Monday, 10 August 2020

RENCANA PELATIHAN

Menurut Bompa (1999:67): Rencana Pelatihan adalah strategi ilmiah dan metodis untuk meningkatkan kinerja (performance). Rencana pelatihan tersebut, baik jangka pendek maupun panjang, juga mencerminkan pengetahuan metodologis pelatih dan memperhitungkan latar belakang atlet dan potensi fisik. Rencana pelatihan yang baik sederhana, objektif, dan fleksibel, karena mungkin harus dimodifikasi agar sesuai dengan adaptasi fisiologis dan peningkatan kinerja atlet. Program pelatihan yang efektif dirancang dengan baik, berdasarkan pengetahuan ilmiah, dan menggabungkan prinsip-prinsip latihan. 
Perencanaan adalah alat yang paling penting dalam upaya merancang program pelatihan yang terorganisir dengan baik.  Oleh karena itu perencanaan merupakan alat yang dapat dipakai oleh seorang pelatih dalam usaha mengarahkan program latihan yang terorganisir dengan baik. Sebuah pelatihan akan menjadi lebih efisien selama pelatih mampu mengorganisir latihannya secara baik.  Penerapan organisasi perencanaan latihan yang baik berdasarkan pengetahuan ilmiah akan dapat menghilangkan  tujuan  latihan yang tidak jelas dan acak-acakan (Bompa, 2009).

Persyaratan- Persyaratan Dalam Perencanaan Pelatihan
Menurut Rainer  Martens (2004), ada enam langkah yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pelatihan menjadi efektif. Keenam langkah tersebut adalah:
  1. Indentifikasi keterampilan yang dibutuhkan oleh atlet.
  2. Kenali karakter semua atlet yang dilatih.
  3. Lakukan nalisis situasi.
  4. Tentukan prioritas pelatihan.
  5. Pilihlah metode yang tepat untuk pelatihan tersebut.
  6. Susunlah rencana latihan.

John Lawther, seorang ahli terkemuka dalam pembelajaran gerak yang dikutif oleh Pate R. Russell, Clenagan Mc. Bruce, dan Rotella Robert (1993), menyarankan agar pelatih memperhatikan factor-faktor berikut dalam merancang tahap latihan: 
(1) Usia olahragawan,
(2) Kegiatan keterampilan olahragawan yang akan dilatihkan,
(3) Tujuan spesifik dari latihan khusus,
(4) Tingkat pasca belajar yang telah dicapai,
(5) Latar belakang pengalaman yang telah dipelajari,
(6) Sejumlah kondisi lingkungan termasuk kegiatan olahragawan diatara latihan-latihan.
Jenis-Jenis Rencana Pelatihan

Pelatih yang  mampu mengorganisir hendaknya menggunakan semua atau beberapa rencana latihan sebagai berikut: sesi latihan individual, siklus mikro, siklus makro, rencana pelatihan tahunan dan rencana pelatihan jangka panjang. Rencana pelatihan jangka panjang (8 s/d 16 tahun), sangat penting untuk mengembangkan atlet-atlet pemula (young athletes), (Bompa, 2009). Secara keseluruhan jangka waktu yang dipergunakan untuk membuat perencanaan pelatihan tidak konsisten di setiap negara. Sebagai contoh ilmuwan Rusia dan beberapa penulis lainnya menggunakan rencana tahunan sebagai siklus makro, dan pase latihan antara 4-8 minggu sebagai siklus meso. Sementara Josef Nossek (1982), perencanaan pelatihan dapat dibagi menjadi rencana jangka penjang, menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka panjang 6 – 8 tahun (rencana jauh ke depan), atau 4 tahun (siklus olympiade), dan rencana tersebut dibagi lagi menjadi 2 dan 1 tahun pelatihan. Rencana jangka menengah adalah rencana tahunan dengan persiapan, kompetisi, dan periode transisi, sementara siklus makro, meso, dan mikro disebut sebagai rencana jangka pendek.     

Dalam rencana pelatihan tahunan biasanya di pecah lagi menjadi pase-pase latihan yang lebih kecil yang dimaksud oleh ilmuwan Rusia disebut dengan siklus meso atau dalam buku ini disebut siklus makro (Bompa 2009). Setruktur siklus makro berdasar pada rencana tahunan dan dirancang bersama dengan pengembangan siklus mikro, yang mana alat yang sangat penting yang berfungsi untuk membuat pernecanaan. Siklus mikro adalah sebuah pelatihan siklus pendek yang rentangannya antara 3 s/d 7 hari tergantung dari pase pelatihan (Bompa, 2009). 

