Monday, 14 February 2022

LONG-TERM ATHLETE DEVELOPMENT (LTAD) SEPAK BOLA INDONESIA

 (MAKALAH)

Long-Term Athlete Development (LTAD) Sepak Bola Indonesia 

Kata kunci: LTAD, sepak bola.

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir adopsi model Pengembangan Atlet Jangka Panjang atau Long-Term Athlete Development (LTAD) telah menyebar luas dalam olahraga begitu juga di olahraga sepak bola. Menurut Balyi & Way, (2009:6) Long-Term Athlete Development (LTAD) requires the identification of early, average and late maturers in order to help to design appropriate training and competition programs in relation to optimal trainability and readiness. Model Long Term Athlete Development (LTAD) Balyi telah menjadi model yang paling populer dan tak tertandingi karena model ini  digunakan oleh National Sports Organization (NSO). Model pengembangan partisipasi dalam olahraga karya milik Balyi ini merupakan suatu pendekatan alternatif yang sangat baik digunakan karena tidak hanya menghasilkan ulasan tetapi juga alternatif asli untuk model sehingga menjadi  lebih populer ini dibandingkan dengan pendekatan model yang lainnya.

Meskipun demikian terdapat masalah dengan model-model ini diantaranya sebagian besar masih berbentuk teoritis dan belum banyak contoh aplikasi praktis yang kuat dan tepat dalam penggunaannya. Dalam sebuah organisasi yang dikenal dengan National Sports Organization (NSO) seringkali model yang diusulkan tidak sesuai dengan struktur yang ada yang sebagian besar tetap karena sejumlah alasan historis dan politik. Tidak masuk akal untuk menerapkan model seperti LTAD Balyi dengan benar ke organisasi atau NSO yang sebenarnya jadi dasar-dasar model setidaknya harus dipertimbangkan dan model individu untuk Setiap lingkungan yang terpisah perlu dikembangkan. 

Kelvin Giles dan rekan-rekannya telah mengatasi kesenjangan antara aplikasi teoretis dan praktis LTAD dengan mengembangkan alat pelatihan baru seperti komponen Dinamika Gerakan untuk latihan dan gerakan. Misalnya pekerjaan Giles didasarkan pada pengalaman yang luas di bidang pengembangan atlet. Mengandalkan terapi fisik dan penilaian gerak yang populer untuk menyediakan jadwal pelatihan yang dapat dinilai secara subjektif yang memungkinkan pelatih memprogram dan melatih  atlet individu yang disesuaikan sepanjang perjalanan keugaran olahraga mereka. 

Sebagai penanda  untuk level ini gerakan latihan penting dan akan sangat bernilai. Kriteria untuk setiap penilaian difokuskan pada kesempurnaan gerakan dan kontrol utuh total. Seiring berkembangnya disiplin demikian pula kekhususan masing-masing olahraga serta kompleksitas dan tingkat kesulitan gerakannya. Ini biasanya dicapai dengan meningkatkan dan memasukkan lebih banyak kerumitan ke dalam gerakan atau membutuhkan kecepatan yang lebih besar. Latihan disusun dengan jelas dan harus cukup relevan dengan program pengembangan Talent/Atlit dengan persyaratan dan penampilan kompetisi yang lebih tinggi jenjangnya. Peta jalan untuk setiap caang olahraga dirancang melalui proses konsultasi yang panjang dan intens yang melibatkan spesialis pembinaan atlet pelatih olahraga dan spesialis kedokteran olahraga. Hal ini memungkinkan untuk pendekatan holistik untuk pengembangan olahraga setiap pemain.  

Dalam upaya membina prestasi yang baik, maka pembinaan harus dimulai dari pembinaan usia muda dan pembinaan atlet muda berbakat sangat menentukan menuju tercapainya mutu prestasi optimal dalam cabang olahraga sepakbola. Bibit atlet yang unggul perlu pengolahan dan proses kepelatihan secara ilmiah, barulah muncul prestasi atlet semaksimal mungkin pada umur-umur tertentu. Atlet berbakat yang umurnya muda dapat ditemukan di sekolah-sekolah, klub, organisasi pemuda dan kampung-kampung. Dalam pembelajaran sepakbola, mengenal aspek-aspek yang perlu dikembangkan yaitu: 

1) Pembinaan teknik (keterampilan); 

2) Pembinaan fisik (kesegaran jasmani); 

3) Pembinaan taktik; 

4) Kematangan juara. 

Modal utama dalam bermain sepakbola antara lain fisik, teknik, taktik, dan mental. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan dalam bermain sepakbola adalah keterampilan dasar bermain sepakbola. Dalam peningkatan kecakapan permainan sepakbola, keterampilan dasar erat sekali hubungannya dengan kemampuan koordinasi gerak fisik, taktik dan mental.

