Thursday 22 September 2016

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

Hai Apa Kabar pecinta Pendidikan Jasmani dimanapun anda berada.

Tahu tidak teman-teman kalau keberhasilan seorang guru dalam  tugas mengajar, dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh anak didiknya. Bagaimana seorang pendidik dapat mengetahui apakah  peserta didiknya maju dalam belajarnya kalau tidak mengadakan penilaian terhadap hasil belajarnya. Demikian pula, bagaimana seorang guru dapat mengetahui bagian-bagian pelajaran yang manakah yang dianggap sukar oleh para peserta didik, kalau ia tidak mengadakan penilaian secara teliti terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh mereka. 

Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya, dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh para peserta didiknya. Hasil kegiatan evaluasi tersebut akan memberikan gambaran kepada guru dalam menyusun program berikutnya.Dengan demikian akan memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan program perbaikan (remedial).

Pengertian Evaluasi
  • Evaluasi secara harfiah berasal dari bahasa Inggris ”Evaluation” yang dalam bahasa Indonesia berarti ”Penilaian”. (Anas: 2011)
  • Evaluasi / Penilaian adalah pengambilan Keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu. (Purwanto: 2011)
  • Evaluasi Pendidikan (educational evaluation) secara hafiah dapat diartikan sebagai: Penilaian dalam (bidang) Pendidikan atau Penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. (Anas: 2011)
  • Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) Indonesia, Evaluasi Pendidikan adalah:
  1. Proses/kegiatan untuk menetukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
  2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feedback) bagi penyempurnaan pendidikan
Evaluasi dalam Pendidikan Jasmani, bertitik tolak dari tujuan pendidikan jasmani itu sendiri. Tujuan pendidikan jasmani bersifat majemuk, mencakup perkembangan yang bersifat menyeluruh meliputi aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Hal ini sesuai dengan hakekat evaluasi sebagai upaya yang berencana untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program berhasil. Karena itu evaluasi dalam pendidikan jasmani, terikat dengan pemahaman terhadap tujuan pendidikan jasmani.

Jenis Evaluasi  

Evaluasi hasil belajar biasanya dilakukan pada akhir catur wulan, semester akhir tahun pelajaran atau pada akhir jenjang tingkat pendidikan, berupa ujian penghabisan atau evaluasi belajar tahap akhir. Evaluasi pada akhir studi suatu jenjang tingkat pendidikan tertentu dimaksudkan sebagai tanda berakhirnya studi.

Eddy Soewardi Kartawidjaja ( 1987:30) mengemukakan 4 (empat) jenis evaluasi yaitu:

1) Evaluasi Formatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar, setelah peserta didik selesai mengikuti program satuan pelajaran tertentu. Jika guru telah selesai mengajarkan suatu bahan atau beberapa satuan bahan pelajaran kepada kelas tertentu, guru perlu mengadakan evaluasi hasil belajar peserta didiknya, untuk mengukur hingga di mana daya serap peserta didik. Dengan demikian evaluasi formatif atau sering disebut evaluasi harian diharapkan guru dapat memperbaiki program pembelajaran ataupun strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar melalui proses pengayaan materi ajar.
2) Evaluasi Sumatif.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap hasil belajar setelah selesai mengikuti materi pelajaran tertentu dalam satu caturwulan atau akhir semester. Oleh karena itu evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik selama satu semester. Jadi fungsinya untuk mengetahui kemajuan peserta didik. Dari hasil evaluasi sumatif ini dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang kemampuan anaknya selama belajar, sehingga orang tua dapat mendorong anaknya untuk lebih giat belajar.
3) Evaluasi penempatan atau evaluasi kedudukan ranking.
Evaluasi penempatan ialah evaluasi keadaan pribadi peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar-mengajar yang sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut. Evaluasi penempatan dimaksudkan juga sebagai penilaian dalam penempatan kedudukan/ranking peserta didik dalam kelompoknya.
4)  Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi terhadap hasil analisis keadaan belajar peserta didik mengenai kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang dihadapinya dalam situasi belajar-mengajar. Tujuan evaluasi diagnostik adalah untuk melihat kelemahan-kelemahan peserta didik serta faktor penyebabnya yang mengganggu kelancaran jalannya program pengajaran satu atau seluruh bidang studi. Peserta didik merasa takut melakukan gerakan-gerakan tertentu pada cabang olahrga yang diajarkan, hal ini guru Penjasorkes perlu mengetahui cara mengatasinya.
Tujuan Evaluasi 

Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan maksud melihat apakah usaha yang dilakukan melalui pengajaran sudah mencapai tujuan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri peserta didik serta tingkat perubahan yang dialaminya setelah ia mengikuti proses belajar mengajar. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan sebagian dari tujuan evaluasi dalam arti yang sebenarnya. Seperti yang dikemukakan Moelyono Biyakto Atmodjo dan Sarwono (2002:6)  tujuan evaluasi terhadap peserta didik di antaranya yang penting adalah:
  1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana potensi peserta didik itu berada.
  2. Untuk mengadakan seleksi
  3. Untuk mengetahui apa yang telah dicapai peserta didik dalam pelajaran Penjasorkes.
  4. Untuk mengetahui letak kelemahan-kelemahan atau kesulitan-kesulitan yang dialami para peserta didik.
  5. Untuk memberi bantuan dalam pengelompokan peserta didik untu tujuan-tujuan tertentu. Misalnya pengelompokan diadakan untuk bermain bola voli, agar kedua tim yang bertanding kira-kira sama kuatnya.
  6. Memberi dorongan atau motivasi bagi peserta didik dalam berolahraga
  7. Memberikan bantuan dalam bimbingan ke arah pemilihan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan peserta didik.
  8. Memberikan data bukti untuk dilaporkan kepada orang tua dan juga kepada masyarakat yaitu pihak-pihak yang memerlukan keterangan tentang seorang peserta didik. Laporan itu dapat berbentuk surat keterangan, sertifikat, rapor, tanda tamat belajar, ijazah dan lain-lain.
  9. Memberikan data untuk keperluan penelitian atau riset.
Manfaat Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi, akan memiliki manfaat. Daryanto (1997:9) mengemukakan manfaat evaluasi adalah sebagai berikut:

