Saturday 23 January 2021

PERMAINAN ULAR NAGA

Permainan Ular Naga

Permainan ular naga adalah permainan tradisional yang sangat populer di Indonesia. Menurut Pangastuti (2015:76) Permainan tradisional merupakan salah satu wahana enkulturasi nilai-nilai budaya tertentu serta wahana proses untuk menjadi individu-individu yang dapat diterima oleh masyarakatnya.  permainan ular naga merupakan permainan yang sangat seru dan sangat mudah untuk dimainkan. Permainan ular naga sangat akrab dan sering dimainkan khususnya anak-anak dilingkungan sekolah maupun dirumah. Pada permainan ini anak-anak berbaris berpegangan pada “pundak”, yaitu ujung baju atau pinggang anak yang ada di depannya (Putri, dkk. 2018:1418). 

Pengertian permainan ular naga dikemukakan oleh Yulianty dalam Syafrina (2014:51) permainan ular naga adalah permainan berkelompok yang dimainkan oleh minimal 4-5 orang. Anak-anak berbaris bergandeng pegang 'buntut', yakni anak yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di depannya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai "induk" dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai "gerbang", dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. "Induk" dan "gerbang" biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan. 

Seperti halnya permainan yang lainnya, permainan ular naga memiliki aturan dan tata cara bermain agar permainan ini semakin menarik untuk dimainkan. Untuk lebih jelasnya peraturan dan cara bermain ular naga sebagai berikut:

  1. Dibutuhkan setidaknya 10 orang dalam permainan ini, dua orang bertugas sebagai penjaga dan delapan lainnya berbaris kebelakang membentuk ular, kedua tangan diletakkan di pundak pada teman teman yang berada di depannya.
  2. Yang dua orang berhadap-hadapan dan saling berpegangan tangan lalu diangkat ke atas.
  3. Setelah itu pemain berputar sambil melewati dua orang yang bertugas menjaga tadi.
  4. Sambil permainan berjalan, diiringi nyanyian, semua peserta dan penjaga bernyanyi bersama, pada saat lirik terakhir ia akan dijepit oleh penjaga dan keluar dari ular.
  5. Pemain kedua yang terkena akan menjadi ketua kelompok kedua dan yang pertama akan menjadi ketua kelompok yang pertama.
  6. Untuk peserta ketiga dan seterusnya akan di berikan pilihan untuk mengikuti kelompok yang mana, biasanya dengan dikasih kode mau bulan apa bumi.
  7. Setelah tertangkap semua, maka permainan perebutan anggota antar kelompok dimulai.
  8. Yang anggotanya habis duluan ia adalah kelompok yang kalah. (http://ragampermainantradisional.blogspot.com/2017/06/permainan-tradisional-ular-naga-di.html, n.d.)

Di dalam permainan ular naga, para pemain juga menyanyikan sebuah lagu yang merupakan khas dari permainan ini. Lagu ini dinyanyikan oleh semua pemain, termasuk si "gerbang", yakni pada saat barisan bergerak melingkar atau menjalar. Berikut lirik lagu permainan ular naga:

Kemudian, sambil menerobos "gerbang", barisan mengucap "kosong - kosong - kosong" berkali-kali hingga seluruh barisan lewat, dan mulai lagi menjalar dan menyanyikan lagu di atas. Demikian berlaku dua atau tiga kali. Pada kali yang terakhir menerobos "gerbang", barisan mengucap "isi - isi - isi" berkali-kali, hingga akhir barisan dan anak yang terakhir di buntut ular ditangkap ("gerbang" menutup dan melingkari anak terakhir dengan tangan-tangan mereka yang masih berkait).

