Monday 1 August 2016

PROFESI GURU PENDIDIKAN JASMANI

Sebuah adagium klasik, namun tetap relevan untuk dikaji maknanya, menyatakan: Apabila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari. Adagium sederhana bernada sinis ini, ternyata punya makna yang amat mendalam, sebab merangsang kaji-tilik untuk lahir dan tumbuhnya keyakinan, betapa guru menempati posisi yang amat penting bagi kemaslahatan murid-muridnya.

Menjadi guru pendidikan jasmani yang profesional bukanlah hal yang mudah. Aplikasinya membutuhkan proses jangka panjang yang sistematis dan terus berkembang. Guru pendidikan jasmani dituntut untuk memiliki dasar kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan serta memiliki kepribadian yang mantap sebagai prasayarat bagi performansinya untuk target kemaslahatan bagi orang lain. Guru pendidikan jasmani memiliki kedudukan yang strategis dalam sistem dan program pendidikan  dengan tujuan untuk meningkatkan potensi fisik, serta membudayakan sportifitas, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat pada peserta didik.

Bertolak pada dasar pikiran yang sederhana diatas, maka pembahasan pada postingan kali ini meliputi: (1) pengertian profesi guru pendidikan jasmani, (2) ciri-ciri profesi guru pendidikan jasmani, dan (3) kajian tentang profesi guru pendidikan jasmani.

A. PROFESI  GURU PENDIDIKAN JASMANI
1. Pengertian Profesi
Profesi secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu profession atau Bahasa Latin, profecus; yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. sedangkan, Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. ( UU RI  Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; Pasal 1 ayat 4 )
2. Pengertian Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah ( UU RI  Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; Pasal 1 ayat 1 ).
3. Pengertian Pendidikan Jasmani
Dalam surat keputusan, Mendikbud Nomor 413/U/1989, dinyatakan bahwa:  pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktifitas jasmani, yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, intelektual, dan emosional.
4. Pengertian Profesi Guru Pendidikan Jasmani
Guru pendidikan jasmani merupakan pendidik atau jabatan profesional di bidang pendidikan atau keguruan yang mengajarkan secara khusus pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh.

B. CIRI PROFESI GURU PENDIDIKAN JASMANI

Mengenai ciri profesi, Wetsby Gibson (1965) menyatakan:

  • Adanya pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tetentu, yang hanya dapat dilaksanakan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
Bidang keolahragaan telah diakui eksistensinya di masyarakat. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional pada pasal 1 ayat 1 menyatakan keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan. kemudian dalam UU RI  Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; Pasal 1 ayat 1 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Jadi, secara otomatis guru pendidikan jasmani juga ikut di dalamnya berarti guru pendidikan jasmani telah diakui sebagai suatu profesi.
  • Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang mendukung profesi tersebut, yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
Bidang kekhususan guru pendidikan jasmani adalah pada bidang olahraga pendidikan (pendidikan jasmani dan olahraga). Bidang ilmu keolahragaan memiliki dimensi yang sangat luas karena pada dasarnya merupakan ilmu sosial dimana banyak bidang-bidang ilmu di dalamnya karena pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan. Pendidikan jasmani dan olahraga diselenggarakan sebagai bagian proses pendidikan. Dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal melalui kegiatan interakurikuler dan/atau ekstrakurikuler dan dimulai pada usia dini serta dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan.
  • Diperlukan persiapan, atau proses pendidikan tertentu yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan professional.
Untuk menjadi guru pendidikan jasmani tidaklah mudah, karena memerlukan proses dan persiapan yang lama untuk menjadi seorang guru pendidikan jasmani. Guru pendidikan jasmani harus menyelesaikan pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur Universitas/institute atau melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Ada dua macam pendidikan profesi keguruan yaitu; Pendidikan prajabatan (Pre-service educations) = Perguruan Tinggi, dan Pendidikan dalam jabatan (in-service educations) =Penataran, Lokakarya, Seminar, Jenjang Pendidikan Lanjutan. khusus pendidikan prajabatan, saat ini lulusan untuk guru pendidikan jasmani tidak ada lagi yang berstrata Diploma tetapi semua lulusan guru pendidikan jasmani minimal berstrata Sarjana 1. Bahkan tingkat pendidikan jasmani memiliki strata sarjana 2 (magister), strata sarjana 3 (doktoral) dan gelar Professor di bidang pendidikan jasmani dan olahraga. Dari uraian diatas sesuai dengan kriteria tampak bahwa guru pendidikan jasmani merupakan pekerjaan profesional.
  • Dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring (recruitment procedure) sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tersebut.
Dalam perekrutan/pengangkatan guru pendidikan jasmani sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bagian keempat: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian  pasal 24 ayat 1,2,3 dan 4, yang membahas mengenai kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pemenuhan guru/pengangkatan PNS. Kemudian  pengangkatan PNS sesuai dengan Kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada BAB IV Bagian Kesatu pasal 8 dan pasal 9. Untuk guru pendidikan jasmani kualifikasi pendidikan starata 1, kemudian disesuaikan dengan jurusan masing-masing. Contoh dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil, untuk menjadi seorang guru pendidikan jasmani di sekolah dasar disesuaikan dengan jurusan di keolahragaan yaitu jurusan PGSD Dikjas S1. Untuk menjadi guru pendidikan jasmani di tingkat sekolah menengah disesuaikan dengan jurusan di keolahragaan yaitu Jurusan Penjaskesrek (Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi). Kedua jurusan tersebut merupakan regular/pendidikan yang memiliki Akta IV (Akta Mengajar).
  • Dimilikinya organisasi profesional, yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak tanduk etis profesional pada anggotanya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada Bagian Kesembilan Organisasi Profesi dan Kode etik pada pasal 41 dan pasal 42 mengatur segalanya tentang organisasi professional. Jabatan guru telah memenuhi kriteria ini, dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Untuk guru telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan atas. Disamping itu ada juga Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan, dan Ikatan Sarjana Keolahragaan Indonesia (ISORI) yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan keolahragaan. Kelompok-kelompok lain juga ada kelompok guru mata pelajaran yang sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional, namun terkait secara baik dengan PGRI. Semuanya merupakan organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.

C. KAJIAN TENTANG PROFESI GURU PENDIDIKAN JASMANI

Dalam kapasitas: guru pendidikan jasmani sebagai, (a) pekerja profesional dengan fungsi mendidik, mengajar dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, serta (c) sebagai petugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat melalui pendidikan jasmani  untuk menjadi warga Negara yang baik, jelas dituntut pemilikian kapasitas diri yang memadai. Kapasitas diri ini berupa adanya kepemilikan kemampuan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli, maupun adanya keikhlasan berlandaskan panggilan nurani untuk melayani orang lain, yang oleh Raka Joni (1989) dinyatakan sebagai ketanggapan yang dilandasi kearifan demi kemaslahatan orang lain.

Guru pendidikan jasmani sebagai pekerja profesional harus menunjukkan perilaku yang profesional yang sudah tentunya didasarkan pada adanya keahlian, tanggung jawab dan kesejawatan, dimana hal tersebut merupakan jaminan akan adanya mutu layanan pada konsumen.  Guru penjas tidak cukup hanya memiliki keahlian atau paling tidak kemahiran, sehingga akan membedakannya dengan pekerjaan teknis semata (tukang). Jadi guru penjas harus memiliki tanggung jawab filosofi, yang menyikapi dan memberi warna pelaksanaan tugasnya di lapangan.

Perilaku professional Guru Pendidikan Jasmani harus mencerminkan tiga hal pokok, yakni:
  • Thoughtfulness
Guru pendidikan jasmani perilakunya mesti mencerminkan kepemilikan landasan keilmuwan dan keterampilan memadai yang dicapainya dalam proses panjang baik selama berada di dalam pendidikan prajabatan maupun berbagai tambahan pengalaman yang didapatkannya selama berada dalam jabatan. Guru pendidikan jasmani musti peka dan selalu merasakan bahwa ada semacam tuntutan dasariah baginya untuk terus belajar dan menambah pengetahuan serta pengalamannya. Harus senantiasa berpikir sementara dan setelah bekerja. Sebab itu pengetahuan dan pengalamannya harus di up grade.
  • Adaptability
Guru pendidikan jasmani dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengajaran akan senantiasa melakukan penyesuaian teknis situasional dan kondisional sesuai tuntunan kondisi dan situasi dengan tetap berorientasi pada usaha tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam pengajaran pendidikan jasmani kita mengenal dengan modifikasi permainan, salah satu alasannya karena situasi di sekolah serba minim. Tapi perlu di ingat ada tiga variable pengajaran, yakni; situasi-kondisi pengajaran, tujuan pengajaran, serta metode pengajaran. Diantara ketiganya yang paling mungkin dimodifikasi dan atau dimanipulasi di dalam tatanan tatap muka di kelas adalah variable metode pengajaran. Simpulan ini berlandaskan satu konsep pemikiran logis, bahwa dua variable pengajaran yang lainnya yakni situasi-kondisi dan tujuan pengajaran, jelas merupakan variable yang relative stabil.dalam bahasa diagramatik bahwa dalam suasan pengajaran untuk mencapai hasil optimal variable situasi-kondisilah yang dikonvergensikan dengan variable tujuan pengajaran, agar dapat dipilih metode yang paling memungkinkan tercapainya desired out-comes.
  • Cohesiveness
Guru pendidikan jasmani sebagai pekerja profesional akan menghargai pekerjaannya dengan penuh dedikasi dengan senantiasa berpedoman pada kaidah-kaidah teknis, procedural dan kaidah filosofi sehingga menjadikan kerjanya taat azas dan tepat makna yang ditujukan sebagai layanan yang arif bagi kemaslahatan orang banyak.
Guru pendidikan jasmani bukan hanya bertanggung jawab akan terjadinya proses belajar mengajar dalam artian pencapian tingkat pemahaman atau penguasaan ilmu dan teknologi tertentu yang bisa menjadikan anak didik cerdas dan terampil, tetapi guru penjas juga membawa misi untuk meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi luhur dan berkepribadian melalui aktivitas jasmani/gerak. Dengan demikian tugas guru penjas bukan semata-mata hanya mengajar penjas; melainkan juga meliputi upaya pengembangan system (system development). Untuk itu guru pendidikan jasmani harus berperan secara optimal dan memiliki inisiatif guna menambah pengetahuan dan pengalamannya agar mata pelajaran pendidikan jasmani tidak lagi dipandang sebelah mata -penjas itu hanya lari, lompat dan lempar saja-. Pendidikan jasmani harus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi agar kita tidak jauh tertinggal. Jadi secara umum kemajuan pendidikan jasmani sangat ditentukan oleh Guru Pendidikan Jasmani.






