1) Manfaat bagi peserta didik

Dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh peserta didik dari pekerjaan menilai ini ada 2 kemungkinan:
  • Memuaskan
Jika peserta didik memperoleh hasil yang memuaskan, dan hal itu menyenangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain waktu. Akibatnya, peserta didik akan mempunayai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat, agar lain kali mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi. 
  • Tidak memuaskan
Jika peserta didik tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi. Maka ia lalu belajar giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi. Ada beberapa peserta didik yang lemah kemauannya, akan menjadi putus asa dengan hasil kurang memuaskan yang telah diterimanya.
2) Manfaat bagi guru
  • Dengan hasil penilaian yang diperoleh guru akan dapat mengetahui peserta didiknya mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui peserta didik yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada peserta didik yang belum berhasil.
  • Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi peserta didik, sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.
  • Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau  belum. Jika sebagian besar dari peserta didik memperoleh angka jelek pada penilaian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat.
3) Manfaat bagi sekolah.
  • Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar peserta didiknya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas sekolah.
  • Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah itu dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan datang.
  • Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun, dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh peserta didik.
Fungsi Evaluasi

Dalam setiap kegiatan pembelajaran, telah ditetapkan tujuan pembelajaran. Demikian pula dengan kegiatan evaluasi yang dilakukan guru, yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan informasi yang dapat memberikan gambaran tentang hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Terkait dengan fungsi evaluasi Nurhasan (2009:2.2) mengemukakan ada tiga fungsi evaluasi ditinjau dari sudut pengajaran, administrasi dan bimbingan. Ketiga fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Fungsi evaluasi ditinjau dari fungsi pengajaran
  • Merangsang guru untuk memahami makna dan tujuan pengajaran.
  • Mengetahui sampai sejauh mana tujuan yang ditetapkan dalam proses pembelajaran dapat dicapai, merupakan informasi yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Penjasorkes.
  • Merupakan umpan balik bagi guru dan peserta didik.
  • Hasil evaluasi yang diperoleh secara objektif, akan memberikan umpan balik bagi guru sehingga guru dapat memperbaiki kelemahan yang ada pada dirinya, merevisi bahan ajar yang sudah tidak relevan dengan tujuan pengajaran dewasa ini, menyempurnakan metode pembelajaran. Sedangkan umpan balik bagi peserta didik, yaitu dapat mengetahui kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mengetahui kelemahan yang ada pada dirinya, mengetahui kemajuan perkembangan hasil belajarnya dan kedudukannya di kelas jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
  • Membangkitkan motivasi belajar.
  • Penilaian hasil belajar yang diberikan kepada peserta didik pada setiap kali ulangan atau pada akhir semester, akan membantu terhadap peningkatan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran.
  • Merangkum atau menata kembali bahan-bahan yang telah diajarkan.
  • Penataan ulang bahan ajar akan membuahkan penyempurnaan bahan ajar, sebagai bahan rujukan dalam proses pembelajaran. Atas dasar hasil evaluasi ini maka akan dilaksanakan upaya untuk menyempurnakan bahan ajar.
2) Fungsi evaluasi ditinjau dari sudut administrasi
  • Dimanfaatkan sebagai mekanisme mengontrol kualitas suatu sekolah atau sistem sekolah.
  • Mutu hasil belajar peserta didik di sekolah akan mencerminkan kualitas dari lembaga/sekolah itu. Bersumber dari hasil evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dijadikan bahan informasi bagi monitoring dan pengendalian proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah, sebagai salah satu upaya kendali mutu sekolah tersebut.
  • Memenuhi kebutuhan program evaluasi
  • Data yang diperoleh dari hasil pengukuran, akan memberikan gambaran kelebihan dan keunggulan dari subjek atau objek tersebut. Informasi ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun program evaluasi yang akan dilaksanakan di sekolah/lembaga itu, terutama mengenai bahan masukan, proses dan hasilnya.
  • Membuat keputusan yang lebih baik tentang pengelompokan peserta didik.
  • Penentuan kelompok-kelompok peserta didik berdasarkan kemampuannya akan sangat membantu dalam pengajaran motorik atau keterampilan. Bagi peserta didik yang memiliki kemampuan motorik yang lebih baik akan lebih cepat menguasai gerakan-gertakan tersebut sehingga mereka akan lebih banyak memperoleh bahan ajar.
  • Meningkatkan kualitas sekolah.
  • Hasil evaluasi terhadap mutu hasil belajar, merupakan dasar dalam merencanakan program perbaikan atau penyempurnaan proses pembelajaran. Upaya lain yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar, yaitu peningkatan suatu daya pendukung proses pembelajaran.
  • Menentukan kelulusan peserta didik.
  • Dalam menentukan kelulusan peserta didik, evaluasi memberikan peran yang sangat penting. Oleh karena dalam penentuan kelulusan peserta didik harus didasarkan atas evaluasi yang objektif. Hasil evaluasi yang objektif dapat dicapai apabila dalam pelaksanaan evaluasinya memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi, yaitu evaluasi harus objektif, kontinyu dan komprehensif.
3) Fungsi evaluasi ditinjau dari fungsi bimbingan.
  • Mengadakan diagnostik.     
Dari hasil pengukuran dan evaluasi belajar peserta didik, kita dapat melihat kelemahan atau kekurangan yang dialami peserta didik. Atas  dasar informasi itu para guru  dapat melakukan perbaikan atau metode yang digunakan dalam pembelajaran.
  • Bimbingan pilihan program studi 
Ketepatan dalam memilih program studi di sekolah, akan membantu terhadap kesuksesan peserta didik dalam belajarnya. Selain dari itu ketepatan dalam memilih program studi, akan memberikan motivasi peserta didik dalam kegiatan belajarnya, sehingga dalam kegiatan belajarnya terdorong untuk meraih prestasi yang lebih baik.
Setiap proses belajar mengajar sudah pasti memerlukan proses evaluasi. Proses belajar tidak akan diketahui secara pasti apa bila tidak melaksanakan proses evaluasi. Apabila guru mengajarkan suatu keterampilan menendang, maka guru itu harus mengevaluasi kemampuan siswa dalam gerakan tendangan tadi. Apakah siswa sudah mampu melkukan gerakan menendang? Apakah keterampilan siswa sudah melekat, apakah gerakan menendang sudah akurat terhadap sasaran? Gerakan apa yang harus diperbaiki dan gerakan apa yang perlu dipertahankan. Demikian pula apa bila guru mengajar dalam suatu periode yang lama, beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan keberhasilan mengajar akan muncul.

Sehubungan dengan jawaban atas semua pertanyaan diatas, maka evaluasi harus dilaksanakan. Tanpa evaluasi pertanyaan tersebut tidak akan dapat dijawab dengan memuaskan. Karena itu dapat dikatakan: evaluasi merupakan bagian integral dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi salah satu cara memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Faktor yang sangat penting dalam evaluasi adalah guru-guru itu sendiri harus memiliki sikap dasar yakni memahami evaluasi sebagai tahap kegiatan yang perlu dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga pelaksanaan evaluasi berlangsung menurut prosedur yang dapat di pertanggung jawabkan dan hasilnya relative objektif dan fair.

