π΄π΄ OUTDOOR ACTIVITY π΄π΄
Pendidikan luar ruangan telah lama dianggap sebagai cara yang efektif untuk memperkenalkan siswa pada dunia modern [1]. Outdoor activity disajikan sebagai cara untuk "kembali ke alam, terhubung dengan alam, dan mengembangkan kepedulian dan sikap terhadap lingkungan" [2]. Anak-anak yang aktif bermain di luar ruangan mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan alamnya dan belajar tentang alam [3]. Aktivitas di luar ruangan menunjukkan adanya hubungan yang kompleks antara lingkungan dan cara pandang [4]. Kurikulum sekolah mewajibkan guru untuk memberikan izin kepada siswa, orang tua, dan pengelola sekolah untuk mengikuti berbagai kegiatan di luar ruangan yang memperhitungkan kegiatan sekolah biasa [5]. π»π»π»
Pembelajaran di luar ruangan mengacu pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran di luar ruangan yang berkaitan dengan isi pembelajaran tertentu [6]. Steiger menegaskan bahwa Pendidikan luar ruangan dirancang dengan baik dan dilaksanakan secara efektif, berdasarkan kurikulum saat ini atau masa depan, dan memberikan banyak kesempatan kepada pelajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, perilaku sosial, dan hubungan antara siswa dan guru [7]. Selain itu, hal ini memberikan pengalaman dunia nyata, yang menambah nilai pada praktik pembelajaran harian siswa. π·π·π·
Pendidikan luar ruangan biasanya ditemukan dalam ilmu alam dan sosial, namun juga dapat menjadi strategi geografi yang penting untuk ruang kelas humaniora. Piagam Internasional Pendidikan Geografi yang direvisi pada tahun 2016 menekankan pentingnya pendidikan geografi dalam kehidupan abad ke-21 [8]. Piagam ini juga berfokus pada keberlanjutan, dunia yang terhubung, dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan alam dan orang lain. Jika kita ingin mendidik masyarakat yang bertanggung jawab untuk abad ke-21, akan bermanfaat jika kita memperluas pengetahuan geografis generasi muda [9]. π±π±π±
Penelitian di sekolah dan perkemahan musim panas menunjukkan bahwa mengerjakan tugas sains di lingkungan alam (seperti taman dan hutan yang rimbun) meningkatkan minat anak terhadap sains dengan memberikan tantangan yang terbuka dan beragam serta kondisi baru dan mengejutkan [10]. Namun, masih sedikit penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak dan bagaimana guru dapat mendorong minat anak-anak terhadap sains dan mempertahankannya di lingkungan alam terbuka [11]. Guna pengembangan dan memperdalam, minat memerlukan dukungan dari orang lain. Sangat penting untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana minat anak-anak muda dalam sains berkembang di lingkungan luar ruangan alami, serta cara guru dapat membantu perkembangan ini [12]πππ
Anak-anak di Taman Kanak-Kanak (4 hingga 6 tahun) dan Sekolah Dasar (2 hingga 4 tahun) di Norwegia belajar menjawab pertanyaan dan mengembangkan keterampilan eksplorasi dengan berinteraksi dengan alam dan unsur-unsurnya (tanaman, serangga, batu, dll.). Berpartisipasi dalam diskusi akan sangat membantu anak-anak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas di lingkungan alam luar ruangan dapat meningkatkan minat anak terhadap sains [13] πΌπΌπΌ
Perez menyelidiki bagaimana guru dapat membantu anak-anak menumbuhkan minat mereka dalam topik-topik tersebut selama kegiatan eksplorasi, serta bagaimana minat anak-anak ditunjukkan dalam konteks ini. Dalam artikel ini, yang dimaksud dengan "GURU" mencakup guru taman kanak-kanak dan sekolah, tetapi "kegiatan penyelidikan ilmiah" adalah kegiatan yang memberikan kebebasan tertentu kepada anak-anak [14]. Guru selalu terbuka dan memberikan kemudahan bagi anak-anak untuk mengekspresikan idenya serta mendalami topik dan materi sains [15]. π¦π§