Sumber:
  1. Daruma, Abd. Razak, dkk. 2006. Profesi Keguruan. FIP UNM: Makassar
  2. Kartadinata, Sunarya & Dantes, Nyoman. 1997. Landasan-landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi
  3. Pasau, M. Anwar. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar
  4. ________ Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005. Undang-Undang Guru dan Dosen. Cemerlang: Jakarta.

Friday 29 July 2016

Tugas Makalah Manajemen Penjas/OR

MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Manajemen yang teratur dan struktur yang diperlukan untuk mencapai tujuan Sekolah, perguruan tinggi, dan organisasi lain tidak berfungsi secara efisien tanpa beberapa unsur yang terlibat bersama-sama dan memberi arah sehingga tujuan organisasi yang diinginkan dapat tercapai.

Struktur tujuan utama dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah membuat hal tersebut mungkin untuk mencapai tujuan dan sasaran. Struktur adalah sarana untuk mencapai tujuan, oleh karena itu tugas pertama adalah untuk memperjelas tujuan yang sedang dicari untuk pendidikan jasmani dan olahraga.

Manajemen sebagai pengikat berbagai unit dan memberikan kontrol, komunikasi, motivasi, memelihara, dan kepemimpinan yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan. Untuk mencapai tujuan tersebut, struktur yang diperlukan  harus efisien dan efektif dalam melaksanakan berbagai tugas dan tanggung jawab yang ada dalam organisasi. Struktur mengilustrasikan peran beberapa anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, kepada siapa setiap laporan anggota dan siapa yang bertanggung jawab untuk menjalankan tugas.


A. TUJUAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
Tujuan pendidikan jasmani dibahas di sini, secara umum, untuk semua tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi,  perguruan tinggi, dan universitas walaupun mungkin ada gambaran lebih lanjut dari tujuan untuk setiap tingkat. Selain itu, tujuan juga berkaitan dengan instansi yang lain dan kelembagaan pendidikan jasmani dan program aktivitas fisik.

Tujuan pendidikan olahraga tradisional memiliki akar dalam taksonomi tujuan pendidikan yang dibuat oleh Bloom (1974), Krathwohl, Bloom dan Masia (1973), dan Harrow’s (1972) yang dibagi menjadi tiga domain pembelajaran yang berbeda yaitu kognitif (intelektual / berpikir), afektif (emosional sosial), dan psikomotor (perilaku gerak). Penelitian lebih lanjut oleh para profesional di bidangnya (Kirchner dan Fishburne 1996; Gallahue dan Ozmun 1998; dan Estes dan Mechikoff 1999) telah membagi domain psikomotor ke dalam pengembangan kebugaran fisik dan perkembangan keterampilan motorik yang mengungkapkan empat fase umum di mana pertumbuhan dan perkembangan dalam konteks pendidikan jasmani berlangsung.

Tujuan-tujuan tersebut sejalan dengan Tahun 2010 yaitu Tujuan Bangsa, Asosiasi Nasional Persatuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga (NASPE)  yang mendefinisikan ciri dari orang yang berpendidikan secara fisik, dan Piagam Internasional UNESCO tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Standar isi dalam Pendidikan Jasmani
Secara fisik orang berpendidikan yaitu dapat :
  1. Mendemonstrasikan kompetensi dalam bentuk berbagai gerakan dan kemampuan dalam bentuk beberapa gerakan.
  2. Menerapkan konsep gerakan dan prinsip-prinsip pembelajaran dan pengembangan keterampilan motorik.
  3. Memperlihatkan gaya hidup aktif secara fisik dapat mencapai dan memelihara kesehatan untuk meningkatkan tingkat kebugaran jasmani
  4. Menunjukkan perilaku pribadi dan sosial yang bertanggung jawab dalam setting aktivitas fisik
  5. Menunjukkan memahami dan menghargai perbedaan antara orang-orang dalam situasi aktivitas fisik.
  6. Memahami bahwa aktivitas fisik dapat memberikan kesempatan untuk kesenangan, tantangan, ekspresi diri dan interaksi sosial.

a). Tujuan Pengembangan Kebugaran Fisik
Kebugaran fisik berkaitan dengan tujuan pembangunan dan program kegiatan yang membangun dan mempertahankan seseorang melalui pengembangan berbagai sistem organik tubuh. Hasilnya kemampuan untuk pulih dan untuk melawan kelelahan. Nilai tujuan ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang akan lebih aktif, melakukan lebih baik, dan lebih sehat jika sistem organik tubuh secara memadai dikembangkan dan berfungsi dengan baik.

Aktivitas otot memainkan peran utama dalam pengembangan sistem organik tubuh, termasuk  pencernaan, peredaran darah, ekskresi, pernafasan, dan sistem tubuh lainnya dalam kegiatan seperti menggantung, memanjat, berlari, melempar, melompat, melempar, membawa, menendang, yang dapat membantu sistem ini berfungsi lebih efisien. Kesehatan juga berhubungan erat dengan aktivitas otot.

Krotee dan Hatfield (1979) menunjukkan bahwa berbagai aspek efisiensi kesehatan jantung dan kebugaran yang terkait kardiorespirasi dan daya tahan; posisi tubuh; kekuatan otot, daya tahan, dan kekuatan, dan fleksibilitas dan relaksasi merupakan elemen dasar yang penting agar berfungsi dengan benar. Penelitian menyebutkan bahwa aktivitas fisik dan komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, ketika aman dan semakin berkembang, dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup. Hati yang terlatih memberikan asupan nutrisi yang lebih baik ke seluruh tubuh. jantung lebih lambat dan memompa darah lebih per stroke, memberikan lebih banyak makanan ke sel dan sisa-sisa makanan akan cepat dibuang. Selama latihan, kecepatan jantung yang terlatih menjadi meningkat lebih lambat dan memiliki masa istirahat yang lebih panjang tiap denyutan, dan setelah latihan, itu kembali normal jauh lebih cepat. 

Hasil akhir dari keadaan ini adalah bahwa individu sehat secara fisik atau dilatih dapat melakukan kerja untuk jangka waktu yang lama, mengeluarkan lebih sedikit energi, dan beroperasi secara lebih efisien daripada individu yang tidak terlatih. Individu yang sehat secara fisik juga menurunkan resiko untuk penyakit jantung serta penyakit lain yang terkait dengan suatu gaya hidup. Oleh karena itu, pendidikan jasmani harus membantu dalam pengembangan fisik individu sehingga ia akan mampu hidup sehat, bahagia, dan produktif. Jika Benar-benar diperhatikan ini akan menghasilkan kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan seumur hidup. 

b). Tujuan pengembangan Keterampilan Gerak 
Tujuan Pengembangan Keterampilan gerak (Gallahue dan Ozmun 1998) berkaitan dengan pengembangan kesadaran tubuh, membuat gerakan dengan tujuan mengeluarkan energi sedikit mungkin dan menjadi mahir, anggun, dan indah dalam gerakan. Tujuan ini memiliki implikasi untuk bekerja, bermain, dan kegiatan lain yang memerlukan gerakan fisik.

Hasil perilaku gerak efektif dalam kualitas estetika gerakan dan dalam pengembangan arti gerakan, yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari keterampilan motorik bersama-sama dengan pengetahuan dan pemahaman tentang keterampilan dan sikap positif terhadap pengembangan dan penggunaan. Dengan kata lain, kontrol yang tepat perubahan selama pola hidup dan rutinitas berlangsung di fisik. 

Gerakan yang efektif atau perilaku gerak tergantung pada hubungan kerja yang harmonis dari sistem otot dan saraf. Dalam kegiatan pendidikan jasmani, fungsi, bentuk, dan gerakan efisien tubuh atau keterampilan motorik adalah untuk memberikan individu kemampuan untuk melakukan suatu tingkat keterampilan, Sebagai contoh, jika seseorang telah menguasai kemampuan untuk melempar bola secara konsisten pada target yang ditunjuk dan telah mengembangkan kecakapan dan ketangkasan memukul, ia akan cenderung memilih untuk bermain baseball atau softball. Jika seseorang bisa memukul bola dengan beberapa tingkat efektivitas, maka golf atau tenis mungkin memberikan tantangan. Beberapa individu ikut berpartisipasi dalam kegiatan di mana mereka memiliki sedikit keterampilan. Karena itu, tujuan pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan fisik individu sebanyak mungkin sehingga minatnya akan luas dan beragam. Perkembangan ini tidak hanya akan menghasilkan kesenangan lebih bagi peserta, tapi pada saat yang sama akan memungkinkan untuk penyesuaian yang lebih baik dalam kelompok. Nilai-nilai lain dari keterampilan motorik adalah memberikan kontribusi untuk kepercayaan diri, mendapat pengakuan, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, membuat partisipasi lebih menyenangkan dan lebih aman, dan berkontribusi terhadap keindahan.

Tujuan  pembangunan keterampilan motorik juga memiliki implikasi bagi hasil kesehatan terkait dan program rekreasi. Keterampilan dan pola-pola gerakan fungsional yang diperoleh selama pendidikan fisik akan membantu menentukan bagaimana waktu luang yang akan digunakan. Jika seseorang unggul dalam berenang, waktu luang mungkin banyak dihabiskan di kolam renang atau danau, atau aktifitas aquatik lainnya. Jika orang tersebut berhasil dalam olahraga raket, dia sering dijumpai di lapangan. Pendidik harus mengembangkan fisik semua individu tentang pemahaman dan apresiasi terhadap gerakan manusia dengan memperhatikan kebutuhan unik masing-masing individu dan potensi gerakan. Siswa yang berada di sekolah harus memperoleh keterampilan dasar yang akan mampu memberikan kepuasan maksimal dan kebahagiaan sepanjang hidup. Untuk mencapai keterampilan dan perilaku, keseimbangan harus ada dalam setiap program pendidikan fisik antara tim, ganda, individu, dan olahraga seumur hidup. Olahraga tim seperti sepakbola, bola basket,  ola voli, dan softball menampilkan suatu pelayanan dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kecakapan fisik dan menikmati kompetisi yang menyenangkan. Dalam banyak program sekolah pendidikan jasmani, bagaimanapun, olahraga tim mendominasi kurikulum dengan mengorbankan individu dan  olahraga berpasangan seperti tenis, bulu tangkis, berenang, latihan beban, dan golf, belum lagi menari.  Dalam kasus tersebut, siswa sedang kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dalam kegiatan di mana mereka dapat berpartisipasi sepanjang masa hidup mereka. Telah diperkirakan bahwa hanya 1 dari setiap 1.000 siswa yang bermain sepak bola dengan terorganisir.
Pelatih fisik harus bisa dan bangga atas kotribusi yang telah mereka. Dengan kekuatan mereka akan membantu banyak individu dalam mempelajari keahlian fisik dan membantu mereka untuk lebih sehat, lebih bahagia dan lebih berarti dan produktif dalam hidupnya.

c). Tujuan Perkembangan Kognitif
Tujuan perkembangan kognitif (Barrow and Brown 1988) meliputi kumpulan ilmu pengetahuan dan kemampuan berpikir dan menafsirkan ilmu pengetahuan yang meliputi hubungan fungsional antara pikiran dan tubuh.