PEMBUATAN KEPUTUSAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI

Pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis. Guru-guru dan pimpinan lembaga pendidikan menghadapi berbagai macam masalah yang membutuhkan pemecahan. Dengan kata lain, setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan itu dihadapkan dengan tugas membuat keputusan.

Menurut Ralp C. Davis menyatakan bahwa Keputusan ialah suatu hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan adalah suatu jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus menjawab sebuah pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan suatu perencanaan. Keputusan bisa pula berupa suatu tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula. 
(http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-keputusan-menurut-para-ahli-terlengkap/).

Menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. 
(https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/).

Telah disebutkan sebelumnya bahwa evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Pengukuran dan evaluasi merupakan dua kegiatan yang berkesinambungan. Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pengukuran dan keputusan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria yang ditetapkan. Oleh karena itu, terdapat dua kegiatan dalam melakukan evaluasi yaitu melakukan pengukuran dan membuat keputusan dengan membandingkan hasil pengukuran dan kriterianya.

Langkah-Langkah Pembuatan keputusan

Secara umum tanpa memandang ruang lingkup pengetesan, langkah-langkah pengukuran yang harus ditempuh dalam pembuatan keputusan adalah sebagai berikut:
  1. Penentuan Tujuan Program.
  2. Pemilihan tes atauinstrument yang sesuai.
  3. Penyelenggaraan tes.
  4. Penetapan skor.
  5. Pelaksanaan analisis dan penafsiran skor.
  6. Penerapan hasil.
  7. Penyelenggaraan tes kembali untuk menentukan keberhasilan program.
  8. Pembuatan catatan dan laporan.
Pertimbangan atau penilaian yang cermat sangat dibutuhkan dalam pembuatan keputusan dibidang pendidikan. Realisasi pencapai tujuan pendidikan banyak tergantung pada kecermatan keputusan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Karena itu pengumpulan data yang cermat merupakan prasyarat bagi pembuat penilai yang baik. Dengan demikian penilain melibatkan penggunaan tes dan pengukutan yang teliti pula.

Pembuatan keputusan harus baik dengan pengertian, keputusan itu dapat memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk itu maka, keputusan yang baik perlu dibuat berlandaskan pada: 
(1) informasi yang lengkap;
(2) informasi yang teliti;
(3) informasi yang relevan. 
Semakin teliti informasi yang diperoleh, semakin baik keputusan yang diambil. Sebagai contoh seorang guru penjas ingin mengetahui berapa rata-rata tinggi badan para siswa SMP kelas 1, jumlah siswa ada 50 orang. Untuk mengetahui kebutuhan tersebut, guru yang yang bersangkutan perlu melakukan pengukuran tinggi badan para siswa dengan mempergunakan alat pengukuran yang dapat dipercaya ( yang telah di tera / kalibrasi) sehingga dapat di peroleh data tinggi badan yang cermat.

ALAT EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Dalam proses evaluasi, istilah tes, pengukuran, evaluasi, assesment, dan grading  merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan. Istilah - istilah tersebut memang saling terkait tetapi masing-masing memiliki pengertian yang berbeda. 

1.Tes

Secara harfiah kata “test” berasal dari kata bahasa prancis kuno yaitu testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia,dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi tes yang berarti ujian atau percobaan. Jadi, tes adalah alat untuk memperoleh informasi berupa sifat suatu objek atau manusia.

Sebuah tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk memperoleh informsi tentang seseorang atau objek. Tes adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk memperoleh data yang objektif tentang hasil belajar peserta didik. Tes dapat berupa pertanyaan tertulis, wawancara, pengamatan, tes kemampuan fisik dan tes keterampilan olahraga dan lain-lain.

Untuk menghimpun data atau informasi yang bersifat kognitif bisa melalui tes tertulis, tes lisan. Dalam tes tersebut bisa berbentuk tes esey, tes objektif (tes benar salah, pilihan ganda, menjodohkan dan isian pendek)

Tes lisan, dilakukan secara berhadapan antara yang mengetes (testor) dengan yang dites (testee). Data yang bersifat afektif dapat dihimpun melalui bentuk skla sikap sosial, sportivitas atau angket atau observasi secara langsung terhadap objektif yang akan diukur. Sedangkan data atau informasi yang bersifat psikomotor dapat dilakukan melalui tes kemampuan gerak dasar, tes kebugaran jasmani, tes keterampilan olahraga, dll.

Mulyono Biakto Atmojo dan Sarwono (2002:7) mengemukakan: Tes adalah suatu alat pengumpul data yang dirancang khusus. Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes harus dirancang secara khusus. Kekhususan tes terlihat dari bentuk soal tes yang digunakan. Biasanya yang dites yang meliputi tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Domain kognitif ini mencakup tujuan yang berkenaan dengan kemampuan untuk mengingat atau mengutarakan kembali pengetahuan dan perkembangan kemampuan dan intelektual. Pengukuran domain kognitif ini berhubungan dengan teknik, peraturan dan strategi-strategi olahraga, konsep sehubungan dengan pengembangan dan cara mempertahankan kesegaran jasmani dan lain-lain.
    
Bila tes diabaikan, proses belajar mengajar akan berlangsung tanpa kejelasan tentang seberapa jauh tujuan pengajaran yang telah dicapai, sehingga sukar ditentukan unsur pengajaran yang telah tercapai dan sukar ditentukan unsur pengajaran yang harus diperbaiki. Perhatikan contoh tes kemampuan fisik berikut ini.
Tes Push-Up Guru mencatat jumlah gerakan yang berhasil dilakukan peserta didik dengan sempurna selama 60 detik 
Peranan tes sangat vital dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam pembinaan olahraga dan penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah maupun luar sekolah. Karena itu pembina, guru atau apapun namanya harus mengetahui bagaimana melaksanakan pengetesan dan menafsirkan hasilnya secara tepat. 

