Sunday 28 May 2017

GERAK LOKOMOTOR, GERAK NON LOKOMOTOR, GERAK MANIPULATIF

GERAK LOKOMOTOR, GERAK NON-LOKOMOTOR, GERAK MANIPULATIF

Gerak dasar fundamental (fundamental basic movement) menurut Harrow (1972) adalah pola gerak yang inheren yang membentuk dasar-dasar untuk keterampilan gerak yang kompleks, yang meliputi (1) Gerak Lokomotor; (2) Gerak Non-Lokomotor; dan (3) Gerak Manipulatif.


1. GERAK LOKOMOTOR (Locomotor Skills)

Gerak Lokomotor adalah gerakan berpindah tempat, dimana bagian tubuh tertentu bergerak atau berpindah tempat. Gerak dasar lokomotor merupakan salah satu domain dari gerak dasar fundamental (fundamental basic movement), Keterampilan lokomotor didefinisikan sebagai keterampilan berpindahnya individu dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagian besar keterampilan lokomotor berkembang dari hasil dari tingkat kematangan tertentu, namun latihan dan pengalaman juga penting untuk mencapai kecakapan yang matang.

Keterampilan lokomotor misalnya berlari cepat, mencongklang, meluncur, dan melompat lebih sulit dilakukan karena merupakan kombinasi dari pola-pola gerak dasar yang lain. Keterampilan lokomotor membentuk dasar atau landasan koordinasi gerak kasar (gross skill) dan melibatkan gerak otot besar.

Gerakan-gerakan lokomotor adalah gerakan-gerakan yang pergi ke mana saja. Para ahli mendefinisikan gerakan lokomotor sebagai gerakan-gerakan yang menyebabkan tubuh berpindah tempat atau mengembara dalam berbagai ruang, sehingga dalam bahasa Inggris disebut juga Traveling. Ini tentunya merupakan kebalikan dari gerakan non-lokomotor, yang tidak menyebabkan tubuh berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Gerakan lokomotor merupakan dasar bagi perkembangan koordinasi gerakan yang melibatkan otot-otot besar (gross-muscles), pertumbuhan otot, daya tahan dan stamina.

2. GERAK NON-LOKOMOTOR (Non-Locomotor Skills)

Gerakan non-lokomotor dapat diartikan juga sebagai keterampilan stabil, gerakan yang dilakukan tanpa atau hanya sedikit sekali bergerak dari daerah tumpuannya.  Dapat juga didefinisikan sebagai gerakan-gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang memerlukan dasar-dasar penyangga yang minimal atau tidak memerlukan penyangga sama sekali atau gerak tidak berpindah tempat. Gerakan stabilisasi (non-lokomotor) termasuk didalamnya, seperti : Stretching dan Bending, Twisting dan Turning, Swinging dan Swaying, Pushing dan Pulling .

3. GERAK MANIPULATIF

Gerak manipulatif melibatkan tindakan mengontrol suatu objek khususnya dengan tangan dan kaki. Ada dua klasifikasi keterampilan dari gerak manipulatif, yaitu reseptif dan propulsif. Keterampilan reseptif adalah menerima suatu objek seperti menangkap dan keterampilan propulsif memiliki ciri pengerahan gaya atau kekuatan terhadap suatu objek, seperti memukul, melempar, memantul atau menendang.

Walaupun sebagian besar keterampilan manipulatif menggunakan tangan dan kaki, tetapi bagian-bagian tubuh yang lain juga dapat digunakan. Manipulasi terhadap objek tertentu mengarah pada koordinasi mata-tangan dan mata-kaki yang lebih baik, terutama penting untuk gerakan-gerakan yang mengikuti jalan atau alur (tracking) pada tempat terentu.

Keterampilan manipulatif merupakan dasar-dasar dari berbagai keterampilan permainan (game skill). Gerakan yang memerlukan tenaga, seperti melempar, memukul, dan menendang dan gerakan menerima objek, seperti menangkap merupakan keterampilan yang penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan berbagai jenis bola. Gerakan melambungkan atau mengarahkan objek yang melayang, seperti bola voli merupakan bentuk keterampilan manipulatif lain yang sangat penting. Kontrol terhadap suatu objek yang dilakukan secara terus menerus, seperti menggunakan tongkat atau simpai juga merupakan aktivitas manipulatif.

Macam Gerak dasar fundamental (fundamental basic movement)

Gerak Dasar Fundamental

Lokomotor

Non Lokomotor

Manipulatif

berjalan
berlari
meloncat
melompat
melayang
meluncur
berjingkrak
memanjat

membungkuk
meregang
memutar
mengayun
handstand
memutar tubuh
mendarat
berhenti
mengelak
keseimbangan


melempar
menangkap
menendang
menjerat/menjebak
menyerang
memvoli
melambung
memelanting
bergulir
menggelinding
menyepak


Sumber;
  • Abdulkadir Ateng, 1993. Pendidikan Olahraga. Jakarta: IKIP  Jakarta.
  • Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra. 1999. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Pendas Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Melompat merupakan Locomotor Skil

#pendidikanjasmani #pendidikanolahraga

Sunday 21 May 2017

GULAT

SEJARAH GULAT

Asal usul gulat dapat di telusuri kembali sejak 15.000 tahun yang lalu melalui gambar di sebuah gua di perancis. Sebuah Relief yang terdapat dalam mitologi bangsa Babilonia dan mesir menunjukan aktivitas dan teknik-teknik para pegulat, sehingga diketahui semua orang saat ini.

Dalam tradisi barat, referensi untuk pertandingan gulat telah ditemukan dalam epik Gilgames bangsa Babilonia. Ini berarti bahwa gulat didunia barat  dipengaruhi oleh bangsa timur dekat, bangsa Babilonia. Dalam dokumen bangsa Babilonia diceritakan tentang kemenangan seorang pahlawan yang menumpas kejahatan. Dengan menganalisis dokumen tersebut, ternyata, diketahui bahwa mereka yang menjadi pahlawan dan pemenang itu telah mempraktekan teknik gulat untuk mengalahkan musuhnya.

Di zaman mesir kuno, pertarungan gulat merupakan upaya untuk menunjukan kecakapan fisik dan kemampuan militer para tentara kepada para bangsawan. Wolfgang Decker, seorang peneliti olahraga dijaman mesir kuno, berpendapat bahwa gulat terutama sekali digunakan sebagai bentuk pelatihan bagi tentara.

Dalam sejarah yunani kuno, gulat menduduki tempat penting dalam legenda dan sastra. Gulat yang dikenal saat itu adalah gulat kompetisi, karena tidak dibentingi oleh peraturan. Namun demikian, gulat tetap menjadi olahraga olimpiade bangsa yunani. Bahkan, gulat yang dikembangkan oleh bangsa Romawi kuno banyak meminjam teknik gulat yunani. Di yunani banyak didirikan palaestra atau sekolah gulat, di sekolah ini anak laki-laki mempelajari aturan sederhana, tentang gulat yunani. Orang yunani bergulat dalam lubang pasir yang disebut skamma, dan kontestan masih tertutup oleh minyak dan dilapisi debu sebelum memasuki arena pertandingan.

Vases menggambarkan angka-angka dari Mitologi yunani, terutama Heracles dan Theseus ( penemu gulat ilmiah ), dengan menunjukan bahwa mereka dapat mengalahkan monster fantastik dengan menggunakan teknik gulat yang berlaku dengan standar. Gambar pegulat pun muncul di koin Aspendosm Syracuse, dan Alexandria, dan sejumlah pertandingan gulat dapat ditemukan dalam tulisan Humer, Statius, dan Quintus dari Smirna. Bahkan Plato, seorang filsuf yang terkenal, pernah dieritakan mengikritik kompetisi dalam kejuaraan yang diadakan di Delphi dan Nemea.

Orang-orang yunani bersaing untuk mewakili kota kelahirannya dalam festival gulat yang waktu itu jumlahnya selalu meningkat di setiap tahun, pegulat profesional yang paling terkenal pada saat itu adalah Milo dari kota Croton. Milo mendapatkan pengakuan pada olimpiade masa yunani kuno di abad 540 SM. Dan memenangkan lagi dalam enam olimpiade berturut-turut, milo tidak pernah berpartisipasi dalam gulat yang lebih brutal atau yang pada saat itu sering dikenal dengan istilah Pankration. Pankration jauh lebih brutal dari gulat profesional modern, kemenangan dicapai dengan memaksa lawan anda mengakui kekalahan.

Selama abad pertengahan, gulat mencerminkan gaya hidup orang eropa. Gulat tidak membutuhka peralatan yang khusus dan semakin populer karena taruhan para penonton difasilitasi oleh pihak penyelenggara pertandingan. Dalam tradisi Inggris, telah dikembangkan dan dimodifikasi pada saat periode Renaissance. Pembukaan pertandingan memerlukan berbagai gaya yang berbeda. Sebagai contoh, di Cumberland dan Westmorelend, dimulai dengan pertandingan dagu beristirahat di bahu lawan kemudian menjatuhkan lawan ke tanah untuk memenangkan pertandingan.