Pendidikan jasmani adalah tentang manusia bergerak. Tubuh ilmu pengetahuan dari pendidikan jasmani adalah akar dari ilmu pengetahuan, rasa kemanusiaan dan sumber lain tentang pergerakan manusia secara alami dan dampak dari pertumbuhan dan perkembangan individu dari masing-masing budaya. Prinsip-prinsip gerak secara ilmiah, termasuk yang berhubungan dengan faktor-faktor seperti waktu, tempat, arah, dan bagaimana manusia berhadapan dengan mesin harus dipertimbangkan. Studi tentang gerak manusia harus menjadi bagian dari pendidikan dari setiap individu yang datang dan berhubungan dengan program pendidikan jasmani.

Aktifitas fisik harus dipelajari, sehingga memerlukan pemikiran intelektual. Teknik-teknik dan koordinasi-koordinasi yang terlibat dalam berbagai gerakan harus dikuasai, dimengerti dan diaplikasikan kedalam lingkungan kehidupan, apakah itu berjalan, berlari, menyetir mobil, sepatu roda. Gerakan ini mengharuskan peserta untuk berpikir, menganalisis, mensintesis dan mengkoordinasikan sistem otot dan saraf menjadi suatu hasil  perilaku sesuai motorik atau kinerja. Selanjutnya, jenis pengetahuan diperoleh melalui trial and error, praktek, kerjasama, usaha, kesempatan dan kemudian, sebagai akibat dari pengalaman ini, makna dan kecerdasan dalam situasi gerakan (misalnya, pola atau hasil kinerja) berubah dan diterapkan pada situasi baru.

Individu tidak hanya belajar untuk bergerak, tetapi juga harus memperoleh pengetahuan tentang aturan, teknik-teknik, keselamatan dan strategi yang terlibat dalam aktifitas fisik. Di bola basket contohnya, peserta harus mengetahui tentang peraturan-peraturan; strategi menyerang dan bertahan; taktik peralihan permainan; macam-macam passing; memblokir, menghalangi, dan akhirnya, nilai-nilai yang mungkin berasal dari peserta. Teknik belajar melalui hasil pengalaman dalam pengetahuan dan pemahaman yang juga harus diperoleh. arah bola datang misalnya, dalam bola basket, dan waktu yang disimpan ketika passing atau menembak dibuat dari posisi yang sama di mana bola diterima. Individu juga harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang intensitas, frekuensi dan waktu. Selain itu, pengetahuan tentang keikutsertaan, kepemimpinan, keberanian, kerjasama, kemandirian, membantu orang lain, saling ketergantungan, keamanan, etika, multi budaya, dan adaptasi dengan pola kelompok harus diberikan atau ditransfer dalam setiap pertemuan.

Pengetahuan tentang kesehatan juga harus memainkan peranan penting dalam program ini. Semua individu harus tahu tentang tubuh mereka, pentingnya kebersihan; faktor-faktor pencegahan penyakit; pentingnya praktek gizi yang sehat; manfaat latihan dan kebugaran, pentingnya istirahat yang cukup, nilai-nilai kesehatan dan kebiasaan; fakta tentang merokok, alkohol, dan penyalahgunaan zat, dan lembaga-lembaga masyarakat dan sekolah yang menyediakan konsultan dan layanan kesehatan. Dengan akumulasi pengetahuan ini dan fakta yang relevan lainnya, partisipasi dalam kegiatan pendidikan jasmani memperoleh arti baru, dan kesehatan praktek dan perilaku yang berhubungan dengan tujuan yang pasti.

Aktivitas secara fisik tidak dilakukan dalam ruang hampa. Secara fisik para pendidik harus terus memberikan pengetahuan yang tepat dan informasi kepada peserta dan mendorong mereka untuk bertanya "Mengapa?" Mengapa penting untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini? Mengapa, satu jam harus dialokasikan untuk pendidikan fisik setiap hari? Mengapa olahraga dan kebugaran penting? Mengapa penting untuk bermain dengan aturan? Mengapa saya harus melakukan pemanasan? Mengapa, saya harus bekerja sama? Para pendidik secara fisik juga harus memberikan peserta lebih banyak kesempatan untuk berpikir, yang memungkinkan peserta untuk membuat pilihan, strategi rencana, dan memilih kegiatan yang tepat daripada harus mengambil seluruh tanggung jawab sendiri. Berpikir lebih banyak terjadi pada para peserta, menjadi lebih banyak kegiatan pendidikan.

d). Tujuan Perkembangan Afektif
Tujuan (sosial-emosional) pengembangan afektif berkaitan dengan membantu individu dalam melakukan penyesuaian pribadi dan kelompok, termasuk pembentukan sikap dan nilai, serta penyesuaian sebagai anggota masyarakat. Kegiatan pendidikan jasmani dapat menawarkan kesempatan yang berharga untuk membuat penyesuaian dan memberikan peluang unik untuk meningkatkan pembangunan sosial dan emosional jika manajemen memadai.

Pendidik secara fisik harus menemukan banyak cara yang mungkin secara positif mempengaruhi perilaku manusia. Aturan permainan seringkali mencerminkan standar cara hidup demokratik. Dalam pertandingan, cara melihat demokrasi dalam tindakan dan seorang individu dinilai berdasarkan kemampuan dan kinerja. Status ekonomi, latar belakang budaya, ras, jenis kelamin, atau karakteristik lain tidak harus memainkan peran, tapi perbedaan harus diakui dan dihargai. Kinerja dan partisipasi adalah kriteria keberhasilan.

Aspek lain dari tujuan afektif pendidikan jasmani adalah kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan konsep diri yang sesuai. Peserta perlu mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri mereka sebagai orang dewasa. Oleh karena itu penting bagi individu untuk mengembangkan diri secara fisik bukan hanya untuk alasan kesadaran diri mereka sendiri, tetapi juga karena implikasi bahwa keterampilan fisik dan fisik mereka miliki gambaran psikososial mereka.
Setiap individu memiliki kebutuhan sosial dasar tertentu yang harus dipenuhi. Ini termasuk rasa memiliki, pengakuan, harga diri, dan cinta. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, individu di lingkungan sosial dapat menyesuaikan diri dengan baik. Ketika kebutuhan tidak dipenuhi, karakteristik antisosial dan perilaku negatif bisa terjadi. Teori kebutuhan memiliki implikasi cara di mana program pendidikan jasmani dapat dilakukan. Keinginan untuk menang, misalnya, harus subordinasi untuk memenuhi kebutuhan peserta. Mahasiswa hari ini "membutuhkan" lebih banyak dukungan, lebih sukses, dan pengalaman positif yang lebih dari pada waktu lainnya dalam sejarah. pendidikan fisik harus berkontribusi adil.

Semua manusia harus mengalami kesuksesan. Faktor ini dapat diwujudkan melalui pendidikan jasmani. Melalui pertemuan yang sukses dalam aktivitas fisik, orang mengembangkan konsep diri yang positif dan kepuasan dalam prestasi mereka. Mereka juga menjadi kurang terisolasi seperti dalam kasus siswa kebutuhan khusus. Pendidikan jasmani dapat memberikan pengalaman yang sukses dengan menawarkan berbagai tantangan dan menyegarkan aktivitas serta mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk berpartisipasi sehingga kegiatan ini berhasil. Sikap ini dapat dan harus berlangsung seumur hidup.

Dalam masyarakat demokratis semua individu harus mengembangkan rasa kesadaran bekerjasama. Ini harus menjadi salah satu tujuan paling penting dari program ini. Oleh karena itu dalam berbagai kegiatan faktor-faktor berikut harus ditekankan: membantu peserta yang kurang terampil, menghormati hak orang lain, subordinasi keinginan seseorang pada keinginan kelompok, dan realisasi hidup bekerjasama adalah penting bagi keberhasilan masyarakat. Individu harus dibuat untuk merasa bahwa mereka milik kelompok dan memiliki tanggung jawab mengarahkan dan memberikan kontribusi terhadap tindakan mereka dalam nama kelompok itu. Aturan fair play, keikutsertaan, dan kepemimpinan harus dikembangkan dan dipraktekkan di semua kegiatan yang ditawarkan dalam program ini. Kualitas seperti kesopanan, simpati, keadilan, perilaku etis, kejujuran, menghormati otoritas, dan mematuhi aturan akan cukup membantu untuk peningkatan efisiensi sosial. Faktor lain yang tidak boleh dilupakan adalah faktor tambahan dari perkembangan afektif. Pendidik secara fisik tidak bisa puas setelah mereka mengembangkan fisik tubuh, memetakan keterampilan dalam sistem saraf, dan mengembangkan kesenangan dalam perilaku sosial. Masih tetap pengembangan afektif, dan ini merupakan salah satu tantangan terbesar di lapangan di mana begitu banyak pemuda memiliki keinginan untuk terlibat.

Perkembangan afektif adalah perkembangan sikap, apresiasi, nilai, dan keyakinan. Oleh karena itu pendidikan jasmani harus peduli dengan hal-hal seperti membantu individu mengembangkan respon yang bagus terhadap aktivitas fisik dan mengenal kontribusi pendidikan jasmani yang dapat membuat sehat, kinerja, dan layak untuk mengejar waktu luang. Individu harus mengembangkan sikap positif terhadap pendidikan jasmani, menghormati orang lain, disiplin diri, dan sikap yang sehat terhadap kerja sama kinerja  kelompok dan bermain. Singkatnya, penggunaan gaya hidup sehat untuk semua adalah tujuan akhir dari sebuah pekerjaan.

