapi guru sering tidak puas dengan hanya mengetahui skor atau frekuensi pelaksanaan tugas gerak, seperti contoh tad. Guru lebih ingin mengetahui lebih jauh mutu gerak lemparannya, misalnya apakah koordinasi geakan melempar siswa sudah cukup baik.
Peneilaian yang menekankan aspek kuantitatif (misalnya kualitas gerak) seperti di sebutkan, terkadang cukup banyak menyita waktu. Namun demikian ada beberapa alternative yang dapat di gunakan guru untuk menghemat waktu. Salah satunya adalah dengan cara hanya mengamati satu komponen terpenting untuk diskusi.
Dengan hanya mengamati satu komponen terpenting, maka guru dapat menghemat waktu pengetesan. Pelaksanaan pengamatan tersebut dapat di laksanakan khusus pada waktu tes atau pada waktu PMB berlangsung.
  • Pada waktu tes
Pada saat pelaksanaan tes frekuensi pukulan bulu tangkis kedinding misalnya, guru dapat mengamati posisi kaki siswa karena di anggap penting untuk berpengaruh terhadap pukulan. Lama waktu yang di perlukan tersebut untuk melihat keajegkan kualitas gerak selama 5 menit atau lebih. Untuk pelaksanaan tes pukulan tersebut, usahakan pengamatan jangan kurang dari 5 menit.
  • Pada waktu PMB berlangsung
Menjelang akhir pelajaran, guru menyuruh siswa untuk melakukan tugas lempar tangkap. Sementara siswanya sibuk melakukan lempar tangkat, gurunya mengamati tampilan semua siswa, apakah komponen terpenting dari lempar tangkap sudah di kuasai oleh sebagian siswa. Pengamatan misalnya, tertuju pada koordinasi gerak siswa. Untuk memahami komponen keterampilan yang harus di kuasai oleh siswa, guru penjas mendiskusikannya dengan guru penjas lainnya. Keuntungan cara ini adalah keterampilan guru mengamati semakin cermat.
Tes keterampilan gerak juga memiliki banyak komponen gerak yang perlu di tes. Hal ini tentu dapat menyulitkan guru bila semua komponen di tes sekali gus. Karena itu guru perlu memilih dan menilai beberapa keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam program pengajaran penjas. Keterampilan seperti melempar, menangkap, menendang, menggiring, dan memukul bola (dengan tangan, raket, dan bet) merupakan beberapa bentuk keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam pengajaran penjas.

Sumber:
  • Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
  • Eddy Sowardi Kartawidjaja..1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Sinar Baru. Bandung.  
  • http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-keputusan-menurut-para-ahli-terlengkap/
  • https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/
  • Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
  • Kartawidjaja, Eddy Soewardi.1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Pen. Sinar Baru
  • Lutan, Rusli. 2001. Mengajar Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta: DEPDIKNAS Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Bekerjasama dengan Dirjen Olahraga
  • Lutan, Rusli  dan Adang Suherman. 2000. Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes. Departemen Pendidikan Nasional. Jakartra.
  • Moelyono Biyakto Atmojo dan Sarwono. 2002. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Pusat Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. 
  • Nurhasan. 2009. Penilaian Pembelajaran Penjas. Universitas Terbuka. Jakarta. 
  • Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 
  • Sudijono, Anas. 2011. Evaluasi Pedidikan. Jakarta; Raja Grafindo Persada
  • Trisnowati Tamat dan Moekarto Mirman. 2008. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Universitas Terbuka. Jakarta

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

🌺 MODEL EVALUASI CIPP🌺 👉Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block