Wednesday 22 April 2020

PTK PENDIDIKAN JASMANI

Dalam Pendidikan Jasmani, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu metodologi penelitian ilmiah yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani. Menurut Pelton (2010) Action research, in the school setting, is a systematic approach to improve teaching practices. It is a simple process, and if you learn how to use it, it will meet many of your teaching goals. Selain itu, PTK juga dapat digunakan oleh guru penjas untuk promosi kenaikan pangkat dan jabatan / golongan demi meningkatkan mutu kualitas profesionalisme guru penjas.

PTK pada umumnya digunakan oleh guru penjas disekolah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa, dosen dan praktisi pendidikan jasmani dapat juga melakukan Penelitian Tindakan Kelas karena di dalam PTK terdapat istilah Penelitian Kolaborasi. Menurut Arikunto, dkk (2012:17) dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Hal yang membuat Penelitian Tindakan Kelas berbeda dengan penelitian ilmiah yang lainnya karena PTK terdiri dari beberapa tahap yang berupa siklus. Siklus merupakan satu putaran kegiatan beruntun yang kembali lagi ke langkah semula. Siklus yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema Desain PTK dibawah berikut:
Gambar Skema Siklus Dalam Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, 2012:16)

Jadi didalam Penelitian Tindakan Kelas, ada 4 (empat) tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas, yaitu:
  1. Perencanaan
  2. Pelaksanaan
  3. Pengamatan
  4. Refleksi

Berikut contoh tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas (PTK) bidang studi pendidikan jasmani;

1. Siklus I 
a). Tahap Perencanaan Tindakan (Alternatif Pemecahan I)
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan tindakan berupa membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) passing dalam permainan sepak bola menggunakan gaya penemuan terbimbing. Siswa akan diajarkan teknik dasar passing melalui gaya mengajar penemuan terbimbing. Kegiatan yang lain dilakukan adalah membuat hasil observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas dan membuat Tes Hasil Belajar.
b). Tahap Pelaksanaan Tindakan I 
Setelah perencanaan disusun secara matang maka dilakukan tindakan terhadap kesulitan siswa. Pembantu peneliti bertindak sebagai guru dan kegiatan mengajar yang dilakukan merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan gaya mengajar penemuan terbimbing yang diterapkan adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan lembar penilaian tentang materi yang akan dipelajari. (2) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk pelaksanaan passing kaki bagian dalam, (3) Guru Tidak boleh memberikan jawaban selama pelaksanaan proses pembelajaran. (4) Siswa yang lain tidak boleh memberikan jawaban kepada siswa yang melakukan passing. (5) Siswa yang melakukan passing harus bisa mendapatkan jawaban atas apa yang dipraktekkannya. (6) Siswa yang melakukan passing boleh meminta cara atau teknik pada guru jika dia benar-benar tidak mampu untuk mempraktekkannya. (7) Guru mengawasi selama proses pembelajaran. Pada akhir tindakan diberi tes hasil belajar passing kepada siswa untuk melihat hasil belajar yang dicapai siswa setelah pemberian tindakan.
c). Observasi I 
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan yang menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Guru bidang studi Pendidikan jasmani olahraga yang bertugas sebagai pengamat mengisi lembar observasi untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program dilapangan ovservasi yang dilakukan adalah Sikap awalan, sikap perkenaan bola, dan gerakan lanjutan pengajaran ketika tindakan dilakukan.
d). Evaluasi I
Setelah tes hasil belajar menggunakan tes passing diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari tes tersebut, selanjutnya peneliti menganalisis hasil tersebut.
e). Tahap Refleksi I
Hasil yang didapat dari tahap tindakan dan observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, sehingga dapat disimpulkan dari tindakan yang dilakukan dari hasil tes hasil belajar I. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan siklus II.
2. Siklus II 
Setelah dilaksanakan siklus I dan hasil belum sesuai terhadap tingkat penguasaan yang telah ditetapkan, maka dalam hal ini dilaksanakan siklus II dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a). Tahap Perencanan Tindakan II (Alternatif Pemecahan II)
Dari hasil analisa data dari refleksi I maka dibuat kembali rencana tindakan II sebagai upaya mengatasi permasalahan yang belum terselesaikan pada siklus I. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah masih tetap memuat perencanaan tindakan sebagai upaya mengatasi kesulitan siswa dalam melakukan passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola melalui gaya penemuan terbimbing. Kegiatan lain yang dilakukan adalah menyusun kembali lembar observasi dan menyusun Tes Hasil Belajar II.
b). Pelaksanaan Tindakan II 
Pemberian tindakan II ini merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program pemecahan yang telah disusun pada siklus I. Pada tahap ini diakhiri dengan pemberian tes hasil belajar II yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.
c). Observasi II
Observasi II dilaksanakan untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar dikelas sudah terlaksana sesuai program pengajaran ketika tindakan diberikan.
d). Evaluasi II
Setelah tes hasil belajar siswa diberikan kepada siswa maka diperoleh sejumlah informasi dari hasil tes siswa tersebut yaitu tes passing dengan kaki bagian dalam pada permainan sepak bola. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil penelitian yang di dapat. Dari sini diperlihatkan hasil belajar Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan siswa setelah dilakukan pembelajaran melalui gaya  penemuan terbimbing.
e). Refleksi II
Seluruh data yang diambil dianalisis dan ditarik kesimpulan dari tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Dan dapat ditarik kesimpulan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus. Pada penelitian ini, jika siklus I tidak berhasil, yaitu proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik dengan hasil belajar belum mencapai ketuntasan maka dilaksanakan siklus II sebagai evaluasi dari siklus I di kelas yang sama hingga hasil pembelajaran yang diperoleh mencapai ketuntasan. 