Selanjutnya Rusli Lutan dan Adang Suherman (1999/2000) mengemukakan kriteria tes antara lain yakni validitas, reliabilitas dan objektivitas. Ketiga persyaratan tes tersebut akan dibahas satu persatu:
a) Validitas
Validitas didefinisikan seberapa baik sebuah tes mengukur apa yang ingin diukur.  Suatu alat ukur dikatakan sahih (valid) bila ia benar-benar sesuai dengan apa yang hendak diukur atau sesuai dengan tujuan-tujuan mata ajaran yang telah ditetapkan. Jadi alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur tersebut mengukur objek dengan tepat dan sesuai dengan gejala yang akan diukur. Sebagai contoh :
  • Meteran tepat  mengukur panjang benda 
  • Kilogram tepatnya mengukur berat benda
b) Reliabilitas
Reliabilitas menyangkut ketepatan hasil alat pengukuran. Suatu alat pengukuran mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, dalam pengertian bahwa alat pengukuran tersebut stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan. Suatu alat pengukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa. Misalnya alat penimbang berat yang masih baik bila digunakan menimbang benda yang sama beratnya, selalu memberikan hasil yang sama. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa timbangan berat tersebut reliabel.
c) Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari dapat diketahui bahwa objektif berarti tidak ada unsur pribadi pengetes dalam melaksanakan tes. 
Sebuah tes dikatakan objektif, bilamana dua orang atau lebih memberikan nilai atau skor yang sama dan bebas dari faktor subyektif dalam sistem penilaiannya. 
Sebagai gambaran yang lebih nyata adalah, pertama kali pengetes menyelenggarakan tes dan mencatat hasilnya. Kalau hasil yang dicapai oleh masing-masing peserta didik pada penyelenggaraan tes tersebut relatif sama. Hasil tes itu adalah objektif.
2.Pengukuran

Dalam proses pengukuran diperlukan adanya alat pengukur. Dari proses pengukuran ini guru mendapatkan data atau informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran yang berbentuk angka atau skor, frekwensi, waktu, jarak dan jumlah.

Menurut Eddy Sowardi Kartawidjaja (1987:1) mengukur sesuatu adalah usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya. Dari data yang terkumpul diperoleh hasil pengukuran berupa angka yang menyatakan tingkat kualitas sesuatu yang diukur.

Hasil dari pengukuran dinyatakan dalam bentuk angka yang dapat diolah secara statistik. Hasil pengukuran berupa skort misalnya hasil tes pengetahuan si A memperoleh skor, hasil pengukuran berupa waktu, misalnya lari jarak pendek diukur dalam waktu detik. Sedangkan hasil pengukuran berupa jarak misalnya hasil lompat jauh diukur dengan satuan ukuran meter atau centimeter.

Hasil pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk frekuensi misalnya pengukuran hasil sit-up. Dengan demikian pengukuran merupakan suatu proses untuk memperoleh data secara objektif dari suatu objek sebagaimana adanya. Dengan demikian pengukuran adalah proses menentukan luas sesuatu yang bersifat kuantitatif. Melalui kegiatan pengukuran segala program yang menyangkut perkembangan dalam bidang apa saja dapat dikontrol dan dievaluasi. Alat ukur misalnya ukuran meter, kilogram, stop watch. Dengan alat ukur ini kita menperoleh data, sehingga kita mendapatkan data yang objektif. 

Hasil pengukuran berupa waktu, misalnya lari jarak pendek diukur dalam waktu detik. Sedangkan hasil pengukuran berupa jarak misalnya hasil lompat jauh diukur dengan satuan ukuran meter atau centimeter.

Dengan demikian pengukuran adalah suatu proses dalam mengumpulkan informasi untuk menentukan tingkat penguasaan seseorang atau partisipan.  Biasanya kita menganggap, pengukuran merupakan penentuan skor secara objektif. Hasil pengukuran dapat dijabarkan dalam istilah waktu, jarak, jumlah atau banyaknya tugas yang harus dilakukan dengan benar.

3.Evaluasi 

Evaluasi atau penilaian merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh setiap guru, mempunyai arti yang sangat besar bagi keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran guru dan murid. Evaluasi berasal dari kata ”Evaluation” yang berarti ”menilai”. Menilai lebih dalam maknanya dari mengukur. Dengan mengukur kita akan mendapatkan gambaran sesuatu yang diukur secara kuantitatif.

Evaluasi dapat dijadikan ukuran yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menilai keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh gurunya, apakah proses belajar mengajar berlangsung secara efektif atau malah sebaliknya. Guru sering terkejut melihat hasil proses belajar mengajar yang menurut gurunya sudah dilaksanakan dengan baik, namunternyata hasil tes menunjukkan kurang baik.

Dengan demikian evaluasi merupakan tindak lanjut dari adanya alat ukur (tes) dan pengukuran. Evaluasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus pada setiap program, karena tanpa evaluasi sulit untuk diketahui kapan, dimana dan bagaimana perubahan-perubahan akan dibuat. Evaluasi dilaksanakan dalam rangka menggambarkan kemajuan yang dicapai oleh seseorang.

Menurut Trisnawati Tamat dan Moekarto Mirman (2008:9.4) Evaluasi atau penilaian mempunyai arti : Usaha guru untuk mengetahui ukuran atau perbandingan guna mendapatkan  gambaran tentang, tujuan atau target terhadap penguasaan bahan ajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara ulangan atau ujian. Pelaksanaannya secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh, dalam bentuk kuantitatif (jumlah) maupun kualitatif (mutu), sesuai dengan ukuran tertentu.

Sedangkan Ismaryati (2006:2) mengemukakan “Evaluasi adalah proses pemberian nilai atau harga dari data yang terkumpul. Data yang terkumpul digunakan sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan, apakah peserta didik memperoleh kemajuan yang berarti”. Dengan demikian evaluasi adalah proses pemberian makna dari data tersebut dengan membandingkan dari acuan norma atau patokan.

Sasaran evaluasi adalah menghasilkan suatu keputusan rasional di dalam usaha meningkatkan kemampuan peserta didik dalam belajar. Evaluasi proses belajar itu bergantung langsung pada kemampuan guru untuk melaksanakan ketiga langkah tersebut.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa istilah tes hanya suatu alat yang direncanakan untuk memperoleh informasi, sedangkan pengukuran adalah pemberian angka misalnya mengukur tinggi atau berat seseorang. Dalam pengukuran kita belum melakukan penafsiran terhadap informasi yang diperoleh. Sedangkan evaluasi adalah suatu proses pemberian nilai/makna terhadap data/informasi yang diperoleh dari hasil tes dan pengukuran.

4. Assesment

Assessment adalah proses pengumpulam informasi. Assasment berfungsi untuk membantu siswa dalam belajarnya, dan juga berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi siswa.

Bukan hanya sekedar pengumpulan informasi untuk keperluan penilaian. Data yang dihimpun melalui assesment dapat secara langsung dipakai sebagai umpan balik bagi perbaikan atau peningkatan pembelajaran. Pelaksanaan assessment ini lebih bersifat alamiah (tidak dilaksanakan secara resmi) diantara instrument assessment yang sering digunakan guru adalah daftar cek atau borang, dengan ini guru dapat lebih mudah memantau kemajuan belajar dan menentukan materi yang harus diberikan sesuai dengan tingkat kemajuan belajar siswa.