Kegiatan di luar kelas sangat membantu anak menemukan pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, unsur permainan biasanya sangat erat kaitannya dengan hal ini. Arti dari Game itu sendiri adalah bermain, kita “belajar menggunakan benda-benda di sekitar kita dan beradaptasi dengan lingkungan kita bersama dengan orang-orang di sekitar kita”. Bermain adalah sarana pembelajaran yang alami, karena pertumbuhan pribadi juga dapat diamati melalui bermain. Bermain bukan hanya aktivitas biologis; bermain juga dapat digunakan untuk mencapai tujuan sosial dan budaya. Game adalah bentuk permainan, yang pada dasarnya bertujuan untuk mempromosikan kesenangan, kegembiraan, rekreasi, dan sejenisnya; Nilai utama mereka, singkatnya, adalah hedonis [16]. πππππ
Selain untuk menunjang aktivitas, bermain juga membantu memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru dari luar [17]. Hal ini dimungkinkan mengingat keterlibatan langsung individu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika rekreasi biasanya menjadi jalan yang penting untuk mengembangkan potensi kreatif seseorang. Membuat permainan edukatif di luar kelas merupakan upaya untuk memenuhi semua kebutuhan penting anak-anak di luar ruangan dan meningkatkan hasil belajar yang lebih baik. ππ
Bermain pada hakikatnya merupakan proses belajar berdasarkan pengalaman yang dialami dan dirasakan langsung oleh pelakunya. Berbeda dengan kegiatan pembelajaran di kelas yang penekanannya hanya pada satu aspek, misalnya aspek kognitif. Namun kegiatan pembelajaran yang efektif terjadi melalui pembelajaran langsung, dimana siswa secara langsung merasakan dan mengalami apa yang telah dipelajarinya [18]. Efek dan dampak yang ditimbulkan oleh proses ini lebih mudah diserap, dipahami, dan diingat lebih lama dibandingkan jika hanya mengerjakan satu aspek saja. πππ
Bermain pada hakikatnya adalah proses pembelajaran berbasis pengalaman yang dialami dan dirasakan langsung oleh siswa. Bermain itu asyik, tapi buang-buang waktu dan tenaga. Akan tetapi, kegiatan belajar jika dipadukan dengan kegiatan bermain, artinya keduanya bisa kolaborasikan bersama-sama sehingga terciptalah sebuah permainan edukatif. Pendidikan saat ini telah menggunakan bermain sebagai salah satu metode belajar dan Latihan [19]. Melihat konsep-konsep di atas, maka kegiatan bermain di luar ruangan adalah kegiatan yang dilakukan di luar kelas, menggunakan bentuk-bentuk permainan sebagai sarana belajar, menggunakan olah raga sebagai bentuk interaksi sosial, menghargai pendapat orang lain dan belajar empati, belajar bekerja sama dalam kelompok [20]. π¨πΌπ―
Tujuan dari permainan dapat dikategorikan sebagai berikut yaitu :
a. Team Building πΉ
Team building sangat cocok untuk pelatihan di mana peserta belajar bekerja sama memecahkan masalah, mengembangkan kohesi tim, membangun kepemimpinan, berempati terhadap orang lain, dan bertanggung jawab atas segala tindakan. Tanpa persaingan dalam kelompok maka kerjasama kelompok tidak akan kuat. Oleh karena itu, terciptanya suasana kompetitif antar kelompok akan menimbulkan naluri bersaing secara aktif.
b. Energizer πΉ
Game akan membantu kita mengalihkan perhatian ketika suasana sudah jenuh dan membosankan dengan kata lain dapat menyegarkan suasana, Bermain dalam suasana yang menyenangkan dapat membantu mental kita kembali bersemangat. Dengan menciptakan suasana permainan yang menyenangkan, kita dapat mengembalikan semangat yang sempat memudar.
c. Ice BreakerπΉ
Saat melakukan aktivitas yang memerlukan konsentrasi tinggi, seperti: kegiatan belajar mengajar, pelatihan, dan pelantikan anggota baru seringkali menimbulkan suasana yang kaku dan kikuk. Hal ini terjadi karena gugup dan terlalu serius, ataukah bisa saja karena sebagian orang masih belum mengenal siapa orang disekitarnya. Dengan melakukan games di sela-sela kegiatan yang serius, umumnya suasana yang kaku bisa menjadi cair
d. Perception πΉ
Persepsi mengacu pada pemahaman sesuatu berdasarkan proses mengidentifikasi objek.