Kemudian terjadilah caca dialog dan perbantahan antara "induk" (I) dengan kedua "gerbang" (G). Dialog ini mungkin berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain, dan bahkan juga berbeda-beda sesuai improvisasi si induk dan si gerbang setiap kali seorang anak ditangkap. Berikut dialog dalam bermain ular naga:

Dari hasil penelitian Syafrina (2014:58) beberapa manfaat yang ditemukan dalam bermain ular naga adalah sebagai berikut:

  1. Permainan ular naga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak dalam bekerjasama terlihat dari nilai rata-rata pada masing-masing pernyataan yaitu berinteraksi dengan sesama teman, berinteraksi dengan guru, meminta/memberikan ide saat bermain meningkat setiap pertemuannya, 
  2. Permainan ular naga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak dalam tanggungjawab terlihat dari nilai rata-rata pada masing-masing pernyataan yaitu mentaati peraturan dalam bermain, melaksanakan permainan dengan tertib, menyusun alat permainan meningkat setiap pertemuannya, 
  3. Permainan ular naga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak dalam toleransi terlihat dari nilai rata-rata pada masing-masing pernyataan yaitu menunjukkan kesabaran dalam bermain, menghargai pendapat teman, membiarkan teman ikut bermain,membolehkan teman menggunakan alat permainan meningkat setiap pertemuannya

Manfaat lain permainan ular naga, yaitu semakin mempererat ikatan kita dengan teman, belajar berbagi dan belajar bagaimana kita mempertahankan teman kita, juga belajar menjadi pemimpin yang baik bagi adik-adik kita. Selain itu juga dapat mendidik arti kebersamaan dan menghargai orang lain tanpa menghiraukan adanya kemenangan/kekalahan yang diperoleh saat bermain serta melatih emosional dan kecakapan dalam berkomunikasi (Pangastuti, 2015:91). 

Agresivitas (Psikologis) dalam Permainan Ular Naga

Permainan tradisional adalah salah satu sarana bermain bagi anak. Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak. Kesenangan dan kecintaan anak bermain dapat digunakan sebagai kesempatan untuk mempelajari hal- hal yang konkrit sehingga daya cipta, imajinasi, dan kreativitas anak dapat berkembang (Megawangi dalam Putri, dkk., 2018:1418). Permainan ular naga adalah permainan tradisional yang sangat populer di Indonesia. Selain bermanfaat bagi  kesehatan, kebugaran dan tumbuh kembang anak, terdapat juga nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan ular naga misalnya kejujuran, kerjasama, sportif, tolong menolong, tanggung jawab, disiplin dan masih banyak lagi dimana hal-hal tersebut dapat membangun karakter anak. Permainan tradisional yang terstruktur sedemikian rupa secara langsung mempengaruhi psikomotor, perkembangan kognitif dan emosional anak. 

Permainan  ular naga sebagai permainan tradisional. Disamping melestarikan budaya, permainan tersebut juga terdapat nilai-nilai filosofis yang luhur terhadap pendidikan karakter. Karena di dalam  permainan tradisional juga menerapkan reward dan punishment untuk setiap pemainnya, sehingga melalui permainan ini dapat diketahui karakter seorang anak. Bagaimanakah sikap anak jika ia mendapat reward serta apakah anak tersebut mau menerima punishment atas kekalahannya dalam bermain (Pangastuti, 2015:78). Permainan ular naga biasanya dimainkan oleh banyak orang dan menggunakan alat yang sederhana sehingga mudah dimainkan secara bersama-sama. Permainan ular naga atau permainan tradisional dapat mempengaruhi peningkatan kesenangan dari pemain dan positif mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan (Tatjana Kovačević and Siniša Opić dalam Mega, Baitul, & Arif, 2018 : 56).

Dalam permainan ular naga timbul sebuah interaksi manusia. Dalam Putri, dkk. (2018:1418) permainan ular naga di bagi menjadi tiga tahapan yaitu :

  • Tahapan pertama terdiri dari persons, contact, and encounters. Tahapan pertama ini disebut sebagai pembentukkan kelompok permainan ular naga. 
  • Tahap kedua terdiri platform performance, pada ini siswa akan bermain dan saling mempertahankan anggota dimana induk mempunyai peran inti dalam melindungi anggotanya kemudian anggota lainnya juga melindungi temannya agar tidak diambil oleh kelompok ular naga lainnya. 
  • Tahap ketiga, celebrations. Kelompok yang menang diberikan reward dan dilakukan refleksi terkait dengan usaha dalam memperoleh kemenangan dan refleksi pembelajaran bagi kelompok yang kalah sehingga didapatkan kesan dari pembelajaran menggunakan media permainan ular naga.

