Wednesday 13 July 2016

ANAK BERBAKAT

ANAK BERBAKAT
(Gifted)

Pada saat ini orang sudah mengenal tentang anak berbakat, tetapi  masih ada juga yang belum mengenal terutama khalayak yang masih bertanya-tanya tentang apa itu yang dimaksud dengan anak berbakat. Namun masalah ini sangat menarik baik yang terlibat secara langsung di lingkungan akademisi atau di lingkungan birokrat dan yang lebih menarik lagi sering terdengar salah persepsi terhadap masalah anak berbakat. 

Sering mendengar tentang anak berbakat yang secara umum dapat diartikan yaitu mereka yang mampu mencapai prestasi tinggi, yang disebabkan karena kemampuan-kemampuan yang unggul pada diri individu. Pernyataan tersebut perlu dipahami bahwa anak berbakat merupakan kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir secara amaliah. Sedangkan faktor lingkungan adalah wahana yang menunjang pengembangan anak berbakat, sehingga anak berbakat sangat berperan didalamnya. Prestasi yang tinggi, kemampuan yang unggul dihasilkan dari interaksi yang sering terjadi terus-menerus secara fungsional antara kemampuan, bakat dan karakteristik individu yang sudah dibawa sejak lahir dan yang didapat selama berinteraksi dengan lingkungannya dimana individu tersebut berada.  

Definisi Anak berbakat
Istilah "berbakat" yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah padanan dari istilah bahasa Inggris "gifted". Menurut definisi, anak berbakat memiliki suatu kemampuan yang lebih dibandingkan teman-teman yang seumuran dengan mereka (Delisle, 2015). Seperti misalnya pada ranah intelektual dan emosional mereka luar biasa dan  memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak sebaya mereka. Menurut Marland (2009) Anak berbakat yang memiliki kapasitas tinggi di atas kebanyakan orang lain, secara intelektual, kreatif, atau sosial, harus didorong dan diilhami serta difasilitasi dalam mengembangkan potensi individu tersebut. Anak-anak berbakat memerlukan program pendidikan dan pelayanan yang berbeda, melebihi yang biasa disediakan oleh program sekolah reguler, agar dapat merealisasikan kontribusinya terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat.

Banyak istilah yang berhubungan dengan anak berbakat seseorang seperti gipted, superior, genius, fast learner, bright, talented, unggul, istimewa, cerdas, berbakat, anak yang kreatif dan sebagainya. Secara konsep anak berbakat ini ada yang umum dan ada yang khusus. Anak berbakat intelektual umum yang ditunjukkan dengan kemampuan dalam kecerdasan diatas rata-rata dan ada juga anak berbakat khusus. Kemampuan intelektual umum terindikasi oleh inteligensi yang tinggi dan menumpukan prestasi di sekolah yang sangat menonjol. Sedangkan anak berbakat akademis khusus, hal ini terindikasi unggul pada tes prestasi atau tes bakat dalam bidang seperti fisika, sains, dan sebagainya. Sedangkan bidang lainnya belum tentu menonjol.  

Marland (1972) mengemukakan bahwa  anak yang memiliki kemampuan untuk berkinerja tinggi itu mencakup mereka yang menunjukkan prestasi dan/atau kemampuan potensial dalam satu atau beberapa bidang berikut ini:
  1. Kemampuan Intelektual Umum;
  2. Bakat Akademik Spesifik;
  3. Kemampuan Berpikir Kreatif Atau Produktif;
  4. Kemampuan Kepeimimpinan;
  5. Seni Pentas Atau Seni Rupa;
  6. Kemampuan Psikomotor
Secara singkat, deskripsi bidang-bidang anak berbakat di atas itu adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan atau Bakat Intelektual Umum
Para pendidik biasanya mendefinisikan hal ini berdasarkan skor yang tinggi dari hasil tes inteligensi (biasanya 2 deviasi standar di atas mean) pada pengukuran individual ataupun kelompok. Orang tua dan guru sering dapat mengenali anak yang memiliki bakat intelektual umum ini dari keluasan pengetahuan umumnya dan ketinggian tingkat kosa kata, ingatan, pengetahuan kata-kata abstrak, serta daya nalar abstraknya.

2. Kemampuan atau Bakat Akademik spesifik
Siswa yang memiliki bakat akademik spesifik dapat dikenali dari kinerjanya yang menonjol dalam tes prestasi atau tes bakat dalam satu bidang tertentu seperti bahasa atau matematika.

3. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Produktif
Ini merupakan kemampuan untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru dengan memadukan elemen-elemen yang biasanya dianggap sebagai terpisah-pisah dan tidak sejenis, dan kemampuan untuk mengembangkan pengertian baru yang mengandung nilai sosial.