Do cornwall, jenis jaket gulat menjadi bentuk yang lebih disukai, dengan melarang pemain memegang bagian dibawah pinggang. Ilistratur berkebangsaan jerman, albrecht rer du, membuat lebih dari seratus gambar teknik memegang dalam gulat, dan fabian von auerwald’s rinferkunst (1539), membuat salah satu buku ilustrasi tentang teknik bergulat secara rinci. Buku karya Elyot Thomas Governour (1531), merupakan karya pertama yang memfokuskan pada pendidikan jasmani, dan gulat di promosikan sebagai latihan sehat. Seabad kemudian seorang matematikawan, Sir Thomas Parkyns, menerbitkan The Inn-Play atau Cornish-Hugg Wrestler, sebuah karya yang tidak hanya menganjurkan olahraga tetapi juga menetapkan aturan untuk menghindari perilaku yang tidak sportif selama pertandingan.

Olahraga gulat dengan varian yang khas di setiap daerah sudah ada sejak jaman nenek moyang. Ketangkasan jasmani merupakan syarat mutlak untuk memelihara keuletan dan keutuhan. Pendidikan jasmani yang tidak disengaja ini telah dilakukan oleh nenek moyang kita, tapi belum didasari nilai dan manfaatnya. Bukti sejarah menunjukan bahwa “ gulat “ memang merupakan olahraga asli Indonesia, walau diluar negeri gulat juga ada dan tumbuh sejak keemasan Yunani dan Romawi Kuno.

Bukti sejarah bahwa gulat bukan barang impor dapat kita temukan melalui studi dokumentasi. Melalui studi itu, kita dapat menemukan beberapa jenis olahraga gulat tradisional di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
  1. Di aceh gulad disebut Gedul-gedul
  2. Di tapanuli gulat disebut Marsiranggut
  3. Di jawa barat gulat disebut Benjang
  4. Di jawa tengah gulat disebut Mbek-mbekan
  5. Di rembang ( jawa tengah ) gulat disebut Pathol
  6. Di jawa timur gulat disebut Pitingan
  7. Di madura ( jawa timur ) gulat disebut Okol
  8. Di nusa tenggara barat gulat disebut Paluru
  9. Di sulawesi selatan gulat disebut Silotteng
  10. Di ujung pandang gulat disebut Sinotto
  11. Di kalimantan selatan gulat disebut Baguling
Dilihat dari gerakannya, gulat tradisional merupakan komposisi olahraga dan seni budaya yang timbul dari naluri / instink, di sini terdapat koordinasi latihan antara otak, otot, keberanian, keuletan, kesatriaan dan kesadaran.

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia sudah mengenal gulat yang berkembang di dunia internsional. Gulat dibawa oleh tentara belanda yang pada waktu itu menduduki wilayah Indonesia sebagai negara koloni. Tahun 1941-1945 sewaktu pendudukan tentara jepang, seni bela diri jepang seperti judo, sumo dan kempo masuk ke indonesia, sehingga gulat secara berangsung-angsur mulai dilupakan.

Adanya kejuaraan di yokohama pada tahun 1961 membuat PGSI mengadakan seleksi nasional untuk menentukan tim Indonesia ke juaraan dunia yang berlangsung pada Juni tahun 1961 itu, empat pegulat terpilih pada waktu itu untuk mewakili Indonesia, yaitu Rachman Firdaus (kelas 68 kg, gaya bebas), Yosept  Taliwongso (kelas 68 kg gaya Yunani-Romawi), Sudrajad  (kelas 62 kg, gaya bebas), Elias margio (kelas 62 kg, gaya Yunani). Mereka ini didampingi oleh Kapten Obos Purwono sebagai manajer tim da Balting Ong sebagai pelatih.

Dalam PON V tahun 1961 di Bandung gulat termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan, dilaksanaka di bioskop Varia (sekarang nusantara). Tahun 1962, Asian Games IV berlangsung di Jakarta. Indonesia menurunkan pegulat secara fuel team, mulai dari kelas 52 kg – 87 kg. Indonesia hanya meraih dua medali perunggu melalui Mujari (kelas 52 kg) dan Rachman Firdaus (kelas 63 kg) yang keduanya menggunakan gaya Yunani-Romawi. Tahun 1964, PB PGSI mengirim para pegulat ke RRC kan Korea Utara. Tahun 1965 menjelang PON VI di Jakarta muncul pegulat-pegulat yang penuh bakat, seperti Suparman Hamid, Tigor Siahaan, dan Johny Gozali. Dan semua acara ini gagal karena situasi politik. Tahun 1966  menjelang Asin Games V  di Bangkok, PHSI mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Tahun 1967, diselenggarakan kejuaraan nasional di Surabaya. Tahun 1968, merupakan tahun yang sepi bagi PGSI karna tidak adanya kegiatan tingkat nasional. Tahun 1969,  diadaka PON VII di Surabaya, dimana para pegulat  dari Sumatera Utara, DKI jaya, Jawa barat, Jawa tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa timur dan Sulawesi Selatan mengukur kekuatan dalam arena tersebut. Tahun 1970, PGSI mendapat kesempatan lagi untuk ambil bagian dalam Asian Games VI di Bangkok. Tahun 1971, untuk pertama kalinya dan merupakan terakhir kalinya gulat di pertandingkan di POM (Pekan Olahraga Mahasiswa) di palembang. Tahun 1972 menjelang PON VIII di Jakarta, terlebih dahulu diadakan babak kualifikasi bagi daerah-daerah yang akan ikut serta dalam PON. Tahun 1973, PGSI juga kembali mengikuti kejuaraan gulat di Glanbator, Mongolia, tim indonesia diwakili oleh Tigor Siahaan, Syampurno, Johny Gozali, dan Darmanto. Selain itu kegiatan internasional yang di ikuti oleh pegulat kita adalah:
  • Tahn 1974 Asian Games VII di Teheran, PGSI mengirimkan pegulat tigor siahaah kelas 48 kg, dan Johny Gozali kelas 62 kg.
  • Kejuaraan dunia tahun1978 di Mexico, PGSI menurunkan pegulat Suwrto kelas 57 kg, Alfan Sulaiman kelas 62 kg, Tahi sihombinf kelas 68 kg, dan Eddy santoso kelas 74 kg.
  • Tahun 1980, di Rumania PGSI mengirimkan pegulat Suwarto kelas 57 kg,  Edison kelas 62 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 68 kg.
  • Tahun 1982, Asian Games IX di New Delhi, PGSI mengirimkan Rubianto Hadi kelas 48 kg, Rusdi kelas 57 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 62 kg.
Sejak pembentukannya tahun 1960 PGSI telah banyak melakukan kegiatan baik lokal, nasional maupun internasional.  

PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI GULAT

Gulat adalah kontak fisik antara dua orang, di mana salah seorang pegulat harus menjatuhkan atau dapat mengontrol musuh mereka. Olahraga gulat indentik dengan dua orang yang saling berhadapan dan berusaha untuk mengungguli lawanya dengan cara menarik, mendorong, membanting, menjegal, dan mengunci sampai punggung lawan menempel di atas matras. 

Teknik-teknik dalam gulat dapat menyebabkan luka yang serius. Gulat merupakan salah satu cabang olahraga beladiri individu yang berasal dari yunani-romawi.

KLASIFIKASI GULAT

Ada dua gaya yang dipertandingkan olahraga gulat yaitu; gaya Bebas (Freestyle) dan gaya Romawi Yunani (Greeco Roman).

1). GULAT GAYA BEBAS (Freestyle)

Dalam gulat gaya bebas, pegulat dapat menggunakan kali dan boleh memegang lawan baik di atas maupun di bawah pinggang. Olahraga gulat gaya bebas terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu: tangkapan kaki, tangkapan satu kaki, tangkapan dua kaki, tarikan lengan, bantingan bahu, bantingan leher, bantingan lengan, kayang depan, kayang samping, kayang belakang (zubless).

Batasan permainan untuk gaya bebas yaitu seorang pegulat diperbolehkan menangkap kaki lawan, mengkait kaki lawan, dan menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan atau menggunakan seluruh bagian anggota badan untuk melakukan serangan, dengan kata lain bahwa dalam gaya bebas, atlet diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan untuk melakukan serangan.

Teknik dan tangkapan dua kaki merupakan teknik dasar gulat gaya bebas yang sering digunakan dalam setiap latihan dan pertandingan, karena jika seorang pegulat berhasil melakukan teknik tangkapan dalam latihan atau pertandingan maka seorang pegulat dengan mudah untuk mengungguli lawanya, secara analisis gerak pada saat melakukan teknik tangkapan dua kaki, melangkah dengan cepat untuk menjangkau lawan dan lengan menangkap paha bagian belakang, posisi kepala tegak dan menempel di samping pinggang, disaat yang bersamaan kedua paha lawan ditarik sampai lawan terjatuh di atas matras.

2). GULAT GAYA ROMAWI YUNANI (Greeco Roman)

Dalam Gulat Yunani-Romawi, yunani, seorang pegulat dilarang keras dibawah garis pinggang atau mengkait kaki lawan atau menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan. Gaya Greeco Roman tidak boleh menyerang bagian tungkai baik dengan menggunakan tangan maupun kaki. Demikian pula tidak boleh menggunakan tungkai secara aktif dalam melakukan gerakan atau teknik serangan,contohnya melakukan sapuan kaki seperti dalam olahraga judo.