Keterampilan dasar harus dikuasai dan dipelajari lebih awal untuk mengembangkan mutu permainan yang merupakan salah satu faktor yang menentukan menang atau kalahnya suatu kesebelasan dalam suatu pertandingan. Untuk meningkatkan prestasi sepakbola banyak faktor yang harus diperhatikan seperti sarana prasarana, pelatih yang berkualitas, pemain berbakat dan kompetisi yang teratur serta harus didukung oleh ilmu dan teknologi yang memadai. Untuk meningkatkan keterampilan sepakbola akan dilakukan drill mengenai Dribble, Passing, Control, Shooting, dan Heading. Dalam sepakbola terdapat berbagai pemain yang di antaranya ada penyerang (striker) atau pemain depan, gelandang (midfielder) atau pemain tengah, pemain belakang (defender), dan penjaga gawang (goal keeper).

Dalam sepak bola seperti dalam kebanyakan olahraga ada konflik keyakinan tentang cara terbaik untuk mempersiapkan pemain. Pelatih akan cenderung memprioritaskan efisiensi teknis dan definisi  luas dari karakteristik fisik. Pedoman beberapa Federasi Sepak Bola mendukung pengembangan semua  pemain untuk memasukkan keterampilan sepak bola  khusus sepak bola. Ini bisa menjadi kontroversi karena untuk mengembangkan kemampuan teknis seorang pemain adalah bijaksana dan logis bahwa mereka harus terlebih dahulu mampu secara fisik untuk melakukan keterampilan. Program Sepak Bola yang telah ada  sudah berusaha untuk mengintegrasikan semua aspek pedoman nasional serta filosofi permainan pribadi ke dalam jalur atlit dalam pengembangannya. Dukungan  dan kerjasama penuh dari semua penyedia layanan dan instruktur dalam program telah memungkinkan struktur ini dilaksanakan. Berikut ini adalah deskripsi singkat dari jalur yang telah berkembang selama ini; bagaimana perkembangan LTAD sepak bola di Indonesia; tantangan untuk pengembangan lebih lanjut dari proses dan pada akhirnya manfaat dari penerapan struktur seperti itu ke organisasi dan olahraga  lain.

Rumusan Masalah

  • Tinjauan tentang Long-Term Athlete Development (LTAD)
  • Tinjauan tentang LTAD dan Sepak Bola Indonesia

Tujuan

  • Untuk memahami konsep pendekatan LTAD Sepak Bola Indonesia


Pembahasan

LONG-TERM ATHLETE DEVELOPMENT (LTAD)

LTAD adalah hasil pemikiran dari Dr.Istvan Balyi, seorang pakar dalam bidang perencanaan, periodisasi dan peningkatan prestasi melalui program latihan jangka pendek dan jangka panjang. Kira-kira empat tahun yang lalu dalam laporan kepelatihan (Coaches Report), Balyi membahas masalah-masalah pokok yang dihadapi oleh system olahraga di British Columbia dan Kanada dan menawarkan LTAD sebagai jalan penyelesaian. Di dalam negeri penerapannya berjalan lambat, tetapi pada tahun-tahun berikutnya Balyi telah memperbaiki dan mengembangkan modelnya dan selanjutnya bekerjasama dengan pemegang otoritas olahraga di Inggris dan Ireland untuk mengimplementasikan LTAD dalam sistem mereka. Dia juga menjalin suatu hubungan yang produktif dengan manajemen olahraga di Australia dan Selandia Baru, dimana konsep-konsepnya banyak dipakai. Sekarang tibalah saatnya LTAD dipakai untuk melakukan revolusi pengembangan sistem olahraga di Kanada. Beberapa federasi olahraga nasional sudah siap mengimplementasikan LTAD secara luas, dan otoritas olahraga Kanada sudah memberikan sinyal untuk menyediakan dana sebesar $1 juta untuk “suatu system pembinaan atlet yang mengintegrasikan organisasi olahraga mulai tingkat regional, provinsi dan nasional.” Masalah kita sekarang adalah apa yang akan kita lakukan ? Di depan kita hanya ada dua pilihan, mempertahankan status quo sambil menyaksikan prestasi kita terus menurun atau menciptakan kondisi yang baru sama sekali yang memungkinkan kita meraih prestasi cemerlang di masa depan.” Berdasarkan hal di atas, inilah saatnya untuk mempertimbangkan LTAD dan menggunakan potensinya guna mendorong perubahan.