4. Kemampuan Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan individu-individu atau kelompok kelompok ke satu keputusan atau tindakan bersama. Siswa yang menunjukkan anak berbakat dalam kemampuan kepemimpinan mampu menggunakan keterampilan kelompok dan bernegosiasi dalam  situasi-situasi yang sulit. Banyak guru dapat mengenali kepemimpinan dari minat dan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah. Karakteristik kepemimpinan mencakup rasa percaya diri, tanggung jawab, kerjasama, kecenderungan untuk mendominasi, dan kemampuan untuk mengadaptasikan diri dengan mudah pada situasi-situasi baru. Siswa seperti ini dapat diidentifikasi dengan instrumen-instrumen seperti The Fundamental Interpersonal Relations Orientation Behavior (FIRO-B).

5. Seni Rupa dan Seni Pentas 
Siswa yang berbakat dalam bidang seni akan menunjukkan bakat khusus dalam seni rupa, musik, tari, drama, atau bidang-bidang terkait lainnya. Siswa-siswa ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan instrumen deskripsi tugas seperti the Creative Products Scales , yang dikembangkan untuk Detroit Public Schools oleh Patrick Byrons dan Beverly Ness Parke di Wayne State University.

6. Kemampuan Psikomotor
Ini mencakup kemampuan gerak kinestetik seperti keterampilan praktis, spatial, mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam program anak berbakat.  
  
Permasalahan Yang Dihadapi Anak-anak Berbakat 
Masalah perkembangan secara umum yang dihadapi remaja biasa sama halnya dengan siswa atau anak berbakat, namun anak berbakat lebih rumit dari segi kebutuhan khusus dan karakteristiknya (Buescher & Higham, 1990). Anak berbakat merupakan anugerah yang dapat menimbulkan permasalahan bagi penyandangnya apabila mereka tidak memperoleh dukungan dan bantuan yang diperlukannya. Permasalahan itu terutama timbul pada masa remaja. Buescher dan Higham (1990) mengemukakan bahwa anak-anak berbakat antara usia 11 dan 15 tahun sering menghadapi berbagai masalah sebagai akibat dari anak berbakat yang meliputi: perfeksionisme, competitiveness, penilaian yang tidak realistis terhadap anak berbakat, penolakan dari teman sebaya, kebingungan akibat "pesan-pesan" yang beraneka ragam  sehubungan dengan bakatnya, dan tekanan dari orang tua serta masyarakat agar berprestasi, di samping permasalahan yang ditimbulkan oleh program sekolah yang tidak menantang atau terlalu tingginya ekspektasi terhadap diri mereka.

Beberapa anak berbakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan dan memilih teman, memilih jurusan di sekolah atau perguruan tinggi, dan akhirnya juga mengalami kesulitan dalam memilih karir. Masalah-masalah perkembangan yang dialami oleh semua remaja juga dialami oleh remaja berbakat tetapi masalahnya dibuat lebih kompleks oleh kebutuhan khusus dan karakteristik anak berbakat. Berikut ini adalah gambaran dari kesulitan utama remaja berbakat menurut Buescher & Higham (1990):

