Monday, 6 May 2024

MOTOR LEARNING

MOTOR LEARNING

🎯Olahraga dalam pendidikan merupakan kegiatan belajar yang dapat menghasilkan kemampuan, keterampilan, atau keahlian gerak dari cabang olahraga yang dipelajari. Belajar olahraga juga merupakan kegiatan belajar yang memiliki karakteristik atau spesifikasi khusus yang berkaitan dengan gerak manusia [1]. Belajar dan berlatih menghasilkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan baru. Belajar gerak tidak tergantung pada perkembangan gerak seorang anak. Perkembangan belajar gerak anak menempatkan fokus pada tujuan peningkatan kualitas gerak [2]. Kehidupan memerlukan gerakan. Dalam hal ini, gerakan tubuh yang dihasilkan dari kontraksi ototπŸ’ͺmemungkinkan manusia melakukan berbagai hal yang membantu kehidupan mereka. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa olahraga selalu menjadi bagian dari pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Singkatnya, proses belajar olahraga erat kaitannya dengan belajar gerak . 
  
🎯Gerak tentunya terkait dengan keterampilan, yang dalam arti luas berarti meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan gerak dengan benar. Belajar gerak adalah perubahan keadaan seseorang yang menghasilkan peningkatan keterampilan yang relatif konsisten sebagai hasil dari pengalaman atau belajar  [3]. "Motor learning is a set of processes associated with practice or experience leading to relatively permanent changes in the capability for skilled performance" [4]. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pembelajaran gerak, juga dikenal sebagai motor learning, pembelajaran gerak adalah serangkaian pengalaman dan proses pembelajaran yang menghasilkan peningkatan yang hampir permanen dalam kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan yang terampil.

🎯"Motor learning underlying changes involved in acquiring and refining movements skill" [5]. Movements (gerakan) yaitu menunjukkan pola gerak tertentu di antara sendi dan segmen tubuh. Skill (keterampilan) merupakan suatu kegiatan/aktivitas yang memiliki tujuan tertentu untuk dicapai dan dapat juga diartikan sebagai suatu indikator kualitas kinerja. Jadi, Motor skills merupakan kegiatan atau tugas yang membutuhkan kontrol sukarela atas gerakan sendi dan segmen tubuh untuk mencapai tujuan [6]. Hal ini berarti bahwa gerakan adalah bagian komponen dari keterampilan motorik atau sarana dimana tujuan tindakan dicapai atau masalah dipecahkan. Misalnya, gerak lokomotor adalah tindakan yang memiliki tujuan mengangkut tubuh dari satu lokasi ke lokasi lain. 

🎯Motor learning merupakan perolehan keterampilan motorik, peningkatan kinerja keterampilan motorik yang dipelajari atau sangat berpengalaman, atau perolehan kembali keterampilan yang sulit untuk dilakukan atau tidak dapat dilakukan karena cedera, penyakit, dan sejenisnya. Menariknya adalah perubahan perilaku atau neurologis yang terjadi ketika seseorang belajar keterampilan motorik dan variabel yang mempengaruhi perubahan tersebut. Motor control yaitu bagaimana sistem neuromuskuler kita berfungsi untuk mengaktifkan dan mengoordinasikan otot dan anggota badan yang terlibat dalam kinerja keterampilan motorik.

Gambar 1. Tiga pengaruh keterampilan motorik [7]
🎯Untuk memahami pembelajaran dan pengendalian keterampilan motorik, penting untuk memahami bahwa sifat keterampilan itu sendiri, individu yang melakukan keterampilan, dan lingkungan di mana keterampilan dilakukan. mengemukakan bahwa Belajar keterampilan gerak adalah proses yang berkaitan dengan latihan atau pengalaman yang mengubah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan terampil dengan cara yang hampir permanen. Akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahui batasan belajar bergerak setelah kita mengetahui batasan belajar secara keseluruhan. Seperti namanya, πŸ’“belajar untuk bergerakπŸ’“adalah istilah yang mengacu pada upaya untuk mengubah cara seseorang bermigrasi. Di sini, gerakan jelas terkait dengan keterampilan, yaitu kemajuan keterampilan motorik seseorang. 