Anggota pekerja pendidikan jasmani harus membantu anak muda untuk  menetapkan tujuan dan memperjelas pola berpikir melalui penilaian, penghargaan, dan sikap. Meskipun sebagai pengajar olahraga tidak boleh mengindoktrinasi siswa dengan sistem pendidik  penilaian sendiri, mereka harus menyadari posisi mereka sebagai model peran dan menyadari bahwa banyak yang dapat dilakukan untuk memotivasi dan memfasilitasi pelajar dari segala usia dalam merumuskan, menganalisis, mengevaluasi, dan memperbarui nilai-nilai dan sikap .

e). Tujuan Olahraga
Meskipun hubungan teoritis antara pendidikan jasmani dan olahraga di lingkungan pendidikan menjadi semakin kompleks seperti kita bergerak melalui Aktivitas Fisik dan Kesatuan Olahraga (PASC), masing-masing banyak yang mempertahankan tujuan umum yang sama yang sudah disajikan. Pada saat yang sama, olahraga memiliki tujuan tambahan yang berhubungan langsung dengan pencapaian tingkat tinggi keterampilan dan kesuksesan olahraga, belum lagi mempertahankan keuntungan yang kompetitif yang berkelanjutan secara finansial. Beberapa pendidik percaya bahwa dalam situasi tertentu tujuan program olahraga  tidak sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani. Selanjutnya, tujuan olahraga yang kompetitif berbeda dalam berbagai hal untuk program olahraga di setiap tingkat pendidikan dan lembaga tertentu.

B. ORGANISASI PENDIDIKAN FORMAL

a). Olahraga di Sekolah Dasar (SD)
Program olahraga di sekolah dasar harus menekankan apa yang baik bagi anak dan memberikan kesempatan untuk berbagai pengalaman positif. Semua kegiatan olahraga harus diarahkan ke tingkat perkembangan setiap anak dan bukan hanya tingkatan kelas, kronologis usia atau berat badan. Anak-anak pada tahap ini sangat bervariasi dalam pembangunan fisik dan psikososial, kedua program informal dan kebijakan yang mengakui perbedaan-perbedaan individual dan kebutuhan harus dimulai.

Program olahraga harus menyediakan berbagai macam perkembangan (fisik, motorik, intelektual, dan psikososial) pengalaman dan harus fokus pada organisasi yang lebih rendah dan mengarah pada permainan yang melibatkan aktivitas otot besar (misalnya, berlari dan melompat). Sumbangan olahraga yang dipilih harus berbasis luas, beragam, dan kesempatan ini harus didorong bagi semua yang berpartisipasi. Mereka tidak semestinya harus berkonsentrasi dalam pengembangan olahraga keahlian di beberapa cabang  olahraga atau olahraga spesifik, tidak seharusnya anak-anak mendapatkan tekanan yang sesuai dengan program olahraga standar orang dewasa yang kaku, otoriter, sangat terorganisasi, dan sangat kompetitif. Kontak atau tabrakan olahraga, khususnya mengambil bola dalam  sepak bola, dianggap oleh banyak ahli akan merugikan untuk anak-anak usia ini. Memang, program sepak bola banyak yang keluar dari lingkungan sekolah dasar dan berkembang dalam organisasi berbasis masyarakat dalam jumlah yang sangat besar.

Kegiatan olahraga termasuk bermain sehari-hari, klub, dan kunjungan lapangan harus menjadi bagian dari sebuah sekolah yang terorganisir dengan baik dan terintegrasi dan program pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Orang yang kompeten, pengawasan medis, dan prosedur keselamatan harus diutamakan.

b). Olahraga di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Program olahraga untuk SMP dan SMA harus disesuaikan dengan kebutuhan anak laki-laki dan perempuan di kelas 6, 7, 8, dan 9. Ini adalah masa transisi dari SD sampai SMA dan dari masa kanak-kanak sampai remaja. Ini adalah saat ketika siswa sedang mencoba untuk memahami tubuh mereka, memiliki kemandirian, mencapai status sosial, memperoleh kepercayaan diri dan membentuk sistem nilai. Ini adalah saat ketika sebuah program olahraga diperlukan untuk menantang kemampuan dan memperluas kepentingan siswa.

Olahraga antar sekolah dari berbagai macam cabang,  jika ditawarkan, harus diberikan hanya setelah prasyarat pendidikan jasmani (termasuk adaptasi) dan program-program olah raga rekreasi telah dikembangkan dan diimplementasikan. Seleksi berbagai macam cabang olahraga yang dipilih harus diijinkan hanya setelah jaminan pengendalian khusus dalam beberapa hal seperti manajemen berkualitas (pelatih dan pejabat), medis dan pengawasan pelatihan olahraga, status kesehatan, keselamatan, fasilitas, adaptasi permainan, dan klasifikasi yang tepat untuk pemain. Beberapa tujuan layak pada tingkat ini adalah untuk membangun semangat tim, penyuluhan mengarah kepada kompetitif, mengajarkan disiplin diri, evaluasi diri dan pengendalian diri, dan mengembangkan kebanggaan dalam pemenuhan dan kerja keras. Harus ada ruang untuk setiap orang dalam tim, dan waktu bermain harus direncanakan dan diprogram untuk partisipasi maksimal. Program olahraga dari pemerintah harus berada dalam struktur pendidikan dan tujuan yang sama dengan pendidikan jasmani. Hal ini penting untuk memiliki pengajar yang melatih fisik dengan baik  yang terlibat dalam pengelolan dan pembinaan program olahraga di sekolah.

c). Olahraga di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tujuan olahraga di tingkat SMA biasanya disampaikan oleh perwakilan masing-masing sekolah di tiap wilayah. Tujuan umum olahraga sering disertai oleh pejabat tinggi sekolah termasuk mempromosikan keunggulan fisik, melahirkan apresiasi kompetisi dan kemauan untuk menang, menanamkan moral, kejujuran, bermain adil, dan disiplin diri; menerima keberhasilan seperti kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, pengakuan dalam kelompok dan bertanggung jawab; cara memberikan ekspresi emosi yang sehat; menggabungkan berbagai macam aspek diri (sosial, emosi, fisik dan kecerdasan) ke dalam tindakan; dan mengembangkan kualitas sebbagai warga negara yang baik dan berbagai macam kualitas diri yang lain seperti kepemimpinan dan kekuasaan. Tujuan lain termasuk memberikan cara untuk menghasilkan energi diri di dalam membangun arah, penggunaan olahraga sebagai kekuatan untuk mempersatukan sekolah, rumah dan komunitas dan memberikan aktivitas yang akan membantu siswa untuk hidup sehat, produktif dan keseimbangan hidup.

d). Olahraga di Perguruan Tinggi, Universitas dan Program Asosiasi 
Tujuan organisasi yang tinggi dan program olahraga yang kompetitif di banyak perguruan tinggi, universitas dan program asosiasi termasuk pengembangan olahraga kompetisi yang baik; menyediakan sebuah program yang secara finansial tidak memerlukan bantuan orang lain; membangun posisi kepemimpinan dalam olahraga antar lembaga yang sebanding; kebutuhan memuaskan para penonton, atlet, alumni, masyarakat, dan pelatih, dan menyediakan program-program olahraga untuk siswa atlet berbakat. Dalam beberapa kasus (NCAA Division III), olahraga dapat mengambil profil yang lebih rendah. Program pada tingkat ini sering fokus pada partisipasi mahasiswa dan kampus membangun masyarakat dan untuk sebagian besar tidak tergantung pada penonton dan penerimaan untuk keberadaan mereka.

Di NCAA Divisi I dan tingkat Il beasiswa di mana program olahraga diharapkan untuk meningkatkan jutaan dolar, tampaknya ada konflik yang berkelanjutan tidak hanya antara tujuan olahraga, tetapi juga hasil, waktu, akademisi, dan berbagai masalah lainnya ( Coakley 2001; dan Mertzman 2000) yang telah menjadi keprihatinan bagi manajer olahraga. Untuk sebagian besar, bagaimanapun, olahraga di tingkat perguruan tinggi dan universitas memberikan kesempatan yang luar biasa bagi siswa atlet untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.

C. TUJUAN KESELURUHAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
Tujuan keseluruhan pendidikan jasmani dan olahraga di seluruh totalitas dari Aktivitas Fisik dan Kesatuan Olahraga (PASC) secara tradisional telah terkandung dalam tujuan pendidikan sebagaimana ditetapkan tahun 1918 oleh Komisi Reorganisasi Pendidikan Menengah. Komisi Tujuh mengenai Prinsip Pokok meliputi (1) kesehatan, (2) proses perintah dasar, (3) layak sebagai anggota, (4) kompetensi kejuruan, (5) kewarganegaraan  yang efektif, (6) layak menggunakan waktu luang, dan (7) etika karakter. Prinsip-prinsip ini, bersama dengan 1938 Tujuan Pendidikan dalam Demokrasi Amerika realisasi diri, hubungan manusia, efisiensi ekonomi, dan tanggung jawab sipil, telah mengatur irama untuk pendidikan jasmani dan olahraga di Unit Amerika. Irama ini telah banyak dikonsep dan menyeluruh oleh organisasi seperti UNESCO (Piagam Internasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga 1993), NASPE (Pendidikan Jasmani orang  1995), USDHSS / CDC (Program Pedoman Sekolah dan Masyarakat untuk Meningkatkan Aktivitas Fisik seumur hidup antara Orang Muda 1997), dan Forum Daerah Amerika Utara (AAHPERD 1995). Yang terakhir, pernyataan bersama oleh Aliansi Amerika dan Asosiasi Kanada untuk Kesehatan, Pendidikan Jasmani, Rekreasi dan Tari, disimpulkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam desain pendidikan untuk masa depan. Memberdayakan individu untuk belajar tentang dunia mereka dan menjadi partisipan aktif di dalamnya. Dengan demikian, nilai-nilai kemanusiaan dan sosial yang dipelihara, dan hak asasi manusia dan kebebasan didorong; dalam cara ini, kemanusiaan kita bisa lebih diekspresikan.