Sesi Pelatihan

Secara metodologis, waktu latihan merupakan perangkat utama yang dipakai untuk mengorganisir latihan. Di dalamnya si pelatih memberi tahu atlet tentang tugas-tugas dalam mengembangkan satu atau beberapa faktor latihan. Dalam metodologi latihan, ada klasifikasi satuan latihan yang didasarkan pada tugas dan bentuk latihan. Ketika sesi pelatihan individual, seorang pelatih melakukan sharing (berbagi) dengan atlet yang dikembangkan kemampuannya berdasarkan satu atau lebih dari faktor  pelatihan. Sesi pelatihan dapat biasanya dibagi menjadi beberapa tergantung dari  tugas-tugas dan setruktur dari sesi latihan itu.
  
Klasifikasi Sesi Pelatihan Berdasarkan Tugas 

Atas dasar tugas, satuan latihan dibagi dalam beberapa jenis: belajar, pengulangan, penyempurnaan keterampilan maupun penilaian (Bompa, 2009). 
Sesi Belajar
Tugas utama atlet pada sesi "Belajar", adalah untuk memperoleh keterampilan baru dan manuver-manuver taktik. Pelatih menggunakan setruktur dasar untuk bentuk sesi pelatihan ini. Sebagai contoh, pada sesi pelatihan ini pelatih memulai dengan menjelaskan tujuan dari pelatihan, dan kemudian mengarahkan atlet untuk melakukan pemanasan, setelah pemanasan altet focus pada latihan penguasaan beberapa keterampilan khusus. Setelah kegiatan tersebut selesai pelatih mengarahkan atlet untuk  melakukan pendinginan (cools down). Menit-menit terakhir akan dipakai untuk memberikan beberapa informasi terkait dengan kemajuan atlet dalam menguasai keterampilan yang dilatihkan.
Sesi Repetisi 
Sebuah sesi repetisi hampir sama dengan sesi belajar, dimana didalamnya terdapat keterampilan khusus atau maneuver taktik yang dilatih. Perbedaan utama adalah ketika sesi repetisi, atlet melanjutkan belajar keterampilan dan berusaha untuk memperbaiki sejumlah keterampilan. 
Sesi Penyempurnaan Keterampilan
Pada sesi ini adalah melanjutkan sesi repetisi, dimana sesi ini atlet berusaha untuk memperbaiki penguasaan semua bentuk-bentuk keterampilan. Perbedaan utama dari sesi penyempurnaan keterampilan ini adalah dimana keterampilan yang telah dilatih itu kemudian atlet berusaha untuk dapat melakukannya dengan sempurna agar bisa tampil secara maksimal.
Sesi Penilaian 
Sesi penilaian harus dilakukan secara periodic. Sesi ini didalamnya termasuk tes yang dapat mengevaluasi respon fisiologis atlet terhadap pelatihan dan penampilannya, atau sesi ini termasuk uji coba atau ikut kompetisi untuk mengukur kesiapan atlet. Hasil dari pada sesi ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memilih atlet dalam mengikuti kompetisi. 

Klasifikasi Sesi Pelatihan Berdasarkan Struktur

Pelatih bisa saja membagi sesi latihan menjadi beberapa jenis yang bertujuan untuk memberikan akomodasi terhadap kelompok atlet maupun individual. 
Latihan (Sesi) Berkelompok
Latihan berkelompok diatur untuk beberapa atlet, dan cara inipun bukan hanya bagi olahraga beregu saja, karena dari olahraga perorangan berlatih secara bersama-sama. Cara ini bisa saja menjadi hal yang merugikan, seandainya individualisasi latihan menjadi bahan pertimbangan latihan. Ciri khusus belajar berkelompok adalah mengembangkan semangat tim (sangat efektif khususnya menjelang pertandingan penting) maupun kualitas kemauan berlatihnya.  
Latihan IndividualLatihan individual memiliki keuntungan bagi pelatih dalam memberikan penekanan serta memecahkan masalah individual secara fisik maupun psikologis. Jadi selama latihan tersebut, pelatih dapat memberikan dosis beban kerja secara individual, merubah teknik sesuai dengan karakteristiknya masing-masing individu dan juga memberikan kesempatan mengembangkan semangat kreatifitas individual. Bentuk seperti di atas, sangat bermanfaat dipakai pada fase persiapan, sedangkan dalam menghadapi pertandingan, bentuk tersebut dipakai secara bergantian. 
Latihan GabunganSearah dengan pemikiran tersebut di atas, latihan secara campuran adalah bentuk kombinasi kerja kelompok dengan individual dan pengajaran disesuaikan dengan tujuannya masing-masing sesuai dengan rencana individualnya. Diakhir pengajaran si atlet dikumpulkan untuk penenangan serta waktunya pelatih menyimpulkan hasil latihan hari itu. 
Latihan BebasLatihan bebas hendaknya terbatas khusus bagi atlet lanjutan atas. Walaupuncara itu dapat mengurangi pengawasan dalam latihan, tetapi dapat memberikan keuntungan yang besar terhadap adanya saling percaya mempercayai dan percaya diri dapat dikembangkan antara pelatih dengan atlet. Latihan seperti ini dapat pula mengembangkan kesadaran berpartisipasi atlet dalam berlatih serta merangsang kebebasan individual dari yang lain, seperti dalam memecahkan masalah tugas latihan. Hal ini benar-benar sangat bermanfaat selama pertandingan, seandainya pelatih tidak siap memberikan bantuan.
Struktur Sesi (Waktu) Pelatihan