Dalam permainan ular naga dapat menimbulkan perilaku agresif karena dalam permainan ular naga terdapat nilai kompetitif dari dua kelompok yang saling berinteraksi dan  bersaing untuk memenangkan permainan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Kiswantoro (2016:82) bahwa dalam olahraga yang bersifat kompetitif, pemain bukan hanya berusaha mencapai targetnya, tapi juga berusaha mencegah lawan mencapai target mereka. Hal ini melibatkan konflik langsung yang seringkali diikuti dengan agresivitas dalam usahanya mencegah  lawan  mencapai sukses  kondisi tersebut juga dialami oleh anak-anak seperti yang dikemukakan oleh Hurlock dalam Syafrina (2014:50) menyatakan bahwa pola prilaku sosial anak meliputi: meniru, persaingan atau saling berebut mainan, kerjasama, simpati, empati, dukungan sosial, disiplin, membagi dan prilaku akrab. Hal ini sesuai dengan pengertian agresifitas dalam olahraga yang dikemukakan oleh Tangkudung (2018:537) bahwa agresivitas adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang baik secara fisik ataupun verbal untuk melukai lawan secara fisik dan psikis dalam suatu pertandingan.

Sebuah wawancara dalam penelitian Pangastuti (2015:91) “Saya senang bermain ular naga tapi kadang-kadang ada teman yang tidak mau menjadi ekor dengan alasan bahwa nanti dia akan menjadi sasaran dari mangsa.” (Wawancara dengan Muslim tanggal 15 Juli 2014). Dari wawancara tersebut dapat kita asumsikan bahwa dalam bermain ular naga ketika ada seorang dari kelompok yang tidak mengikuti peraturan dalam permainan, maka hal itu dapat memicu yang mungkin saja akan menimbulkan konflik perorangan maupun kelompok. Konflik memiliki nilai fungsional, jika dipandang sebagai bentuk kompetisi dan mampu mengelola dengan baik untuk menjadi sebuah perubahan. Namun konflik juga bersifat disfungsional jika memerkuat rasa permusuhan (hostile feeling), muncul sikap kekecewaan (deprivation), menanamkan rasa balas dendam atas pengalaman konflik masa lalu (vengeance) hingga terjadinya akumulasi rasa kebencian yang terus sengaja menciptakan konflik berkepanjangan (Harwanto, 2017:61-62)

Terjadinya konflik dapat menjadi faktor pemicu meledaknya agresi, peristiwa yang membangkitkan emosi yang dapat berubah menjadi suatu kekerasan fisik maupun verbal. Mungkin saja pemicu ini tidak ada sangkut pautnya dengan hal- hal yang menyebabkan bangkitnya emosi. Apalagi kekerasan yang melibatkan kelompok hampir selalu lebih mudah berkobar luas daripada bentrok perseorangan. Ini bukan hanya karena pihak yang terlibat lebih banyak dan siap untuk saling melukai, tapi juga karena perilaku orang akan lain jika berada dalam kelompok (Kiswantoro, 2016:82). 

Agresivitas dalam permainan ular naga bukanlah agresivitas pada umumnya, seperti yang dikemukakan dalam buku Sport Pshycometrics, James Tangkudung (2018:536) dimana dalam kesempatan lainnya Gill, Wiliam dan Reifsteck menyebutkan agresi umumnya didefinisikan sebagai perilaku yang cenderung merugikan orang lain yang tidak ingin dilukai dan, Singgih juga mengemukakan Agresifitas berhubungan erat dengan kekerasan fisik yang bertujuan mengurangi kondisi fisik pihak lainnya agar dapat memastikan kemenangan. Jadi, agresivitas yang diharapkan dalam permainan ular naga adalah perilaku agresif yang positif.