LTAD adalah program pelatihan, kompetisi dan pemulihan (recovery) berdasarkan pada usia biologis atlet (tingkat kematangan individu) dan bukan berdasarkan pada usia kronologis. Dengan fokus utama pada atlet, didukung oleh pelatih yang baik, administrasi, ilmu olahraga dan sponsor maka seorang atlet yang menjalani program latihan dan kompetisi LTAD akan mendapatkan suatu perencanaan periodisasi yang sesuai dengan usia biologisnya dan perkembangan kebutuhannya. “Di Kanada kita seolah peduli dengan pembinaan yang berfokus pada atlet (atlet centered), padahal sebenarnya tidak, karena kita justru mengabaikan masalah pembinaan atlet,” kata Balyi yang pernah bekerja untuk 16 tim nasional dan anggota tim pelatih nasional sejak 1985. “Kita memusatkan perhatian pada atlet-atlet yang berprestasi tinggi, saya setuju bahwa kondisi mereka harus ditingkatkan akan tetapi memberikan uang begitu saja pada mereka bukanlah jalan penyelesaian untuk meningkatkan prestasi mereka.”

Seperti diilustrasikan dalam gambar 1, LTAD meliputi setiap aspek dari pengembangan fisik manusia dan didasarkan pada anggapan bahwa kaum muda harus dipersiapkan dengan baik agar dapat hidup melalui olahraga. LTAD membantu menumbuhkan benih kesadaran atau budaya agar kaum muda terliat dalam olahraga sepanjang hidup mengetahui bahwa olahraga  bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dan membantu mengidentifikasi jalan yang dapat diambil seorang atlet dalam karir mereka dari pemula hingga  mahir dan diakui secara luas. LTAD memantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta mencapai potensi penuh mereka memastikan bahwa setiap orang  mempelajari dasar-dasar selama pembinaan  berkelanjutan. 

Mari kita mulai dengan pernyataan Balyi tentang sistem olahraga saat ini. “Kanada seperti negara-negara lain telah mencoa untuk mengisi kesenjangan dalam sistem olahraga saat ini. Tetapi triknya bukanlah mencoba  merancang sistem baru yang berfungsi untuk Kanada tetapi untuk meniru apa yang dilakukan Uni Soviet pada 1970-an dan 1980-an; Pada tahun 1990 kami meniru Jerman Timur dan kemudian Australia dan sekarang kami juga akan meniru Cina. Dengan demikian Balyi  mempertahankan pendapatnya bahwa model LTAD harus disesuaikan dengan kondisi sosial politik dan ekonomi Kanada dan diintegrasikan ke dalam struktur lokal dan regional, provinsi dan negara. 

 

Gambar 1. Tahapan LTAD dan Kepemimpinan Strategis untuk Olahraga. Sumber: Way et al., (2016:45)

Sistem Olahraga Kanada melibatkan  lebih banyak pemangku kepentingan dalam pengemangan atlet mereka daripada pesaing kita. Richard Way dalam ukunya “Strategic Action Plan for Coaches and Coaches in British Columbia” menemukan bahwa di tingkat provinsi saja 2 pihak  terliat dalam kegiatan pelatihan. Jelas bahwa  ada  keutuhan untuk jalur pengembangan yang jelas yang akan spesifik untuk setiap cabang olahraga. Setelah jalur pelatihan ditentukan semua pemangku kepentingan di setiap tingkat akan dapat menentukan apa yang dapat mereka lakukan untuk mendukung perkembangan atlet berdasarkan tanggung jawab dan peran mereka.

LTAD  dirancang untuk memerikan proses yang mudah dipahami bagi atlet pemula dan mahir. LTAD dibangun di atas pengetahuan tentang pertumbuhan perkembangan dan apa artinya bagi program pelatihan yang dapat memungkinkan atlet untuk mencapai potensi penuh mereka. 

Latihan efektif untuk atlet luar biasa tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. “Penelitian ilmiah menunjukkan ahwa dibutuhkan delapan hingga 10 tahun latihan” kata Balyi. Dalam literatur ilmiah ini dikenal  sebagai aturan 10 tahun atau aturan 10.000 jam atau dalam sehari Anda kehilangan sekitar 3 jam pelatihan dalam waktu kurang dari 10 tahun. Kita juga tahu bahwa dibutuhkan komitmen yang kuat dalam latihan untuk  menghasilkan atlet yang berprestasi. Sayangnya banyak orang tua dan pelatih  masih menganggap bahwa olahraga tidak lebih dari kegiatan akhir pekan. LTAD memerikan imingan kepada pelatih atlet administrator dan orang tua di semua bidang termasuk  perencanaan pelatihan kompetisi dan pemulihan. Ini termasuk kompetisi atau kejuaraan yang terus berubah dan semua aspek yang diperlukan untuk atlet. 