5.Grading

Grading atau penentuan nilai adalah proses menetapkan nilai siswa berdasarkan informasi yang diperoleh melalui assessment atau pengukuran. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, bergantung pada konsep dasar dan keyakinan gurunya . perbedaan pelaksanaan penentuan nilai merupakan suatu hal yang biasa, dan buakanlah suatu masalah. Yang menjadi masalah adalah justru para guru tidak menentukan nilai siswa dengan cara yang fair. Komponen apa saja yang harus dipertimbangkan dalam penentuan nilai? Pertanyaan ini merupakan permasalahan yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi.

Beberapa diantara komponen yang sering diajukan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan nilai tersebut, anatara lain :
  • Peningkatan skor hasil belajar cenderung tidak reliabel. 
  • Siswa yang memperoleh skor tinggi pada awal pembelajaran cenderumg memperoleh skor hasil belajar lebih rendah pada akhir program daripada siswa yang memperoleh skor rendah pada awal pembelajaran.
  • Siswa mungkin secara sengaja menampilkan kemampuannya tidak maksimal pada awal pembelajaran agar memperoleh skor peningkatan yang lebih baik.
DOMAIN EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Ketiga domain ini secara serempak dikembangkan melalui aktivitas pendidikan jasmani.

1. Domain kognitif

Bertambahnya Kognitif (Pengetahuan) siswa tentang kesegaran jasmani dan sebagai keterampilan gerak merupakan salah satu tujuan pendidikan jasmani sekolah. Selain harus mengumpulkan data perkembangan pengetahuan siswa tentang materi yang sudah di berikan gurunya. Untuk itu guru tersebut harus menentukan :
  • Pengetahuan apa yang ingin diketahui ? Misalnya pengetahuan tentang kesegaran jasmani, jenis keterampilan gerak, teknik/koordinasi gerak, peraturan, kesehatan dsb.
  • Kapan pelaksanaan pengetesannya ? Misalnya di kelas, di lapangan, setelah atau sebelum PBM, dsb.
  • Bagaimana mengetesnya ? 
Hal ini yang harus diperhatikan oleh guru dalam menyusun soalnya adalah :
  • Pertama, butir tes harus menggambarkan pengetahuan yang sudah di ajarkan ;
  • Kedua, keterbacaan soal harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
  • Ketiga, pengetesan harus direncanakan dan dikelola, mmisalnya kapan, dimana, dan bagaiman sehingga tidak banyak menyita lokasi pembelajaran.
Untuk menghemat waktu pelaksanaan tes pengetahuan, ada beberapa cara sebagai berikut :

a). Tes di kelas

Cara ini paling sering digunakan oleh guru penjas untuk mengukur pengetahuan. Agar beban guru berkurang dalam menulis jumlah soal tetapi mutu tetap cukup baik, beberapa cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
  • Tidak banyak tapi sering
  • Guru penjas dapat membuat soal yang tidak begitu banyak, tapi di imbangi frekwensi pelaksanaan yang lebih sering. Misalnya tes pengetahuan untuk satu Kli per semester dengan jumlah soal 30 butir, pelaksanaanya dapat diubah menjadi 3 kali dalam satu semester dengan jumlah soal masing masing 10 butir. Utuk menghemat waktu tes, tes dilakukan beberapa saat saat sebelum siswa pergi kelapangan. Dengan demikian mutu soal dapat meningkat, seperti juga mutu keterwakilannya.

  • Pembagian waktu tes yang berbeda
  • Guru tentu sangat sibuk bila 400 orang anak dites pada waktu tes bersamaan. Guru tersebut harus membuat soal untuk semua kelas ( kelas 1 sampai kelas 6) dan guru juga harus memeriksa hasi dan menilainya. Karena itu perbedaan waktu tes merupakan salah satu alternative untuk memecahkan kesulitan itu. Perbedaan waktu ini diatur agar tidak menyibukan gurunya, misalnya dihari senin dilaksanakan tes di kelas 3, selasa kelas di kelas 4 dan seterusnya.

  • Dikoordinasikan oleh sekolah 
  • Cara pengetesan lainnya adalah dikoordinir oleh sekolah :
  1. Penyediaan waktu khusus. Pihak sekolahan menyediakan waktu khusus untuk melakukan pengetesan terutama pada tengah catur wulan atau pada akhir catur wulan. Pada sekolah tertentu pemberian waktu khusus tersebut pula sering di ikuti oleh jadwal khusus ujian dan pengawas ujian yang melibatkan seluruh guru.
  2. Pelayanan khusus dari pihak sekolah . Karena guru bidang studi berbeda dengan guru kelas, maka untuk keperluan tertentu, kepala sekolah memberikan layanan khusus untuk guru bidang studi. Salah satunya caranya adalah meminta bantuan kepada guru
  3. kelas untuk menyisihkan waktu mengajarnya untuk melakukan pengetesan penjas pada masing masing kelas yang di ajarnya.
Dengan cara ini, pengetesan sebelumnya dapat menghabiskan waktu satu minggu, sekarang dapat dilakukan maksimat 30 menit. Keuntungan cara seperti di atas, selain dapat mengurangi beban siswa dan menghemat waktu. Dalam satu jam pelajaran dapat digunakan untuk pengetesan dan penyelenggaraan pelajaran. 

b). Tes tulis singkat dilapangan

Tes tulis dilapangan dilaksanakan dengan cara menyeluruh siswa siswa untuk menolong temannya yang tidak bisa. Guru membawa kertas dan pensil untuk ujian. Selanjutnya guru membuat soal dan menyampaikan kepada siswa, baik berupa lisan maupun tulisan.

2. Domain Afektif

Dalam aplikasinya guru mengadakan tes Afektif (Sikap) untuk mengetahui sikap anak didiknya terhadap aktivitas belajar atau program penjas pada umumnya. Misalnya apakah siswa menyenangi hasil belajar yang diperoleh dan sebagai berikut. Sikap anak didik ini penting diketahui sebagai ukuran untuk melihat kecenderungan gaya hidup siswa pada saat sekarang dan selanjutnya. Salah satu contoh yang dapat digunakan guru untuk melakukan tes sikap yaitu menggunakan Kartu Ceria.

Hampir sama seperti kartu merah dan hijau, guru menyediakan 3 kartu ceria untuk setiap siswa. Masing – masing terdiri atas kartu yang bergambar muka ceria, muka netral, dan muka muram. Sebelum siswa meninggalkan tempat olahraga, suruh siswa untuk memilih salah satu kartu tersebut dan simpan ditempat yang sudah ditetapkan. Pilihan kartu harus menggambarkan perasaan siswa terhadap kemempuannya atau kesenangannya terhadap pelajaran yang diberikan gurunya. Beberapa contoh pertanyaan yang dianjurkan guru kepada siswa sebelum siswa mengambil kartu ceria sebagai berikut :
a)“Bagaimana perasaanmu tentang pelajaran ini ?”
b)“Bagaimana perasaanmu tentang kemampuan menggiring bola ditempat ?”
c)“Bagaimana perasaanmu untuk melanjutkan belajar melempar bola pada pertemuan berikutnya ?”