Sebuah hasil penelitian mengungkapkan bahwa permainan ular naga dapat mengembangkan aspek sosial seorang anak. Menurut hasil penelitian Syafrina (2014:59) permainan ular naga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak dalam toleransi terlihat dari nilai rata-rata pada masing-masing pernyataan yaitu menunjukkan kesabaran dalam bermain, menghargai pendapat teman, membiarkan teman ikut bermain, membolehkan teman menggunakan alat permainan meningkat setiap pertemuannya. Jadi, tidak menutup kemungkinan permainan ular naga sebagai salah satu kegiatan jasmani dapat mengontrol perilaku agresivitas seorang anak setelah bermain ular naga.

Menurut Cox H. Richard dalam Tangkudung (2018:544) ada pula upaya untuk mengendalikan tindakan kekerasan/agresivitas yang menyimpang, antara lain:

  • Olahragawan-olahragwan muda harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
  • Olahragawan yang terlibat tindakan agresif ahrus dihukum, harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang tidak benar.
  • Pelatih yang memberi kemungkinan para olahragawan terlibat agresif dengan kekerasan harus diteliti dan harus dihentikan dari tugasnya sebagai pelatih.
  • Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan di lapangan pertandingan harus dihindarkan.
  • Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakrya-lokakarya yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.
  • Di samping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan olahragawan harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional
  • Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui latihan mental.

Seperti halnya dengan olahraga, Agresivitas merupakan salah satu aspek psikologis yang terdapat  dalam permainan tradisional salah satunya dalam permainan ular naga. Perilaku agresif sangat diperlukan untuk dapat memenangkan permainan, seperti dalam permainan ular naga, tetapi sifat dan sikap agresif apabila tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan berbahaya, melukai lawan, melanggar peraturan dan mengabaikan sportivitas.


DAFTAR PUSTAKA

  • Dini, F. O., & Indrijati, H. (2014). Hubungan antara Kesepian dengan Perilaku Agresif pada Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 03(03).
  • Hapsari, I., & Wibowo, I. (2015). FANATISME DAN AGRESIVITAS SUPORTER KLUB SEPAK BOLA. Jurnal Ilmiah Psikologi, 8(1).
  • Harwanto, H. (2017). Konflik Kekerasan antar Anggota Kelompok Beladiri dalam Paradigma Sosiologi Olahraga ( Kajian Kepemimpinan ). JOURNAL OF SPORT SCIENCE AND EDUCATION (JOSSAE), 2(2).
  • http://ragampermainantradisional.blogspot.com/2017/06/permainan-tradisional-ular-naga-di.html. (n.d.). Permainan Tradisional Ular Naga di Indonesia. Retrieved March 13, 2020, from http://ragampermainantradisional.blogspot.com/2017/06/permainan-tradisional-ular-naga-di.html
  • id.wikipedia.org. (n.d.). Permainan Berkelompok - Ular Naga. Retrieved from https://id.wikibooks.org/wiki/Permainan/Berkelompok/Ular_Naga
  • Kayar, R. B. I. N. (2007). KELANGSANGAN DALAM MEDIA DAN KESANNYA TERHADAP TINGKAH LAKU AGRESIF PELAJAR. UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA.
  • Khaninah, A. N., & Widjanarko, M. (2016). PERILAKU AGRESIF YANG DIALAMI KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN. Jurnal Psikologi Undip, 15(2), 151–160.
  • Kiswantoro, A. (2016). PEMBINAAN MENTAL BAGI ATLET PEMULA UNTUK MEMBANTU PENGENDALIAN AGRESIFITAS. JURNAL KONSELING GUSJIGANG, 2(1). https://doi.org/10.24176/jkg.v2i1.560
  • Mega, G., Baitul, S., & Arif, M. (2018). Eksistensi Permainan Tradisional Sebagai Warisan Budaya Bangsa. JOURNAL OF SPORT SCIENCE AND EDUCATION (JOSSAE), 3(2). Retrieved from http://journal.unesa.ac.id/index.php/jossae/index
  • Pangastuti, L. (2015). PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DI DESA GARJOYO KELURAHAN IMOGIRI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014. Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 6(1), 74–94.
  • Putri, P., Mappiare-AT, A., & Irtadji, M. (2018). Panduan Permainan Ular Naga Bermuatan Nilai Budaya Bengkulu untuk Meningkatkan Self Advocacy Siswa SMP. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(11), 1417–1422. https://doi.org/10.17977/JPTPP.V3I11.11720
  • Salmiati. (2015). PERILAKU AGRESIF DAN PENANGANANNYA (STUDI KASUS PADA SISWA SMP NEGERI 8 MAKASSAR). Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 1(iii), 66–76.
  • Syafrina, M. (2014). MENINGKATKAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK MELALUI PERMAINAN ULAR NAGA DI PAUD HARAPAN BANGSA KECAMATAN SINTUK TOBOH GADANG PADANG PARIAMAN. SPEKTRUM PLS, 2(1).
  • Tangkudung, J. (2018). SPORT PSYCHOMETRICS : Dasar-Dasar dan Instrumen Psikometri Olahraga. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/328600534
  • Yahaya, A. (2014). PENGARUH MEDIA BERUNSUR AGRESIF DAN KESANNYA TERHADAP TINGKAH LAKU PELAJAR SEKOLAH MENENGAH. ResearchGate, (June). https://doi.org/10.13140/2.1.2909.3761