Waktu latihan pada umumnya 2 jam, walaupun sering sampai 4-5 jam; dari sisi lamanya latihan. dibagi atas jam latihan jangka pendek (30 - 90 menit), menengah (2-3 jam) dan panjang (lebih dari 3 jam). Variasi lamanya waktu latihan yang besar dapat ditemukan pada cabang olahraga perorangan, karena dalam cabang beregu umumnya lebih konsisten. Lamanya jam latihan tergantung dari tugas yang harus diselesaikan, jenis, bentuk kegiatan serta tingkat kemampuan persiapan fisik atlet itu sendiri. Sejauh jenis kegiatan menjadi bahan pertimbangan, maka selama fase pertandingan, seorang pelari rata-rata berlatih selama 1 jam, sedang pelari marathon berlatih selama 3 jam. Apabila ada 2 jam sampai 3 jam latihan perharinya, masing-masing lamanya latihan harus pendek, tetapi jumlah totalnya harus melebihi 2-3 jam. Panjangnya pengajaran tergantung dari jumlah pengulangan yang    harus    dilakukan    serta    lamanya    istirahat    diantara pengulangannya.

Berdasarkan pemikiran metodologis dan fisik-psikologis, jam latihan dibagi dalam  bagian  yang  lebih  kecil,  karena  hal  ini dapat memberikan  kesempatan kepada pelatih untuk mengikuti prinsip peningkatan maupun penurunan beban yang diberikan. Struktur dasarnya terbagi atas 3 atau 4 bagian. Untuk yang tiga bagian dibagi dalam; 1) Persiapan atau pemanasan; 2) Inti kerja/latihan; dan 3) Kesimpulan. Sedangkan untuk 4 bagian dibagi atas; 1) Pengenalan atau pengarahan; 2) Bagian persiapan; 3) Inti; dan 4) Kesimpulan (Bompa, 2009). Sementara Josef Nossek (1982), membagi setruktur pelatihan menjadi empat terdiri dari 1) Pengenalan atau pengarahan; 2) warming-up ; 3) Inti; dan 4) Kesimpulan/warming down.

Pemakaian salah satu dari kedua struktur tersebut, tergantung dari tugas dan isi latihan, fase latihan dan khususnya tingkatan latihan setiap atlet. Untuk belajar kelompok diatur selama fase persiapan, sedangkan untuk atlet pemula struktur latihan dengan 4 bagian lebih disarankan, karena pada kedua hal tersebut dapat dipakai untuk memberikan penjelasan mengenai tujuan latihan serta cara-cara yang dilakukan untuk mencapainya. Struktur yang lain umumnya dipakai bagi atlet lanjutan, khususnya selama fase pertandingan. Sebagian atlet membutuhkan penjelasan maupun pemberian motivasi dalam waktu yang pendek, oleh karena itu pengenalan maupun persiapan dapat digabung menjadi satu bagian saja. Dengan melihat penguraian berikut ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pokok antara kedua struktur tersebut, hanya sedikit pengecualian pada struktur 4 bagian, mempunyai bagian pengenalan sebagai tambahan pada bagian yang lain. 
Pengarahan/Pengenalan 
Semua latihan harus diawali dengan pengumpulan semua atlet, mengambil absensi (khususnya pada olahraga beregu) serta penjelasan tujuan latihan yang direncanakan oleh pelatih. Setelah itu, pelatih memberikan penjelasan yang rinci dengan menyebutkan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (alat dan metode yang dipakai). Pelatih juga harus mencoba meningkatkan motivasi atletnya, karena dengan cara itu si atlet dapat dirangsang untuk mencapai tujuan tersebut. Berikuthya pelatih mengatur kelompok besar menjadi bagian yang lebih kecil sesuai dengan tujuan individualnya. Lamanya waktu pengarahan ini hendaknya antara 3-5 menit dan untuk pemula biasanya sering lebih lama, tergantung dari berapa lama pengarahan itu diperlukan. Bagaimanapun juga, apabila sudah mengalami perbaikan, waktu yang dipakai pada bagian ini harus dikurangi. 
Pelatih harus selalu siap untuk setiap jam latihan. Selama menjelang latihan, pelatih mungkin dapat menggunakan buku rencana latihan atau bahkan dengan alat media lainnya. Sejauh setiap rencana dipertimbangkan, hendaknya diberikan waktu yang cukup sampai si atlet dapat memahaminya, baru dilanjutkan kembali ke rencana berikutnya. Tidak jarang pelatih harus memiliki buku pegangan (handcut) ringkas, terutama yang berkaitan dengan posisi rencananya, penekanan tentang apa yang harus dilakukan oleh setiap atlet dalam latihan yang mandiri. Beberapa metode seperti tadi tidak saja berperan dalam meningkatkan organisasi latihan, tetapi juga membagi tanggung jawab latihan dengan atletnya. Hal ini dapat membawa perasaan si atlet, bahwa pelatihnya percaya akan kemampuan serta kedewasaannya, membantu mereka dalam mengembangkan saling percaya mempercayai serta semangatnya. 
Persiapan (Pemanasan)
Hal ini pasti sangat diterima oleh pelatih maupun atlet bahwa pemanasan adalah hal yang sangat esensial untuk penampilan atlet baik ketika latihan maupun saat kompetisi. Dukungan literature terkini bahwa pemanasan selalu dianjurkan dan dapat memberikan efek untuk peningkatan perbaikan penampilan. Hal ini telah dibuktikan dengan baik bahwa pemanasan yang dilakukan dengan tepat, akan memperbaiki fungsi otot dan dapat menyiapkan atlet dalam menghadapi beban latihan atau kompetisi (Bompa, 2009). 
Secara keseluruhan waktu pemanasan sekitar 30-45 menit, hal ini termasuk pemanasan umum untuk meningkatkan suhu tubuh, dan pemanasan khusus untuk mempersiapkan atlet sesuai dengan cabang olahraganya. Durasi pemanasan dapat dinaikkan atau diturunkan tergantung dari pada kebutuhan atlet. Untuk atlet yang membutuhkan daya tahan kardiorespirasi (pelari jarak jauh) mungkin membutuhkan waktu pemanasan hingga 45 menit. Sebaliknya, untuk atlet yang tidak memerlukan daya tahan maka waktu pemanasannya bisa diturunkan. Yang menarik dalam penerapan pemanasan adalah menggunakan pemanasan yang lebih lama sebagai alat kondisioning ketika pase persiapan pelatihan.   