πππAlam menawarkan banyak kemungkinan dalam hal ini. Kedekatan dengan alam terbukti bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental anak. Namun aktivitas psikomotorik biasanya berlangsung secara tertutup. Oleh karena itu timbul pertanyaan bagaimana konsep keterampilan psikomotorik dapat diterapkan pada kegiatan di luar ruangan untuk mengembalikan alam kepada anak.π¦π§πΆ
π’Dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip diatas, beberapa rekomendasi diberikan di bawah ini :
- Anak-anak merasa seperti mereka sendiri ketika mereka membangun pondok atau memanjat pohon;
- Atribusi internal mungkin membutuhkan perhatian guru dan umpan balik;
- Nilai moral sangat penting untuk environmentalisme dan perilaku yang sesuai di alam; dan
- Anak-anak dapat mengambil tanggung jawab sosial, seperti membangun jembatan di atas landasan [21].
πππSiswa perlu didorong dan diberdayakan agar lebih tangguh dalam menghadapi permasalahan dan tantangan hidup. Institusi pendidikan tinggi perlu fokus pada hal ini karena hal ini berdampak pada keberhasilan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa membangun ketahanan dalam kehidupannya dan dipengaruhi secara positif oleh tindakan dan sikapnya [22]. Di luar, siswa menggali jauh ke dalam diri mereka untuk memahami manfaat aktivitas di luar ruangan dalam kehidupan mereka [23]. Dengan mengajarkan dan mempraktikkan keterampilan menyusun ulang dan berbicara pada diri sendiri, siswa merasakan manfaatnya jika memasukkannya ke dalam kehidupan sehari-hari dan cara mereka menghadapi masalah di dunia nyata. πππ
DAFTAR PUSTAKA
- H. SvobodovΓ‘, D. MΓsaΕovΓ‘, R. Durna, and E. Hofmann, “Geography Outdoor Education from the Perspective of Czech Teachers, Pupils and Parents,” J. Geog., vol. 119, no. 1, pp. 32–41, 2020, doi: 10.1080/00221341.2019.1694055.
- D. Y. Pyun, C. K. J. Wang, and K. T. Koh, “Testing a proposed model of perceived cognitive learning outcomes in outdoor education,” J. Adventure Educ. Outdoor Learn., vol. 20, no. 3, pp. 230–244, 2020, doi: 10.1080/14729679.2019.1660191.
- M. Legge, “Letting them go - outdoor education with/without the teacher educator,” J. Adventure Educ. Outdoor Learn., vol. 22, no. 1, pp. 1–11, 2022, doi: 10.1080/14729679.2020.1841661.
- J. Kennedy and C. Russell, “Hegemonic masculinity in outdoor education,” J. Adventure Educ. Outdoor Learn., vol. 21, no. 2, pp. 162–171, 2021, doi: 10.1080/14729679.2020.1755706.
- A. Kervinen, A. Uitto, and K. Juuti, “How fieldwork-oriented biology teachers establish formal outdoor education practices,” J. Biol. Educ., vol. 54, no. 2, pp. 115–128, 2020, doi: 10.1080/00219266.2018.1546762.
- E. Happ and M. Schnitzer, “Ski touring on groomed slopes: Analyzing opportunities, threats and areas of conflict associated with an emerging outdoor activity,” J. Outdoor Recreat. Tour., vol. 39, no. May, p. 100521, 2022, doi: 10.1016/j.jort.2022.100521.
- R. Steiger, A. Damm, F. Prettenthaler, and U. PrΓΆbstl-Haider, “Climate change and winter outdoor activities in Austria,” J. Outdoor Recreat. Tour., vol. 34, no. September 2020, 2021, doi: 10.1016/j.jort.2020.100330.