Sumber:
  • Pelton, R.P. 2010. Action Research for Teacher Candidates. the United States of America: Rowman & Littlefield Education.
  • Arikunto, Suharsimi. Dkk. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara


Thursday 9 April 2020

Berlari

Pengertian berlari atau lari adalah tindakan alami makhluk yang berkaki untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kaki dengan cepat. (Simanjuntak, dkk., 2009). Berlari, seperti halnya berjalan, adalah serangkaian pronasi dan supinasi. Berlari dibedakan dari berjalan dengan peningkatan kecepatan, atau jarak yang ditempuh per unit waktu dan keberadaan fase udara atau mengambang (Dugan & Bhat, 2005). Jadi pada saat berlari ada kondisi dimana kedua kaki melayang di udara.

Dalam pendidikan jasmani, berlari atau lari merupakan salah satu bentuk kegiatan atletik yang merupakan program pengajaran yang terdapat di dalam kurikulum sekolah. Berlari merupakan salah satu keterampilan gerak lokomotor, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Gambetta (2007) Locomotor skills are the skills that get us from place to place and cover the spectrum of the gait cycle from walking to running to sprinting.

Berlari merupakan unsur gerakan  yang dapat membantu siswa untuk mencapai hasil kecepatan yang maksimal namun bukan hanya sekedar itu, siswa juga belajar keterampilan mengelola waktu, pengukuran dan pencatatan serta rasa tanggung jawab dalam pelajaran berlari.

Nomor, Jarak dan Star Berlari
Secara umum berlari terbagi atas 3 macam, diantaranya adalah:
1. Lari jarak Pendek
  • Lari jarak pendek di antaranya: 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Star yang digunakan untuk lari jarak pendek adalah star jongkok.
  • Lari jarak pendek nomor khusus diantaranya: lari 110 meter, 400 meter, lari gawang dan 100 meter gawang. Lari 4 x 100 meter dan 4 x 400 meter lari sambung (Pelari Putri).
  • Khusus untuk lari sambung (estafet) untuk pelari ke - I menggunakan Star Jongkok, sedangkan pada pelari ke - II, III, dan IV menggunakan star melayang.
2. Lari Jarak Menengah
Nomor lari jarak menengah diantaranya: 800 meter, 1.500 meter dan 3.000 meter. Star yang digunakan pada lari jarak menengah adalah star berdiri.
3. Lari Jarak Jauh
Nomor lari jarak jauh diantaranya: 5 km, 10 km, lari marathon (42 km dan 195 km). Star yang digunakan pada lari jarak jauh adalah star berdiri.
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dikenal juga beberapa macam bentuk berlari, yaitu:

1. Joging
Lari santai atau joging merupakan satu jenis keterampilan yang melibatkan proses memindahkan posisi badan, dari satu tempat ke tempat lain dengan gerakan yang lebih cepat dari pada melangkah.
2. Sprint
Lari cepat atau sprint adalah suatu kemampuan yang ditandai dengan proses memindahkan posisi tubuh dari satu tempat ketempat lainnya secara cepat, melebihi gerak dasar pada keterampilan joging. Sprint terbagi atas 3 jenis keterampilan, yaitu:
a). Lari cepat
b). Lari gawang
c). Lari estafet

Teknik Berlari
Para guru penjas perlu mempelajari teknik-teknik berlari yang sesuai untuk anak-anak usia sekolah sehingga poin pengajaran yang sesuai dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja dan memastikan perkembangan. 