Bagian Latihan Inti
Tujuan latihan akan dapat terpenuhi selama bagian inti atau bagian ketiga. Setelah pemanasan yang cukup, dipelajarinya teknik serta maneuver taktik, mengembangkan kemampuan biomotorik dan meningkatakn kualitas psikologis Atlet. 
Isi latihan inti tergantung dari berbagai macam faktor, termasuk satatus  latihan atlet, jenis olahraga, jenis kelamin, usia, dan fase latihan memainkan peranan yang sangat penting. Sebagai contoh cabang olahraga yang berada pada kelompok dua, salah satu jenis latihannya yang disebut dengan latihan inti yang umumnya banyak dipakai, artinya bahwa pada waktu yang bersamaan, pelatih selain menekankan masalah teknik dan mengembangkan kemampuan biomotorik khusus juga terhadap sifat-sifat psikologisnya. 
Bentuk latihan yang dipakai untuk mengembangkan dan menyempurnakan kecepatan, umumnya berintensitas sangat tinggi dan dilaksanakan dalam waktu yang cukup pendek/singkat. Pada latihan yang menuntut pemakaian potensi atlet yang penuh, yang tidak dapat dilakukan kecuali pada kondisi yang benar-benar segar dan pada kondisi relative istirahat saja. Oleh sebab itu mengapa harus didahului oleh latihan kekuatan dan daya tahan terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, apabila tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kecepatan yang maksimum (Sprint atau start dengan kecepatan yang penuh seperti pada kelompok olahraga nomor dua), maka latihan harus dilakukan setelah pemanasan. Hal yang sama dilakukan, apabila koordinasi menjadi tujuan pokok, maka bentuk latihannya harus dilakukan atau ditempatkan di awal latihan Inti. Atlet yang berada dalam keadaan istirahat, dapat lebih banyak berkonsentrasi dengan lebih mudah terhadap tugas yang akan dilakukannya. 
Semua latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kekuatan (dengan memakai alat maupun tubuhnya sendiri), harus diawali setelah melakukan latihan pengembangan atau penyempurnaan teknik dan kecepatan. Tidak dianjurkan untuk memutar balikan urutan tersebut, karena pembebanan yang berat jelas akan merusak kecepatannya. 
Latihan yang diarahkan untuk mengembangkan daya tahan umum maupun khusus, biasanya direncanakan pada bagian akhir latihan. Karena latihan tersebut banyak sekali menuntut dan oleh karena itu dapat berakibat kelelahan, dimana si atlet benar-benar akan menghadapi kesulitan dalam menguasai keterampilan atau mengembangkan kecepatannya. Bagaimanapun juga kita tidak perlu menjadi bingung, apabila kita melihat bahwa beberapa drill tertentu dilakukan diakhir latihan inti, khususnya pada cabang olahraga beregu, yang umumnya dilakukan pada tingkatan kelelahan atau bahkan dilaksanakan di bawah kondisi sisa-sisa kelelahannya. Pada situasi ini, tujuan latihan bukan untuk belajar, tetapi berlatih dalam kondisi permainan yang sangat khusus. 
Bentuk pengajaran latihan yang disusun bagi para pemula, hendaknya mengikuti urutan-urutan yang dikemukakan sebelumnya, karena belajar sering menjadi tujuan yang sangat menonjol pada tingkat atlet pemula. Walau begitu, untuk atlet elitpun hendaknya program latihan yang diikuti tidak harus secara mati diikuti. 
Jadi dapat dipakai juga cara-cara yang dipergunakan untuk atlet pemula, karena hal ini ditemukan bahwa sejumlah kecil bentuk latihan kekuatan menggunakan beban yang menengah (40 - 50 % dari beban maksimum) akan meningkatkan eksitasi sistem syaraf pusat, terus meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan unjuk kerja pada kecepatannya. Apapun alasannya, seseorang harus mencari potensi yang ada tersebut untuk setiap atletnya dan menerapkannya tanpa melihat hasil akhir yang terbaik yang dicapai dalam pertandingannya. 
Untuk setiap jam latihan, pelatih harus mempersiapkan tujuan latihan sebelumnya yang harus dicapai selama latihan inti. Walau begitu, tidak harus dilebih-lebihkan dalam menentukan tujuan latihannya. Semuanya harus benar-benar searah dengan rencana siklus mikro dan makronya, sama halnya dengan prestasi maupun potensi para atletnya. Rencana yang memiliki lebih dari 2-3 tujuan per latihan, bagaimanapun harus bervariasi, akan agak sedikit sulit untuk memenuhinya, dan berarti akan menurunkan kecepatan perbaikan si atlet itu sendiri. Namun demikian itu harus disarankan untuk merencanakan tujuan-tujuan yang berasal dari factor-faktor latihan yang berbeda (teknik, taktik, fisik yang juga memiliki komponen psikologisnya) dan seseorang harus memilihnya dengan tepat sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga dan kemampuan si atlet. 
Berdasarkan capaian tujuan hariannya, pelatih dapat merencanakan latihan pengembangan fisik tambahan sekitar 15-20 menit, dan sering disebut dengan program kondisioning. Program dimaksud harus direncanakan atau dipertimbangkan untuk jam latihan di atas, apabila tuntutan latihannya tidak sangat tinggi dan selama si atlet tidak mampu mencapai keadaan kelelahan yang sangat luar biasa. Program tambahan tersebut harus sangat khusus sesuai dengan kemampuan biomotorik yang dominan pada cabang olahraganya serta kebutuhan si atlet itu sendiri. Umumnya faktor yang membatasi kecepatan perbaikan si atlet harus dapat penekanan yang lebih khusus. 