Tujuan pendidikan jasmani dan program olahraga terorganisir tetap konstan dan untuk untuk menciptakan lingkungan yang menstimulasi pengalaman gerakan yang dipilih menghasilkan respon yang diinginkan yang berkontribusi terhadap perkembangan optimal potensi-potensi individu dalam semua fase kehidupan. Pendidikan harus tersedia bagi, dan untuk memenuhi kebutuhan, semua warga negara. Lebih lanjut, harus disampaikan secara dinamis, beragam, etika, dan profesional.

D. PENGEMBANGAN STRUKTUR MANAJEMEN YANG AKAN MEMUNGKINKAN TUJUAN PENDIDIKAN FISIK DAN OLAHRAGA MENJADI TERCAPAI

Setelah tujuan dan sasaran untuk pendidikan jasmani dan program olahraga telah diidentifikasi, struktur manajemen atau organisasi (suatu pengaturan orang dan tugas) yang akan memberi kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan ini harus dikembangkan.

Struktur mengacu pada kerangka kerja dimana hal-hal seperti judul posisi, peran tugas, alokasi tugas, fungsi, dan hubungan yang grafis diilustrasikan. Struktur menyiratkan hirarki kewenangan, jalur komunikasi, koordinasi, kerjasama, dan pengambilan keputusan.

Perencanaan, pengembangan, pengorganisasian, dan re-engineering struktur untuk pendidikan fisik atau program olahraga adalah tanggung jawab penting manajemen. Organisasi dan struktur yang efisien menghasilkan delegasi kewenangan yang tepat, pertanggung jawaban kefektifan tugas kepada anggota staf, komunikasi yang memadai antara berbagai unit organisasi, klarifikasi tugas yang diberikan, dan semangat tingkat tinggi antar anggota dan staf. Semua faktor ini menentukan apakah tujuan organisasi tercapai.

Ahli Manajemen seperti Donnelly, Gibson dan Ivancevich (1998) dan Williams (2000) telah menyarankan pedoman berikut untuk mengembangkan blueprint manajemen yang terorganisir di sekitar kegiatan bukannya di sekitar orang. Saran mereka termasuk yaitu:
  1. Ulang kembali program dan tujuannya setidaknya dua kali setahun karena penyusunan kembali dalam tugas-tugas dan tanggung jawab mungkin diperlukan.
  2. Desain setiap posisi sehingga label singkat menjelaskan tanggung jawab utama. Setiap judul harus deskriptif belum cukup singkat untuk digunakan dalam percakapan normal.
  3. Tugasi setiap orang dengan jelas, tanggung jawab, dan wewenang, sehingga setiap pemegang jabatan akan memiliki kebebasan untuk bertindak. Ketika orang-orang tahu persis apakah mereka bertanggung jawab dan kepada siapa untuk melaporkan, mereka bisa berkonsentrasi untuk mendapatkan sesuatu yang dilakukan daripada bertanya-tanya apakah mereka melanggar hak-hak istimewa orang lain.
  4. Membangun jaringan dan posisi staf yang akan memungkinkan manajemen untuk mewujudkan keuntungan fungsi departemen sebaik sentralisasi dan desentralisasi. Bagian ini merujuk pada orang-orang yang terlibat dalam tujuan utama dari organisasi olahraga (yaitu, direktur olahraga, pelatih kepala, asisten pelatih, dan pemain) sedangkan staf adalah orang perseorangan, misalnya, dalam pemasaran, penjualan tiket grup, atau mengabulkan olahraga, dan tidak, Perse, langsung berkontribusi terhadap kinerja di lapangan. Peran manajer mempertahankan otoritas atas peran perorangan mereka, namun mereka biasanya hanya berkonsultasi dan menyarankan dengan mereka di posisi staf.
  5. Desain disetiap posisi sehingga pemegang jabatan dapat menggunakan maksimal pengetahuan nya, pengertian, bakat, dan keterampilan.
  6. Desain posisi sehingga wewenang pengambilan keputusan sedekat mungkin ke lokasi tindakan. keputusan rutin harus dilakukan oleh individu atau pemimpin tim "langsung".
  7. Berikan tanggung jawab staf manajerial sebagai posisi sebanyak mungkin. Hal ini baik secara ekonomi dan organisasi yang efisien dan efektif.

E. PRINSIP MANAJEMEN DAN STRUKTUR ORGANISASI

Para ahli di banyak daerah juga telah mengembangkan prinsip-prinsip untuk membantu dalam manajemen organisasi yang efektif. Beberapa prinsip yang paling penting adalah sebagai berikut:
  1. Struktur manajemen organisasi harus menjelaskan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Untuk tujuan organisasi harus dipenuhi secara efisien dan berhasil, manajemen harus mendelegasikan sebagian kewenangannya untuk individu yang bertanggung jawab. Ini kekuasaan dan tugas yang terkait harus ditetapkan secara jelas untuk menghindari tumpang tindih wewenang. Kebanyakan kewenangan formal terkonsentrasi di bagian atas dan cenderung menurun sebagai salah satu bergerak menuruni tangga.
  2. Pekerjaan manajemen mungkin lebih efektif diorganisir oleh fungsi. Doktrin kesatuan atau kesatuan perintah berpendapat bahwa semua personel terlibat dalam jenis pekerjaan tertentu harus berfungsi di bawah otoritas tunggal atau supervisor.
  3. Rentang kendali harus dipertimbangkan dalam struktur organisasi. Jumlah bawahan yang dapat diawasi secara memadai oleh satu orang menentukan rentang kendali.
  4. Manajemen yang sukses tergantung pada komunikasi. Komunikasi sangat penting untuk kefektifan manajemen karena menghemat waktu, membantu menghindari pemborosan dan duplikasi, dan mempromosikan kerjasama antar departemen dan staf.
  5. Koordinasi dan kerjasama antar berbagai departemen dalam suatu organisasi diperlukan untuk pengelolaan yang efektif. Koordinasi antar departemen di setiap subsistem informasi harus terus dan bekerja sama secara komplementer dan sinergis.
  6. Manajer harus menjadi pemimpin yang efektif. Seorang pemimpin yang efektif menghargai baik tujuan organisasi dan karyawan yang bekerja bagi organisasi. Keduanya penting bagi keberhasilan organisasi.
  7. Staf atau bagian tugas membantu keefektifan manajemen. Untuk mencapai tujuan, organisasi harus melakukan berbagai tugas yang memerlukan kemampuan spesialis berbagai bidang (misalnya, pemasaran, informasi olahraga, fotografi).
  8. Tugas dan hak personel. Setiap karyawan harus memiliki uraian tugas dan kebijakan yang tepat  dan prosedur manual atau memiliki garis-garis panduan yang siap diakses. Dengan cara ini semua tahu tugas dan tanggung jawab dan pekerjaan berlebihan diminimalkan.
  9. Otoritas harus sepadan dengan tanggung jawab, dan garis kewenangan harus jelas ditarik. Sebuah bagan organisasi berguna untuk menggambarkan garis wewenang. Garis-garis ini harus didefinisikan dengan baik dan jelas. Organisasi dan tujuan sosial tidak dapat dipisahkan. Struktur organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri.
  10. Tidak ada bentuk organisasi tunggal yang benar. Faktor-faktor seperti ukuran, sumber daya manusia, dan kendala ekonomi seringkali menentukan struktur organisasi yang paling tepat untuk situasi tertentu.
F. MENERJEMAHKAN STRUKTUR MANAJEMEN KE DALAM BENTUK GRAFIK (BAGAN ORGANISASI)

Sekali meminta tipe yang diinginkan struktur manajemen telah ditentukan, langkah berikutnya adalah untuk mempersiapkan dalam bentuk grafik sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh anggota organisasi dan oleh individu yang berkepentingan lainnya.

Organisasi grafik sering digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan struktur organisasi. Grafik ini jelas menggambarkan susunan manajemen sebuah organisasi dan posisi kunci dan fungsi manajemen mereka. Manajemen menggunakan representasi grafis organisasi untuk mengarahkan anggota staf baru untuk peran, tanggung jawab, dan tempat dalam struktur keseluruhan organisasi. Grafik ini juga berfungsi sebagai instrumen hubungan masyarat untuk menunjukkan kepada masyarakat dan publik lainnya bagaimana mereka sangat erat terkait dengan proses pendidikan jasmani dan olahraga.

Petersen, Plowman, dan Trickett (1962) menetapkan standar ketika mereka menjabarkan  enam langkah prosedur untuk pengembangan bagan organisasi.
  1. Mengidentifikasi tujuan organisasi. Tujuan-tujuan ini dirancang untuk memenuhi tujuan organisasi, yang pada gilirannya menentukan struktur yang harus dikembangkan.
  2. Aturlah tujuan ke unit fungsional yang bermakna. Langkah ini membutuhkan penilaian organisasi, dengan bagian-bagian berbeda dan unit dan mengaturnya untuk membawa keseluruhan yang harmonis dan terpadu. Jika langkah ini berhasil dicapai, mengurangi gesekan dan fragmentasi dan membawa mendekati koordinat, fungsi organisasi yang tenang.
  3. Mengatur unit fungsional yang diidentifikasi menjadi unit-unit pengelolaan yang tepat, seperti departemen. Langkah ini bervariasi di setiap organisasi, tetapi harus mewakili hubungan yang paling efektif dan bermakna untuk mencapai tujuan organisasi.
  4. Siapkan model struktur organisasi dan melakukan uji coba. Untuk memastikan bahwa model tersebut mewakili struktur manajemen yang terbaik bagi organisasi, maka harus digunakan pada awalnya pada percobaan dasar.
  5. Merevisi model yang diterima ke dalam input cahaya. Tampilan dari personil dalam dan luar organisasi harus dicari dan model direvisi jika diperlukan untuk mencapai struktur yang paling memuaskan, efisien, dan efektif mungkin.
  6. Evaluasi desain terakhir dan penugasan tenaga yang bekerja dalam organisasi ke unit fungsional yang sesuai. Sebagai hasil dari langkah terakhir ini, setiap anggota organisasi bisa melihat di mana dan bagaimana ia cocok ke dalam struktur organisasi total.
G. GARIS DAN STAF ORGANISASI 
Seseorang dalam posisi garis memiliki tanggung jawab langsung dan kewenangan untuk tujuan tertentu atau tujuan organisasi. Sebagai contoh, seorang direktur senior associate olahraga akan berada di posisi line, dengan tanggung jawab langsung atas tugas yang diberikan oleh direktur, dan pada gilirannya akan melaporkan langsung kepada Direktur. Seseorang dalam posisi staf memiliki hubungan langsung ke tujuan tertentu atau tujuan organisasi. Staf personil sering memiliki posisi penasihat atau berada dalam posisi yang tidak bertanggung jawab untuk melaksanakan misi utama organisasi. Sebuah contoh akan menjadi koordinator fasilitas di departemen olahraga program universitas atau perguruan tinggi. Staf personil tidak memiliki otoritas personil baris. Garis posisi  terkait dengan, dan otoritas berasal dari, kepala manajemen. Dalam grafik, posisi staf biasanya ditandai dengan garis patah dan posisi garis oleh garis yang solid. Garis personil digambarkan dalam garis vertikal di bagan organisasi yang mencerminkan hirarki kekuasaan, sedangkan personil staf sering digambarkan dalam garis horizontal.