Pada gaya romawi yunani (greeco roman) terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu : bantingan pinggang, bantingan leher, bantingan lengan, bantingan sway, kayang depan, kayang samping, zubless dll. Seorang pegulat harus menguasai teknik serangan, counter, dan bertahan baik untuk mengungguli lawannya,

Untuk melakukan teknik diatas maka perlu di tunjang unsur-unsur kondisi fisik, peran komponen kondisi fisik terlihat sangat menonjol dalam olahraga gulat dan pada level pertandingan tertentu olahraga gulat berlangsung sangat dinamis. Seorang pegulat di level tersebut harus dapat menggunakan berbagai teknik pergumulan atau pergulatan dengan dukungan fisik yang prima, karena biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Olahraga gulat mempertandingkan 2 macam gaya yaitu gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi. Gulat gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi masing-masing meliputi kelas-kelas :

1. Kelas 48 kg     6. Kelas 74 kg

2. Kelas 52 kg     7. Kelas 82 kg

3. Kelas 57 kg     8. Kelas 90 kg

4. Kelas 62 kg     9. Kelas 100 kg

5. Kelas 68 kg     10. Kelas 100 kg, + (over + 100 kg).

arham syahban

TEKNIK-TEKNIK DASAR GULAT

“Teknik dasar ialah semua gerakan yang mendasari permainan, dan dengan modal tersebut seseorang dapat bermain dengan atau berlatih secara terarah.” Dari pengertian tersebut tentunya para atlet harus mampu menguasai teknik-teknik yang menjadi dasar setiap cabang olahraganya terutama cabang olahraga gulat gaya bebas. Sudradjat (2010). 

Berikut adalah teknik-teknik dalam gulat gaya:
Teknik tangkapan :
  • Tangkapan kaki
  • Tangkapan satu kaki
  • Tangkapan kaki kiri
  • Tangkapan kaki kanan
  • Tangkapan dua kaki
Teknik bantingan :
  • Bantingan kepala
  • Bantingan lengan
  • Bantingan ketiak
  • Bantingan pinggang
  • Sway
  • Kayang samping
  • Kayang depan
  • Kayang belakang
Teknik bawah :
(PARTERE)
  • Gulungan kepala
  • Gulungan lengan
  • Gulungan dada
  • Gulungan purut
  • Gulungan paha
  • Gulungan kaki satu
  • Gulungan kaki dua
  • Gulungan kaki silang
Teknik gulungan :
(POSISI BUAYA)
  • Gulungan kepala
  • Gulungan lengan
  • Gulungan dada
  • Gulungan perut
  • Gulungan kaki
  • Gulungan kaki satu
  • Gulungan dua kaki
  • Nelson
  • Double nelson
PENILAIAN DALAM GULAT

1 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang membawa lawannya ke bawah dan menguasainya dari belakang (kontak 3 titik dengan matras yakni 2 lengan dan 1 lutut atau 1 lengan dan 2 lutut)
  • Bagi pegulat yang bisa mengatasi tangkapan dan penguasaan lawannya dengan mengambil alih posisi dari belakang (over pass)
2 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan pada posisi parterre yang menyebabkan lawannya berada dalam posisi danger atau jatuhan
  • Bagi pegulat penyerang yang lawannya berguling dengan pundaknya
3 angka, teknik:
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan dari posisi berdiri membawa lawannya ke posisi danger dengan bantingan yang membentuk garis lengkung kecil
  • Bagi pegulat yang melakukan tangkapan grand amplitude, tetapi awannya tidak jatuh dalam posisi danger (jatuh dalam posisitelungkup)
5 angka teknik:
  • Semua tangkapan yang dieksekusikan pada posisi berdiri dengan tangkapan grand amplitude, sehingga membuat pegulat bertahan langsung berada dalam posisi danger
  • Eksekusi tangkapan kepada pegulat yang sedang berada pada posisi parterre diangkat dengan mengangkatnya sehingga terlepas dari matras dan kemudian dibanting dengan tangkapan grand amplitude yang mengakibatkan lawannya langsung berada pada posisi danger (tambahan 1 angka teknik karena dimulai dengan mengangkat lawan yang sedang berada dalam posisi parterre dari matras).
Referensi:
  1. Counture, R. Wrestling for fighting: Natural Way. Beijing; victory belt
  2. FILA. 1990. Manual Of Basic Holds In Westling For Children. Novisad: forum
  3. FILA. 2008 . Peraturan Pertandinagn Gulat Internasianal. Paris, perancis. Diterjemahkan oleh PB PGSI, jakarta, 2009
  4. http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pko_0700361_chapter2.pdf

Friday 19 May 2017

PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI

Pendidikan Jasmani 

Pendidikan Jasmani Sama dengan konsep Pendidikan pada umumnya. Menurut Wolfgang (1992:40) Education is defined as those actions through which human beings attempt to produce lasting improvements in the structure of the psychic dispositions of other people, to retain components they consider positive or to prevent the formation of dispositions they regard as negative (Pendidikan didefinisikan sebagai tindakan yang melaluinya manusia berusaha menghasilkan perbaikan yang bertahan lama dalam struktur disposisi psikis orang lain, mempertahankan komponen yang mereka anggap positif atau untuk mencegah pembentukan disposisi yang mereka anggap negatif).


Beberapa pendapat para pakar tentang pengertian pendidikan jasmani sebagai berikut;
  1. Ateng (1993) mengemukakan bahwa: Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual, dan emosional.
  2. Freeman (2001) menyatakan bahwa : “Physical education uses physical activity to produce holistic improvement in a pearson’s physical, mental, an emotional.” Artinya adalah pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik untuk menghasilkan perkembangan secara menyeluruh terhadap peserta didik baik fisik, mental dan emosional. 
  3. Mahendra (2003:4) bahwa “Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta emosional.”
  4. Winarno (2006:2) Konsep pendidikan jasmani yang dianut di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0413/U/1987, dinyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan. Pendidikan jasmani bertujuan mengembangkan individu secara organis, neuromuskuler, intelektual, dan emosional.
  5. Menurut Chandler, dkk. (2007:166) Essentially, physical education is the formal inculcation of knowledge and values through physical activity. A more wide-ranging definition of physical education would encompass instruction in the development and care of the body, from simple callisthenic exercises to training in hygiene, gymnastics, and the performance and management of athletic games. Historically, it has focused on diet, exercise and hygiene, as well as musculo-skeletal and psycho-social development. Several areas constitute its sub-disciplines: these include biomechanics, exercise physiology, sports sociology, history, philosophy and psychology (Pada dasarnya, pendidikan jasmani adalah penanaman formal pengetahuan dan nilai-nilai melalui aktivitas fisik. Definisi yang lebih luas dari pendidikan jasmani akan mencakup instruksi dalam pengembangan dan perawatan tubuh, dari latihan kalistenik sederhana hingga pelatihan kebersihan, senam, dan kinerja dan manajemen permainan atletik. Secara historis, ia telah berfokus pada diet, olahraga dan kebersihan, serta pengembangan otot-tengkorak dan psiko-sosial. Beberapa bidang merupakan sub-disiplin ilmu: bidang ini mencakup biomekanik, fisiologi olahraga, sosiologi olahraga, sejarah, filsafat, dan psikologi).
Kelima pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian tersebut mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang sehat jasmani dan rohani.Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik peserta didik, dan yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh guru dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara totalitas.

Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan secara totalitas dalam diri peserta didik, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional, dan bahkan pada spiritual.Pendidikan jasmani memberi tugas gerak kepada pesertadidik sebagai individu dengan satu kesatuan yang utuhantara jasmani dan rohani. Oleh sebab itu pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut  dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Ternyata, Pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas dengan memfokuskan perhatiannya pada peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, Penjaorkes berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya dan hubungan dari perkembangan tubuh (fisik) dengan pikiran dan jiwanya. Intinya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia. Hal itulah yang menjadikan Pendidikan jasmani merupakan sesuatu yang unik dan lain dari bidang studi lainnya yang berkepentingan dengan perkembangan total pada manusia.

Namun sejauh ini pada kenyataannya masih banyak yang berpikiran bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan olahraga, menurut Whitehead, dkk, (2013:17) In general, PE is considered a compulsory component of the education of children. As a consequence, there has been a significant tradition in most democracies of advocating intrinsic values relating to the education of children. However, the most dominant position with regard to PE has more often been to regard it as extrinsically valuable in relation to, for example, the dualistic training of bodies and the naturalization of competition. Thus, given the hegemony of competitive sport, PE could be considered to be only partially egalitarian, and possibly to some degree coercive rather than inclusive. Further, the nature of its intrinsic value is contested, with the main contenders being either movement pleasure or moral value. (Secara umum, Pendidikan Jasmani dianggap sebagai komponen wajib pendidikan anak-anak. Sebagai akibatnya, ada tradisi yang signifikan di sebagian besar negara demokrasi yang mengadvokasi nilai-nilai intrinsik yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak. Namun, posisi yang paling dominan berkenaan dengan Pendidikan Jasmani lebih sering menganggapnya sebagai bernilai ekstrinsik dalam kaitannya dengan, misalnya, pelatihan dualistik tubuh dan naturalisasi persaingan. Dengan demikian, mengingat hegemoni olahraga kompetitif, PE dapat dianggap hanya sebagian egaliter, dan mungkin sedikit banyak bersifat paksaan daripada inklusif. Lebih lanjut, sifat dari nilai intrinsiknya diperebutkan, dengan pesaing utama adalah kenikmatan gerakan atau nilai moral). Maka, berdasarkan kerancuan itu dalam kegiatan belajar ini akan dibahas lebih mendalam lagi tentang pengertian pendidikan jasmani.

Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, Pendidikan jasmani bukan hanya sebagai mata pelajaran pelengkap pada program sekolah yang membuat peserta didik sibuk tanpa arah dan tujuan. Melalui Pendidikan jasmani yang diarahkan dengan baik, peserta didik akan mengembangkan keterampilan yang berguna, terlibat dalam aktivitas fisik yang kondusif untuk kebugaran fisik, hidup sehat, sosial, dan mentalnya. Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendidikan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi. Semua kegiatan diatas berbeda dengan pendidikan jasmani, kegiatan-kegiatan tersebut sebagian besar hanya mengacu pada satu tujuan saja terutama perkembangan secara fisik, belum mencakup semua aspek seperti pada Pendidikan jasmani.

Tidak semua guru Pendidikan jasmani menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa Pendidikan jasmani boleh dilaksanakan oleh guru bidang studi lain. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran Pendidikan jasmani, mulai dari kelemahan proses, misalnya membiarkan peserta didik bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah. Di kalangan guru Pendidikan jasmani sering ada anggapan bahwa pelajaran Pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh peserta didik pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru hanya mengawasi di pinggir lapangan.

Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru Pendidikan jasmani tentang konsep Pendidikan jasmani di sekolah. Seorang guru Pendidikan jasmani harus mengetahui dengan jelas tentang pengertian, prinsip-prinsip, dan fungsi serta peranan pendidikan jasmani yang sesungguhnya. Untuk memahami hal tersebut di atas Anda harus menyimak dan memahami konsep pendidikan jasmani itu sendiri.


Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi peserta didik, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Pada aspek moral inilah sebagai ciri penerapan pendidikan berkarakter dalam pendidikan jasmani. Arti kata berkarakter dapat dipahami secara umum bahwa kualitas moral yang positif (Anwar, 2010 dalam Mutohir.,dkk. 2011:40). Hal tersebut diperkuat oleh Kemdiknas, 2010 dalam Mutohir, dkk.,2011, bahwa pendidikan berkarakter harus dimulai sejak usia Sekolah Dasar melalui menanamkan nilai-nilai budi pekerti, watak, dan moral yang positif yang bertujuan untuk memelihara kebaikan dan selalu mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan jasmani guru harus berupaya untuk merancang pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat menanamkan sifat-sifat karakter tersebut, sesuai pilar karakter/nilai yakni; jujur, hormat, tanggungjawab, berprilaku adil, peduli, dan beradab (Maksum 2010, dalam Mutohir, dkk, 2011).

Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor, serta kebugaran jasmani. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor dan kebugaran jasmani.

Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut, guru perlu membiasakan diri untuk mengajar  peserta didik tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Tujuan pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam tujuan kurikulum pendidikan jasmani di Sekolah Dasar tahun 2006, yakni; 
  1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas olahraga terpilih. 
  2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik. 
  3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar. 
  4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. 
  5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. 
  6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 
  7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat, dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
Aktivitas interaksi sosial yang terjadi dalam peranannya yang bersifat mendidik dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial peserta didik yang berkarakter. Dengan demikian peserta didik akan tumbuh dan berkembang secara totalitas, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan.

Pendapat senada juga diungkapkan Barrow dalam Freeman (2001) bahwa : Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan melalui gerak insani, ketika tujuan kependidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk: olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan jasmani (exercise).

Hasil yang ingin dicapai adalah individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna ketika hanya berkaitan dengan sisi kehidupan individu.

Makna dari pendidikan fisik adalah pendidikan yang diberikan melalui aktivitas jasmani, namun tujuannya tetap mengacu kepada segala aspek kependidikan, termasuk di dalamnya ada aspek-aspek kejiwaan (pertumbuhan mental) dan sosial peserta didik. Harapannya peserta didik dalam proses pembelajaran dapat meningkat kegiatan fisiknya, maka pertumbuhan mentalnya juga dapat berkembang. Dengan demikian pendidikan jasmani lebih bermakna dalam kehidupan nyatadi masyarakat secara berkesinambungan.Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan jasmani tidak berhenti setelah pembelajaran pendidikan jasmani selesai, namun diharapkan selalu berkembang sepanjang hayat dalam kehidupan di masyarakat.

Pemahaman tersebut di atas juga diperkuat oleh James A. Baley dan Field  dalam Freeman, (2001) bahwa pendidikan fisik yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini menyebutkan bahwa: ‘Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial,kultural, emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani.’

Aktivitas jasmani yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Aktivitas fisik yang dipilih dan dilakukan, haruslah kegiatan yang wajar dan tidak dipaksakan, sehingga semua peserta didik dapat melakukannya.dengan gembira, tanpa ada tekanan dari guru, sehingga semua aspek yang menjadi target dalam pendidikan jasmani dapat tercapai.

Selain pengertian pendidikan jasmani yang telah diungkap oleh para pakar di atas, kurikulum pendidikan dasar (2003 ; 1) lebih mengokohkan lagi tentang pengertian pendidikan jasmani, yakni; “Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neorumuscular, perseptual, kognitif dan emosional.”

Berdasarkan beberapa rumusan diatas, dapat dikaji bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai kegiatan pembelajarannya untuk meningkatkan kemampuan fisik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotor, mental dan sosial, termasuk di dalamnya pola hidup sehat serta kebugaran jasmani.

Diharapkan melalui kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani yang teratur dan berkesinambungan, perkembangan hidup peserta didik akan semakin sempurna, bukan saja berkembang dan bertumbuh secara fisik saja, namun juga emosional dan sosial akan menjadi lebih baik karena mampu berinteraksi dengan baik pula. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Sukintaka (2004:21) bahwa pendidikan jasmani adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang disusun secara sistematis untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya.

Sebagai salah satu contoh, jika dalam pendidikan jasmani guru menugaskan peserta didik untuk bermain sepak bola, maka akan terbentuklah beberapa kelompok kecil. Dalam kelompok kecil tersebut akan terjalin hubungan yang kuat antar individunya, mereka akan bekerjasama dengan baik agar dapat mencapai suatu kemenangan. Namun harus ditekankan juga bahwa dalam permainan, masing-masing individu haruslah bersikap sportif,  menghargai kawan, lawan bahkan teman yang bertugas sebagai wasit.

Dari contoh di atas diharapkan peserta didik tidak hanya mendapatkan kegembiraan namun juga mengubah dirinya secara mental, emosional dan intelektual yang membawa kepada perubahan pribadi yang lebih baik. Hal tersebut merupakan implementasi pendidikan berkarakter dalam pendidikan jasmani.

Landasan Hukum Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui aktivitas jasmani atau gerak untuk mencapai tujuan sebagai proses menumbuhkembangkan seluruh aspek kehidupan peserta didik yang bertujuan untuk mencetak manusia Indonesia seutuhnya yang berkarakter, yakni manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. 

Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Kiprah pendidikan jasmani dalam berupaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan berlandaskan pada Undang-undang RI No 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di masa datang. Dengan demikian pendidikan nasional merupakan suatu sistem kesatuan yang utuh dan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan. Salah satu sistem kegiatan pendidikan nasional yang harus dilaksanakan adalah program pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Pendidikan jasmani) sebagaimana tertuang dalam bab IX pasal 39 butir 3 k. tentang isi kurikulum bahan kajian pendidikan jasmani dan kesehatan, yang merupakan salah satu bahan kajian kurikulum pendidikan. Hal tersebut berarti kajian pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan wahana untuk mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan dalam komponen sistem pendidikan nasional.Dengan demikian Pendidikan jasmani sebagai salah satu subsistem pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah, hal tersebut dikarenakan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkarakter. Dampak yang akan diperoleh dari hasil kegiatan pendidikan tersebut adalah berupa kemampuan baik secara fisik maupun pikiran bagi manusia untuk menyelesaikan dan menghadap tantangan kehidupan pada masa kini dan mendatang.

Reference:
  • Abdul Kadir Ateng. 1993. Pendidikan Olahraga. Jakarta: IKIP Jakarta
  • Agus Mahendra. 2003. Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa
  • Brezinka, Wolfgang. 1992. Philosophy of Educational Knowledge; An Introduction to the Foundations of Science of Education, Philosophy of Education and Practical Pedagogics. https://link.springer.com/content/pdf/bfm%3A978-94-011-2586-4%2F1.pdf (diakses Tanggal 21 January 2015)
  • Chandler, Timothy. Mike Cronin and Wray Vamplew. 2007. Sport And Physical Education: The Key Concepts Second Edition. Halaman 166. Routledge Taylor & Francis Group: USA-Canada. diakses tanggal 2 Oktober 2019 pada https://epdf.pub/sport-and-exercise-psychology-the-key-concepts-routledge-key-guides.html
  • Jean Whitehead, Hamish Telfer, and John Lambert. 2013. Values in Youth Sport and Physical Education. page 17, London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
  • Toho Cholik Mutohir, dkk. 2011. Berkakter Dengan Olahraga Berolahraga Dengan Berkarakter, Olahraga Membangun Karakter Bangsa. Surabaya: PT Java Pustaka Group.
  • William H. Freeman. 2001. Physical Education and Sport in a Changing Society, 6th Edition. Campbell University
  • Winarno, M.E. 2006. Dimensi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahrag. Laboratorium Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.