🎯Karena belajara/latihan adalah bagian dari pembelajaran, guru atau pelatih harus memahami dampak pembelajaran/latihan. Dua kategori efek pelatihan adalah efek sementara dan efek yang relatif bertahan lama, yang disebut hasil belajar. Pelatih hanya dapat menyimpulkan bahwa peningkatan keterampilan anak merupakan ukuran pembelajaran dari keberhasilan latihan yang berkelanjutan. Selama periode ini, perubahan keterampilan sementara tidak boleh digunakan sebagai standar, bahkan jika perubahan tersebut dirancang dengan sengaja oleh guru atau pelatih.

🎯Perkembangan multilateral anak berkonsentrasi pada pengembangan berbagai keterampilan gerakan melalui permainan dan pembelajaran pendidikan jasmani [8]. Pendidikan olahraga, di sisi lain, menekankan pada konten pembelajaran yang lebih spesifik, seperti teknik gerakan, pemahaman taktis, pengembangan keterampilan sosial dan pribadi, dan pemahaman budaya olahraga. Menurut gagasan ini, πŸ‘Άanak usia dini tidak harus terlalu cepat dispesialisasikan pada satu jenis olahraga. Pengembangan secara menyeluruh ini berkaitan dengan keterampilan gerak secara umum (general motor ability) dan pengembangan kebugaran sebagai tujuan utama [9].

🎯Olahraga merupakan komponen paling penting dalam kehidupan remaja [11]. Menurut ahli perkembangan salah satu cara untuk memastikan semua remaja mengikuti olahraga adalah dengan meningkatkan partisipasi dalam pendidikan jasmani di semua tingkatan sekolah. Oleh karena itu, guru harus memberikan dorongan yang sangat besar untuk remaja yang masuk ke kelas olahraga untuk berpartisipasi dalam olahraga [12]. πŸ‘¦πŸ‘§Anak-anak memulai fase perkembangan aktif di usia dini, dengan gerak mereka tidak terbatas pada satu bagian gerak dasar [13]. Pembelajaran gerak dasar sangat penting karena membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran gerak mencakup berbagai keterampilan kehidupan, jadi sangat penting bagi siswa. 

🎯Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar dan pengalaman yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan untuk melakukan gerakan yang diinginkan dapat mempengaruhi belajar keterampilan gerak. Materi yang dipelajari adalah pola-pola gerak keterampilan tubuh, seperti gerakan olahraga. Proses pembelajarannya dimulai dengan melihat gerakan untuk memahami dasar bentuk gerakannya, meniru dan mencoba gerakan tersebut berulang kali, dan pada akhirnya, diharapkan siswa dapat membuat gerakan yang lebih efektif untuk menyelesaikan tugas gerak tertentu [14].

🎯Keterampilan mencakup pola gerak atau tindakan yang diperluas, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Kemampuan gerak sangat penting bagi manusia karena dengannya mereka dapat mencapai apa yang mereka harapkan. Proses belajar gerak atau keterampilan gerak bergantung pada konsep belajar gerak. Beberapa faktor mempengaruhi kesehatan dan keterampilan olahraga dalam pendidikan jasmani, termasuk pemahaman tentang apa yang harus dipelajari, kesempatan untuk merespon, umpan balik, dan penguatan [15]. Sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut: 

 
Gambar 2. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Gerak dalam Penjaskes dan Olahraga [15] 
🎯Belajar gerak dipengaruhi oleh empat faktor yaitu; kemampuan kognitif, kemampuan motorik atau gerak, kemampuan emosional sebagai pendorong, dan nilai-nilai sosial atau efektif [16]. Semua faktor ini saling mempengaruhi dan berpengaruh satu sama lain. Siswa dengan kemampuan kognitif dan gerak yang baik tidak akan berhasil jika mereka tidak didukung oleh motivasi belajar yang kuat. Selain itu, nilai-nilai sosial yang dianut seseorang akan mempengaruhi hasil belajar mereka, karena faktor lingkungan akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk belajar.

🎯Kemampuan motorik adalah salah satu ukuran kebugaran yang paling penting yang terkait dengan kemampuan fisik dan keterampilan gerak. Mengembangkan pemahaman kognitif tentang gerak setiap siswa di sekolah dikenal sebagai pembelajaran motorik. Ini kemudian diterapkan pada psikomotorik, mulai dari keterampilan gerak dasar hingga keterampilan gerak yang lebih kompleks, melalui representasi fisiologis yang dapat menggambarkan aspek psikologis yang diperlukan untuk otomatisasi gerak. 