Agar LTAD berhasil itu berarti kita harus berbagi peran kita dengan komunitas olahraga sehingga pelatihan atlet jangka panjang menjadi pusat pemikiran kita. LTAD juga harus mampu mengidentifikasi dan membuka peluang sehingga potensi ini dapat direalisasikan sepenuhnya dalam praktik. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa setiap orang yang ingin mendalami olahraga ini bisa mendapatkan kesempatan. 

Dalam sistem olahraga yang memperlakukan setiap orang sebagai individu yang tunduk pada aktivitas fisik sepanjang hidup mereka setiap organisasi olahraga menganggap setiap anggota sebagai aset bagi masyarakat dan berfokus pada pengembangan jangka panjang  setiap orang. Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dimana jika ingin mencapai tujuan maka perlu adanya hubungan yang kuat antara pembangunan berprestasi masyarakat dan sekolah olahraga. Dengan  sumer daya yang teratas Kanada tidak bisa begitu saja menyalin program lain. Program sekolah dan masyarakat harus dapat saling melengkapi dengan program LTAD. 

 


Gambar 2. Hubungan Antara Tahap Perkembangan Atlet Jangka Panjang dan Tahap Perkembangan Kognitif, Emosional dan Moral. Sumber: Way et al., (2016:37)

Sangat sedikit klub atau sekolah yang mampu menerapkan prinsip-prinsip LTAD sehingga dalam jangka panjang perlu ada semacam model yang dapat digunakan oleh klub organisasi olahraga provinsi refleks dll yang mencerminkan keutuhan masing-masing. olahraga dan menyesuaikannya dengan tujuan  LTAD. Balyi setuju ahwa pendekatan ini bisa memicu  perubahan  radikal. Kita tidak bisa lagi mengatakan "kita berada dalam bisnis seperti biasa" atau "ini adalah bagaimana kita melakukan sesuatu dalam organisasi kita". Sekarang mari kita bicara tentang model dasar  LTAD dan prinsip-prinsip yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan seorang atlet (manusia) yang membentuk kerangka dasar LTAD. Semua tahapan LTAD dengan hati-hati mempertimbangkan tahapan perkembangan yang  harus dilalui seseorang dalam hidupnya. Tingkat perkembangan setiap orang dari masa kanak-kanak hingga dewasa pada dasarnya  sama; Waktu dan kecepatanlah yang membedakannya dan perbedaan inilah yang harus diperhitungkan.

LTAD menawarkan dua model menurut Balyi (2013:7) meninjau literatur yang ada membantu kami untuk menyimpulkan bahwa olahraga spesialisasi awal memerlukan model empat tahap, sedangkan olahraga spesialisasi akhir memerlukan model lima tahap:

Early Specialisation Model

1 Training to Train 

2 Training to Compete 

3 Training to Win 

4 Retirement/Retaining

Late Specialisation Model

1 FUNdamental 

2 Training to Train 

3 Training to Compete 

4 Training to Win 

5 Retirement/Retaining Since

Pendidikan jasmani harus mampu memberikan landasan yang memadai yang dikenal dengan literasi jasmani mengenai keterampilan motorik umum dan keterampilan teknis dan taktis untuk  gaya hidup yang dinamis. Jelas bahwa tidak adanya pengetahuan fisik menghambat dan membatasi partisipasi dalam olahraga kompetitif dan rekreasi. Jika literasi fisik dipersiapkan sejak awal anak dapat memilih untuk berpartisipasi dalam olahraga kompetitif atau rekreasi atau bahkan keduanya. Dengan menyediakan platform yang sesuai dan pengalaman positif sistem olahraga dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mencapai kesehatan fisik mental dan emosional dan mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik secara penuh sepanjang hidup mereka. Hal ini juga menguntungkan secara ekonomi karena  berarti mencegah risiko penyakit. 

LTAD & SEPAK BOLA INDONESIA

Menurut Prakarsa & Umar (2020:193) Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga beregu yang masing-masing terdiri dari 11 orang pemain dan salah satu diantaranya penjaga gawang. Permainan berlangsung pada satu lapangan yang berukuran panjang 100 sampai 110 meter dan lebar lapangan 65 sampai 75 meter, yang di batasi dengan garis selebar 12 cm serta dilengkapi dengan 2 gawang yang tingginya 2,24 meter dan lebar 7,32 meter ( low of the game 2009/2010 ). Dalam beberapa tahun terakhir fokusnya adalah pada pengembangan bakat dalam sepak bola. Klub sepak bola profesional di seluruh dunia membangun dan mensponsori program pelatihan khusus yang  dikenal sebagai akademi atau SSB (Sekolah Sepak Bola). Mills dalam Larkin (2014:9) juga mencatat bagaimana program terstruktur seperti akademi bisa dibilang merupakan langkah terpenting dalam perjalanan seorang atlet untuk menjadi pemain profesional atau elit. Banyak penelitian percaya bahwa telah terjadi pergeseran dari identifikasi bakat ke pengembangan bakat. Ini sebagian karena keuntungan finansial dari pengembangan bakat dalam sepak bola yang  mengarah pada pembentukan akademi dan pusat keunggulan di banyak tim negara sepak bola profesional. 