Saturday 9 January 2021

KOLOKIUM

KOLOKIUM 

Pengertian Kolokium ?

Kolokium didefinisikan kegiatan belajar yang dilakukan dalam bentuk seminar untuk membahas penelitian bertaraf lanjutan (KBBI dalam PPs UNJ, 2019:1) 

Kolokium merupakan mata kuliah mahasiswa program pascasarjana S2 dan S3 yang merupakan salah satu media komunikasi ilmiah bagi mahasiswa untuk mengemukakan substansi dan permasalahan yang akan dijadikan subyek penelitian Tesis / Disertasi serta menambah wawasan keilmuan atau dapat juga dimaknai sebagai media presentasi usulan penelitian/usulan proyek bagi mahasiswa.



Tujuan dan Manfaat Kolokium ?
  • Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan usulan penelitian/usulan proposal dihadapan komisi pembimbing, para staf pengajar/dosen, dan para mahasiswa program studi untuk dapat memperoleh masukan bagi penyempurnaan usulan penelitian/usulan proposal tersebut.
  • Melatih mahasiswa yang akan melakukan penelitian menyampaikan ide-idenya dan memberikan argumentasi secara ilmiah terhadap pertanyaan-pertanyaan atau sanggahan yang diajukan oleh pembanding utama maupun pembanding bebas.
  • Memberikan wawasan yang lebih luas bagi mahasiswa yang lain sebagai dasar penulisan dan penyusunan usulan penelitian/usulan proposal.
  • Mampu menyusun usulan penelitian dengan metodologi yang baik sesuai dengan KKNI
  • Mampu melaksanakan penelitian tesis/disertasi dengan metodologi yang sahih dan handal
  • memperoleh wawasan yang luas tentang isu-isu permasalahan dalam bidang pangan berikut solusinya yang perlu diteliti.
Prosedur dan Prasyarat ?
  • Prosedur dan persyaratan Kolokium disesuaikan dengan kebijakan dari perguruan tinggi program pascasarjana masing-masing.
  • Biasanya masing-masing perguruan tinggi program pascasarjana menerbitkan sebuah buku pedoman kolokium untuk menjelaskan pelaksanaan, prosedur dan persyaratan bagi mahasiswa S2 dan S3
  • Umumnya buku pedoman kolokium terdiri beberapa item seperti berikut;
  1. Pelaksanaan perkuliahan atau proses pembelajaran kolokium
  2. Beban kredit 
  3. Bimbingan promotor /pembimbing
  4. Syarat dan ketentuan perkuliahan dan pendaftaran kolokium
  5. Pelaksanaan ujian kolokium
  6. Sistematika karya ilmiah
  7. Kriteria penilaian
  8. Lampiran-lampiran yang berisikan format / draft prosedur dan persyaratan kolokium
Referensi:

PPs Universitas Negeri Jakarta. (2019). Pedoman Kolokium Pascasarjana. Indonesia: Universitas Negeri Jakarta.