Friday 12 May 2017

SILABUS DAN RPP PENJASORKES


Mahasiswa jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek) dan khususnya Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) tentu sudah tidak asing lagi dengan "Silabus dan RPP", karena hal ini merupakan sesuatu yang senantiasa mewarnai setiap kegiatan sehari-hari bagi guru Penjasorkes. Silabus dan RPP harus  dibuat sebagai persiapan untuk  mengajar atau melakukan proses pembelajaran dengan penuh perencanaan dan persiapan yang baik

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 dijelaskan:
“Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar” 
Masalahnya guys, masih ada sebagian besar guru Penjasorkes dalam kegiatan proses belajar mengajar, masih terkesan kurang persiapan atau dengan kata lain Silabus dan RPP yang telah ada dan di buat hanya sebagai pelengkap administrasi pembelajaran saja. Kadangkala keduanya tidak difungsikan sebagaimana mestinya, sehingga proses pembelajaran tersebut terkesan tiba masa tiba akal. Mudah-mudah postingan kali ini dapat menepis kesan yang kurang baik tentang  silabus dan RPP.


SILABUS


Berbagi Referensi - Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987: 98). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK dan KD. Jadi, Silabus adalah sebagai acuan dalam penyusunan dan pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus yang merupakan draf awal kumpulan materi yang akan diajarkan selama satu semester atau selama dua semester.



Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu SK maupun satu KD. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi sistem penilaian selalu mengacu pada SK, KD, dan indikator yang terdapat di dalam silabus.


Pengembangan Silabus Pembelajaran dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

1. Guru
Sebagai tenaga professional yang memiliki tangung jawab langsung terhadap kemajuan belajar peserta didik, seorang guru diharapkan mampu mengembangkan silabus sesuai dengan kompentensi mengajarnya secara mandiri. Di sisi lain guru lebih mengenal karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah serta lingkungannya.
2. Kelompok Guru
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut.
3. Kelompok Kerja Guru (MGMP/PKG)
Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah  lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
4. Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan Silabus pembelajaran ini baik sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional.

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun Silabus, yaitu:      

  1. Konsisten, yaitu adanya hubungan yang  konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, kegiatan belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
  2. Memadai, yaitu cakupan indikator, materi pokok, kegiatan belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
  3. Ilmiah, yaitu keseluruhan materi dan kegia¬tan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung-jawabkan secara keilmuan.
  4. Relevan, yaitu cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
  5. Sistematis, yaitu komponen-komponen sila¬bus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
  6. Aktual dan Kontekstual, yaitu cakupan indikator, materi pokok, kegiatan belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memper¬hatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
  7. Fleksibel, yaitu keseluruhan komponen si¬labus dapat mengakomodasi keragaman pe¬serta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di SD dan tuntutan masyarakat. Pemilihan media, bahan ajar, dan kegiatan pembelajaran dapat mengakomodasi
  8. Menyeluruh, yaitu komponen silabus men¬cakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotor).
Langkah Penyusunan Silabus  dengan Pendekatan Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sesuai dengan struktur dan muatan kurikulum  yang ditetapkan, pembelajaran di MI/SD  menggunakan pendekatan mata pelajaran. Secara umum  langkah penyusunan silabus dengan pendekatan mata pelajaran  pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sebagai berikut:

a). Identifikasi SK/KD, SKL, dan Struktur Kurikulum yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu


Sebelum menyusun silabus, perlu dilakukan pengkajian komponen KTSP yang berkaitan dengan penyusunan silabus yaitu SK/KD dalam Standar Isi danstruktur dan muatan kurikulum. Perlu analisis mendalam keseluruhan SK/KD dalam Standar Isi untuk memperoleh gambaran keseluruhan SK/KD dan hubungan serta kedalaman suatu SK/KD dalam mata pelajaran penjasorkes. Setelah melihat hubungan dan kedalamannya penyusun silabus menentukan pemetaan yang menunjukkan urutan penyajian/ pengelompokan SK/KD danalokasi waktu yang disediakan untuk SK/KD tertentu. Alokasi waktu ini didistribusikan pada pemetaan berdasarkan pekan efektif.

b). Penyusunan Program Tahunan dan Progam Semester


Setelah langkah pemetaan dilakukan pembuatan program tahunan/program semester.  Program tahunan/program semester berisi pendistribusian waktu secara rinci penyajian tiap-tiap KD selama  satu tahun/semester.


c). Penjabaran Komponen Silabus


Langkah ketiga  penyusunan silabus adalah menjabarkan komponen-komponen silabus yang mencakup standar kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran, materi pokok/pembelajaran indikator pencapaian kompetensi, penilaian, sumber, dan  alokasi waktu belajar. Salah satu  format  penjabaran silabus  dicontohkan berikut;







Untuk mengisi format tersebut diperlukan proses yang sistematis dan logis dengan urutan sebagai berikut:  




1. Mengisi Identitas

Identitas adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus Pembelajaran, seperti nama sekolah, mata pelajaran, kelas/jurusan, dan semester.Identitas silabus Pembelajaran ditulis di atas matriks silabus.
2. Menentukan Standar Kompentensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan atau semester untuk mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi yang dipilih atau digunakan sesuai dengan yang terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran.
Sebelum menentukan atau memilih Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut :
  • urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan  materi;
  • keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
  • keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
  • menuliskan Standar Kompetensi di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.
3. Menuliskan  Kompetensi Dasar  (kolom ke satu)
Penulisan KD  sesuai dengan urutan pada pemetaan. Urutan KD  dalam silabus akan mencerminkan urutan  RPP yang akan dibuat dan urutan penyajiannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi dasar pertama yang akan dijabarkan juga disesuaikan dengan pemetaan.
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (kolom ke dua)
Indikator merupakan penanda/bukti  pencapaian kompetensi dasar yang ditengarai  oleh perubahan perilaku yang dapat diukur. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Dengan kata lain indikator merupakan tingkah laku operasional yang menjadi bukti / tanda tercapainya kompetensi dasar.
Prinsip Penyusunan Indikator
  • Indikator dijabarkan sesuai karakteristik kompetensi dasar (bisa dengan penjabaran kata kerja pada KD, penjabaran lingkup materi pada KD, atau kedua-duanya)
  • Indikator disesuaikan dengan karakteristik  peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan sekolah
  • Indikator dapat diamati dan diukur ketercapaiannya
  • Indikator menjadi acuan penyusunan penilaian
  • Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja operasional.
Langkah merumuskan indikator;

Menganalisis karakteristik kata kerja dan lingkup materi yang ada pada Kompetensi Dasar (termasuk kognitif, psikomotor,dan afektif).

  • Mempertanyakan perilaku apa  yang dapat diamati/diukur sebagai bukti pencapaian kompetensi
  • Menjabarkan tingkat kompetensi (kata kerja pada KD) dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi
  • Menjabarkan materi pada KD
  • Merumuskan indikator yang sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi untuk mencapai kompetensi.
1) Penjabaran Indikator Kategori Kognitif                    

Penjabaran indikator dari kompetensi dasar yang termasuk kategori kognitif dilakukan  dengan mencermati kata kerja yang ada pada kompetensi dasar. Dasar rincian dapat menggunakan Taksonomi Bloom   (C1 berupa ingatan, C2 = pemahaman ,  C3 = penerapan, C4 = analisis, C5 = sintesis, dan C6 = evaluasi. Prinsip penjabaran indikator adalah merinci kata kerja dan kata benda (isi) dalam kompetensi dasar. Kategori kognitif kata kerja operasional yang digunakan biasanya berupa kata: memahami, mengetahui, menjelaskan, dan lain-lain. 

2) Perumusan Indikator Kategori Psikomotor 
Perumusan indikator kompetensi dasar yang berupa psikomotor dirumuskan dalam bentuk kata kerja operasional  melakukan atau mempraktikkan dengan merinci  materi dalam KD (kata kerja dalam KD tetap). Pada KD dengan kategori psikomotor kata kerja yang digunakan biasanya berupa kata: melakukan,  mempraktikkan, mendemonstrasikan, mensimulasikan dan sebagainya. Materi pada KD dirinci  menjadi tahapn-tahapan kegiatan melakukan suatu keterampilan. 