Sebuah penelitian dilakukan oleh Mills et al. (2012) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi perkembangan pemain akademi muda elit. Pesertanya adalah sepuluh pelatih pengembangan spesialis dari klub Liga Premier dan liga profesional di Inggris. Setelah melakukan serangkaian wawancara dengan sepuluh dosen diperoleh hasil sebagai berikut. Faktor-faktor yang menurut mereka mempengaruhi perkembangan pemain elit adalah kesadaran ketahanan atribut berorientasi tujuan kecerdasan dan atribut khusus olahraga faktor olahraga dan  lingkungan. Reilly dkk. (2000) menemukan hasil yang sama dalam sebuah penelitian terhadap pemain sepak bola elit. Ditemukan bahwa pemain sepak bola elit  dibandingkan dengan pemain non-elit menunjukkan toleransi kelelahan yang lebih baik kekuatan aerobik kekuatan otot dan kecepatan. Akhirnya dalam sebuah studi oleh Williams dan Reilly (2000) mereka menemukan sejumlah prediktor bakat pada pemain sepak bola yang semuanya perlu dikembangkan melalui rejimen pelatihan yang dibangun dengan hati-hati untuk menciptakan pemain elit. Prediktor dibagi menjadi empat kategori: fisik fisiologis psikososial dan sosiologis.

 

Gambar 3. Potensi prediktor bakat dalam sepak bola. Sumber: Larkin (2014:10)

Faktor dan prediktor seperti yang disebutkan sebelumnya tidak dapat dikembangkan dalam jangka pendek; mereka harus dikembangkan dalam jangka waktu yang lama. Seperti yang dikemukakan oleh Balyi seringkali orang tua dan pelatih di berbagai cabang olahraga termasuk sepak bola mengambil pendekatan “peaking by Friday”. Padahal sebenarnya Balyi menemukan bahwa jika atlet elit ingin dihasilkan pengabdian jangka panjang untuk pelatihan sangat penting.

Sebenarnya perkembangan pemain sepak bola dan sepak bola Indonesia saat ini berdasarkan kurikulum sepak bola yang diterbitkan oleh PSSI sebagai organisasi yang menanungi sepak bola di Indonesia.  Kurikulum pembinaan sepak bola Indonesia ini tergambar dengan jelas filosofi permainan sepakbola yang Indonesia anggap cocok untuk menuju pentas dunia. Kurikulum ini juga memberikan penjelasan mendalam tentang karakteristik pesepakbola usia muda sesuai dengan kelompok usianya. Berdasarkan karakteristik pengelompokkan usia, Kurikulum kemudian menjabarkan tahap-tahap pembinaan sepakbola usia muda yang harus dilalui pemain. Dimana pada setiap tahapan tersebut, terdapat sistematika dan metode latihan yang spesifik sesuai kebutuhan tiap kelompok umur. Tahapan pembinaan ini akan mencetak pemain yang mencintai permainan sepakbola, memiliki skill aksi sepakbola mumpuni, dan kompetensi dalam permainan (PSSI, 2017:x). Jika dilihat lebih dekat, kurikulum ini dapat sejalan dengan LTAD karena sama-sama memfokuskan tahapan-tahapan pembinaan berdasarkan kategorisasi kelompok usia, namun sayang tahapan LTAD di kurikulum ini tidak semua diserap atau diadopsi dengan baik. 



Pengembangan atlet jangka panjang (Long-term athlete development) telah menjadi visi bagi banyak Badan Pengurus Nasional dan Dewan Olahraga di seluruh dunia. Banyak olahraga di seluruh dunia telah mengadopsi model LTAD sebagai bagian dari program pengembangan mereka. Padahal secara khusus ada beberapa negara sepakbola yang berhasil mengadaptasi LTAD Istvan Balyi seperti Inggris, Portugal, Chile, Australia dan Amerika Serikat. Tujuan dari rumusan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan persepsi pelatih sepak bola Indonesia tentang LTAD dan seberapa banyak mereka menerapkannya. Meskipun belum ada bukti  yang menunjukkan bahwa LTAD diimplementasikan dalam Sepak Bola Indonesia  dan tingkat implementasi yang sebenarnya sampai sekarang belum dihitung. Namun, sebagai bahan kajian dan pengembangan sangatlah baik untuk mendalami dan terbuka menerapkan berbagai model pengembangan olahraga salah satunya model LTAD (Long-term athlete development) milik Balyi ini. 