Thursday 7 January 2021

PLIOMETRIK

PLIOMETRIK

Defenisi Pliometrik

Pliometrik berasal dari kata “plyethyein” (yunani) yang berarti untuk meningkatkan, atau dapat pula diartikan dari kata pilio” dan metric” yang artinya more and measure, respectively (James C. Radcliffe & Farentinos, 1985:3)

Pliometrik dikenal juga sebagai siklus peregangan-pemendekan (the stretching-shortening cycle), atau refleks peregangan miotatik (myotatic stretch reflex), Pliometrik mengacu pada latihan di mana otot dimuat dalam kontraksi eksentrik (lengthening), diikuti segera oleh kontraksi konsentris (shortening) (Bompa, 1999:170)

Sederhananya, Pliometrik didefinisikan sebagai latihan yang memungkinkan otot mencapai kekuatan maksimum dalam waktu sesingkat mungkin. (Donald A. Chu & Gregory D. Myer, 2013:14). kami menjelaskannya sebagai "putaran yang terdiri dari kontak tanah yang kuat diikuti oleh gerakan kuat yang terkoordinasi dalam arah yang berlawanan". Semakin sedikit waktu kontak dengan tanah, semakin baik hasilnya. Otot Spindle adalah reseptor regangan utama di otot. Ketika otot diregangkan dengan kuat dan cepat, gelendong otot memulai respons refleks regangan. Respon ini menghasilkan keluaran tenaga yang jauh melebihi kontraksi otot kehendak sederhana (Charles & Petraglia, 2013:4)

Latihan Pliometrik

Latihan pliometrik didasarkan pada pelatihan stretch-shortening cycle (SSC) dari aksi otot untuk meningkatkan aksi konsentris berikutnya. Penggunaan siklus pemendekan-peregangan sangat penting untuk gerakan manusia yang efisien. Ini adalah kualitas tindakan otot yang sangat mudah dilatih dan beradaptasi (Gambetta, 2007:209)

Plyometrics: Drills or exercises that link sheer strength and scope of movement to produce an explosive-reactive type of movement; often refers to jumping drills and depth jumping, but can include any drill or exercise that uses the stretch reflex to produce an explosive reaction (T. Bompa & Buzzichelli, 2015:68)

Beberpa ahli ilmu olahraga sepakat bahwa latihan pliometrik bertujuan untuk melatih kekuatan (strength). Menurut Gambetta (2007:193) Pelatihan pliometrik dan latihan kekuatan sangat saling melengkapi. Pelatihan pliometrik juga sangat kompatibel dengan pengembangan kecepatan. Kemudian lebih rinci diungkapkan oleh (Henry, 1999:1) bahwa Plyometrics is a method of developing explosive power. It is also animportant component of most athletic performances.

Menurut Gambetta (2007:210) Tujuan dari latihan pliometrik adalah sebagai berikut:

  • Untuk meningkatkan daya ledak
  • Untuk belajar  lebih menipiskan gaya reaksi tanah saat melakukan aktivitas olahraga, dan
  • Untuk belajar dapat mentolerir dan menggunakan beban regangan yang lebih besar (pada dasarnya untuk meningkatkan kekakuan otot).

Jenis Kekuatan

  1. Starting strength adalah kemampuan otot untuk mengatasi inersia dengan menciptakan kekuatan yang cukup untuk memulai gerakan. Ini berlaku untuk gaya awal yang digunakan pelari cepat keluar dari garis atau angkat besi yang mengambil barbel dari lantai. Ini dianggap konsentris.
  2. Stopping strength adalah kemampuan tubuh untuk menyerap kekuatan melalui sistem tendon otot; pikirkan tentang berlari kembali dengan menanam kaki dan 'memotong' untuk mengubah arah. Ini dianggap kontraksi eksentrik.
  3. Elastic strength adalah kemampuan sistem otot-tendon untuk menyerap gaya dalam siklus pemendekan regangan, untuk mengatasi gaya dalam waktu amortisasi yang relatif singkat, dan untuk secara eksplosif menggerakkan benda ke arah yang berlawanan.