3. Domain Psikomotorik

Perkembangan Psikomotorik (Keterampilan Gerak) merupakan salah satu tujuan program pendidikan jasmani di Sekolah. Evaluasi terhadap perkembangan keterampilan gerak harus di lakukan,meskipun di anggap lebih sulit dan memakan waktu. Sebab, aspek gerak ini sangat kompleks dan bervariaasi sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Namun pengukuran perkembangan keterampilan gerak perlu di lakukan tanpa harus menggunakan semua waktu yang tersedia untuk pelajaran penjas. Beberapa cara yang dapat di lakukan antara lain
  • Tempat Tes yang Menetap
Salah satu siasat untuk menghemat waktu pengetesan adalah dengan cara menempatkan pelaksanaan tes yang menetap di lantai, di dinding, atau di lapangan. Keuntungannya, guru tidak harus selalu membuat lingkaran sasaran pada dinding atau membuat garis batas awal melempar bola, sebab sudah di buat tetap. Untuk itu perlu di pertimbangkan jenis tes yang harus memiliki tempat dan bagaimana pembuatannya sehingga dapat di gunakan untuk bermacam-macam tes. Keuntungan cara ini, antara lain adalah 
  1. Menghemat waktu 
  2. Siswa dapat melakukan tes secara mandiri, dan 
  3. Guru dapat memperlakukan tes sebagai pusat belajar. 
  • Menilai Komponen Penting
Pengukuran keterampilann gerak biasanya menekankan aspek kuantitatif. Misalnya, melemparkan bola masuk ke dinding dalam tempo 30 detik, atau beberapa kali bola masuk ke ring dari 10 kali lemparan. Tapi guru sering tidak puas dengan hanya mengetahui skor atau frekuensi pelaksanaan tugas gerak, seperti contoh tad. Guru lebih ingin mengetahui lebih jauh mutu gerak lemparannya, misalnya apakah koordinasi geakan melempar siswa sudah cukup baik.
Peneilaian yang menekankan aspek kuantitatif (misalnya kualitas gerak) seperti di sebutkan, terkadang cukup banyak menyita waktu. Namun demikian ada beberapa alternative yang dapat di gunakan guru untuk menghemat waktu. Salah satunya adalah dengan cara hanya mengamati satu komponen terpenting untuk diskusi.
Dengan hanya mengamati satu komponen terpenting, maka guru dapat menghemat waktu pengetesan. Pelaksanaan pengamatan tersebut dapat di laksanakan khusus pada waktu tes atau pada waktu PMB berlangsung.
  • Pada waktu tes
Pada saat pelaksanaan tes frekuensi pukulan bulu tangkis kedinding misalnya, guru dapat mengamati posisi kaki siswa karena di anggap penting untuk berpengaruh terhadap pukulan. Lama waktu yang di perlukan tersebut untuk melihat keajegkan kualitas gerak selama 5 menit atau lebih. Untuk pelaksanaan tes pukulan tersebut, usahakan pengamatan jangan kurang dari 5 menit.
  • Pada waktu PMB berlangsung
Menjelang akhir pelajaran, guru menyuruh siswa untuk melakukan tugas lempar tangkap. Sementara siswanya sibuk melakukan lempar tangkat, gurunya mengamati tampilan semua siswa, apakah komponen terpenting dari lempar tangkap sudah di kuasai oleh sebagian siswa. Pengamatan misalnya, tertuju pada koordinasi gerak siswa. Untuk memahami komponen keterampilan yang harus di kuasai oleh siswa, guru penjas mendiskusikannya dengan guru penjas lainnya. Keuntungan cara ini adalah keterampilan guru mengamati semakin cermat.
Tes keterampilan gerak juga memiliki banyak komponen gerak yang perlu di tes. Hal ini tentu dapat menyulitkan guru bila semua komponen di tes sekali gus. Karena itu guru perlu memilih dan menilai beberapa keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam program pengajaran penjas. Keterampilan seperti melempar, menangkap, menendang, menggiring, dan memukul bola (dengan tangan, raket, dan bet) merupakan beberapa bentuk keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam pengajaran penjas.

Sumber:
  • Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
  • Eddy Sowardi Kartawidjaja..1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Sinar Baru. Bandung.  
  • http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-keputusan-menurut-para-ahli-terlengkap/
  • https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/
  • Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
  • Kartawidjaja, Eddy Soewardi.1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Pen. Sinar Baru
  • Lutan, Rusli. 2001. Mengajar Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta: DEPDIKNAS Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Bekerjasama dengan Dirjen Olahraga
  • Lutan, Rusli  dan Adang Suherman. 2000. Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes. Departemen Pendidikan Nasional. Jakartra.
  • Moelyono Biyakto Atmojo dan Sarwono. 2002. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Pusat Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. 
  • Nurhasan. 2009. Penilaian Pembelajaran Penjas. Universitas Terbuka. Jakarta. 
  • Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 
  • Sudijono, Anas. 2011. Evaluasi Pedidikan. Jakarta; Raja Grafindo Persada
  • Trisnowati Tamat dan Moekarto Mirman. 2008. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Universitas Terbuka. Jakarta