Hanya sedikit klub atau sekolah yang dapat menjalankan prinsip-prinsip dari LTAD sehingga untuk untuk jangka panjang harus ada semacam template yang dapat dipakai oleh klub-klub, organisasi olahraga provinsi yang merefleksikan kebutuhan dari masing-masing cabang olahraga dan menyesuaikannya dengan tujuan dari LTAD. Balyi sepakat bahwa pendekatan ini dapat memicu terjadinya perubahan yang radikal. Kita tidak bisa lagi berkata, “Kita sudah kerjakan seperti biasa” atau “beginilah cara yang kita kerjakan dalam organisasi kita”. Sekarang mari kita membahas tentang model dasar dari LTAD dan prinsip-priinsip mengenai tumbuh kembangnya seorang atlet (manusia) yang menjadi kerangka dasar dari LTAD.

Sesuai dengan pembahasan dan beberapa teori-teori yang dirangkum pada makalah ini,  dapat dikonsepkan Pembinaan sepak bola Indonesia dengan menggunakan pendekatan model LTAD milik Balyi sebagai berikut: 

  • Pemain memulai pada fase FUNdamental yang sebagian besar didasarkan pada level klub lokal untuk pemain. Penekanan pada fase FUNdamental adalah untuk mengembangkan keterampilan gerakan dasar pemain dalam lingkungan yang menyenangkan dan positif. Keterampilan motorik dasar yang tepat dan benar seperti teknik lari, lompat dan lempar diajarkan pada usia 6-9 tahun. Lanjutan dari fase FUNdamental adalah fase Learning to train. Fase belajar untuk melatih khusus untuk atlet berusia antara 9 dan 12. Seperti fase FUNdamental, belajar untuk melatih didasarkan pada tingkat klub lokal untuk atlet tetapi mulai berkembang melalui pengenalan kompetisi di tingkat U-12. Tujuan utama dari fase belajar untuk melatih adalah untuk mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan sepak bola dan menerapkannya menggunakan keterampilan FUNdamental. Penekanan dalam fase belajar untuk melatih adalah pada pengembangan teknis dengan atlet diperkenalkan ke situasi permainan 7v7 dan 9v9.
  • Tahap pengembangan pemain sepak bola selanjutnya adalah tahap training to train. Tahap pelatihan untuk melatih menargetkan pemain berusia antara 12 dan 16 tahun. Melanjutkan dari pengembangan di level klub dan pengenalan kompetisi melihat terwujudnya Emerging Talent Program di tingkat antar kabupaten dan juga di tingkat regional. The Emerging Talent Program menyatukan para pemain terbaik dari level klub lokal dan memberi mereka kesempatan pelatihan yang mengingatkan para pemain elit untuk membantu perkembangan mereka. Tujuan utama dalam fase training to train adalah menggabungkan keterampilan dasar dengan pengenalan elemen taktis dasar. Fase training to train juga melihat munculnya perkembangan fisik berupa aerobik dan pengembangan kekuatan. Tahap pelatihan untuk melatih juga melihat pengenalan turnamen nasional antar negara di mana pemain memiliki kesempatan untuk menunjukkan bakat mereka dan berpotensi diperhatikan oleh manajer dari klub profesional. Lanjutan dari fase training to train adalah fase training to competition.
  • Fase training to competition. Fase ini didominasi oleh usia 16-18 tahun. Tujuan dari fase pelatihan untuk bersaing adalah untuk mengoptimalkan tingkat kebugaran di samping pengembangan keterampilan individu dan posisi tertentu. Tahap pelatihan untuk bersaing juga melihat pengenalan elemen permainan taktis yang lebih maju. Penekanan khusus ditempatkan pada replikasi situasi permainan dan kompetisi dengan memodelkan pelatihan ke kompetisi. Dalam fase pelatihan untuk bersaing pemain masih terlibat dengan ETP tetapi juga disaring ke sepak bola Internasional. Persaingan dalam sepak bola internasional mulai terbentuk pada fase pelatihan untuk bersaing dengan turnamen seperti Kejuaraan-kejuaraan Internasional. Pemain dalam fase pelatihan untuk bersaing dalam sepak bola diperkenalkan dengan cita rasa pertama mereka dari sepak bola profesional elit melalui Liga kelompok U19. Liga U-19 diatur dalam struktur yang mirip dengan Liga utama, yang merupakan kompetisi sepak bola utama yang diadakan di Indonesia. Liga U-19 membantu mempersiapkan pemain untuk menghadapi kompetisi yang panjang namun membatasi pemain untuk bersaing dengan pemain seusia mereka atau yang seusia.
  • Fase terakhir dari jalur pemain sepakbola adalah fase pelatihan untuk menang atau train to win. Karena fase pelatihan bersaing menargetkan pemain berusia 16-18 tahun, ini pasti berarti pelatihan untuk memenangkan fase menargetkan pemain berusia 18 tahun ke atas. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan persiapan kebugaran dan sepak bola, keterampilan khusus individu dan posisi serta kinerja. Karena kapasitas pemain sekarang sepenuhnya terbentuk, pemain dilatih untuk mencapai puncaknya untuk kompetisi besar. Pelatihan ditandai dengan intensitas tinggi dan volume yang relatif tinggi dengan periode istirahat yang sering. Sama halnya dengan fase training to competition, sepak bola internasional juga ditonjolkan pada fase training to win. Turnamen internasional di mana para pemain bersaing termasuk Piala AFF dan Dunia U-20. Pemain dalam fase pelatihan untuk menang juga mencapai puncak sepak bola Indonesia yaitu liga sepak bola profesional senior di Indonesia. 