3) Indikator Kompetensi Dasar Afektif
Menganalisis karakteristik kata kerja dan lingkup materi yang ada pada KD. Kata kerja dalam kelompok afektif  dapat berupa kata kerja menyetujui, membiasakan, berperilaku, menghindari, menerapkan perilaku, menunjukkan perilaku dan sebagainya. Karena kata kerja operasional untuk kompetensi dasar afektif  ada yang sulit dioperasionalkan, perlu proxy indicator yaitu indikator perantara yang menunjukkan tanda tercapainya indikator. 
Tabel contoh kata kerja operasional untuk merumuskan indikator dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

5. Tujuan Pembelajaran (kolom ke tiga)
Tujuan pembelajaran adalah hal yang akan dicapai dalam pembelajaran.Tujuan pembelajaran dirumuskan dan dijabarkan  sesuai dengan karakteristik dan cakupan kompetensi dasar. Tujuan bisa berupa jabaran tahapan logis dari KD  (satu KD beberapa tujuan ) atau bisa juga sama dengan KD (satu KD satu tujuan pembelajaran).  Kedalaman tujuan disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
Prinsip penulisan tujuan (1) tujuan harus operasional, (2) tujuan dijabarkan dari KD (per tahap dalam mencapai KD). Misalnya; pada KD yang berupa keterampilan dijabarkan menjadi tujuan (a) mampu menjelaskan konsep/prinsip/prosedur  yang berkaitan dengan cara melakukan keterampilan tertentu, dan (b) mampu melakukan keterampilan, dan (3) rumusan tujuan mencakup kata kerja operasional dan cakupan materi. Penulisan secara sederhana untuk tujuan pembelajaran adalah menambahkan kata mampu atau dapat pada awal kalimat yang ada pada indikator capaian pembelajaran.
6. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran (kolom ke empat)
Materi pembelajaran berupa fakta,konsep, prinsip,posedur, dan nilai-nilai. Materi pembelajaran ditentukan dari kata benda yang terdapat pada kompetensi dasar. Prinsip pemilihan materi pokok diuraikan sebagai berikut: 
  1. Materi cukup memadai (kedalaman / keluasannya) untuk memfasilitasi peserta didik mencapai kompetensi dasar
  2. Materi sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
  3. Materi harus bermakna dan bermanfaat  bagi peserta didik;
  4. Kesesuaian materi dengan karakteristik kompetensi dasar
  • kompetensi dasar dengan karakteristik  keterampilan berarti materi berupa  prosedur dan praktik/ latihan-latihan
  • kompetensi dasar yang berfokus pada pemahaman konsep materi berupa jabaran konsep, prinsip, dan  contoh penerapan konsep
  • kompetensi dasar yang berfokus pada pembentukan sikap berupa jabaran contoh-contoh penerapan sikap, manfaat / kerugian/ dampak suatu sikap, latihan menerapkan sikap
Dalam rumusan kompetensi dasar (KD) selalu memuat kata kerja dan objek. Materi pokok  dikembangkan berdasarkan pada objek dari rumusan kompetensi dasar (KD). Penyusunan materi bisa dilakukan dengan merinci  objek pada rumusan KD.
7) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran (kolom ke lima)
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman dasar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar juga mencakup  kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, penting bagi para penyusun silabus untuk memfokuskan pada jenis-jenis pengalaman belajar yang sesuai dan aktivitas pembelajaran yang akan membantu peserta didik mencapai hasil pembelajaran atau standar kompetensi yang telah ditetapkan. Pada pengembangan kegiatan pembelajaran ini perhatian penyusun silabus harus ditekankan pada  bagaimana cara belajar dan bukan apa yang dipelajari. Untuk itu, pada kolom kedua silabus dikembangkan indikator.
Kegiatan pembelajaran dirumuskan  dengan mempertanyakan tahapan kegiatan apa yang tepat dilakukan untuk mencapai kompetensi dasar.
Prinsip perumusan kegiatan pembelajaran dalam silabus
  • Tahapan kegiatan mencapai KD
  • Berpusat pada peserta didik
  • Memberi kesempatan bekerja sama /kecakapan hidup yang lain (berupa diskusi, eksplorasi, menganalisis/mengelaborasi, dan sebagainya)
  • Menantang /menyenangkan
Selain itu, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut;
  • Kegiatan pembelajaran disusun berpusat pada peserta didik. Hal ini sesuai dengan prinsip pelaksanaan kurikulum yang memusatkan kegiatan pembelajaran kepada peserta didik.
  • Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
  • Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
  • Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.
7. Penilaian (kolom ke enam)
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian digunakan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, dan pengukuran sikap. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:

a) penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b) penilaian harus disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dasar.


Keterampilan ------------ unjuk kerja

Pengetahuan ------------- tes tertulis / lisan
Sikap ------------------- lembar observasi
Tips untuk menguji ketepatan alat Penilaian dalam silabus
  1. Apakah alat asesmen sesuai dengan indikator suatu kompetensi dasar?
  2. Apakah metode pengukuran / Penilaian merupakan metode yang terbaik untuk mengukur indikator dari kompetensi dasar ini?  Apakah Ada  cara yang paling relevan untuk mengukur ketercapaian indikator?
Guru perlu memutuskan cara yang paling tepat untuk mengukur kompetensi dan indikator yang sebenarnya untuk menunjukkan bahwa apa yang diharapkan telah berhasil dicapai. Dalam penulisan silabus yang berhubungan dengan pengukuran peserta didik, terdapat dua prinsip penting yang harus dipertimbangkan oleh penyusun silabus. 
(i) Menggunakan berbagai alat penilaian
  • Guru membuat tes (pilihan guru, jawaban ringkas, Benar/salah, mencocokkan dan karangan.
  • Produk / contoh  pekerjaan peserta didik (kerja praktek, karangan, bagan, model, proyek, tugas, melengkapi pekerjaan rumah, buku tugas, dan sebagainya.
  • Pengamatan yang sistematis terhadap pekerjaan peserta didik di kelas (melaksanakan kerja praktek untuk IPA dan IPS, menyelesaikan soal-soal matematika, mengamati pekerjaan dan performa mereka dalam kelas drama). 
  • Skala penilaian dan daftar (misalnya performa peserta didik dalam debat atau drama, partisipasi dan kerja sama dalam diskusi kelompok dengan peserta didik lain, performa lisan dalam diskusi kelas dan penyelesaian tugas praktik).
  • Ujian lisan
  • Kinerja/ unjuk kerja atau kerja praktik yang berisi demonstrasi agar peserta didik menunjukkan pemahaman dan keterampilannya   berkaiatan dengan kompetensi dasar.
(ii) Penilaian harus berhubungan dengan kompetensi dan indikator yang telah ditetapkan. Secara garis besar, kompetensi atau hasil yang tidak dapat diukur tidaklah perlu diukur. ('ada yang beranggapan bahwa hal ini tidak mungkin dilakukan di semua mata pelajaran seperti dalam mata pelajaran agama').
8. Sumber dan Media (kolom ke tujuh)
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Sesuai dengan prinsip pelaksanaan kurikulum yang ditetapkan sumber belajar yang dipilih diharapkan banyak memanfaatkan lingkungan sekitar. Prinsip  Alamtakambang hendaknya jadi acuan. Semua yang terkembang di alam semesta / di lingkungan sekitar menjadi alat pembelajaran.
9. Alokasi Waktu (kolom ke delapan)
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentinggan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.  Untuk itu, perlu dilhat kembali pemetaan   hasil bedah KD yang telah dilakukan pada kegiatan sebelumnya. Alokasi waktu untuk satu jam pelajaran untuk SD adalah 35 menit.
SIMULASI PENYUSUNAN SILABUS
Simulasi dalam penyusunan silabus Penjasorkes, sesuai dengan struktur dan muatan kurikulum yang ditetapkan, pembelajaran di MI/SD menggunakan pendekatan mata pelajaran. Pada bahagian ini akan diuraikan setiap kolom yang terdapat pada format silabus, secara umum langkah penyusunan silabus dengan pendekatan mata pelajaran  pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, format yang akan diuraikan seperti dibawah ini;



Untuk mengisi format tersebut diperlukan proses yang sistematis dan logis dengan urutan sebagai berikut:  

1. Mengisi Identitas
Identitas adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus Pembelajaran, seperti nama sekolah, mata pelajaran, kelas/jurusan, dan semester, serta penulisan Standar Kompetensi. Identitas silabus pembelajaran ditulis di atas matriks silabus.
Contoh;


2. Menuliskan  Kompetensi Dasar  (kolom ke satu)

Penulisan KD  sesuai dengan urutan pada pemetaan. Urutan KD  dalam silabus akan mencerminkan urutan  RPP yang akan dibuat dan urutan penyajiannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi dasar pertama yang akan dijabarkan juga disesuaikan dengan pemetaan.
Contoh;
3. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (kolom ke dua)
Indikator merupakan penanda/bukti  pencapaian kompetensi dasar yang ditengarai  oleh perubahan perilaku yang dapat diukur. Penjabaran indikator dari kompetensi dasar yang termasuk kategori kognitif, psikomotor, dan afektif.
Contoh;


4. Tujuan Pembelajaran (kolom ke tiga)

Tujuan bisa berupa jabaran tahapan logis dari KD  (satu KD beberapa tujuan) atau bisa juga sama dengan KD (satu KD satu tujuan pembelajaran). Prinsip penulisan tujuan (1) tujuan harus operasional, (2) tujuan dijabarkan dari KD (per tahap dalam mencapai KD), (3) ditambahkan kata mampu atau dapat pada kalimat yang ditulis di indikator.
Contoh;

5. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran (kolom ke empat)
Materi pembelajaran berupa fakta,konsep, prinsip, posedur, dan nilai-nilai. Materi pembelajaran ditentukan atau ditulis langsung materi yang akan diajarkan.
Contoh;


6. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran (kolom ke lima)

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang ditulis pada silabus, cukup menuliskan kegiatan yang akan dikembangkan pada bagian inti pembelajaran yang terdapat di RPP.
Contoh;

7. Penilaian (kolom ke enam)
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian digunakan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, dan pengukuran sikap.Untuk menilai indikator kognitif penilaiannya secara tertulis atau lisan, dan untuk menilai indikator psikomotor penilaiannya melalui unjuk kerja/kinerja, sedangkan untuk menilai indikator afektif penilaiannya melalui dengan observasi / pengamatan langsung selama proses pembelajaran.
Contoh;

8. Sumber dan Media (kolom ke tujuh)
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Sesuai dengan prinsip pelaksanaan kurikulum yang ditetapkan sumber belajar yang dipilih diharapkan banyak memanfaatkan lingkungan sekitarmenjadi alat pembelajaran.
Contoh;

9. Alokasi Waktu (kolom ke delapan)
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu untuk satu jam pelajaran untuk SD adalah 35 menit.
Contoh;

RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah sebagai acuan dalam penyusunan dan pengembangan proses pelaksanaan pembelajaran, sehingga memiliki posisi yang sangat penting dalam proses pembelajaran Penjasorkes. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru Penjasorkes pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru Penjasorkes merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.


Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai dari mencantumkan Identitas RPP, Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan. Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut;


1. Mencantumkan Identitas

Identitas yang dimaksud dalam penyusunan RPP adalah hal-hal yang terdiri dari; Nama Sekolah, Mata Pelajaran, Kelas, Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
  1. RPP boleh disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
  2. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (Standar kompetensi – Kompetensi Dasar – Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan, tidak boleh ditambah dan dikurangi kalimatnya, karena merupakan sesuatu yang telah dibakukan)
  3. Indikator merupakan:
  • ciri perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar.
  • penanda pencapaian kompetensi dasar berupa perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup pengetahuan, keterampilan dansikap.
  • dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
  • rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi (diamati).
  • digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
  • Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 35/40/45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada kompetensi dasarnya, untuk SD lama untuk 1 jam pelajaran sama dengan 35 menit.
2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah hal yang akan dicapai  dalam pembelajaran.Tujuan pembelajaran dirumuskan dan dijabarkan  sesuai dengan karakteristik dan cakupan kompetensi dasar. Sebagai contoh :Kegiatan pembelajaran: ”Mendapat informasi tentang sistem peredaran darah pada manusia”. Maka tujuan pembelajaran, boleh salah satu atau keseluruhan tujuan pembelajaran, misalnya peserta didik dapat:
  • mendeskripsikan mekanisme peredaran darah pada manusia.
  • menyebutkan bagian-bagian jantung.
  • merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman sekelasnya.
  • mengulang kembali informasi tentang peredaran darah yang telah disampaikan oleh guru.
Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap pertemuan dapat memberikan hasil.
3. Menentukan Materi Pembelajaran
  • Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat mengacu pada indikator. Contoh; Indikator : Peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.
  • Materi pembelajaran :
  • Ciri-Ciri Kehidupan : Nutrisi, bergerak, bereproduksi, transportasi, regulasi, iritabilitas, bernapas, dan ekskresi.
4. Menentukan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran:
  • Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya.
  • Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, demonstrasi, inkuiri, observasi, tanya jawab, kooperativ learning, e-learning dan sebagainya.
5. Menetapkan Kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

Kegiatan pendahuluan. (10% dari Total Alokasi Waktu )
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

  • menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
  • mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
  • menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
  • menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.
Kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi). (75% dari Total Alokasi Waktu)
EKSPLORASI
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
  1. melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
  2. menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain;
  3. memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya;
  4. melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan
  5. memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio atau lapangan.
ELABORASI
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
  1. membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
  2. memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
  3. memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut;
  4. memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
  5. memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
  6. memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis secara individual maupun kelompok;
  7. memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja secara individual maupun kelompok.
  8. memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;
  9. memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
KONFIRMASI
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
  1. memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
  2. memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber;
  3. memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;
  4. memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
  5. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
  6. membantu menyelesaikan masalah;
  7. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
  8. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; dan
  9. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
  1. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
  2. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
  3. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
  4. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
  5. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
  6. Jawaban dibuktikan dengan melakukan observasi secara acak, hasil supervisi kepala sekolah/madrasah, dan kesesuaian RPP dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
Catatan: Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.
6. Memilih Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang sebenarnya. 
Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu. 
Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamat website yang digunakan sebagai acuan pembelajaran.
7. Menentukan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas;

a. teknik penilaian,
b. bentuk instrumen, dan
c. instrumen yang dipakai yang berisi rubrik penilaian
Menyusun sebuah perangkat pembelajaran berupa RPP, senantiasa guru Penjasorkes perlu memperhatikan hal-hal yang berikut ini, serta sekaligus dapat dijadikan sebuah pertanyaan, kenapa RPP tersebut tdk boleh sama dari segi uraian/isi antara guru Penjasorkes yang satu dengan yang lainnya, yakni;
  • Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan individual peserta didik, jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
  • Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
  • Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
  • Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
  • Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
  • Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
FORMAT RPP
1. Identitas mata pelajaran
2. Standar kompetensi
3. Kompetensi dasar
4. Indikator pencapaian kompetensi
5. Tujuan pembelajaran
6. Materi ajar
7.  Alokasi waktu
8. Metode pembelajaran
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan

b. Inti
c. Penutup
10. Penilaian hasil belajar
11. Sumber belajar

Penjelasan setiap item didalam komponen RPP adalah;


1. Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didikyang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada mata pelajaranPenjasorkes.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran Penjasorkes sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap (kognitif, psikomotor, dan afektif).
Ranah Kognitif, ranah ini terdiri atas sasaran yang berkaitan dengan informasi atau pengetahuan dan pemikiran yaitu menamai, memecahkan, meramalkan, dan aspek berpikir lainnya.Taksonomi (metode klasifikasi urutan berdasarkan jenjang) ranah kognitif tersusun atas dua kelompok utama sebagai berikut:
a) Hafalan sederhana mengenai informasi