Bagian Akhir / Penutup
Setelah melaksanakan kerja yang sangat berat pada latihan Inti, disarankan untuk menurunkannya secara bertahap sampai mencapai keadaan biologis maupun psikologis latihan. Pada akhir latihan inti jam latihan, umumnya kalau tidak semua fungsi atlet dipergunakan sampai mendekati kapasitas maksimum dan penurunan kembali secara bertahap ke suatu tuntutan yang tidak memberatkan adalah hal yang sangat diperlukan. Motivnya tidak hanya bahwa penghentian yang tiba-tiba dari suatu usaha yang berat, akan mengarah pada pengaruh negative terhadap fisiologis maupun psikologisnya, tetapi juga bahwa dengan cara penenangan, kecepatan pemulihan asal dapat ditingkatkan dan penumpukan asam laktat dalam darah akan menurun dengan lebih cepat. Segara setalah melakukan sesi latihan inti seorang atlet harus melakukan latihan ringan  yang disebut pendinginan. Secara prinsif tujuan dari pendinginan adalah mengembalikan genangan darah dari otot-otot yang dilatih ke pusat sirkulasi (Powers K. Scott dan Howley T. Edward, 1990). Sayangnya, kebanyakan pelatih tidak mengetahui pada bagian latihan ini, artinya usaha dalam pengoptimalisasikan proses pulih asal yang berarti pula bahwa kecepatan perbaikan secara efisiensi latihan tidak dapat dimaksimalkan. 
Pendinginan (cool-down) dilakukan sekitar 20-40 menit, dan terdiri dari dua bagian utama. bagian pertama melakukan latihan pendinginan aktif sekitar 10-20 menit (Bompa, 2009). Aktivitas pendinginan aktif ini dilakukan dengan intensitas rendah (kurang dari 50% denjut jantung maksimal atlet). Meskipun keterbatasan data pendukung dari segi kajian ilmiah tetapi pendinginan aktif akan lebih efektif dilakukan saat setelah pelatihan inti dibandingkan pendinginan pasif. Jenis aktivitas yang dilakukan dalam pendinginan aktif tergantung dari jenis olahraga dari atlet tersebut. Seorang atlet balap sepeda mungkin membutuhkan 20 menit untuk bersepeda dengan intensitas yang sangat rendah dalam melakukan pendinginan aktif. Sedangkan untuk atlet sepak bola mungkin menggunakan jogging yang sangat pelan. Atlet tolak peluru mungkin menggunakan latihan interval yang berisikan jogging dengan intensitas yang rendah dan durasi yang pendek setelah melakukan pelatihan. Dengan tanpa memperhatikan jenis olahraga porsi pendinginan harus dilakukan dengan tanpa memberikan beban berlebihan pada atlet. 
Bagian kedua daripada aktivitas pendinginan dilakukan sekitar 10-20 menit dengan melakukan aktivitas streeching. Meskipun aktivitas streeching ketika pemanasan tidak disarankan, tetapi untuk pendinginan melakukan streeching adalah aktivitas yang sangat baik. Ada beberapa alasan mengapa streeching itu perlu dilakukan saat setelah latihan inti: pertama streeching yang dilakukan saat pendinginan akan memperbaiki fleksibility, hal ini dapat dilihat dari kegunaan dari streeching adalah untuk memperbaiki ruang gerak yang dihasilkan dari peningkatan suhu otot. Kedua, kesimpulan dari streeching dilakukan setelah melakukan latihan inti dapat ditunjukkan dengan menurunkan rasa sakit pada otot yang terjadi ketika musim-musim latihan. Ketiga, telah dilaporkan bahwa kombinasi dari pendinginan aktif yang diikuti dengan melakukan streeching, secara siginifikan dapat meningkatkan kecepatan pendinginan dari beban latihan dan kompetisi.  
Saat melakukan stretching pada waktu pendinginan, pelatih dapat memberikan informasi kepada atlet tentang pencapaian tujuan pelatihan saat itu dan bagaimana perasaan atlet saat melakukan latihan, dan waktu itu juga dapat dipergunakan oleh pelatih untuk membrikan pemahaman kepada atlet tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelatihan.
   