1. Kepemilikan
Remaja berbakat pada saat yang sama "memiliki" tetapi juga mempertanyakan validitas dan realitas kemampuan yang mereka miliki. Sementara dalam banyak kasus bakat mereka telah diketahui sejak usia dini, tetapi keraguan tentang ketepatan identifikasinya dan obyektivitas dari orang tua atau guru terus melekat. Konflik yang timbul, baik ringan maupun parah, perlu diatasi dengan memperoleh "kepemilikan" yang lebih matang dan rasa tanggung jawab pada anak berbakat itu. tekanan lain yang sering dialami siswa berbakat adalah perasaan bahwa karena mereka telah dianugerahi banyak sekali kelebihan, maka mereka dituntut untuk memberi banyak pula. Sering tersirat seolah-olah kemampuan mereka itu milik orang tuanya, guru-gurunya dan masyarakatnya. 
2. Dissonansi
Dari pengakuan mereka sendiri, remaja berbakat sering merasa seperti orang perfeksionis (ingin selalu sempurna). Mereka telah terbiasa menetapkan standar yang tinggi, berharap dapat melakukan hal-hal yang di luar jangkauan kemampuannya. Karena sejak masa kanak-kanak selalu berkeinginan melakukan tugas-tugas berat secara sempurna, maka hal itu menjadi kebiasaan yang bertumpuk pada masa remaja. Tidak jarang bagi remaja berbakat mengalami dissonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan kualitas hasil pekerjaan yang mereka harapkan. Sering kali dissonansi yang dipersepsi oleh anak remaja itu jauh lebih besar daripada apa yang disadari oleh orang tua atau gurunya.
3. Ambil Resiko
Sementara sifat berani ambil resiko dipandang sebagai karakteristik anak berbakat, ironisnya karakteristik tersebut semakin pudar seiring dengan bertambahnya usia mereka, sehingga remaja yang cerdas itu cenderung kurang berani ambil resiko dibanding remaja pada umumnya. Mengapa pergeseran perilaku tersebut terjadi? Remaja berbakat tampaknya lebih sadar akan dampak kegiatan-kegiatan tertentu, baik yang positif maupun negatif. Mereka mampu mengukur keuntungan dan kerugian secara pasti dari berbagai kesempatan yang ada dan mampu menimbang berbagai alternatifnya. Oleh karenanya, bila mereka merasa bahwa tidak memiliki ketangkasan dan kecerdasan yang memadai, maka mereka menolak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung beban resiko (misalnya penempatan dalam tingkat pelajaran yang jauh lebih tinggi, persaingan yang ketat, presentasi publik), di mana tingkat keberhasilan yang tinggi kurang dapat diprediksi dan pencapaian dengan standar yang lebih rendah kurang dapat diterima di mata mereka. Satu kemungkinan lain penyebab kurangnya keberanian ambil resiko ini adalah kebutuhan mereka untuk menjaga kontrol pribadi agar tetap berada di dalam lingkaran pengaruh sehingga hubungan yang penuh tantangan,  pelajaran dan guru yang penuh tuntutan, atau persaingan yang keras tidak dapat masuk tanpa kontrol pribadinya.
4. Melawan Ekspektasi
Remaja rentan terhadap kritik, saran, dan serangan emosional dari orang lain. Orang tua, teman, saudara, dan guru semuanya berkeinginan menambahkan ekspektasi dan pengamatan mereka sendiri pada tujuan dan keinginan siswa yang paling cerdas sekali pun. Sering kali ekspektasi orang lain bagi anak berbakat bersaing dengan cita-cita dan rencana mereka sendiri. Delisle (2010) khususnya, telah menunjukkan bahwa "tarikan" harapan remaja itu sendiri harus melawan arus kuat yang ditimbulkan oleh "dorongan" keinginan dan tuntutan orang lain. Semakin besar bakat anak itu, akan semakin besar pula ekspektasi dan upaya campur tangan dari pihak luar. Remaja berbakat terus-menerus melaporkan adanya desakan yang sangat kuat dari guru, teman, dan bahkan juga orang tua yang kurang peka, hingga mereka tiba pada titik keraguan dan keputusasaan. Terutama guru-guru sekolah menengah sering menantang siswa berbakat dengan mengatakan, lebih kurang, "Buktikan kepada saya bahwa kamu benar-benar berbakat seperti yang kamu duga." Berperilaku sebagaimana layaknya seorang remaja sementara juga terus-menerus berusaha membuktikan keunggulannya di kelas atau di kalangan teman-temannya secara signifikan akan menguras energinya untuk melaksanakan tugas perkembangannya yang normal dalam melakukan penyesuaian diri, sehingga sering kali dia menjadi frustrasi dan mengasingkan diri.
5. Tidak sabar
Sebagaimana layaknya remaja pada umumnya, siswa berbakat dapat kehilangan kesabarannya dalam mencari solusi untuk masalah-masalah yang sulit, mengembangkan persahabatan yang memuaskan, dan dalam memilih alternatif yang sulit tetapi paling cepat untuk mengambil keputusan-keputusan yang kompleks. Kecenderungan untuk mengambil keputusan-keputusan yang impulsif, ditambah dengan bakat yang luar biasa, dapat membuat remaja muda itu tidak bertoleransi terhadap situasi-situasi yang ambigu dan tak terpecahkan (Buescher & Higham, 1990). Ketidaksabaran mereka karena tidak adanya jawaban yang memuaskan, tidak adanya opsi atau keputusan yang jelas akan membuatnya bergantung pada perasaan kebijaksanaannya yang belum matang. Rasa marah dan kecewa yang timbul akibat gagalnya mencapai pemecahan yang cepat itu akan sangat sulit diatasi, terutama bila teman-teman sebayanya mencemoohkan kegagalan tersebut.
6. Identitas Prematur
Tampaknya bahwa beban yang ditanggung remaja berbakat dalam memenuhi tantangan ekspektasi, toleransinya yang rendah terhadap ambiguitas, dan akibat tekanan dari berbagai pihak, semuanya merupakan pendorong baginya untuk mencapai identitas seperti orang dewasa secara terlalu dini, suatu tahap perkembangan yang normalnya dicapai setelah orang berusia 21 tahun. Hal ini dapat menciptakan masalah yang serius bagi remaja berbakat. Mereka mungkin akan mencapai tahap pemilihan karir secara prematur yang akan memotong kompas dalam menuju krisis dan pemecahan identitas dengan proses yang normal. Bila konselor dan orang tua menyadari kesulitan-kesulitan yang dihadapi remaja berbakat tersebut, maka mereka akan dapat lebih memahami dan membantu remaja berbakat. Orang dewasa yang memiliki perhatian akan dapat membantu anak-anak muda tersebut untuk "memiliki" dan mengembangkan bakatnya serta dapat menyesuaikan dirinya secara baik dengan strategi yang tepat.