b) Kegiatan intelektual
Urutan ranah kognitif dari yang paling sederhana sampai pada yang paling sulit adalah pengetahuan- pemahaman- penerapan- analisis- sintesis- dan evaluasi. Contoh sasaran pengajaran pada setiap tingkat dari ke enam tingkat dalam ranah kognitif:
  • Materi pelajaran : Gerak Lokomotor (jalan, lari, dan lompat)
  • Pengetahuan : Sebutkan semua gerakan yang termasuk dalam kelompok gerak lokomotor.
  • Pemahaman : Jelaskan ciri masing-masing dari gerak dasar jalan, lari, dan lompat.
  • Penerapan : Praktikkan gerakan jalan, lari, dan lompat.
  • Analisis : Hitunglah panjang jangkauan antara jalan, lari, dan lompat
  • Sintetis : Identifikasihal-hal yang dapat mendukung gerak dasar jalan, lari, dan lompat.
  • Evaluasi : Bandingkanlah gerak dasar antara jalan, lari, dan lompat.
Taksonomi ranah kognitif yang lain diungkapkan oleh Gagne yaitu fakta-konsep-asas-dan pemecahan masalah. Dalam urutan tersebut, setiap jenjang yang lebih tinggi bergantung pada penguasaan peserta didik terhadap jenjang yang lebih rendah serta saling berhubungan.
Kesamaaan taksonomi ranah kognitif adalah sama-sama memulai dengan mempelajari fakta sederhana dan meneruskannya ke jenjang yang lebih tinggi. Bahan ajar tersebut menunjukkan cara yang sistematis dalam pengelompokkan dan pengurutan sasaran dalam sebuah pokok bahasan.
Ranah psikomotor, ranah ini membahas keterampilan yang membutuhkan penggunaan dan koordinasi otot tubuh, seperti dalam kegiatan jasmani dalam melaksanakan, mengolah, dan membangun. Klasifikasi ranah psikomotor yang paling mudah dimengerti adalah membaginya ke dalam enam golongan utama mengenai tingkah laku jasmani sebagai berikut:
  1. Gerakan refleks, reaksi otot secara tidak sadar terhadap rangsangan. Gerakan ini adalah gerakan naluri dan tidak dipelajari. Contoh: Menegangkan, meregangkan, membengkokkan, atau merentangkan tangan dan kaki.
  2. Gerakan pokok mendasar, pola gerakan tubuh yang terbentuk waktu kecil. Pola gerakan ini berdasarkan pada gerakan refleks dan merupakan landasan bagi semua kegiatan psikomotor normal. Contoh: merangkak, berjalan, berlari, meloncat, menggapai dan memegang.
  3. Kemampuan menghayati, mengamati dan menafsirkan rangsangan dalam lingkungan tempat seseorang berhubungan dengan benda/makhluk lain, dan dengan demikian membutuhkan gerakan penyesuaian. Penghayatan melibatkan kesadaran kinestetik, seperti perubahan keseimbangan badan, pembedaan pandangan atau pendengaran, pembedaan rasa rabaan atau sentuhan, dan koordinasi gerakan mata-tangan dan mata-kaki. Contoh: berputar, membungkuk, menyeimbangkan, menangkap benda, menyepak bola, mempertunjukkan tarian sederhana.
  4. Kemampuan jasmani, termasuk daya tahan, kekuatan, keluwesan dan kelincahan gerak. Contoh: membuat gerakan yang cepat, berhenti dan memulai kembali suatu gerakan, memindahkan benda yang berat.
  5. Gerakan yang menunjukkan keterampilan, melakukan tindakan rumit secara efisien. Contoh: memainkan alat musik, menggunakan perkakas dengan tangan, merakit bagian-bagian dari suatu benda, mengemudikan kendaraan, dan memperbaiki mesin.
  6. Komunikasi berkesinambungan, gerakan jasmani yang bersifat refleks dan yang merupakan hasil belajar. Contoh: menarikan tari klasik, mengubah ekspresi wajah, serta ekspresi emosi atau perasaan secara jasmaniah.
Pengelompokkan lain yang meyangkut keterampilan psikomotor dikemukakan oleh Kibler dkk:
  1. Gerakan kasar oleh tangan, bahu dan kaki. Contoh: melemparkan bola jauh-jauh.
  2. Koordinasi gemulai antara gerakan tangan dan jari, tangan dan mata, tangan dan telinga, dan gerakan tangan, mata serta kaki. Contoh: merajut baju bayi, menggunakan mesin ketik.
  3. Komunikasi dengan bahasa isyarat melalui ekspres wajah, isyarat tangan, gerakan tubuh. Contoh: meninjukkan emosi melalui ekspresi wajah, menyampaikan pesan lewat pantomim.
  4. Tingkah laku dalam mengeluarkan dan memproyeksikan bunyi, mengkoordinasikan suara dan isyarat tangan. Contoh: memberi pengarahan dalam bahasa asing, deklamasi karya sastra dengan isyarat tangan sebagai penekanan.
Rincian yang dihasilkan dari sebuah analisis tugas memungkinkan pengajar menentukan koordinasi otot yang dibutuhkan oleh suatu kegiatan jasmani dan kemudian menyatakan kegiatan belajar yang tepat sebagai sasaran pengajaran.
Ranah afektif, ranah ini mencakup sasaran yang menyangkut sikap, penghargaan, nilai dan emosi-menikmati, memelihara, menghormati dan seterusnya. Krathwohl dkk menyusun ranah afektif dalam 5 jenjang:
  1. Menerima, mau memperhatikan suatu kejadian/kegiatan. Contoh: mendengarkan, menyadari, mengamati, hati-hati terhadap.
  2. Menanggapi, mau bereaksi terhadap suatu kejadian dengan berperan serta. Contoh: menjawab, menanggapi, mengikuti, menyetujui.
  3. Menilai, mau menerima atau menolak suatu kejadian melalui pernyataan sikap positif atau negatif. Contoh: menerima, memperoleh, mengandaikan, mendukung, ikut serta, mengabdikan diri.
  4. Menyusun, menyusun berbagai nilai, menentukan hubungan antara berbagai nilai dan menerima bahwa ada nilai yang lebih tinggi daripada yang lainnya. Contoh: menyusun, memilih, mempertimbangkan, membuat rencana, memutuskan.
  5. Mengenali ciri karena kompleks nilai,  konsistensi peserta didik dalam bertindak dan mengikuti nilai yang berlaku dan menganggapnya sebagai bagian dari kepribadiannya. Contoh: percaya akan, mempraktekkan, mengerjakan, bertindak menurut tata nilainya sendiri.
Semua ranah afektif, sama seperti ranah kognitif membentuk kesinambungan tingkah laku yang menyatakan sikap. Ini mencakup kesadaran yang sederhana dan sikap menerima sampai pada sikap menghayati sebagai sikap yang menjadi bagian dari tata nilai yang dilaksanakan. Keterkaitan ketiganya, ranah kognitif, psikomotor, dan afektif mempunyai hubungan yang erat dalam dua hal:
  • Satu sasaran tunggal dapat mencakup kegiatan belajar dalam dua atau bahkan dalam tiga ranah tersebut.
  • Perkembangan persikapan bahkan dapat mendahului kegiatan belajar dalam ranah lainnya.
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar serta menacu kepada indikator pencapaian kompetensi.
Semua tujuan pembelajaran mesti diwujudkan sebagai syarat yang akan meningkatkan aktivitas pembelajaran.Dengan menciptakan tujuan-tujuan yang pasti, kita dapat mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita ajarkan dan kemudian dapat memutuskan apa-apa saja yang telah dicapai.
Menentukan tujuan merupakan sebuah aktivitas yang bersifat pengembangan yang meminta ketelitian, perubahan, dan penambahan. Bagi sebagian guru, tujuan dapat menjadi jelas setelah pelajaran dibuat garis besarnya.
Kategori dari tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan mejadi tiga bagian yaitu:
Kognitif, merupakan kategori yang memberikan perhatian yang lebih dalam program pendidikan. S.Bloom.dkk, sebuah taksonomi bagi kognitif. Dalam hal ini, dia (kognitif) dimulai dari pengetahuan sederhana sampai tingkat tertinggi yaitu:
  1. Mengetahui, merupakan kemampuan untuk mengingat, mengulang kembali apa yang didapat dan lain sebagainya;
  2. Memahami, merupakan kemampuan untuk menafsirkan informasi yang diperoleh;
  3. Penerapan atau aplikasi, merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi, teori-teori, prinsip-prinsip/ hukum-hukum dari situasi baru;
  4. Analisis, merupakan kemampuan untuk membagi pengetahuan yang rumit menjadi bagian-bagian yang terurai dan mengetahui hubungan tiap bagian;
  5. Sintesis, merupakan kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian yang terpisah menjadi bentuk baru;
  6. Evaluasi, merupakan kemampuan untuk menilai berdasarkan pada pengetahuan / pemberian kriteria.
Kriteria yang kedua adalah psikomotor. Ini adalah kemampuan dalam menggunakan dan mengkoordinasi otot rangka dalam aktivitas fisik dan melakukan sesuatu. Psikomotor ini meliputi:
  1. Persepsi; menafsirkan rangsangan, peka terhadap rangsangan, dan mendiskriminasikan.
  2. Kesiapan; melakukan konsentrasi dan menyiapkan diri secara fisik.
  3. Peniruan/gerakan terbimbing; dasar permulaan dari penguasaan keterampilan, peniruan contoh.
  4. Gerakan mekanis; berketerampilan dan pengulangan kembali urutan fenomena atau rangkaian gerakan sebagai bagian dari usaha sadar yang berpegang pada pola.
  5. Gerakan respons kompleks; berketerampilan secara luwes, supel, lancer, gesit, dan lincah.
  6. Penyesuaian pola gerak; penyempurnaan keterampilan, menyesuaikan diri, melakukan gerakan variasi, meskipun pengembangan berikutnya masih memungkinkan untuk diubah.
Kategori yang ketiga adalah afektif. Ini meliputi sikap, penilaian atau penghargaan, nilai-nilai dan emosi seseorang.David R.Krathwohl.dkk membagi afektif dalam lima tingkatan:
  1. Penerimaan, keinginan untuk memberikan perhatian pada sebuah aktivitas;
  2. Menanggapi, keinginan untuk mereaksi sesuatu;
  3. Penilaian, keinginan untuk menerima sesuatu melalui sikap yang positif;
  4. Pengorganisasian, ketika menemukan situasi yang memiliki lebih dari satu penerapan, keinginan untuk mengorganisasi nilai dapat digunakan;
  5. Penggambaran sebuah nilai yang kompleks.
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar, untuk SD alokasi waktu dalam satu jam pelajaran adalah 35 menit.
8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru Penjasorkesuntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap materi mata pelajaranPenjasorkes. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Kegiatan pendahuluan juga diisi dengan aktivitas pemanasan (warming up), yang berguna untuk menaikkan suhu badan serta menyiapkan kelompok otot dan persendian dalam mendukung kegiatan inti pembelajaran agar peserta didik terhindar dari cidera.Melakukan aktivitas pemanasan ini khususnya pada tingkatan SD, kegiatan pemanasannya dirancang dalam bentuk permainan sehingga peserta didik-peserta didik tidak merasa bosan.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, serta penutup juga harus dimanfaatkan untuk proses pengembalian suhu badan peserta didik, sama atau mendekati suhu badan mereka ketika baru akan memulai pelajaran.
Proses pengembalian suhu badan mendekati suhu badan seperti di awal pembelajaran dapat dilakukan dengan cara;
  • Melakukan gerakan stretching ringan untuk pelemasan otot
  • Menurunkan atau mengurangi intensitas aktivitas gerak
  • Mengatur pernapasan sambil melakukan aktivitas gerak-gerak ringan.
  • Melakukan aktivitas yang dapat membuat mereka senang (ketawa), misalnya melalui bermain sambil bernyanyi.
10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Hal penting yang tidak boleh kita lupakan adalah media sumber belajar. Hendaknya kita memilih media yang cocok dengan kondisi dan materi yang akan diberikan. Media yang baik dapat memotivasi peserta didik dan dapat menjelaskan materi secara efektif serta mengilustrasikan isi materi. Media yang digunakan dapat bermacam – macam. Media yang digunakan dapat berupa media cetak, media audio, media visual, dan media audio visual yang terpenting media itu dapat menunjang kegiatan personal maupun kelompok.
Daftar Pustaka:
  • Annarino, AA., Copwell, CC, dan Hazelton, H.W. 1980. Curriculum Theory in Physical Education.St. Louis: CV. Mosby Co.
  • Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: BSNP.
  • Badan Standar Nasional Pendidikan.2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.Jakarta: BSNP.
  • Bucher, Charles. A. 1980. Foundation of Physical Education.St. Louis: CV. Mosby Co.
  • ---------. 1983. Foundation of Physical Education & Sport. Ninth Edition.St. Louis: Te CV. Mosby Company.
  • Freeman, W.H. 1987. Physical Education and Sport A Changing Society. New York, London: McMillan Publ. Co.
  • Samsuddin.2007. Silabus Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ.
  • ----------. 2007. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ.
  • Yoyo, B. 2004.Media Pendidikan Jasmani.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block