Fase Stretch-Shortening Cycle, yaitu:
  1. Fase Eksentrik : melibatkan preloading kelompok otot agonis (penggerak utama). Ini juga dikenal sebagai fase perlambatan. Fase eksentrik akan memanfaatkan energi elastis yang tersimpan jika dilakukan dengan benar.
  2. Fase Amortisasi : Waktu dari akhir fase eksentrik hingga permulaan fase konsentris (kontak tanah).
  3. Fase Konsentris : Respons refleksif PNF / SSP terhadap fase eksentrik dan amortisasi di mana energi yang disimpan di SEC digunakan untuk kontraksi otot. Gerakan yang tidak efisien akan mengakibatkan hilangnya energi elastis ini, yang akan hilang sebagai panas

Menurut Bompa (1994: 112) bentuk-bentuk latihan pliometrik dikelompokan menjadi dua, yaitu

  1. Latihan dengan intensitas rendah (low impact) dan
  2. Latihan dengan intensitas tinggi (high impact).

Latihan dengan intensitas rendah (low impact) meliputi:

  • Skipping
  • Rope jump
  • Lompat (jump) rendah dan langkah pendek
  • Loncat-loncat (Hops) dan lompat-lompat
  • Melompat diatas bangku atau tali setinggi 25-35 cm
  • Melempar medicine ball 2-4 kg
  • Melempar bola tenis/baseball (bola yang ringan).

Sedangkan latihan dengan intensitas tinggi (High impact), meliputi:

  • Lompat jauh tanpa awalan (standing broad/long jump)
  • Triple jump (lompat tiga kali)
  • Lompat (jump) tinggi dan langkah panjang
  • Loncat-loncat dan lompat-lompat
  • Melompat di atas bangku atau tali setinggi 35 cm
  • Melempar medicine ball 5-6 kg
  • Drop jump dan reaktif jumps, dan
  • melempar benda yang relatif berat

  1. Untuk trunk dan tubuh bagian atas (upper body), latihan pliometrik mencakup pelaksanaan berbagai jenis latihan melempar, terutama menggunakan medicine balls.
  2. Untuk tubuh bagian bawah (lower body), latihan pliometrik mencakup pelaksanaan berbagai jenis latihan jenis lompat beban tubuh, drop jumps, countermovement jumps, alternate-leg bounding, hopping, dan latihan lompat SSC lainnya.


Setiap rencana untuk memasukkan latihan pliometrik ke dalam program pelatihan harus memperhitungkan faktor-faktor berikut:
  • Usia dan perkembangan fisik atlet
  • Keterampilan dan teknik yang terlibat dalam latihan pliometrik
  • Faktor kinerja utama olahraga
  • Persyaratan energi olahraga
  • Fase pelatihan rencana tahunan
  • Perlu, bagi atlet yang lebih muda, untuk menghormati perkembangan metodis dalam waktu lama periode (dua hingga empat tahun), berkembang dari intensitas rendah (level 5 dan 4), ke intensitas sedang (level 3) dan kemudian ke intensitas tinggi (level 2 dan 1) (T. Bompa & Buzzichelli, 2015:285)
Demikianlah deskripsi singkat tentang Pliometrik yang dapat saya rangkum. Semoga bermanfaat bagi semua dan khususnya bagi saya sendiri. Terima kasih dan terus belajar ya ...
Wassalam.

Sumber :
  • Bompa, T., & Buzzichelli, C. (2015). Periodization Training for Sports, Third Edition (3rd Editio). Human Kinetics.
  • Bompa, T. O. (1999). Periodization Training for Sports: program for peak strength in 35 sport (3rd ed.). Human Kinetics.
  • Bompa, T. O., & Haff, G. G. (2009). Periodization: theory and methodology of training (5th ed.). Human Kinetics.
  • Donald A. Chu, P., & Gregory D. Myer, P. (2013). Plyometrics. Human Kinetics.
  • Gambetta, V. (2007). Athletics Development : the art & science of functional sports conditioning. Human Kinetics.
  • James C. Radcliffe, & Farentinos, R. C. (1985). Plyometrics Explosive Power Training. Human Kinetics publisher, Inc.
  • Radcliffe, J. C., & Farentinos, R. C. (1999). High-Powered Plyometrics (p. 170). Human Kinetics, Champaign, IL.