πŸ’Adapun Prinsip belajar gerak di sekolah [17], sebagai berikut: 

a. Prinsip jumlah praktik πŸ‘€
Semakin banyak praktik belajar gerak yang dilakukan siswa, semakin besar kemungkinan mereka akan mencapai keterampilan tingkat tinggi. Ini ditunjukkan oleh jumlah waktu yang dihabiskan siswa di sekolah.
b. Prinsip kualitas praktik πŸ‘€
Sangat penting bagi guru untuk merancang kegiatan praktik dengan baik. Ini harus mempertimbangkan hal-hal seperti kesadaran belajar tentang tujuan dan arah kegiatan praktik, hasil yang dicapai, dan motivasi belajar.
c. Metode Bimbingan dalam praktik πŸ‘€
Belajar gerak menggunakan banyak teknik bimbingan, diantaranya adalah: 1) Bimbingan yang longgar dan 2) Bimbingan yang ketat.

🎯Kesiapan belajar, kesempatan berpraktik, model yang baik, bimbingan, motivasi, dan keterampilan gerak dipelajari secara mandiri dan satu per satu adalah beberapa hal penting yang harus diketahui dan dilakukan oleh guru dalam belajar gerak [18]. Untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis), manusia harus melalui tiga tahapan. Karena tahap belajar gerak ini merupakan prasyarat untuk tahap berikutnya, tiga tahap ini harus dilakukan secara berurutan. Jika tenaga pengajar atau guru olahraga tidak melakukan ketiga tahapan belajar gerak ini saat mengajar olahraga, mereka tidak dapat mengharapkan banyak dari apa yang mereka lakukan sebelumnya, terutama untuk mencapai tujuan olahraga yang ideal.

🎯Model Fitt & Posner menerangkan bahwa tahapan pembelajaran gerak dibagi ke dalam tiga tahapan yang berbeda, yaitu: tahap kognitif (cognitive stage), tahap asosiasi (associative stage), dan tahap otonom (autonomous stage) [19]. Tahapan ini didasarkan pada kecenderungan perilaku siswa yang ditunjukkan di berbagai titik atau poin selama proses pembelajaran. Untuk lebih jelas, lihat penjelasan berikut [20]:  

πŸ’‚Tahap Kognitif 
πŸ“Bagi pemula, tugas belajar saat ini benar-benar baru. Sebagai pemula, kita sering bingung dengan banyak keputusan yang harus diambil, seperti bagaimana menjaga postur tubuh yang baik, di mana meletakkan lengan, kapan memulai gerakan, dan di mana mencarinya. Seperti namanya, masalah yang dihadapi anak selama tahap ini adalah verbal dan kognitif. Pertanyaan utama terkait pengenalan tujuan, evaluasi penampilan, tindakan yang boleh dan tidak boleh, kapan harus dilakukan, bagaimana berdiri atau memegang sesuatu, apa yang harus dilihat, dan sebagainya. Singkatnya, semua terkait dengan kemampuan kognitif dan verbal. Oleh karena itu, instruksi, demonstrasi, film, dan informasi lisan sangat bermanfaat pada tahap ini. Memungkinkan siswa mentransfer pengetahuan dari pembelajaran masa lalu ke tingkat keterampilan awal ini adalah salah satu tujuan pengajaran. Misalnya, banyak keterampilan memiliki istilah penempatan yang serupa, sehingga mengajar siswa untuk melihat posisi yang sudah diketahui dapat membantu dalam memperoleh keterampilan baru. 

πŸ“Pada tahap kognitif, siswa diperkenalkan dengan keterampilan motorik baru. Mengembangkan pemahaman tentang persyaratan gerakan adalah tugas utama di tahap ini. Pada tahap ini, orang mulai belajar dengan berpikir aktif tentang gerakan yang mereka pelajari. Pada tahap ini, siswa memperoleh pemahaman tentang gerakan yang dipelajari. Namun, penguasaan gerak mereka masih rendah karena hanya mencoba gerakan. Dalam tahap ini, guru dan pendidik memainkan peran penting dalam mendeteksi dan mengoreksi kesalahan siswa. Meskipun siswa mengetahui kesalahan mereka, mereka belum dapat menentukan faktor spesifik yang menyebabkannya atau membuat perubahan yang diperlukan.

πŸ“Pada tahap ini, setiap guru harus memulai mengajar keterampilan gerak dengan memberikan informasi untuk menanamkan pemahaman tentang apa yang akan dipelajari siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaimana aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan bahwa di benak mereka telah terbentuk motor-plan, yaitu keterampilan intelektual untuk merencanakan cara melakukan aktivitas gerak. Kesimpulan dari berbagai pendapat adalah bahwa tahap kognitif ini sangat penting, dan diperlukan perhatian ekstra untuk memastikan bahwa siswa atau siswa tidak melakukan kesalahan saat melakukan gerakan berikutnya.. 