Manajemen unit kecil dengan staf yang terbatas, seperti departemen olahraga atau pendidikan fisik antar sekolah, sering memiliki sedikit perbedaan antara personil dan staf karena sangat sedikit, jika ada, staf posisi Personil.

H. STRUKTUR DAN ORGANISASI FORMAL DAN INFORMAL

Pertama permintaan teori organisasi dan struktur, harus ada kebutuhan bagi suatu organisasi, dan kedua, organisasi harus tahu tujuan mereka berusaha untuk dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, struktur harus disediakan yang memungkinkan manajemen untuk merencanakan dan membuat keputusan, mengatur, staf, memimpin, memotivasi, mengontrol dan mengevaluasi. Tugas ini dapat dilakukan juga melalui organisasi baik formal maupun informal.

  • Organisasi Formal
Sebuah organisasi formal didasarkan pada struktur hirarki pekerjaan, dengan tugas yang diberikan oleh manajer untuk bawahan, bersamaan dengan hirarki tugas-tugas mereka dan jaringan komunikasi. Semacam struktur organisasi yang bersangkutan pertama dengan posisi yang akan diisi (pelatih) dan tugas yang harus diselesaikan (pelaksanaan program olahraga), dan kemudian dengan orang-orang yang akan ditugaskan untuk posisi ini dan tugas. Jelas digambarkan garis wewenang dan aturan formal dan peraturan ciri tradisional organisasi formal, seperti ketergantungan, ketaatan, disiplin, penghargaan, dan rantai komando. Struktur organisasi formal menggambarkan hirarki vertikal masih digunakan dalam kerangka kerja konseptual yang paling pendidikan dan olahraga karena memberikan gambaran yang jelas tentang posisi yang ada dan tugas-tugas yang akan dilakukan. Ini merupakan cara untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan wewenang dan rantai komando. Ini menempatkan bawahan dalam posisi di mana mereka harus melakukan seperti yang diperintahkan; beberapa melakukan. Ini mengasumsikan bahwa kontrol perilaku dicapai melalui penilaian rasional dan bahwa manajer adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah. Ini mengasumsikan bahwa orang harus menjadi alat produksi dan otoriter oleh alam dan desain.

Pergeseran oleh beberapa organisasi terhadap struktur yang lebih flat atau horizontal atau "organisasi pembelajaran" untuk memperbaiki aliran komunikasi, berbagi informasi lebih lanjut, memberdayakan staf dan tim membangun telah berkembang lambat dalam pendidikan tradisional dan sistem olahraga, model, dan budaya. Pekerjaan hari ini ditantang dan dibebankan untuk mengubah dan mendorong keterbukaan, keterbatasan, kesetaraan, kepercayaan, dan perbaikan lanjutan.

  • Organisasi Informal
Sebuah organisasi informal menyadari bahwa ada banyak hubungan yang tidak dapat digambarkan dalam bagan organisasi. Dengan kata lain, hal-hal dilakukan di luar hubungan formal yang mencerminkan grafik. Ini mengasumsikan bahwa hubungan terjadi dalam pengaturan informal di mana ide-ide yang dihasilkan, produktivitas ditingkatkan, dan kerja sama, loyalitas, dan semangat tinggi dikembangkan. Gambar 2-3 merupakan semacam struktur informal tentang artikulasi pendidikan jasmani, olahraga rekreasi, dan olahraga antar perguruan tinggi di sebuah universitas besar.

Para pendukung organisasi informal yang sama dengan mereka yang "organisasi pembelajaran" atau model berbasis tim berpendapat bahwa struktur ini mencerminkan bagaimana tugas-tugas yang benar-benar dicapai dan dengan demikian menentang organisasi  formal tipe otoriter. Mereka juga mempertahankan bahwa orang yang memegang pangkat dalam sebuah organisasi tidak selalu bersikap rasional dan tidak memiliki akses lengkap untuk informasi yang dapat diandalkan setiap saat. Para pendukung organisasi informal juga percaya bahwa anggota suatu organisasi tidak hanya alat-alat produksi, namun memiliki keinginan, nilai, kebutuhan, dan aspirasi yang harus dipertimbangkan.

Modern teori organisasi dan struktur menunjukkan pergeseran dari struktur organisasi formal (vertikal) terhadap suatu orientasi informal mengenali nilai dari perspektif hubungan manusia. Teori-teori modern dan pendekatan (misalnya, manajemen perilaku, pembelajaran organisasi, tim yang berbasis di kontingensi) didasarkan pada kenyataan bahwa meskipun sebagian besar orang setuju bahwa beberapa jenis kerangka organisasi biasanya diperlukan, sebagian besar beberapa individu mampu mengarah diri dan motivasi diri untuk melakukan mengagumkan pada pekerjaan.

Salah satu aspek dari organisasi informal adalah pembentukan sub kelompok atau tim yang tidak muncul pada bagan organisasi. Sebagai contoh, serikat kerja merupakan kelompok yang penting dengan siapa manajer harus berinteraksi. Dalam beberapa komite organisasi, komisi, dewan, dan gugus tugas juga merupakan sub-kelompok berpengaruh.

Untuk manajemen kedepannya harus memahami dan menghargai apa permintaan seorang anggota staf atau keinginan dan kebutuhan dari posisi nya, apakah itu peningkatan upah atau keuntungan, keamanan kerja, meningkatkan kondisi kerja, berbagi dalam proses pengambilan keputusan, atau kondisi lainnya.

Teori manajemen modern bergerak lebih banyak dan lebih ke arah pendekatan, sumber dan partisipatif, atau lebih horizontal di mana anggota staf dan manajer keduanya terlibat dalam banyak keputusan dalam organisasi. Karyawan yang lebih baik akan mengidentifikasi dengan organisasi jika mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan, dan penelitian menunjukkan bahwa hasil kinerja juga dapat secara signifikan ditingkatkan.

I. STRUKTUR - STRUKTUR MANAGEMENT UNTUK PROGRAM-PROGRAM PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Struktur-struktur manajemen pada dasarnya dibentuk untuk program-program pendidikan jasmani di SD, SMP, SMA/SMK, sekolah tinggi dan Universitas, oragnisasi-organisasi komunitas tersebut di presentasikan dan dibahas dihalaman-halaman dibawah ini:

a). Organisasi dan struktur Penjaskes di SD, SMP, SMA/SMK

Pendidikan tingkat kabupaten adalah unit manajemen dasar untuk  tingkat SD, SMP, SMA/SMK, dan merupakan sebuah bagian kelompok kerja yang dibangun oleh Negara. Di USA, unit pendidikan dasar ini berjenjang dari sebuah sistem pedesaan atau guru satu siswa sampai sistem metropolitan  yang melayani ribuan siswa. Sebuah sistem bisa saja hanya sebuah unit pemerintahan yang independent atau bagian dari pemerintah pusat atau daerah atau unit administrasi daerah lainnya. Kerangka pemerintahan dari sitem tersebut adalah bagian pengembangan sekolah.

Pengembang sekolah terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, sekertaris, dan bedahara. Kepala sekolah bekerja langsung dibawah pengawas sekolah dan bertanggungjawab sebagai penghubung pertemuan-pertemuan para pengembang sekolah. Wakil kepala sekolah bertugas dalam kapasitasnya sebagai pengisi kekosongan kepala sekolah. Sekertaris bertanggungjawab merekam dan mengarsipkan dokomen, dan bendahara berkerja mengurusi keuangan. 

Sebuah contoh misi kenegaraan untuk sebuah pengembangan sekolah adalah mempersiapkan semua siswa dimasa yang akan datang dengan menyediakan sebuah pendidikan yang menantang dan membangun kompetensi akademik, meningkatkan kreativitas, mengembankan pembelajaran yang berkesinambungan, kemampuan berpikir kritis, menanamkan kepribadian yang sehat, dan menanamkan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain.
  • Pengawas Sekolah
Pengawas sekolah memiliki tanggungjawab mengawasi manajemen program sekolah. Tugas mereka adalah membawa kebijakan pendidikan dari pemerintah dan pengembangan sekolah.
  • Bidang Eksekutif Kurikulum dan Instruksi
Tugasnya adalah Mengawasi devisi-devisi pendidikan tingkat dasar dan menengah terutama sekali kejuruan seperti pengembangan bakat dan minat dan bertanggungjawab sebagai pengembangan staf guru dan apa saja yang berkecimpung di dunia tersebut dalam tingkatan kabupaten.
  • Bidang eksekutif SDM atau Pelayanan Jasa
Bidang ini merupakan pusatnya bidang yang ada dalam lingkup kabupaten dan mengatur fungsi-fungsi individu untuk semua jabatan (Guru, Pelatih, dan Staf administrasi lainya).
  • Bidang keuangan dan layanan bisnis atau manager bisnis sekolah
Bidang ini mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan yang dipergukan dalam kegitan sekolah negeri dalam lingkup kabupaten.
  • Principal
Bidang ini keberadaanya sama dengan pengawas sekolah. Bedanya kalau pengawas sekolah bertangggungjawab atas semua kegiatan yang ada di komunitas sekolah tetap bidang ini hanya pada kegitan tertentu saja.
  • Supervisor
Bertanggaungjawab untuk instruksi pengembangan dalam bidang tertentu walaupun terkadang bertangungjawab terhadap semua aspek yang terjadi di pendidikan dasar dan menengah.
  • Director
Posisi ini dalam dunia pendidikan di Indonesia tidak ada, tentu saja posisi inimemeliki tanggung jawab penuh layaknya dilektur diseatu perusahaan. Posisi ini setara dengan posisi kepala dinas kalau di Indonesia.
  • Konsultan olah raga pada pendidikan Menengah
Memberikan konsultasi terhadap pendidikan Menengah dalam bidang olahraga (eskul yang berhubungan dengan olah raga).Struktur dan organisasi penjaskes di tingkat perguruan tinggi dan Univesitas
b). Penjaskes di tingkat perguruan tinggi dan Univesitas terdiri dari 4 komponen:

  1. Instruksi dasar/program kegiatan pisik
  2. Program keguruan
  3. Progam non-keguruaan seperti kepelatiahan dan sebagainya
  4. Program kursus tingkat perguruan tinggi
KESIMPULAN
Salah satu fungsi manajemen adalah untuk mengembangkan struktur organisasi melalui tujuan pendidikan jasmani dan olahraga secara efektif dan efisien. Tujuan Pendidikan jasmani dan olah raga yang akan dicapai adalah kebugaran fisik, keterampilan motorik, kognitif, dan perkembangan afektif (sosial-emosional). pendidikan fisik dan tujuan olahraga (melalui fisik) adalah vital dan unik untuk pendidikan dan harus hadir untuk benar-benar "mendidik" seluruh individu.