Menurut Tamat (1998) teknik berlari harus memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Sikap badan condong ke depan
  2. Langkah atau gerakan kaki harus lebih panjang dan secepat mungkin
  3. Gerakan lengan terayun secara wajar
  4. Pada saat pendaratan, kaki harus selalu pada ujung telapak kaki
Lebih lanjut menurut  Suyono dalam Simanjuntak (2009) fase gerak dalam lari dapat ditinjau dari tiga tahapan, yaitu:
a). Fase dorongan
Pada saat titik –pusat gravitasi bergerak ke depan, kaki penopang berubah fungsi sebagai kaki pendorong atas bantuan gerak meluruskan pinggang, lutut dan mata kaki.
b). Fase pemulihan
Setelah gerak kaki-dorong selesai, kaki dari tungkai pendorong meninggalkan tanah dan titik pusat gravitasi di proyeksikan sepanjang suatu garis parabola.
c). Fase dukungan
Suatu moment yang singkat ketika kaki menyentuh tanah dan turunnya massa badan pelari sedikit.



Sumber:
  • Simanjuntak, Victor G., dkk. (2009). Pendidikan Jasmani Kesehatan 3 SKS. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas: Jakarta.
  • Tamat, Tisnowati., dkk. (1998). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdikbud: Jakarta.
  • Dugan, S.A. & Bhat, K.P. 2005. Biomechanics and analysis of running gait. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America.
  • Gambetta, V. 2007. Athletic development : the art & science of functional sports conditioning. USA: Human Kinetics. Tersedia di www.HumanKinetics.com

Thursday 2 April 2020

OVERTRAINING

Defenisi Overtraining menurut para ahli:
  • Menurut Bompa & Haff, (2009:100) Overtraining adalah penurunan jangka panjang dalam kapasitas kinerja yang terjadi sebagai hasil akumulasi pelatihan dan stresor non-pelatihan. 
  • Menurut Kenney et al., (2012:338) Dengan latihan yang terlalu intens, atlet dapat mengalami penurunan kinerja dan fungsi fisiologis yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Kondisi ini disebut overtraining, dan penyebab pasti atau penyebab penurunan kinerja yang dihasilkan tidak sepenuhnya dipahami. 
  • Neil F. Gordon dalam Cooper, (1994) Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis/intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan (recovery) yang tidak kuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, maupun non psikologis.
  • Morgan (1988) menjelaskan bahwa kelebihan latihan ditimbulkan oleh faktor-faktor yang tertera berikut ini. Faktor-faktor tersebut tersusun menurut urutannya sesuai dengan banyaknya atau tingginya frekuensi keluhan atlet.
  1. Terlalu banyak stres dan tekanan
  2. Terlalu banyak berlatih dan latihan fisik
  3. Kelelahan fisik dan nyeri otot
  4. Kebosanan (boredom) akibat pengulangan kegiatan terus-menerus
  5. Istirahat yang tidak` cukup dan pola tidur yang kurang layak
  • Weinberg dan Gould (1995) menjelaskan bahwa dalam beberapa keadaan kejenuhan dapat mengakibatkan seseorang berhenti dari aktivitasnya sebagai atlet. Jadi kejenuhan merupakan salah satu penyebab berhentinya individu menempuh karir sebagai atlet.
  • Smith (1986) menjelaskan bahwa kejenuhan merupakan konsep yang amat kompleks sebagai bentuk kelelahan psikofisiologis akibat gagalnya usaha seseorang memperoleh hasil yang diharapkan padahal ia telah berusaha sekuat tenaga bahkan mungkin berlebihan.
OVERTRAINING

Overtraining merupakan masalah yang ada dalam olahraga dan aktivitas fisik. Guru maupun pelatih perlu memahami penyebab kejenuhan dan mempelajari strategi untuk membantu mengurangi kemungkinan akan terjadinya kelelahan yang berlebihan. Menurut Martens (2012:263) Overtraining adalah masalah serius dalam banyak olahraga karena banyak pelatih dan atlet sama-sama menganut sikap "more is better". Lebih banyak tidak selalu lebih baik; bukan hanya kuantitas pelatihan yang diperhitungkan tetapi juga kualitasnya.