πŸ’‚Tahap Asosiatif 
πŸ“Sebagian besar masalah persepsi telah diselesaikan pada saat ini, jadi sekarang fokusnya adalah mengatur pola gerakan yang lebih efektif untuk menghasilkan tindakan. Tingkat keterampilan pada tahap ini meningkat dengan cepat dibandingkan dengan tahap kesadaran verbal sebelumnya. Peserta didik mulai memperoleh kepercayaan diri, menunjukkan sikap dan kontrol terus menerus, dan mempelajari detail gerakan. Peserta didik mulai membangun program gerak untuk memenuhi kebutuhan gerak mereka untuk keterampilan seperti tenis, yang membutuhkan kecepatan gerak. Gerakan yang lebih lambat, seperti senam keseimbangan, mengajarkan siswa bagaimana berinteraksi dengan umpan balik dan menghasilkan respons. Pola gerakan yang lebih efisien adalah salah satu dari banyak faktor yang berubah secara signifikan selama periode gerakan ini. Siswa lebih cenderung melihat inkonsistensi antara pengalaman sebagai upaya untuk menemukan cara baru untuk menyelesaikan masalah gerak. Gerakan mulai dikuasai dengan mantap setelah munculnya konsistensi. Untuk penampilan, peningkatan efisiensi motor mengurangi pengeluaran energi dan self-talk menjadi kurang penting 

πŸ“Selama tahap asosiatif, yang juga dikenal sebagai tahap penyempurnaan atau tahap menengah, siswa berkonsentrasi pada penerapan kemampuan mereka untuk berhasil dan menjadi lebih konsisten dari percobaan ke percobaan berikutnya. Pada tahap ini, variabilitas penampilan berkurang dan siswa lebih mampu mengidentifikasi kesalahan yang telah mereka lakukan. Tahap asosiatif adalah tahap penyempurnaan pola gerakan dari tahap kognitif, yang ditandai dengan gerakan yang semakin efektif dan efisien dimana kesalahan gerakan semakin berkurang  

πŸ“Tahap asosiatif ditandai dengan tingkat penguasaan gerak di mana siswa sudah mampu melakukan gerakan secara berurutan tanpa gangguan. Jika penampilan menjadi lebih konsisten saat mempraktikkan atau belajar berulang-ulang, pelaksanaan gerakan akan menjadi lebih efektif dan efisien, dan kesalahan gerakan akan menjadi lebih sedikit. Ini berarti bahwa siswa menjadi lebih mampu mendeteksi penyebab kesalahan dan mengembangkan strategi yang tepat untuk menghilangkan kesalahan tersebut. Pemberian informasi tentang kesalahan tetap penting untuk peningkatan keterampilan dan untuk memperbaiki keterampilan

πŸ“Pada titik ini, siswa mulai menerapkan gerakan yang sesuai dengan konsep yang telah mereka pahami sebelumnya. Sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari, tahap ini juga disebut sebagai tahap mengulang. Apakah gerakan yang dipelajari melibatkan otot kasar atau otot halus, atau apakah itu terbuka atau tertutup? Siswa diharapkan pada titik ini memiliki keterampilan yang memadai jika mereka telah melakukan pembelajaran dengan benar dan baik dan dilakukan berulang kali, baik di sekolah maupun di luar sekolah πŸ“

πŸ’‚Tahap Otomatisasi
πŸ“Pada tahap otomatis ini adalah tahap akhir dari model tahapan gerak. Pada tahap otomatisasi, penampilan mencapai tingkat tertinggi keahlian dan telah menjadi otomatis. Pada tahap ini, penampilan gerak siswa menjadi konsisten, percaya diri, membuat sedikit kesalahan, dan biasanya dapat mendeteksi dan memperbaiki kesalahan. Variasi penampilan sangat rendah, dan keterampilan siswa menjadi lebih konsisten dari satu percobaan ke percobaan berikutnya. Kualitas pembelajaran dan jumlah pembelajaran sangat penting untuk keberhasilan pada tahap ini. 