Tujuan pendidikan jasmani dan olahraga akan bervariasi pada setiap pendidikan dan lembaga, Asosiasi untuk tingkat Kesehatan, Pendidikan Fisik. Namun, adopsi gaya hidup aktif secara fisik dan sehat tetap konstan di semua tingkat.

Struktur manajemen untuk pendidikan jasmani dan olahraga yang diselenggarakan secara berbeda untuk SD, sekolah tinggi atau menengah SMP, sekolah menengah, dan perguruan tinggi dan universitas. Pusat kebugaran, dan organisasi lainnya dari sekolah dan perguruan tinggi juga menjaga organisasi mereka sendiri. Selain itu, penting untuk mengakui bahwa organisasi  manajemen formal maupun informal dan struktur mempengaruhi sebagian besar program Ini penting bahwa organisasi saat ini adalah beradaptasi karena mereka terus-menerus berubah. Oleh karena itu penting dalam mengembangkan struktur organisasi.

Referensi:


Bucher, Charles A. & Krotee, March L. 2002. Management of Physical Education and Sport, Twelfth Edition. McGraw-Hill : New York.

Hoye, Russel, dkk. 2009. Second edition: Sport Management Principles and Applications. Butterworth-Heinemann is an imprint Elsevier: USA


https://arham892.blogspot.com 



Wednesday 13 July 2016

ANAK BERBAKAT

ANAK BERBAKAT
(Gifted)

Pada saat ini orang sudah mengenal tentang anak berbakat, tetapi  masih ada juga yang belum mengenal terutama khalayak yang masih bertanya-tanya tentang apa itu yang dimaksud dengan anak berbakat. Namun masalah ini sangat menarik baik yang terlibat secara langsung di lingkungan akademisi atau di lingkungan birokrat dan yang lebih menarik lagi sering terdengar salah persepsi terhadap masalah anak berbakat. 

Sering mendengar tentang anak berbakat yang secara umum dapat diartikan yaitu mereka yang mampu mencapai prestasi tinggi, yang disebabkan karena kemampuan-kemampuan yang unggul pada diri individu. Pernyataan tersebut perlu dipahami bahwa anak berbakat merupakan kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir secara amaliah. Sedangkan faktor lingkungan adalah wahana yang menunjang pengembangan anak berbakat, sehingga anak berbakat sangat berperan didalamnya. Prestasi yang tinggi, kemampuan yang unggul dihasilkan dari interaksi yang sering terjadi terus-menerus secara fungsional antara kemampuan, bakat dan karakteristik individu yang sudah dibawa sejak lahir dan yang didapat selama berinteraksi dengan lingkungannya dimana individu tersebut berada.  

Definisi Anak berbakat
Istilah "berbakat" yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah padanan dari istilah bahasa Inggris "gifted". Menurut definisi, anak berbakat memiliki suatu kemampuan yang lebih dibandingkan teman-teman yang seumuran dengan mereka (Delisle, 2015). Seperti misalnya pada ranah intelektual dan emosional mereka luar biasa dan  memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak sebaya mereka. Menurut Marland (2009) Anak berbakat yang memiliki kapasitas tinggi di atas kebanyakan orang lain, secara intelektual, kreatif, atau sosial, harus didorong dan diilhami serta difasilitasi dalam mengembangkan potensi individu tersebut. Anak-anak berbakat memerlukan program pendidikan dan pelayanan yang berbeda, melebihi yang biasa disediakan oleh program sekolah reguler, agar dapat merealisasikan kontribusinya terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat.

Banyak istilah yang berhubungan dengan anak berbakat seseorang seperti gipted, superior, genius, fast learner, bright, talented, unggul, istimewa, cerdas, berbakat, anak yang kreatif dan sebagainya. Secara konsep anak berbakat ini ada yang umum dan ada yang khusus. Anak berbakat intelektual umum yang ditunjukkan dengan kemampuan dalam kecerdasan diatas rata-rata dan ada juga anak berbakat khusus. Kemampuan intelektual umum terindikasi oleh inteligensi yang tinggi dan menumpukan prestasi di sekolah yang sangat menonjol. Sedangkan anak berbakat akademis khusus, hal ini terindikasi unggul pada tes prestasi atau tes bakat dalam bidang seperti fisika, sains, dan sebagainya. Sedangkan bidang lainnya belum tentu menonjol.  

Marland (1972) mengemukakan bahwa  anak yang memiliki kemampuan untuk berkinerja tinggi itu mencakup mereka yang menunjukkan prestasi dan/atau kemampuan potensial dalam satu atau beberapa bidang berikut ini:
  1. Kemampuan Intelektual Umum;
  2. Bakat Akademik Spesifik;
  3. Kemampuan Berpikir Kreatif Atau Produktif;
  4. Kemampuan Kepeimimpinan;
  5. Seni Pentas Atau Seni Rupa;
  6. Kemampuan Psikomotor
Secara singkat, deskripsi bidang-bidang anak berbakat di atas itu adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan atau Bakat Intelektual Umum
Para pendidik biasanya mendefinisikan hal ini berdasarkan skor yang tinggi dari hasil tes inteligensi (biasanya 2 deviasi standar di atas mean) pada pengukuran individual ataupun kelompok. Orang tua dan guru sering dapat mengenali anak yang memiliki bakat intelektual umum ini dari keluasan pengetahuan umumnya dan ketinggian tingkat kosa kata, ingatan, pengetahuan kata-kata abstrak, serta daya nalar abstraknya.

2. Kemampuan atau Bakat Akademik spesifik
Siswa yang memiliki bakat akademik spesifik dapat dikenali dari kinerjanya yang menonjol dalam tes prestasi atau tes bakat dalam satu bidang tertentu seperti bahasa atau matematika.

3. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Produktif
Ini merupakan kemampuan untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru dengan memadukan elemen-elemen yang biasanya dianggap sebagai terpisah-pisah dan tidak sejenis, dan kemampuan untuk mengembangkan pengertian baru yang mengandung nilai sosial.

4. Kemampuan Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan individu-individu atau kelompok kelompok ke satu keputusan atau tindakan bersama. Siswa yang menunjukkan anak berbakat dalam kemampuan kepemimpinan mampu menggunakan keterampilan kelompok dan bernegosiasi dalam  situasi-situasi yang sulit. Banyak guru dapat mengenali kepemimpinan dari minat dan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah. Karakteristik kepemimpinan mencakup rasa percaya diri, tanggung jawab, kerjasama, kecenderungan untuk mendominasi, dan kemampuan untuk mengadaptasikan diri dengan mudah pada situasi-situasi baru. Siswa seperti ini dapat diidentifikasi dengan instrumen-instrumen seperti The Fundamental Interpersonal Relations Orientation Behavior (FIRO-B).

5. Seni Rupa dan Seni Pentas 
Siswa yang berbakat dalam bidang seni akan menunjukkan bakat khusus dalam seni rupa, musik, tari, drama, atau bidang-bidang terkait lainnya. Siswa-siswa ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan instrumen deskripsi tugas seperti the Creative Products Scales , yang dikembangkan untuk Detroit Public Schools oleh Patrick Byrons dan Beverly Ness Parke di Wayne State University.

6. Kemampuan Psikomotor
Ini mencakup kemampuan gerak kinestetik seperti keterampilan praktis, spatial, mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam program anak berbakat.  
  
Permasalahan Yang Dihadapi Anak-anak Berbakat 
Masalah perkembangan secara umum yang dihadapi remaja biasa sama halnya dengan siswa atau anak berbakat, namun anak berbakat lebih rumit dari segi kebutuhan khusus dan karakteristiknya (Buescher & Higham, 1990). Anak berbakat merupakan anugerah yang dapat menimbulkan permasalahan bagi penyandangnya apabila mereka tidak memperoleh dukungan dan bantuan yang diperlukannya. Permasalahan itu terutama timbul pada masa remaja. Buescher dan Higham (1990) mengemukakan bahwa anak-anak berbakat antara usia 11 dan 15 tahun sering menghadapi berbagai masalah sebagai akibat dari anak berbakat yang meliputi: perfeksionisme, competitiveness, penilaian yang tidak realistis terhadap anak berbakat, penolakan dari teman sebaya, kebingungan akibat "pesan-pesan" yang beraneka ragam  sehubungan dengan bakatnya, dan tekanan dari orang tua serta masyarakat agar berprestasi, di samping permasalahan yang ditimbulkan oleh program sekolah yang tidak menantang atau terlalu tingginya ekspektasi terhadap diri mereka.