- P. A. Coventry et al., “Nature-based outdoor activities for mental and physical health: Systematic review and meta-analysis,” SSM - Popul. Heal., vol. 16, no. September, p. 100934, 2021, doi: 10.1016/j.ssmph.2021.100934.
- [A. K. Jansson et al., “Integrating smartphone technology, social support and the outdoor built environment to promote community-based aerobic and resistance-based physical activity: Rationale and study protocol for the ‘ecofit’ randomized controlled trial,” Contemp. Clin. Trials Commun., vol. 16, p. 100457, 2019, doi: 10.1016/j.conctc.2019.100457.
- Skalstad and E. Munkebye, “How to support young children’s interest development during exploratory natural science activities in outdoor environments,” Teach. Teach. Educ., vol. 114, p. 103687, 2022, doi: 10.1016/j.tate.2022.103687.
- M. Yoshimura, M. Nakamura, T. Hojo, A. Arai, and Y. Fukuoka, “The field study about the effects of artificial CO2-rich cool-water immersion after outdoor sports activity in a hot environment,” J. Exerc. Sci. Fit., vol. 21, no. 3, pp. 268–274, 2023, doi: 10.1016/j.jesf.2023.05.001.
- A. Corradini et al., “Effects of cumulated outdoor activity on wildlife habitat use,” Biol. Conserv., vol. 253, p. 108818, 2021, doi: 10.1016/j.biocon.2020.108818.
- Y. Kuang et al., “Association of outdoor activity restriction and income loss with patient-reported outcomes of psoriasis during the COVID-19 pandemic: A web-based survey,” J. Am. Acad. Dermatol., vol. 83, no. 2, pp. 670–672, 2020, doi: 10.1016/j.jaad.2020.05.018.
- L. G. Perez et al., “Does the social environment moderate associations of the built environment with Latinas’ objectively-measured neighborhood outdoor physical activity?,” Prev. Med. Reports, vol. 4, pp. 551–557, 2016, doi: 10.1016/j.pmedr.2016.10.006.
- Z. Liu, A. Kemperman, and H. Timmermans, “Social-ecological correlates of older adults’ outdoor activity patterns,” J. Transp. Heal., vol. 16, no. February, p. 100840, 2020, doi: 10.1016/j.jth.2020.100840.
- K. Green and K. Hardman, “Physical education: Essential issues,” Phys. Educ. Essent. Issues, pp. 1–248, 2005, doi: 10.4135/9781446215876.
- P. Lloyd, Rieber, “Seriously Considering Play: Designing Interactive Learning Environments Based on the Blending of Microworlds, Simulations, and Games,” Educ. Technol. Res. Dev., vol. 44, no. 2, pp. 43–58, 1996.
- A. Stavrianos and S. Pratt-Adams, “Representations of the Benefits of Outdoor Education for Students with Learning Disabilities: A Thematic Analysis of Newspapers,” Open J. Soc. Sci., vol. 10, no. 06, pp. 256–268, 2022, doi: 10.4236/jss.2022.106020.
- W. Zhang, “Analysis of Factors Affecting the Development of Competitive Level of Mountain Outdoor Sports,” Open J. Appl. Sci., vol. 02, no. 04, pp. 199–202, 2012, doi: 10.4236/ojapps.2012.24b045.
- J. Chen, “An Investigation on Safety Accidents in Outdoor Sports on the Perspective of Ethics in China,” Open J. Soc. Sci., vol. 06, no. 04, pp. 113–118, 2018, doi: 10.4236/jss.2018.64010.
- R. C. France, Introduction to physical education and sport science. 2009.
- M. Sugiyama et al., “Outdoor Play as a Mitigating Factor in the Association between Screen Time for Young Children and Neurodevelopmental Outcomes,” JAMA Pediatr., vol. 177, no. 3, pp. 303–310, 2023, doi: 10.1001/jamapediatrics.2022.5356.
- K. M. Hustyi, M. P. Normand, T. A. Larson, and A. J. Morley, “the Effect of Outdoor Activity Context on Physical Activity in Preschool Children,” J. Appl. Behav. Anal., vol. 45, no. 2, pp. 401–405, 2012, doi: 10.1901/jaba.2012.45-401.