πŸ“Setelah banyak belajar dan latihan, peserta didik secara bertahap memasuki tahap pengendalian diri. Tahap ini melibatkan membangun tindakan otomatis yang tidak membutuhkan perhatian. Tahap ototnom tergantung pada kualitas dan tingkat belajar dan latihan yang dilakukan oleh siswa. Karena otomatisasi mempercepat analisis sensorik model lingkungan, tanda-tanda pertama bermain terbuka dalam olahraga dapat dideteksi dengan cepat dan akurat. Pada tingkat ini kepercayaan diri meningkat. Karena siswa sudah sangat mahir pada tahap ini, perkembangan fisik mereka lambat. Namun, pembelajaran masih jauh dari selesai. Otomatisasi, yang mengurangi usaha fisik dan mental untuk memperoleh keterampilan, pengembangan gaya dan bentuk, dan banyak faktor lain yang tidak terkait langsung dengan penampilan fisik, akan selalu memiliki keuntungan. 

πŸ“Pada tahap ini, tenaga pengajar atau guru harus bertindak sebagai motivator untuk membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka. Karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, mereka dapat merespon tugas dengan cepat dan tepat. Seorang siswa dapat melakukan tugas gerak tanpa mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan dan dengan hasil yang baik dan benar adalah tanda bahwa mereka telah mencapai tahap otomatisasi dalam pembelajaran gerak. Lebih jelasnya, dari uraian di atas mengenai karakteristik setiap tahapan keterampilan gerak dapat dilihat sebagai berikut [20]:

πŸ‘‰Tahap Kognitif:
  1. Masih banyak kesalahan
  2. Variabilitas yang luas dalam kesalahan
  3. Berbagai kesalahan dari pola gerakan
  4. Anggota badan masih "kaku" dalam gerakan kompleks
  5. Waktu respon yang lambat
  6. Perhatian sadar dibutuhkan, atau sebagian besar elemen keterampilan
  7. Sub verbalisasi (bicara sendiri) tampak/terbukti
  8. Gerakan stereotipikal terlepas dari perubahan lingkungan
  9. Ketidakmampuan untuk mengartikulasikan mekanisme gerakan yang tepat
πŸ‘‰Tahap Asosiatif:
  1. Frekuensi kesalahan mulai menurun
  2. Kesalahan sedikit
  3. Berbagai kesalahan sudah mampu diperbaiki
  4. Gerakannya yang lebih halus
  5. Gerakannya lebih cepat
  6. Beberapa segmen gerakan muncul secara otomatis
  7. Mulai mencocokan parameter gerakan dengan perubahan lingkugan
πŸ‘‰Tahap Otomatisasi:
  1. Hanya beberapa kesalahan
  2. Sedikit variabilitas diantara kesalahan
  3. Gerakan anggota badan yang halus dan terkoordinasi
  4. Respon cepat dalam keterampilan mengeksekusi
  5. Gerakan sudah otomatis
  6. Semua komponen keterampilan terintegrasi dengan baik
  7. Kemampuan untuk memperhatikan informasi asing sambil tetap melakukan keterampilan dengan baik
  8. Kemampuan untuk bekerja dengan baik dalam berbagai konteks lingkungan
  9. Sedikit kebutuhan untuk umpan balik tambahan dalam mengoreksi kesalahan
  10. Pengurangan waktu reaksi terkait dengan pengambilan keputusan
  11. Pengeluaran energi yang sedikit [21]

🎯Dalam setiap tahapan pembelajaran, seseorang belajar keterampilan gerak, mulai dengan gerakan yang sangat mudah atau sederhana dan berkembang menjadi gerakan yang sangat sulit atau lebih kompleks. Oleh karena itu, belajar keterampilan gerak adalah serangkaian atau seperangkat kegiatan yang meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan dengan berbagai cara.


Referensi:

[1] C. Herrmann, H. Seelig, I. Ferrari, and J. KΓΌhnis, “Basic motor competencies of preschoolers: construct, assessment and determinants,” Ger. J. Exerc. Sport Res., vol. 49, no. 2, pp. 179–187, 2019, doi: 10.1007/s12662-019-00566-5.

[2] V. Gamalii, V. Potop, Y. Lytvynenko, and O. Shevchuk, “Practical use of biomechanical principles of movement organization in the analysis of human motor action,” J. Phys. Educ. Sport, vol. 18, no. 2, pp. 874–877, 2018, doi: 10.7752/jpes.2018.02129.