Overtraining diindikasikan dengan tanda-tanda fisiologis dan psikologis pada tubuh seperti perubahan atau gangguan fungsi saraf, konsentrasi hormon, penggandaan kontraksi-kontraksi, perekrutan unit motorik, penyimpanan glikogen otot, detak jantung dan tekanan darah, fungsi kekebalan, pola tidur, dan suasana hati. Overtraining dapat terjadi dengan masing-masing dari tiga bentuk pelatihan utama (pelatihan resistensi, anaerob, dan aerobik ) sehingga kemungkinan penyebab dan gejala akan bervariasi berdasarkan jenis pelatihan.

Overtraining didapat dari hasil akumulasi perubahan dalam metabolisme, yang menjadi kronis selama kita melakukan latihan atau aktivitas yang berlebihan. Awalnya dari perubahan yang terjadi pada biokimia dalam metabolisme karbohidrat, seperti perubahan hormon kortisol (hormon stres) yang berperan pada penggunaan gula atau glukosa dan lemak dalam metabolisme tubuh untuk menyediakan energi. Hormon kortisol juga berfungsi mengendalikan stres yang dapat dipengaruhi oleh kondisi infeksi, cedera, aktivitas berat, serta stres fisik dan emosional (http://bit.ly/2TDhzJM). Menurut Martin (2016:11) Additionally, the hormone cortisol is known to be extremely elevated when an athlete is overtraining causing inflammation and stress in the body, which chronically, may lead to injury. Jadi, Seseorang yang melakukan latihan olahraga atau aktifitas fisik secara berlebihan maka hormon kortisol meningkat dan secara kronis tubuh kita akan mengalami peradangan dan stres yang dapat menyebabkan cedera.

Menurut Kenney, dkk. (2012:338) Tanda dan gejala primer lainnya dari sindrom overtraining;
  1. Perubahan nafsu makan
  2. Penurunan berat badan;
  3. Gangguan tidur;
  4. Lekas marah, gelisah, bersemangat, gelisah;
  5. Hilangnya motivasi dan semangat;
  6. Kurangnya konsentrasi mental;
  7. Perasaan depresi; dan
  8. Kurangnya penghargaan untuk berbagai hal, termasuk olahraga yang biasanya menyenangkan.
Lebih lanjut menurut Martens (2012:263) jika Anda melihat beberapa tanda-tanda ini, Anda harus mencurigai overtraining dan bekerja dengan atlet untuk menemukan keseimbangan pelatihan dan istirahat yang tepat.
  1. Penurunan kinerja yang tiba-tiba atau bertahap
  2. Ketidakmampuan untuk melatih pada level yang sebelumnya dicapai
  3. Kehilangan koordinasi
  4. Peningkatan nyeri otot
  5. Peningkatan detak jantung saat istirahat
  6. Insomnia
  7. Kehilangan nafsu makan
  8. Sakit kepala
  9. Penurunan berat badan dan lemak tubuh
  10. Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit, masuk angin, dan flu
  11. Depresi, apatis
  12. Kehilangan harga diri
  13. Ketidakstabilan emosional
  14. Takut akan kompetisi
Overtraining dini biasanya diobati dengan beristirahat, jika dalam kasus yang lebih parah maka dilakukan pembatasan jadwal latihan fisik hingga atlet fit kembali. Waktu istirahat dapat dilakukan hitungan hari, minggu, bulan, atau disesuaikan dengan parahnya tingkat overtraining itu sendiri.

Sementara overtraining tradisional dapat didiagnosis setelah penurunan kinerja yang berlangsung beberapa bulan atau kinerja setelah menyelesaikan periode istirahat beberapa hari atau minggu, ini tidak memungkinkan untuk potensi pencegahan, yang paling berharga dan disukai (Laursen & Buchheit, 2019:141).


Gambar efek dari pelatihan, pelatihan optimal, dan pelatihan berlebihan

Peran sebagai pelatih fisik adalah untuk membantu atlit mencapai kebugaran optimal untuk dalam olahraga, memahami zona antara under- dan overtraining sangat membantu pelatih fisik dalam bagaimana menentukan kapan atlet berlatih berlebihan (Martens, 2012:263). 

Daftar Pustaka
  • Bompa, T.O. & Haff, G.G. (2009). Periodization: theory and methodology of training. 5th ed. ed. the United States of America: Human Kinetics.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. (2012). Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Laursen, P. & Buchheit, M. (2019). Science and application of high-intensity interval training: solutions to the programming puzzle. Human Kinetics. the United States of America: Human Kinetics.
  • Martens, R. (2012). Successful Coaching. IV ed. Developing Your Coaching Philosophy. Human Kinetics.
  • Martin, L. (2016). Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.