Lama Waktu yang Dipakai pada Tiap Bagian Latihan

Rata-rata waktu latihan adalah 2 jam (120 menit) yang dipakai sebagai referensi untuk pemakaian waktu yang perlukan pada masing-masing bagian. Pembagian ini tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat prestasi, pengalaman, jenis dan sifat olahraga dan fase latihan. Pelatih dapat menggunakan salah satu dari tiga atau empat struktur komponen pelatihan yang telah dibahas sebelumnya.

Waktu Latihan Tambahan

Seandainya atlet ingin mencoba untuk memaksimalkan waktu luangnya untuk tujuan latihan, tambahan waktu untuk latihan menunjukan satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan volume latihan si atlet sekaligus memperbaiki tingkat persiapannya. Tambahan tersebut umumnya sangat individual, dan dalam keadaan yang khusus latihan berkelompok biasanya diatur pagi hari, menjelang pergi ke sekolah atau kerja. Umumnya mereka lakukan sebelum makan pagi. Walaupun demikian, apabila waktunya melebihi 30 menit, kiranya perlu mengisi perut terlebih dahulu dengan makanan ringan dan tidak terlalu banyak. Lamanya waktu yang dipakai cukup bervariasi tergantung dari waktu yang dimiliki oleh masing-masing atlet. Apabila dapat mencapai 30 - 60 menit setiap harinya, maka dia akan mengumpulkan 150 - 300 jam dalam setahun dari latihan tambahan tersebut, suatu volume yang dapat menjadi tambahan yang menentukan terhadap derajat latihan (tingkat status latihan ditentukan oleh satu waktu tertentu) dan potensi atletnya.

Beberapa waktu latihan ditentukan di rumah, dalam ruangan maupun di luar ruangan oleh masing-masing individu atlet. Bagaimanapun juga, semua itu harus merupakan bagian dari rencana latihan umum yang dibuat oleh pelatih. Konsekuensinya, pelatih menyarankan isi maupun dosis untuk setiap latihan sesuai dengan tujuan si atlet, kelemahan dan fase latihannya. Pada dasarnya, melalui waktu latihan, seseorang dapat memperbaiki daya tahan umumnya dengan berlari 20 - 40 menit, kelentukan umum dan khusus dan bahkan kekuatan umum dan khusus pada otot-otot tertentu. Salah satu tujuan utama yang harus dikerjakan dan sekaligus memperbaiki kelemahan si atlet, sehingga akan mempercepat perbaikan pada kemampuan tertentu.