Thursday 15 September 2016

KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI

A. Pengertian Kepemimpinan dalam Pendidikan;
  • Menurut Nawawi (1983) Kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.
  • Menurut Gary Yukl dalam Sutrisno (2012) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya secara efektif, serta proses memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan dalam pendidikan dapat diuraikan menjadi:
  1. Pemimpin Formal
  2. Seseorang yang diangkat/dikukuhkan menjadi pemimpin dengan surat keputusan oleh badan yang lebih tinggi atau lembaga pendidikan formal yang bersifat sengaja, berencana dan sistematis. Pimpinan di lembaga tersebut biasanya diangkat oleh badan yang lebih tinggi dengan kedudukan sebagai Kepala.
  3. Pemimpin Informal
  4. Seseorang yang muncul apabila seorang Kepala tidak berfungsi sebagai pimpinan, orang tersebut di terima oleh semua personal/anggota kelompok yang ada sebagai pemimpin. Orang tersebut dihormati, dipatuhi dan dituruti pendapat, saran dan bahkan perintah-perintahnya oleh semua personal di lingkungannya.
Kepemimpinan dapat dibedakan juga menurut sifatnya, yaitu:
  1. Pemimpin Kharismatis
  2. Pemimpin diterima karena kepribadiannya yang berpengaruh dan dipercayai sehingga diikuti pendapat dan keputusannya. Misalnya beberapa alim ulama, pemuka adat, guru, dan lain-lain.
  3. Pemimpin Simbol
  4. Pemimpin yang secara tradisional ini diakui sebagai simbol kebesaran kelompok/organisasi, walaupun tidak berfungsi dan kepemimpinannya diselenggarakan oleh orang lain yang menjadi pembantunya. Misalnya; raja yang diangkat secara turun temurun
  5. Pemimpin Headmanship
  6. Pemimpin yang ditempatkan sebagai kehormatan karena pengalaman dan posisinya di dalam masyarakat. Misalnya; Gubernur ditempatkan sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)
  7. Pemimpin Ahli (expert)
  8. Pemimpin yang ditunjuk karena memiliki keahlian di dalam bidang tertentu yang menjadi beban tugas suatu organisasi, sehingga harus ditunjuk seorang profesional karena tugas-tugas tersebut tidak mungkin dilaksanakan orang lain. Misalnya; seorang dokter diangkat sebagai Kepala sebuah rumah sakit, atau seorang guru diangkat menjadi kepala sekolah
  9. Pemimpin Organisator dan Administrator
  10. Pemimpin yang karena kecakapannya dalam mengorganisasi sejumlah orang untuk bekerjasama dalam mewujudkan tugas-tugas kelompoknya, baik dalam bentuk kegiatan manajemen administratif maupun dalam kegiatan manajemen operatif. Misalnya: pemimpin dalam organisasi profesi dan organisasi fungsional, seperti PGRI, KNPI, Pramuka, dan lain-lain
  11. Pemimpin Agitator
  12. Pemimpin yang memiliki melakukan tekanan-tekanan, mengadu domba, menimbulkan perpecahan dan mempertajam perselisihan dengan menarik keuntungan mempertajam perselisihan dengan menarik keuntungan untuk dirinya atau kelompoknya disebut pemimpin agitator. Pemimpin seperti itu kerap kali mampu memanfaatkan petentangan yang ditimbulkannya untuk memperoleh dukungan dari kedua belah pihak yang bertentangan, walaupun masing-masing memiliki alasan yang berbeda-beda. Misalnya : pemimpin dalam lingkungan partai politik.
Dalam kepemimpinan dikenal beberapa istilah yang tidak dapat dipisahkan, yaitu;
  1. Pemimpin (Leader) dengan kegiatannya disebut kepemimpinan (Leadership)
  2. Menejer (Manager) dengan kegiatannya yang disebut manajemen (Management)
  3. Administrator dengan kegiatannya yang disebut administrasi (Administration)
Secara kuantitatif ketiga istilah diatas tersebut mengandung pengertian yang berbeda satu dari yang lain. Perbedaannya terdapat pada luas sempitnya ruang lingkup kegiatan itu masing-masing. Berikut digambarkan dalam bentuk lingkaran:



Dengan memperhatikan bentuk lingkaran diatas kegiatan administrasi mencakup ruang lingkup yang paling luas, berikutnya adalah manajemen dan yang ruang lingkupnya paling kecil adalah kegiatan kepemimpinan. Akan tetapi tidak dapat dibantah bahwa ketiga-tiganya berintikan kegiatan decision making atau kemampuan mengambil keputusan. Kegiatan administrasi memerlukan kemampuan manajemen dan kepemimpinan, kegiatan manajemen memerlukan kemampuan kepemimpinan yang seluruhnya diwujudkan dalam kemampuan mengambil keputusan.

Guru pendidikan jasmani sebagai pemimpin dalam bidang pendidikan. Sudah selayaknyalah guru pendidikan jasmani menjadi pemimpin siswa-siswanya. Sebab ditinjau dari umur, pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai guru ini melebihi siswanya.


Guru pendidikan jasmani adalah insan yang memiliki kompetensi dalam bidang keguruan dan memiliki tugas mendidik, membimbing, melatih dan mengembangkan mata pelajaran pendidikan jasmani di segala jenis sekolah. Guru pendidikan jasmani merupakan suri tauladan yang sangat layak ditiru oleh peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kondisi guru pendidikan jasmani dalam tugas profesinya mengantarkan guru pendidikan jasmani menjadi seorang pemimpin.


Tidak dapat kita pungkiri kepemimpinan guru pendidikan jasmani ikut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam segala  perkembangan dan perubahan (tranformasi) di sekolah. sebagai pemimpin, guru pendidikan jasmani merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam ‘mengawal’ peserta didik dalam hal pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, sosial, dan emosional agar serasi, selaras dan seimbang. Kepemimpinan guru pendidikan jasmani dalam hal manajerial, guru pendidikan jasmani harus mampu merumuskan/menyusun secara jelas tujuan pengajaran, bahan/materi pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, alat dan sumber pelajaran dan evaluasi atau penilaian dalam Proses pengajaran pendidikan jasmani itu sendiri.


Jadi dapat kita simpulkan, kepemimpinan dalam pendidikan jasmani merupakan usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan terlibat dalam bidang pendidikan jasmani untuk mempengaruhi, memotivasi dan memberi kontribusi demi keberhasilan tujuan pendidikan jasmani; menjadikan manusia seutuhnya (jasmani, mental sosial, dan emosional) yang selaras, serasi dan seimbang. 
Dalam Pendidikan Jasmani, kepemimpinan mencakup aspek pengelolaan / merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menilai hasil belajar pendidikan jasmani.

Dalam Pendidikan Jasmani, kepemimpinan seorang Guru Pendidikan jasmani dapat terlihat jelas perannya sebagai pemimpin pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar Pendidikan Jasmani, respons siswa terhadap gurunya itu biasanya terpadu dengan segala perilaku gurunya.

Menurut Supandi (1992) agar perilaku guru ini berpengaruh baik terhadap proses belajar siswa-siswanya maka guru pendidikan jasmani dituntut hal-hal sebagai berikut:
  1. Menguasai bidangnya baik keterampilan maupun pengetahuan beserta pengalamannya 
  2. Mempunyai keyakinan bahwa Pendidikan Jasmani tidak semata-mata mengembangkan segi jasmaniah siswa tetapi turut membantu perkembangan siswa sebagai manusia seutuhnya. 
  3. Memahami kebutuhan dan karakteristik jasmaniah dan rohaniah siswa serta menyesuaikan upaya pembelajarannya dengan karakteristik dan kebutuhan tersebut. 
  4. Menunjukkan gairah dan semangat kerja yang nyata dalam menjalankan tugas untuk mendorong dan membina semangat belajar siswa. 
  5. Menunjukkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani yang cukup tinggi sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai pemimpin, guru pendidikan jasmani hendaknya mampu melakukan penanganan pada kelas, karena kelas merupakan lingkungan yang perlu diorganisasi. Guru pendidikan jasmani harus mampu memanajemen kelasnya dengan senantiasa menjaga dan menciptakan kondisi di dalam kelas bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman, kepuasan dalam membantu siswa untuk memperoleh hasil dan tujuan yang diharapkan dengan tepat sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan, mulai dari waktu awal pelajaran hingga waktu pelajaran itu berakhir.