Kesimpulan

Dalam sepak bola seperti dalam kebanyakan olahraga ada konflik keyakinan tentang cara terbaik untuk mempersiapkan pemain. Pelatih akan cenderung memprioritaskan efisiensi teknis dan definisi  luas dari karakteristik fisik. Pedoman beberapa Federasi Sepak Bola mendukung pengembangan semua  pemain untuk memasukkan keterampilan sepak bola  khusus sepak bola. Ini bisa menjadi kontroversi karena untuk mengembangkan kemampuan teknis seorang pemain adalah bijaksana dan logis bahwa mereka harus terlebih dahulu mampu secara fisik untuk melakukan keterampilan

LTAD adalah program pelatihan, kompetisi dan pemulihan (recovery) berdasarkan pada usia biologis atlet (tingkat kematangan individu) dan bukan berdasarkan pada usia kronologis. Dengan fokus utama pada atlet, didukung oleh pelatih yang baik, administrasi, ilmu olahraga dan sponsor maka seorang atlet yang menjalani program latihan dan kompetisi LTAD akan mendapatkan suatu perencanaan periodisasi yang sesuai dengan usia biologisnya dan perkembangan kebutuhannya.

Faktor dan prediktor seperti yang disebutkan sebelumnya tidak dapat dikembangkan dalam jangka pendek; mereka harus dikembangkan dalam jangka waktu yang lama. Seperti yang dikemukakan oleh Balyi seringkali orang tua dan pelatih di berbagai cabang olahraga termasuk sepak bola mengambil pendekatan “peaking by Friday”. Padahal sebenarnya Balyi menemukan bahwa jika atlet elit ingin dihasilkan pengabdian jangka panjang untuk pelatihan sangat penting