Dasar waktu latihan tambahan terdiri dari tiga bagian, dengan pembagian waktunya sebagai berikut: 1. Persiapan 5-10 menit, 2. Inti 20 - 45 menit dan 3. Penenangan 5 menit, kesimpulan waktu berjumlah 30 - 60 menit (Bompa, 2009). Tujuan formal tiap bagian mengikuti konsep yang sama seperti waktu latihan sebelumnya Bagaimanapun juga, lebih dari dua tujuan, karena hal ini akan menjadi realistic serta tidak sesuai dengan waktu yang tersedia.
  • Contoh Rencana Latihan
Format waktu latihan harus sederhana dan fungsional, artinya bahwa rencana latihan itu sendiri harus menjadi alat yang penting untuk setiap atlet dan pelatih dalam upaya latihannya. Bentuk dari rencana pelatihan harus berisikan semua informasi dan mudah untuk dilakukan. Disarankan agar atlet memperbanyak rencana pelatihan. Hal ini memungkinkan atlet untuk menyiapkan diri secara fisik maupun mental. Pelatih harus memberikan penjelasan singkat tentang rencana pelatihan ketika pengenalan sesi pelatihan. Jika masih memungkinkan ada tempat, cantumkan juga rencana pelatihan harian, sehingga atlet dapat menggunakan sebagai pedoman dalam latihan.

Ada beberapa format rencana pelatihan yang dapat di buat, tetapi semua itu harus berisikan beberapa elemen penting. Salah satu item yang paling penting  dalam rencana latihan individual adalah adanya tujuan pelatihan saat itu. Tujuan pelatihan ini akan memandu pelaksanaan pelatihan, dan memungkinkan atlet untuk  mengerti hal yang terjadi saat melakukan latihan. Dalam rencana latihan juga harus dicantumkan tempat dan tanggal, waktu latihan, dan juga perlengkapan yang dibutuhkan dalam latihan tersebut. Dalam rencana latihan harus terdapat jenis dan bentuk latihan, drill-drill, aktivitas yang dilakukan oleh atlet serta porsi latihan untuk berbagai jenis aktivitas tersebut. Rencana latihan harus memberi penjelas tentang dosis (repetisi, set, durasi) dan intensitas (persentase maksimum strength, rentang denjut jantung, waktu, power), dari sesi pelatihan.  

Lamanya rencana setiap sesi pelatihan akan sangat tergantung pada jenis olahraga dan pengalaman pelatih. Pengalaman pelatih dibutuhkan untuk memberikan informasi penting/khusus yang mungkin ada dalam rencana pelatihan. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjadikan blueprint dalam melaksanakan tugasnya ketika sesuatu yang penting itu perlu disampaikan di dalam sesi pelatihan itu. Semakin banyak pengalaman pelatih, semakin banyak pula hal yang dapat diberikan penjelasan di dalam rencana pelatihan. Tetapi hal ini masih menjadi tuntutan untuk membuat perencanaan yang lebih detail untuk atlet sehingga atlet akan dapat mempersiapkan secara mental dan fisik untuk sesi pelatihan tersebut. 
  • Siklus Latihan Harian
Sebuah aspek penting dalam menerapkan rencana pelatihan adalah mengorganisir jadwal latihan harian setiap atlet agar dapat memanfaatkan waktu secara maksimum. Hal ini sangat penting dilakukan dalam upaya menyeimbangkan antara pelatihan, waktu istirahat, jadwal pelatihan, dan relaksasi. Strategi pengorganisasian yang terbaik adalah membagi jadwal kedalam beberapa bagian latihan yang harus dilakukan dalam sehari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hakkinen dan Kallinen, dalam Bompa (2009), menganjurkan pembagian volume latihan harian kedalam dua sesi pelatihan lebih pendek, akan menghasilkan perbaikan penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan melakukan sesi latihan yang lebih lama. Penemuan ini mendukung hasil observasi pelatih-pelatih eropa yang telah melakukan sesi latihan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kelelahan yang berlebihan pada atlet. Kelelahan ini menyebabkan atlet tidak bisa melakukan latihan dengan baik sehingga tidak dapat meningkatkan kemampuan biomotorik, teknik, dan taktiknya menjadi lebih sempurna. Itu sebabnya ketika memungkinkan untuk bisa membagi jadwal latihan harian menjadi unit-unit yang lebih kecil harus dilakukan seorang pelatih agar dapat mengembangkan kemampuan atlet secara maksimal. 

Struktur dari pelatihan harian sangat tergantung pada beberapa factor seperti: ketersediaan waktu latihan, status perkembangan atlet, dan ketersediaan fasilitas latihan. Selanjutnya akan diberikan suatu contoh kegiatan latihan untuk 2, 3, dan 4 acara latihan dalam satu hari latihan, yang dapat diterapkan pada atlet elit dalam situasi pemusatan latihan.