Untuk meraih semua hal tersebut bukanlah perkara mudah, Guru Penjas sebagai manajer lingkungan belajar, hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar-mengajar dan teori perkembangan sehingga memungkinkan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif. Selain itu, Guru penjas harus memiliki keterampilan tertentu, meliputi pengetahuan dan kemampuan. Guru Penjas sebagai pemimpin, dalam kepemimpinannya di kelas harus ditunjang juga dengan Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional.

Menurut Glasser (1988), berkenaan dengan kompetensi guru ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu menguasai bahan pelajaran, mampu mendiagnosis tingkah laku siswa, mampu melaksanakan proses pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil belajar siswa.

Guru pendidikan jasmani sebagai manager dituntut keterampilan managerial proses belajar-mengajar pendidikan jasmani, secara garis besarnya menurut Supandi (1992);
  1. Kemampuan menyusun rencana pelajaran yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari kurikulum. Kemampuan menilai, kemampuan perumusan tujuan, merumuskan masalah-masalahnya, menetapkan alternative pemecahan masalah menuju tercapainya tujuan pengajaran. Lebih mendasar lagi kemampuan membuat satuan pelajaran yang akan langsung dipraktikkan dalam waktu seketika.
  2. Pengorganisasian proses belajar mengajar pendidikan jasmani, yaitu kemampuan memanfaatkan sumber yang mendukung terlaksanya proses belajar mengajar jangka panjang maupun jangka pendek. Pengorganisasian menyangkut banyak sumber dan daya berupa orang-orang, alat dan media, ruang dan tempat, dan iklim belajar mengajar pendidikan jasmani merupakan unsure tersebut perlu digabungkan agar proses belajar-mengajar menjadi produktif.
  3. Pengendalian kegiatan belajar siswa. Pengendalian dalam proses belajar-mengajar pendidikan jasmani merupakan unsure penting. Kegiatan belajar yang tidak terkendali besar kemungkinan siswa akan mengalami cedera yang fatal. 
  4. Penilaian, penilaian biasa berurusan dengan hal belajar dan prosesnya. Untuk kepentingan umum, guru ataupun siswa, guru dituntut untuk melakukan penilaian proses belajar-mengajar.
Empat keterampilan tersebut merupakan keterampilan pokok yang sangat penting bagi guru pendidikan jasmani, selain itu banyak lagi keterampilan manajerial yang berhubungan dengan peranan guru pendidikan jasmani sebagai pemimpin/manager proses belajar-mengajar.

B. Gaya Kepemimpinan Dalam Pendidikan Jasmani

Pada umumnya gaya kepemimpinan beberapa diantaranya sebagai berikut: 
  1. Kepemimpinan otoriter : “authoriatarian” pemimpin bertindak diktator terhadap anggota kelompoknya, dominasi berlebihan. 
  2. Kepemimpinan laisses-faire : pemimpin yang keberadaannya haya sebagai lambang, pemimpin yg tidak memberikan kepemimpinan, membiarkan bawahan berbuat berbuat sekehendaknya. Tingkat keberhasilan organisasi disebabkan kesadaran dan dedikasi anggotanya. 
  3. Kepemimpinan demokratis : selalu berusaha menstimulasi  anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. 
  4. Kepemimpinan  pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja. Bersifat otokratis.
Dalam pendidikan jasmani, gaya-gaya kepemimpinan yang telah disebutkan di atas digunakan atau disesuaikan dengan model pembelajaran apa yang digunakan oleh seorang guru pendidikan jasmani. Model pembelajaran adalah suatu pola pendekatan menyeluruh yang mendesain pengajaran di dalamnya terdapat strategi dan berbagai teknik pembelajaran.

Guru pendidikan jasmani harus dapat membuat keputusan tentang model pembelajaran yang paling tepat untuk mengaktifkan siswa sehingga terjadi partisipasi semua siswa secara maksimal. Secara umum model-model pembelajaran pendidikan jasmani terdiri dari model komando, model tugas, model berpasangan, model pengajaran mandiri berstruktur, model diskoveri terbimbing dan, model pemecahan masalah.




C. UNSUR-UNSUR KEPEMIMPINAN DALAM PENJAS

Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sbb.:

  1. Ada yang memimpin = Guru Pendidikan Jasmani 
  2. Ada yang dipimpin = Siswa Belajar Pendidikan Jasmani 
  3. Ada kegiatan pencapaian tujuan = Proses belajar-mengajar Pendidikan Jasmani 
  4. Ada tujuan / target sasaran = Penilaian Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani
Pelaksanaan Kepemimpinan Guru Pendidikan jasmani
  1. Bergaul secara akrab dengan peserta didik
  2. Mengetahui kekuatan dan kemampuan peserta didik
  3. Tahu yang di inginkan dan disenangi peserta didik
  4. Menanamkan rasa janggung jawab
  5. Menanamkan disiplin diri pada peserta didik
  6. Kepemimpinan berpedoman pada trilogi kepemimpinan
Trilogi Kepemimpinan
  1. Ing arsa sung thuladha, artinya di depan anak didiknya harus sanggup untuk jadi tauladan
  2. Ing madya ambangun karsa, artinya di tengah-tengah anak didiknya harus mampu membangun kehendak
  3. Tutu wuri handayani, seorang pemimpin harus selalu mampu memberikan dorongan meskipun hanya secara phisik sehingga pemimpin itu akan selalu mengikuti atau selalu memonitor keadaan anak didiknya. 
“Anda tidak memimpin dengan memukul kepala orang – itu penyerangan bukan kepemimpinan”. 
(Dwight D. Eisenhower)
Terima kasih.
Wassalam.

Sumber; 

  • Aksara, Engga & Vulanda, Tezario. 2014. THE ART OF LEADERSHIP: 102 Tips Jadi Pemimpin Berpengaruh. Jogjakarta: Literindo. 
  • Muhammadiah. 2005. Perencanaan Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Makassar: Badan Penerbit UNM Makassar
  • Nawawi, Hadari. 1984. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung. 
  • Nur, Masjumi. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar
  • Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
  • Sutrisno. 2012. Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani
  • Sarifuddin, Aip & Rachman, Asmuni. 1983. Olahraga Pendidikan Di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Palagan Jakarta

Model Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP)

đŸŒº MODEL EVALUASI CIPPđŸŒº đŸ‘‰Evaluasi didefinisikan sebagai Proses Menggambarkan, Mendapatkan, dan Menyediakan Informasi yang Bermanfaat untuk...

OnClickAntiAd-Block