Layanan Pendidikan Bagi Anak-Anak Berbakat
Terdapat tiga model layanan pendidikan bagi anak-anak berbakat, yaitu (1) model inklusi (inclusion model), dan (2) cluster grouping model (model pengelompokan terbatas).
1. Model Inklusi  
Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan pendidikan khusus lainnya seperti anak berkesulitan belajar (learning disabled) dan anak cacat. Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang anak berbakat memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya terpenuhi. Layanan khusus itu terutama berupa pemberian materi pengayaan. Dalam model ini, anak berbakat sering difungsikan sebagai tutor bagi anak-anak lain (Winebrenner & Devlin, 2001).
2. Tracking System 
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya, dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi, anak-anak berbakat akan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya. 
3. Model Cluster Grouping
Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama di satu sekolah (biasanya mereka yang termasuk 5% dari siswa berprestasi tertinggi dalam populasi tingkatan kelasnya), dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8 siswa berbakat, dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Jika terdapat lebih dari 8 anak berbakat, maka mereka dikelompokkan ke dalam dua atau tiga cluster group. Pada umumnya, satu cluster group itu belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam bidang keluarbiasaannya (misalnya matematika), mereka belajar secara terpisah. Model cluster grouping ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan apabila anak-anak berbakat itu didistribusikan secara merata di semua kelas. 

Menurut  Kulik & Kulik (1992) adapun lima program berbeda yang memisahkan anak berbakat  berdasarkan kemampuan:
  1. Kelas bertingkat. Siswa di kelas yang sama dibagi menjadi kelompok-kelompok tinggi, menengah, dan rendah atas dasar kemampuan, dan kelompok-kelompok diinstruksikan di ruang kelas yang terpisah baik untuk satu hari penuh atau untuk satu mata pelajaran.
  2. Pengelompokan lintas kelas. Anak-anak dari beberapa kelas dibentuk menjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkat pencapaian mereka dalam suatu mata pelajaran, dan kelompok-kelompok tersebut kemudian diajarkan mata pelajaran tersebut di ruang kelas yang terpisah tanpa memperhatikan penempatan kelas reguler anak-anak.
  3. Pengelompokan dalam kelas. Seorang guru membentuk kelompok kemampuan dalam satu kelas dan memberikan setiap kelompok dengan instruksi yang sesuai dengan tingkat bakatnya.
  4. Kelas yang diperkaya untuk yang berbakat dan bertalenta. Siswa yang memiliki bakat tinggi menerima pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan lebih bervariasi daripada yang tersedia bagi mereka dalam kurikulum reguler untuk tingkat usia mereka.
  5. Kelas akselerasi untuk yang berbakat dan bertalenta. Siswa yang memiliki bakat akademik tinggi menerima instruksi yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan lebih cepat melalui sekolah mereka atau untuk menyelesaikan sekolah pada usia lebih awal daripada siswa lain 
Kejurprov Futsal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 2016

Sumber:
  • Buescher, T. M., & Higham, S. (1990). Helping Adolescents Adjust to Giftedness (pp. 1–6). ERIC Custom Transformations Team.
  • Delisle, J. R. (2010). Counseling Gifted Persons : A lifelong concern: An Editorial. March 2015, 3–5. https://doi.org/10.1080/02783198509552917
  • Delisle, J. R. (2015). The Gifted Adolescent at Risk : Strategies and Resources for Suicide Prevention among Gifted Youth. 13(3), 212–228.
  • Kulik, J. A., & Kulik, C. C. (1992). Meta-analytic Findings Grouping Programs. Gifted Child Quarterly, 36(2), 73–77.
  • Marland, S. P. (2009). Sidney P. Marland, Jr. (1914–1992). 1945.
  • Winebrenner, A. S., & Devlin, B. (2001). Cluster Grouping of Gifted Students : How to Provide Full-time Services on a Part-time Budget : Update 2001.

No comments:

Post a Comment