Pengembangan atlet jangka panjang (Long-term athlete development) telah menjadi visi bagi banyak Badan Pengurus Nasional dan Dewan Olahraga di seluruh dunia. Banyak olahraga di seluruh dunia telah mengadopsi model LTAD sebagai bagian dari program pengembangan mereka. Diharapkan di Indonesia lebih banyak lagi penerapan Model LTAD ini dalam sepak bola bukan hanya sekedar teori semata. Kurikulum PSSI jika dipehatikan lebih seksama dapat sejalan dengan LTAD karena sama-sama memfokuskan tahapan-tahapan pembinaan berdasarkan kategorisasi kelompok usia, namun sayang tahapan LTAD di kurikulum ini tidak semua diserap atau diadopsi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Aprilianto, M., & Tomoliyus, T. (2016). Pengembangan model bermain sepakbola untuk meningkatkan aspek psikologis anak usia 12 -13 tahun di Yogyakarta. Jurnal Keolahragaan, 4(1), 34. https://doi.org/10.21831/jk.v4i1.8138
  • Balyi, I. (2013). Long-Term Athlete Development: The System and Solutions (pp. 1689–1699).
  • Balyi, I., & Way, R. (2009). The Role of Monitoring Growth in Long-Term Athlete Development. Canadian Sport for Life.
  • Behm, D. G., Young, J. D., Whitten, J. H. D., Reid, J. C., Quigley, P. J., Low, J., Li, Y., Lima, C. D., & Hodgson, D. D. (2017). Effectiveness of Traditional Strength vs . Power Training on Muscle Strength , Power and Speed with Youth : A Systematic Review and. Frontiers in Physiology, 8(June). https://doi.org/10.3389/fphys.2017.00423
  • Boyle, M. J. (2010). Advances in Functional Training Training Techniques for Coaches, Personal Trainers and Athletes. On Target Publications.
  • Cross, K. (2013). The Football Coaching Process. Official Football Federation Australia Publication.
  • Cuevas, C., QuilĂ³n, D., & GarcĂ­a, N. (2020). Techniques and applications for soccer video analysis: A survey. In Multimedia Tools and Applications (Vol. 79, Issues 39–40). https://doi.org/10.1007/s11042-020-09409-0
  • David Goldblatt, & Acton, J. (2018). The Soccer Book (Vol. 51, Issue 1). DK Publishing. www.dk.com
  • FIFA. (2004). FIFA Coaching. Druckerei Feldegg AG, 8125 Zollikerberg, Suisse. www.fifa.com
  • FIFA. (2016). Youth Football Training Manual. www.FIFA.com
  • Ford, P., de Ste Croix, M., Lloyd, R., Meyers, R., Moosavi, M., Oliver, J., Till, K., & Williams, C. (2011). The Long-Term Athlete Development model: Physiological evidence and application. Journal of Sports Sciences, 29(4), 389–402. https://doi.org/10.1080/02640414.2010.536849
  • Gambetta, V. (2007). Athletics Development : the art & science of functional sports conditioning. Human Kinetics.
  • GarcĂ­a-Ramos, A., Haff, G. G., Feriche, B., & Jaric, S. (2018). Effects of different conditioning programmes on the performance of high-velocity soccer-related tasks: Systematic review and meta-analysis of controlled trials. International Journal of Sports Science and Coaching, 13(1), 129–151. https://doi.org/10.1177/1747954117711096
  • Granacher, U., Lesinski, M., BĂ¼sch, D., Muehlbauer, T., Prieske, O., Puta, C., Gollhofer, A., & Behm, D. G. (2016). Effects of resistance training in youth athletes on muscular fitness and athletic performance: A conceptual model for long-term athlete development. Frontiers in Physiology, 7(MAY). https://doi.org/10.3389/fphys.2016.00164
  • Harries, S. K., Lubans, D. R., & Callister, R. (2012). Resistance training to improve power and sports performance in adolescent athletes: A systematic review and meta-analysis. Journal of Science and Medicine in Sport, 15(6), 532–540. https://doi.org/10.1016/j.jsams.2012.02.005
  • Higa, H. (2015). The Power of Soccer: A Promising Tool for Youth Empowerment A Case of Soccer-Based Health Program at El Nacional Public School in Ecuador. 17. http://commons.cu-portland.edu/gradprojhttp://commons.cu-portland.edu/gradproj/17
  • John, G. J. (2014). Soccer injury prevention and treatment : a guide to optimal performance for players, parents and coaches. Demos Medical Publishing, LLC.
  • Larkin, H. (2014). The Application of a Long Term Athlete Development Model in Irish Football. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Issue April). School of Health Sciences Waterford Institute of Technology.
  • Peter, R., & Bode, G. (n.d.). Modern Youth Training In Soccer: The phylosophy of children’s soccer. Soccer-Coaches. www.soccer-coaches.com
  • Pichardo, A. W., Oliver, J. L., Harrison, C. B., Maulder, P. S., & Lloyd, R. S. (2018). Integrating models of long-term athletic development to maximize the physical development of youth. International Journal of Sports Science and Coaching, 13(6), 1189–1199. https://doi.org/10.1177/1747954118785503
  • Prakarsa, A. A., & Umar. (2020). Pengaruh Variasi Latihan Plyometric Terhadap Akurasi Shooting Pemain Akademi PSP Padang. Jurnal Patriot, 2(1), 25–28.
  • PSSI. (2017). Kurikulum Pembinaan Sepakbola Indonesia PSSI (Danurwindo, G. Putra, B. Sidik, & J. L. Prahara (eds.)). Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.
  • Stølen, T., Chamari, K., Castagna, C., & Wisløff, U. (2016). Physiology of Soccer: An Update. International Journal of Applied Engineering Research, 11(7), 5060–5066.
  • Way, R., Trono, C., Mitchell, D., Laing, T., Vahi, M., Meadows, C., & Lau, A. (2016). Sport for Life – Long-Term Athlete Development Resource Paper 2.1. Sport for Life Society. https://proxy.lib.ohio-state.edu/login?url=http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=s3h&AN=23787650&site=ehost-live
  • Williams, P. (2010). Soccer Coach 101: A Beginner’s Guide To Running Successful Soccer Practices. Better Football Ltd. betterfootball.net

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block