Model Rencana Pelatihan

Sebuah model pelatihan adalah simulasi dari sebuah kompetisi, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan adaptasi atlet terhadap program pelatihan dan kemudian agar atlet mampu beradaptasi dengan suasana kompetisi. Proses model in dapat dibuat dengan menirukan beban elemen psikologis, fisiologis, teknik dan taktik yang mungkin terjadi selama kompetisi. Beberapa jenis sesi latihan dapat dirancang menyerupa tujuan-tujuan yang dicantumkan dalam pase latihan ketika pemodelan kompetisi dilakukan. Pelatih harus menghindari menyusun sesi pelatihan yang serupa dengan cara yang sama dari semua situasi. Variasi dari stimulus latihan adalah sangat penting yang dapat menyebabkan peningkatan kemampuan fisiologis dan penampilan. Model pendekatan ini adalah satu metode  untuk memasukkan ide baru dari stimulus latihan ke dalam rencana latihan. Metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi atlet, memberikan tantangan fisiologis baru, dan dengan hal yang baru ini dapat menyiapkan atlet untuk menghadapi kompetisi. Ada banyak cara yang dapat dipergunakan dalam pendekatan model ini, dan pelatih harus memodifikasi contoh berikut  sesuai dengan tujuan pelatihan mereka.
  • Model Sesi Latihan untuk Penguasaan Keterampilan
Sebuah model dapat dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan dan perbaikan keterampilan. Keterampilan baru akan dapat dipelajari dengan baik ketika tidak terjadi kelelahan. Sebaliknya, kelelahan yang berlebihan dapat membuat atlet sulit untuk mempertahankan keterampilan yang telah dikuasainya. Sehingga drill yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan  harus dilakukan segera setelah melakukan pemanasan. Dapat dipergunakan sebagai contoh untuk pengembangkan keterampilan dan juga dapat dipakai dalam pengembangan kecepatan, kelincahan, dan daya ledak.
  • Model Pelatihan untuk Memperbaiki Keterampilan pada Kondisi Kelelahan
Model jenis ini dapat dipergunakan untuk menirukan kondisi yang terjadi saat akhir permainan, pertandingan, atau perlombaan, dimana mungkin atlet harus melakukan sebuah keterampilan tertentu dalam kondisi kelelahan. Meskipun penguasaan keterampilan sangat bagus ketika atlet dalam kondisi segar, atlet juga harus latihan keterampilan saat merasakan kelelahan. Tujuan dari penggunaan jenis model ini adalah untuk membuat situasi kelelahan yang sama seperti yang terjadi saat pertandingan yang akan dating. Untuk menyempurnakan tujuan ini, pelatih harus membuat dril-dril teknik dan taktik yang penekanannya pada glikolisis dan oksidasi system energy yang sama seperti yang terjadi pada kompetisi. Situasi ini akan dapat meningkatkan kemampuan atlet dalam menghadapi kelelahan baik fisik maupun mental.
  • Model Pelatihan untuk Pengontrolan Kesadaran Sebelum Pertandingan
Agar kemampuan maksimum dapat ditampilkan secara efektif ketika kompetisi dilakukan sore atau malam hari, atlet harus berada dalam wilayah kesadaran kesiapan mental. Sesi pagi yang singkat (pukul 10.00) dapat dilakukan kegiatan untuk mengoptimalkan kesiapan atlet pada pertandingan sore hari, menurunkan kecemasan, dan membantu atlet untuk dapat bergairah, tidak grogi, dan kegelisahan. Bentuk sesi ini dapat dipergunakan untuk membawa atlet dalam kondisi tenang dan percaya diri. Sesi ini relatif pendek dan tidak menyebabkan kelelahan dan berisikan kegiatan yang sangat singkat, gerakan yang eksplosif.
Aktivitas ini harus dilakukan dalam durasi pendek dan tidak boleh menyebabkan kelelahan, karena kelelahan dapat menurunkan kapasitas penampilan.

Team Futsal Dosen STKIP Paris Barantai


Daftar Pustaka:
  • Bompa O. Tudor. 1999. Periodezation: Theory and Methodology of Training. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Bompa O. Tudor. 2000. Total Training for Young Champions. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Bompa O. Tudor, Haff G. Gregory. 2009. Periodezation: Theory and Methodology of Training. York University, United State: Human Kinetics. 
  • Foss L. Merle, Keteyian J. Steven. 1998. Physiological Basis for Exercise and Sport. Boston: Mc Graw-Hill. 
  • Josef Nossek. 1982. General Theory of Training. National Institute for Sport, Logos. Pan African Press.
  • Russell R. Pate dkk. 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan (terj. Kasiyo Dwijowinoto). Semarang: IKIP Semarang Press.
  • Rainer Martens. 2004. Succesful Coaching: United State: Human Kinetics. 
  • Scott K. Powers, Edward T. Howley. 1990. Exercise Physiology: Theory and Application to Fittness and Performance. USA: Wm.C.Brown Publisher.

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block