Beberapa anak berbakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan dan memilih teman, memilih jurusan di sekolah atau perguruan tinggi, dan akhirnya juga mengalami kesulitan dalam memilih karir. Masalah-masalah perkembangan yang dialami oleh semua remaja juga dialami oleh remaja berbakat tetapi masalahnya dibuat lebih kompleks oleh kebutuhan khusus dan karakteristik anak berbakat. Berikut ini adalah gambaran dari kesulitan utama remaja berbakat menurut Buescher & Higham (1990):

1. Kepemilikan
Remaja berbakat pada saat yang sama "memiliki" tetapi juga mempertanyakan validitas dan realitas kemampuan yang mereka miliki. Sementara dalam banyak kasus bakat mereka telah diketahui sejak usia dini, tetapi keraguan tentang ketepatan identifikasinya dan obyektivitas dari orang tua atau guru terus melekat. Konflik yang timbul, baik ringan maupun parah, perlu diatasi dengan memperoleh "kepemilikan" yang lebih matang dan rasa tanggung jawab pada anak berbakat itu. tekanan lain yang sering dialami siswa berbakat adalah perasaan bahwa karena mereka telah dianugerahi banyak sekali kelebihan, maka mereka dituntut untuk memberi banyak pula. Sering tersirat seolah-olah kemampuan mereka itu milik orang tuanya, guru-gurunya dan masyarakatnya. 
2. Dissonansi
Dari pengakuan mereka sendiri, remaja berbakat sering merasa seperti orang perfeksionis (ingin selalu sempurna). Mereka telah terbiasa menetapkan standar yang tinggi, berharap dapat melakukan hal-hal yang di luar jangkauan kemampuannya. Karena sejak masa kanak-kanak selalu berkeinginan melakukan tugas-tugas berat secara sempurna, maka hal itu menjadi kebiasaan yang bertumpuk pada masa remaja. Tidak jarang bagi remaja berbakat mengalami dissonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan kualitas hasil pekerjaan yang mereka harapkan. Sering kali dissonansi yang dipersepsi oleh anak remaja itu jauh lebih besar daripada apa yang disadari oleh orang tua atau gurunya.
3. Ambil Resiko
Sementara sifat berani ambil resiko dipandang sebagai karakteristik anak berbakat, ironisnya karakteristik tersebut semakin pudar seiring dengan bertambahnya usia mereka, sehingga remaja yang cerdas itu cenderung kurang berani ambil resiko dibanding remaja pada umumnya. Mengapa pergeseran perilaku tersebut terjadi? Remaja berbakat tampaknya lebih sadar akan dampak kegiatan-kegiatan tertentu, baik yang positif maupun negatif. Mereka mampu mengukur keuntungan dan kerugian secara pasti dari berbagai kesempatan yang ada dan mampu menimbang berbagai alternatifnya. Oleh karenanya, bila mereka merasa bahwa tidak memiliki ketangkasan dan kecerdasan yang memadai, maka mereka menolak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung beban resiko (misalnya penempatan dalam tingkat pelajaran yang jauh lebih tinggi, persaingan yang ketat, presentasi publik), di mana tingkat keberhasilan yang tinggi kurang dapat diprediksi dan pencapaian dengan standar yang lebih rendah kurang dapat diterima di mata mereka. Satu kemungkinan lain penyebab kurangnya keberanian ambil resiko ini adalah kebutuhan mereka untuk menjaga kontrol pribadi agar tetap berada di dalam lingkaran pengaruh sehingga hubungan yang penuh tantangan,  pelajaran dan guru yang penuh tuntutan, atau persaingan yang keras tidak dapat masuk tanpa kontrol pribadinya.
4. Melawan Ekspektasi
Remaja rentan terhadap kritik, saran, dan serangan emosional dari orang lain. Orang tua, teman, saudara, dan guru semuanya berkeinginan menambahkan ekspektasi dan pengamatan mereka sendiri pada tujuan dan keinginan siswa yang paling cerdas sekali pun. Sering kali ekspektasi orang lain bagi anak berbakat bersaing dengan cita-cita dan rencana mereka sendiri. Delisle (2010) khususnya, telah menunjukkan bahwa "tarikan" harapan remaja itu sendiri harus melawan arus kuat yang ditimbulkan oleh "dorongan" keinginan dan tuntutan orang lain. Semakin besar bakat anak itu, akan semakin besar pula ekspektasi dan upaya campur tangan dari pihak luar. Remaja berbakat terus-menerus melaporkan adanya desakan yang sangat kuat dari guru, teman, dan bahkan juga orang tua yang kurang peka, hingga mereka tiba pada titik keraguan dan keputusasaan. Terutama guru-guru sekolah menengah sering menantang siswa berbakat dengan mengatakan, lebih kurang, "Buktikan kepada saya bahwa kamu benar-benar berbakat seperti yang kamu duga." Berperilaku sebagaimana layaknya seorang remaja sementara juga terus-menerus berusaha membuktikan keunggulannya di kelas atau di kalangan teman-temannya secara signifikan akan menguras energinya untuk melaksanakan tugas perkembangannya yang normal dalam melakukan penyesuaian diri, sehingga sering kali dia menjadi frustrasi dan mengasingkan diri.
5. Tidak sabar
Sebagaimana layaknya remaja pada umumnya, siswa berbakat dapat kehilangan kesabarannya dalam mencari solusi untuk masalah-masalah yang sulit, mengembangkan persahabatan yang memuaskan, dan dalam memilih alternatif yang sulit tetapi paling cepat untuk mengambil keputusan-keputusan yang kompleks. Kecenderungan untuk mengambil keputusan-keputusan yang impulsif, ditambah dengan bakat yang luar biasa, dapat membuat remaja muda itu tidak bertoleransi terhadap situasi-situasi yang ambigu dan tak terpecahkan (Buescher & Higham, 1990). Ketidaksabaran mereka karena tidak adanya jawaban yang memuaskan, tidak adanya opsi atau keputusan yang jelas akan membuatnya bergantung pada perasaan kebijaksanaannya yang belum matang. Rasa marah dan kecewa yang timbul akibat gagalnya mencapai pemecahan yang cepat itu akan sangat sulit diatasi, terutama bila teman-teman sebayanya mencemoohkan kegagalan tersebut.
6. Identitas Prematur
Tampaknya bahwa beban yang ditanggung remaja berbakat dalam memenuhi tantangan ekspektasi, toleransinya yang rendah terhadap ambiguitas, dan akibat tekanan dari berbagai pihak, semuanya merupakan pendorong baginya untuk mencapai identitas seperti orang dewasa secara terlalu dini, suatu tahap perkembangan yang normalnya dicapai setelah orang berusia 21 tahun. Hal ini dapat menciptakan masalah yang serius bagi remaja berbakat. Mereka mungkin akan mencapai tahap pemilihan karir secara prematur yang akan memotong kompas dalam menuju krisis dan pemecahan identitas dengan proses yang normal. Bila konselor dan orang tua menyadari kesulitan-kesulitan yang dihadapi remaja berbakat tersebut, maka mereka akan dapat lebih memahami dan membantu remaja berbakat. Orang dewasa yang memiliki perhatian akan dapat membantu anak-anak muda tersebut untuk "memiliki" dan mengembangkan bakatnya serta dapat menyesuaikan dirinya secara baik dengan strategi yang tepat.

Layanan Pendidikan Bagi Anak-Anak Berbakat
Terdapat tiga model layanan pendidikan bagi anak-anak berbakat, yaitu (1) model inklusi (inclusion model), dan (2) cluster grouping model (model pengelompokan terbatas).
1. Model Inklusi  
Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan pendidikan khusus lainnya seperti anak berkesulitan belajar (learning disabled) dan anak cacat. Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang anak berbakat memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya terpenuhi. Layanan khusus itu terutama berupa pemberian materi pengayaan. Dalam model ini, anak berbakat sering difungsikan sebagai tutor bagi anak-anak lain (Winebrenner & Devlin, 2001).
2. Tracking System 
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya, dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi, anak-anak berbakat akan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya. 
3. Model Cluster Grouping
Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama di satu sekolah (biasanya mereka yang termasuk 5% dari siswa berprestasi tertinggi dalam populasi tingkatan kelasnya), dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8 siswa berbakat, dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Jika terdapat lebih dari 8 anak berbakat, maka mereka dikelompokkan ke dalam dua atau tiga cluster group. Pada umumnya, satu cluster group itu belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam bidang keluarbiasaannya (misalnya matematika), mereka belajar secara terpisah. Model cluster grouping ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan apabila anak-anak berbakat itu didistribusikan secara merata di semua kelas. 

Menurut  Kulik & Kulik (1992) adapun lima program berbeda yang memisahkan anak berbakat  berdasarkan kemampuan:
  1. Kelas bertingkat. Siswa di kelas yang sama dibagi menjadi kelompok-kelompok tinggi, menengah, dan rendah atas dasar kemampuan, dan kelompok-kelompok diinstruksikan di ruang kelas yang terpisah baik untuk satu hari penuh atau untuk satu mata pelajaran.
  2. Pengelompokan lintas kelas. Anak-anak dari beberapa kelas dibentuk menjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkat pencapaian mereka dalam suatu mata pelajaran, dan kelompok-kelompok tersebut kemudian diajarkan mata pelajaran tersebut di ruang kelas yang terpisah tanpa memperhatikan penempatan kelas reguler anak-anak.
  3. Pengelompokan dalam kelas. Seorang guru membentuk kelompok kemampuan dalam satu kelas dan memberikan setiap kelompok dengan instruksi yang sesuai dengan tingkat bakatnya.
  4. Kelas yang diperkaya untuk yang berbakat dan bertalenta. Siswa yang memiliki bakat tinggi menerima pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan lebih bervariasi daripada yang tersedia bagi mereka dalam kurikulum reguler untuk tingkat usia mereka.
  5. Kelas akselerasi untuk yang berbakat dan bertalenta. Siswa yang memiliki bakat akademik tinggi menerima instruksi yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan lebih cepat melalui sekolah mereka atau untuk menyelesaikan sekolah pada usia lebih awal daripada siswa lain 
Kejurprov Futsal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 2016

Sumber:
  • Buescher, T. M., & Higham, S. (1990). Helping Adolescents Adjust to Giftedness (pp. 1–6). ERIC Custom Transformations Team.
  • Delisle, J. R. (2010). Counseling Gifted Persons : A lifelong concern: An Editorial. March 2015, 3–5. https://doi.org/10.1080/02783198509552917
  • Delisle, J. R. (2015). The Gifted Adolescent at Risk : Strategies and Resources for Suicide Prevention among Gifted Youth. 13(3), 212–228.
  • Kulik, J. A., & Kulik, C. C. (1992). Meta-analytic Findings Grouping Programs. Gifted Child Quarterly, 36(2), 73–77.
  • Marland, S. P. (2009). Sidney P. Marland, Jr. (1914–1992). 1945.
  • Winebrenner, A. S., & Devlin, B. (2001). Cluster Grouping of Gifted Students : How to Provide Full-time Services on a Part-time Budget : Update 2001.

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block