[3] S. Thuraiselvam, “Local businesses leveraging on the 29th SEA games winter sports,” Asia-Pacific J. Innov. Hosp. Tour., vol. 7, no. 2, pp. 35–43, 2018, [Online]. Available: https://www.researchgate.net/profile/Shantini-Thuraiselvam/project/29th-KL-SEA-Games-and-9th-ASEAN-Para-Games-2017/attachment/609a69f86b953100014af2c3/AS:1022239965200387@1620732408731/download/APJIHT+vol7_no2_2018+SEA+Games+Special+Issue.pdf?context=Proj

[4] R. Schmidt and T. Lee, Motor Control and Learning - 5th Edition: A Behavioral Emphasis, Fifth. USA: Human Kinetics, 2011. [Online]. Available: http://www.amazon.com/Motor-Control-Learning-Behavioral-Emphasis/dp/0736079610

[5] S. K. Salehi, M. Sheikh, and F. S. Talebrokni, “Comparison Exam of Gallahue’s Hourglass Model and Clark and Metcalfe’s the Mountain of Motor Development Metaphor,” Adv. Phys. Educ., vol. 07, no. 03, pp. 217–233, 2017, doi: 10.4236/ape.2017.73018.

[6] R. A. Magill, “Motor learning and control: Concepts and applications,” New York: McGraw-Hill Co., Inc, 2003, p. 267.

[7] Richard A. Magill and D. I. Anderson, Motor Learning and Control: Consepts and Applications, X. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2014.

[8] J. Irmansyah, R. Lumintuarso, F. X. Sugiyanto, and P. Sukoco, “Children’s social skills through traditional sport games in primary schools,” Cakrawala Pendidik., vol. 39, no. 1, pp. 39–53, 2020, doi: 10.21831/cp.v39i1.28210.

[9] M. Hellin, J. V. Garcia-Jimenez, and J. J. Garcia-Pellicer, “Intensity of physical education lessons in children according to the type of activity: Soccer, badminton, aerobics and motor skills,” J. Phys. Educ. Sport, vol. 19, pp. 148–155, 2019, doi: 10.7752/jpes.2019.s1022.

[10] L. E. GarcΓ­a Reyes, “BAB II TINJAUAN PUSTAKA Latihan,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013.

[11] J. W. Santrock, Life-Span Development, 13th ed. New York: McGraw-Hill, 2011.

[12] A. Coskun and G. Sahin, “Two different strength training and untrained period effects in children,” J. Phys. Educ. Sport, vol. 14, no. 1, pp. 42–46, 2014, doi: 10.7752/jpes.2014.01007.

[13] E. R. Dickinson, Dancing in the Blood: Modern Dance and European Culture on the Eve of the First World War. Cambridge University Press, 2017.

[14] H. Widyaningsih, E. Yulianti, H. Hernawan, and Y. Yusmawati, “The Impact of Sport Tourism as a Tourism Sector Analysis in Kepulauan Seribu, Indonesia,” vol. 21, no. Icsshpe 2019, pp. 50–52, 2020, doi: 10.2991/ahsr.k.200214.014.

[15] H. Rahyubi, “Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik deskripsi dan tinjauan kritis,” Bandung Nusa Media, 2012.

[16] D. I. M. Saputra and G. Gusniar, “Meningkatkan Hasil Belajar Passing Bawah Bola Voli melalui Bermain Melempar Bola,” Gelangg. Olahraga J. Pendidik. Jasm. dan Olahraga, vol. 3, no. 1, pp. 64–73, 2019, doi: 10.31539/jpjo.v3i1.862.

[17] J. H. Humphrey, Motor Learning in Childhood Education: Curricular, Compensatory, Cognitive. ERIC, 1992.

[18] R. Decaprio, “Application the Theory of Motor Learning at School.” Yogyakarta: Diva Press, 2013.

[19] K. Amtliches, B. Nrw, F. C. Pauli, E. Schmidt-walter, and M. Godde-maier, Badminton Rundschau, no. 12. 2012.

[20] B. C. Schmid, T. Meindl, D. Timmann, F. P. Kolb, and D. F. Kutz, “Motor learning of cue-dependent pull-force changes during an isometric precision grip task,” Hum. Mov. Sci., vol. 39, pp. 138–153, 2015, doi: 10.1016/j.humov.2014.11.006.

[21] E. M. Edwards, N. E. Fritz, and A. S. Therrien, “Cerebellar Dysfunction in Multiple Sclerosis: Considerations for Research and Rehabilitation Therapy,” Neurorehabil. Neural Repair, vol. 36, no. 2, pp. 103–106, 2022, doi: 10.1177/15459683211065442.

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

🌺 MODEL EVALUASI CIPP🌺 πŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block